Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tjio, Tjie Sek
"Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XV pasal 36 mengatakan Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Suatu usaha untuk menaf'sirkan pengertian bahasa Indonesia telah dilakukan oleh Kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan. Sebelum mentjapai suatu rumusan apa jang dimaksud dengan bahasa Indonesia telah ramai diperbintjangkan minderheids nota antara lain berbunji: ... hingga segala jang bertentangan dari tatabahasa Melaju,harus dianggap sebagai bahasa jang tidak baik. (Djawatan Kebudajaan Kem. P.P.KI. , 1955:139) Setelah diadakan permusjawarahan Seksi A Tatabahasa Indo_nesia dan Edjaan Bahasa Indonesia dengan huruf Latin dalam putusan nomor 8 mengatakan: Bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah Bahasa Melaju jang di sesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia sekarang. (Op cit.:175) Pada tanggal 16 Mei 1956 Slametmuljana ketika pidato pe_nerimaan djabatan Guru Besar Universitas Indonesia mengatakan: ... bahwa bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melaju, tetani perkembangan selandjutnja sudah sedemikian djauhnja akibat a_similasinja dengan pelbagai bahasa daerah dan bahasa asing , hingga boleh dikatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa-baru. (Slametmuljana,1956 : 34). Pengertian bahasa Indonesia jang diperkembangkan dari saran-saran diatas dan berdasarkan pendekatan linguistik baru kemudian dilakukan oleh T.W. Kamil dan A.M. Moeliono (1961a : 11) : Bahasa Indonesia setjara strukturil dan dalam perbenda_haraan-kata dasarnja beralaskan Bahasa Melaju. Dalam perkembangannja bahasa Indonesia mengalami kontak dengan beberapa bahasa daerah dan bahasa asing, terutama dalam perbendaharaan kata bukan-dasar. Sebagai akibat dari kontak dengan bahasa daerah, kita mengenal dialek2 bahasa Indonesia. Misalnja, dialek_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1964
S11081
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susiati
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud kelas kata yang berhomonim dalam Bahasa Kepulauan Tukang Besi Dialek Kaledupa di Kabupaten Wakatobi. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber datanya diambil dari para penutur asli bahasa Kepulauan Tukang Besi Dialek Kaledupa dan jenis datanya berupa data lisan. Metode dan teknik pengumpulan data, yaitu metode observasi dengan teknik observasi partisipatif, teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data, yaitu penyeleksian data, pengklasifikasian data, pemaknaan, dan penganalisisan data. Hasil penelitian membuktikan bahwa wujud kelas kata yang berhomonim dalam bahasa Kelupauan Tukang Besi Dialek Kaledupa, yaitu adjektiva dengan nomina, nomina dengan nomina, verba dengan adjektiva, verba dengan nomina, nomina dengan numeralia, verba dengan verba, verba dengan adverbia, dan partikel dengan nomina."
Ambon: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2018
400 JANTRA 12:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Afdhol Tharik
"Konsep kehomoniman sebagai pertalian makna antara dua atau lebih leksem yang sama bentuk merupakan gejala semesta bahasa (language universal). Konsekuensi logis munculnya gejala kehomoniman adalah ketaksaan ujaran atau kalimat yang disampaikan oleh pembicara kepada pendengar/lawan bicara. Akibat lebih jauh yang disebabkan oleh munculnya gejala kehomoniman adalah, di samping ketaksaan ujaran atau kalimat, terjadinya distorsi pesan yang ingin disampaikan. Pemahaman yang baik terhadap kehomoniman suatu bahasa, khususnya bahasa Arab, dapat menghindari ketaksaan dan distorsi pesan yang terkandung dalam ujaran atau kalimat. Kajian kehomoniman dalam bahasa Arab masuk pada pokok bahasan Al-mustarak Al-lafzi (relasi makna), di samping kajian kepoliseman.
