Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ridwan Aripin
"Pelabuhan Tanjung Priok mcrupakan pelabuhan utama wilayah DK! Jakarta dan Jawa Barat untuk bongkar muat barang, baik yang bcrasal dari dalam negeri maupnn dari luar negeri. Perkembangan pada sektor industri dan sektor perdagarlgan di kaiua wilayah ini mengakibatkan terjadinya peningkatan a.rus kapal, baik itu arus masuk maupun arus kcluar Pelabuhan Tanjung Priok. Hal ini terlihat dari jumlah kunjungan kapal barang (general cargo, bag cargo, liquid bulk, dry bulk, container) ke Pelabuhan Tanjung Priok yang setiap tahunnya meningkat.
Peningkatan arus kapal barang yang ingin mclakukan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok menyebabkan teljadinya penumpukan kapal di sekitar wilayah perairan pelabuhan. Kapai-kapal berlabuh menunggu merapat ke dermaga untuk mendapatkan pelayanan di sembarang tempat_ Kapal-kapal dengan jenis muatan yang berhcda, kapal-kapal yang beroperasi dan tidak beropcrasi, dan kapal-kapal yang membawa bahan bcrbahaya mcnunggu di lempat yang sama. Apabila terjadi kondisi darurat scpcrti kebakaran kapal, tentu akan membahayakan bagi kapal-kapal lain.
Bahkan di Fasililas perairan pelabuhan seperti kolam putar terdapal kapal yang berlabuh. Bclum dilerapkannya koordinat global di Pelabuhan Tanjung Priok juga menjadi masalah dalam keamanan pelayaran. Sclain faktor keamanan yang tidak tercapai juga dapat mengganggu aktifitas dari kinerja pclabuhan terscbut.
Penyelesaian masalah di alas adalah dengan menetapkan suatu tata ruang perairan pelabuhan untuk jenis kapal dan wilayah penunjang pelabuhan. Tata ruang yang di maksud adalah menetapkan batas-batas pcrairan (wilayahfarea) untuk suatu jenis kapal tertentu dan wilayah perairan Iainnya sehingga bebas dari aktifitas lain yang mengganggu aktititas dari wilayah perairan tersebut. Selain itu batas-batas yang di dapat akan di beri koordinat bumi, hal ini dimaksudkan untuk unluk keamanan dalam pelayaran serla agar scsuai dengan koordinal global (intemasional)- Untuk setiap jenis kapal tertentu disediakan luas-luas tertentu scsuai dengan jumlah kedatangan jenis kapal ke pelabuhan Tanjung Priok. Penetapan tata ruang tersebut juga ha.rus memperhatikan faktor kcdalaman, arus dan gelombang. Dengan demikian kapal dapat berlabuh dengan aman.
Hasil akhir dari pererlcanaan ini adalah cli dapatkan luasan wilayah perairan tertentu, untuk jcnis kapal tertentu pada koordinat tertentu_ Dan faktor keamanan (kcdalaman, gelombang, arus) dapat tercapai. Sehingga kapal dapat berlabuh dengan aman dan tidak tcrganggu oleh aktiiitas lain scsuai dcngan koordinat intcmmional.

Foreland Priok Port represent regional especial port of DKI Jakarta West Java and for the loading and unloading goods, both for coming from within country and also from outside the country. Growth at industrial sector of commercial sector and this regional second result the happening of ship current improvement, good that the incoming current and also the current go out Foreland Priok Port. This Matter seen fi-om mercantile marine visit amount (general cargo, bag cargo, liquid bulk, dry bulk, container) to Foreland Priok Port which every year nya mount.
Make-Up of current of mercantile marine which wish to conduct loading and unloading in Port of Forcland of Priok cause the happening of heaping of ship around region of territorial water port. Disembark to await meeting to dock to get service in any place. Ship with type of dilferent payload, ship operating and not operate, and the ship bringing dangerous substance await same in place. ln the event of condition of emergency of like ship tire, of course will endanger for other dissimilar ship. Even in facility of territorial water of port like pool tum around there are ship anchoring. Not yet applied of global co-ordinate Port of Foreland of Priok also become intemal issue of sea transport security. Besides factor of safety which not reached also can bother alctivity from performance of the p0rt.
Solving of above problem is specitiedly planology of territorial water of port for type of ship and region of port supporter. Planology which is intention specify territorial water boundary to a type of certain ship and region of other territorial water so that free from aktivity of other dissimilar bothering aktivity from region of the territorial water. Others the boundary which is eaming will giving earth co-ordinate, this matter is intended to for the security of in sea transport and also in order to as according to global co-ordinate intemational. To each every type of certain wide provided certain ship as according to amount of arrival of type of ship to port of Foreland Priok.
Stipulating of the Planology also have to pay attention to deepness factor, cunent and wave. Thereby the ship can anchor safely.