Dengan memakai pendekatan teori Lyons (1996) penelitian ini memperoleh formulasi klasifikasi homonimi bahasa Arab yang terdiri atas: (i) homonimi mutlak (absolute homonymy), dan (ii) homonimi sebagian (partial homonymy). Dalam menganalisis data, penelitian ini memanfaatkan juga pendekatan analisis komponen atau medan semantik. Homonimi mutlak ditemukan pada semua kelas kata, baik nomina (al-ism), verba (fi'il), maupun partikel (al-harf). Homonimi sebagian diperoleh berdasarkan perbedaan lingkungan gramatikal dari leksem-leksem yang homonimis dan subklasifikasi homonimi sebagian ini terdiri atas (I) perbedaan infleksi aspektual (perfektif - imperfektif), (ii) perbedaan derivasi, (iii) perbedaan kategori gender (maskulin - feminin), dan (iv) perbedaan kategori jumlah (tunggal - jamak)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Afdol Tharik Wastono
"Konsep kehomoniman sebagai pertalian makna antara dua atau lebih leksem yang sama bentuk merupakan gejala semesta bahasa (language universal). Konsekuensi logis munculnya gejala kehomoniman adalah ketaksaan ujaran atau kalimat yang disampaikan oleh pembicara kepada pendengar/lawan bicara. Akibat lebih jauh yang disebabkan oleh munculnya gejala kehomoniman adalah, di samping ketaksaan ujaran atau kalimat, terjadinya distorsi pesan yang ingin disampaikan. Pemahaman yang baik terhadap kehomoniman suatu bahasa, khususnya bahasa Arab, dapat menghindari ketaksaan dan distorsi pesan yang terkandung dalam ujaran atau kalimat. Kajian kehomoniman dalam bahasa Arab masuk pada pokok bahasan Al-mustarak Al-lafzi (relasi makna), di samping kajian kepoliseman. Dengan memakai pendekatan teori Lyons (1996) penelitian ini memperoleh formulasi klasifikasi homonimi bahasa Arab yang terdiri atas: (i) homonimi mutlak (absolute homonymy), dan homonimi sebagian (partial homonymy). Dalam menganalisis data, penelitian ini memanfaatkan juga pendekatan analisis komponen atau medan semantik. Homonimi mutlak ditemukan pada semua kelas kata, baik nomina (al-ism), verba (fi `il) , maupun partikel (al-harf). Homonimi sebagian diperoleh berdasarkan perbedaan lingkungan gramatikal dari leksem-leksem yang homonimis, dan subklasifikasi homonimi sebagian ini terdiri atas (i) perbedaan infleksi aspektual (perfektif - imperfektif), (ii) perbedaan derivasi, (iii) perbedaan kategori gender (maskulin - feminin), dan (iv) perbedaan kategori jumlah (tunggal - jamak)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rustono
"Kekerabatan antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa antara lain ditandai oleh kesamaan struktur, kesamaan unsur kosakata, dan kesamaan tipologi. Selain terdapat persamaan, yang menurut Gonda (1970, tierj. Kamil 1988:3) persamaan itu bukan karena gejala kebetulan, antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa juga terdapat perbedaan-perbedaan. Hal itu sejalan dengan pernyataan Uhi enbeck (1978, terj. Djajanegara 1982:89) bahwa persamaan yang ada antara kedua bahasa ltu jangan dipandang sama dalam segala aspek.
Salah satu unsur bahasa Indonesia yang mengandung persamaan sekaligus perhedaan dengan unsur bahasa Jawa adalah bentuk afiks -an, snail- morfem terikat -an. Sesuai, dengan pendapat yang dikemukakan [ilil-enheck (1978, t e r . Djajanegara 1982:89) dan Gonda 11970, terj. Kamil 19E18:3), antara bentuk afiks -an dalam bahasa Indonesia dan bentuk afiks -an dalam bahasa Jawa terdapat perbedaan-perbedaan dalam kemiripan atau persamaannya. Seberapa jauh perbedaan dan persamaan bentuk, sifat, dan makna antara bentuk afiks -an dalam bahasa Indonesia dan bentuk afiks -an dalam bahasa Jawa perlu diteliti secara saksama.
Penelitian tentang bentuk afiks -an dan komparasinya dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Jawa itu dititikberatkan pada aspek kegandaan makna dan sifat kederivasionalan dan keinfleksianalan bentuk afiks -an itu. Karena penelitian tentang bentuk afiks -an dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Jawa itu barsudut pandang kegandaan makna, penelitian komparatif antara afiks -an dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Jawa itu berlatar pokok bahasan semantik.
Kenyataan bahwa buku-buku tata bahasa Indonesia dan tata bahasa Jawa umumnya membicarakan hanya satu bentuk afiks -an dengan sejumlah maknanya, tanpa melihat kenyataan bahwa dalam kedua bahasa itu terdapat sejumlah bentuk afiks -an yang berlainan dengan maknanya yang berbeda-beda, merupakan pijakan bagi temuan Baru dalam penelitian ini. Penelitian ini juga merupakan upaya untuk mendudukkan bentuk afiks -an dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Jawa itu sebagai morfem yang homonim serta komparasinya dari sudut bentuk, jenis, kategori, dan makna yang didukungnya dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Jawa."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sansiviera Mediana Sari
"[ABSTRAK
Ketaksaan adalah adanya makna lebih dari satu yang terjadi pada kata, frasa, atau kalimat. Dalam
penelitian ini membahas tentang ketaksaan leksikal yang terdapat pada kalimat-kalimat di rubrik
Ruggespraak, majalah Onze Taal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memaparkan ketaksaan
yang terjadi pada kalimat-kalimat di rubrik Ruggespraak serta menentukan kata ke dalam kategori
homonimi dan polisemi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Kemudian
jumlah homonimi yang ditemukan ada satu dan kata yang termasuk polisemi berjumlah enam. Dalam
penelitian mengenai ketaksaan leksikal dapat ditarik kesimpulan bahwa ketaksaan yang terjadi karena
adanya konteks yang tidak sesuai.ABSTRACT If a word, phrase, or sentence has two or more meanings, it is called the ambiguity. This research
explain about the lexical ambiguity inside the sentences on Ruggespraak rubric in the Onze Taal
Magazine. The point of this research is to explain the ambiguity inside the sentences on Ruggespraak
rubric then decide which words are homonym or polysemous. The method used in this research is a
descriptive method. There is one word homonym found and six words for polysemous. The conclusion
of this research is ambiguity happened because there is improper context., If a word, phrase, or sentence has two or more meanings, it is called the ambiguity. This research
explain about the lexical ambiguity inside the sentences on Ruggespraak rubric in the Onze Taal
Magazine. The point of this research is to explain the ambiguity inside the sentences on Ruggespraak
rubric then decide which words are homonym or polysemous. The method used in this research is a
descriptive method. There is one word homonym found and six words for polysemous. The conclusion
of this research is ambiguity happened because there is improper context.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anggia Dwi Cahyani
"Kata wei dalam bahasa Mandarin merupakan kata yang berhomonimi, artinya kata
tersebut memiliki lebih dari satu fungsi dan makna yang tidak saling berhubungan. Perbedaan fungsi dan makna kata wei juga mempengaruhi perbedaan ton pada kata tersebut, satu dilafalkan dengan ton wei dan yang lainnya dengan ton wi. Perbedaan
ini seringkali menimbulkan kesulitan bagi pembelajar bahasa Mandarin. Pembelajar sulituntuk menentukan wei mana yang muncul dalam sebuah teks, apakah wei atau wi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk mempermudah pembelajar membedakan antara wei atau wi berdasarkan ciri sintaktisnya. Untuk mengetahui karakteristik dari setiap kata wei dilakukan sebuah analisis sintaksis terhadapsekumpulan kalimat contoh yang mengandung kata 为, yakni dengan melihat unsur-unsurpendamping 为di depan maupun di belakangnya. Dengan cara demikian baru dapatditentukan 为mana yang diacu; apakah 为wéi atau 为wѐi. Sumber data diperoleh darikalimat-kalimat yang mengandung kata 为yang muncul pada buku ajar Hanyu Jiaocheng jilid 1-6 dan buku Hanyu Yuedu Jiaocheng jilid 1-3. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 为 wéi merupakan preposisi yang memberikan keterangan bagi kalimat, sedangkan 为wéi merupakan verba yang menyatu dengan predikat. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif kualitatif.
The word 为(wei) in Mandarin is a monumental word, meaning that the word has more than one unrelated function and meaning. The difference in function and meaning of the word 为 also affects the difference in tone of the word, one is pronounced with 阳平(wei) tone and the other with 去声(w i). This difference often creates difficulties for Chinese learners. Learners find it difficult to determine which 为appears in a text, whether 为wei or 为w i. Therefore, we need a study that aims to facilitate students to distinguish between 为wei or 为w i based on syntactic characteristics. To find out the characteristics of each 为a syntactic analysis of a set of example sentences containing the word 为is carried out, by looking at the accompanying elements 为in front of and behind it. In this way it can only be determined which 为is referred to; whether 为wei or 为w i. The data source is obtained from sentences containing the word 为which appears in textbooks Hanyu Jiaocheng volumes 1-6 and Hanyu Yuedu Jiaocheng volumes 1-3. From the results of the study note that 为wei is a preposition that provides information for sentences, while 为wei is a verb that blends with the predicate. The results of the study are presented in a descriptive qualitative manner."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hyunisa Rahmanadia
"Skripsi ini membahas salah satu faktor pembuat kelucuan dalam humor verbal, yaitu ambiguitas makna. Objek dalam penelitian ini adalah humor verbal berbahasa Rusia. Data yang dianalisis dalam penelitian ini bersumber dari koran /komsomolskaja pravda/ selama bulan Januari 2010. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pemaparan mengenai jenis-jenis ambiguitas makna yang digunakan untuk membuat kelucuan dalam humor verbal berbahasa Rusia. Terdapat 4 jenis ambiguitas makna yang dipaparkan dalam penelitian ini yaitu ambiguitas fonetik, ambiguitas gramatikal, ambiguitas leksikal (homonim dan polisemi) dan ambiguitas kalimat.

The Focus of this study is to elaborate one of the triggering factors of verbal humor, which is the ambiguity of meaning. Object of this research is verbal humor in Russian language. Analysis data in this study originated from the newspaper /Komsomolskaja Pravda/ during the month of January 2010. This research is a qualitative exposition of the kinds of ambiguity of meaning that is used to create humor, mainly verbal humor in Russian language. There are four types of ambiguity explained in this research; phonetically ambiguity, grammatical ambiguity, lexical ambiguity (homonymy and polysemy) and the ambiguity of sentences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S14948
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library