End result from this planning is getting regional of certain territorial water, for type of certain ship at certain co-ordinate. And the factor of safety (deepness, wave, current) can be reached. So that the ship can anchor safely and not annoyed by aktivity of other dissimilar as according to intemational co-ordinate.Besides factor of safety which is not reached also can bother activity from performance ofthe port.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S35084
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyadi
"Dari data pemeriksaan sanitasi kapal yang dilakukan oleh petugas sanitasi kantor kesehatan pelabuhan Pangkalpinang, didapatkan bahwa tingkat sanitasi kapal yang dinyatakan baik hanya 15%, tingkat sanitasi yang sedang sebanyak 20 %, sedangkan untuk kapal dengan tingkat sanitasi kapal yang jelek sebesar 65 % dari keseluruhan kapal kargo yang sandar.
Desain penelitian ini adalah potong lintang (Crossectional), sebagai populasinya adalah seluruh kapal kargo yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam, sedangkan sampel pada penelitian ini sebanyak 92 kapal kargo yang diambil ser'ara quota berjatah. Rata-rata kapal kargo yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam, yang mempunyai tingkat sanitasi kapal balk sebesar 16,3 %, tingkat sanitasi kapal sedang sebanyak 18,5 %, sedangkan tingkat sanitasi kapal yang buruk sebesar 65,2%. Hasil ini memperlihatkan bahwa tingkat sanitasi pada kapal-kapal yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam masih rendah.
Standar operasional prosedur, kepemimpinan nahkoda dan waktu yang digunakan untuk peningkatan sanitasi kapal secara signifikan berhubungan dengan tingkat sanitasi pada kapal yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam. Kapal yang mempunyai standar operasional prosedur yang baik akan mempunyai 98, 3 kali lebih besar dalam peningkatan sanitasi kapal dibandingkan pada kapal yang mempunyai standar operasional yang buruk. Kapal yang di nahkodai oleh nahkoda dengan komitmen tinggi dalam bidang sanitasi akan mempunyai 22, 7 kali lebih besar dalam peningkatan sanitasi kapal dibandingkan pada kapal yang dinahkodai oleh nahkoda dengan komitmen rendah. Kapal yang menyediakan waktu yang tinggi dalam bidang sanitasi kapal akan mempunyai 24, 1 kali lebih besar dalam peningkatan sanitasi kapal dibandingkan pada kapal yang menyediakan waktu yang rendah. Selanjutnya berdasarkan basil analisa variabel yang paling berhubungan terhadap peningkatan sanitasi kapal adalah variabel standar operasional prosedur dengan nilai OR sebesar 21,01 yang berarti kapal yang mempunyai standar operasional prosedur yang balk akan meningkatkan sanitasi kapal sebesar 21,01 kali lebih besar dibandingkan pada kapal dengan standart operasional prosedur yang buruk.
Dengan hasil penelitian ini diharapkan setiap kapal kargo yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam mempunyai standar operasional prosedur yang baik. Untuk mengontrol standar operasional prosedur tersebut perlu supervise/pengawasan yang rutin dari petugas sanitasi kantor kesehatan pelabuhan Pangkalpinang.

From data inspection of ship sanitation which is conducted by sanitation staff in port health office Pangkalpinang, found that good ship sanitation level is only 15%, middle ship sanitation level is 20%, and bad ship sanitation level is almost 65% from entire of cargo ship which anchor.
The aim of this research is to know the image of factors related to sanitation level at ship which anchor in Pangkalbalam Harbour, Pangkalpinang, Variable which is checked is management characteristic, crew human resource characteristic, and also anticipated supporter characteristic related to sanitation level at ship which anchor in Pangkalbalam Harbour, Pangkalpinang.
This Research Desain is transversal. Cargo ship mean which anchor in Pangkalbalam Port, good ship sanitation level is 16.3%, middle ship sanitation level is 18.5%, and bad ship sanitation level is almost 65.2%. This result shows that ship sanitation which anchor in Pangkalbalam harbour is still lower. Standard operating procedure, leadership of Captain and timing that is used to improve ship sanitation which related significantly to sanitation level of ship which anchors in Pangkalbalam Harbour. Ship which has a good standard operating procedure will have 98, 3 risk of good sanitation compared with ship which has a bad standard operating procedure. Ship which is operated by Captain who has a high commitment in the sanitation field will reach 22, 7 times risk on improvement of ship sanitation compared with ship which is operated by Captain who has a low commitment. Ship which provide an affective time in the field of ship sanitation will reach 24, 1 risk of ship sanitation compared with ship which provide a non effective time. The most variable correlated on improvement of ship sanitation is standard operating procedure variable with OR value is 21, 01. A good standard operating procedure will improve ship sanitation almost 21, 01 times.
From this result research is expected that every cargo ship which anchor in Pangkalbalam port have a good standard operating procedure to guide crew how to manage ship sanitation. To control this standard operating procedure need supervising or routine observation from sanitation staff in port health office Pangkalpinang.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Millis, Walter
New York: William Morrow & Company, 1947
973.917 MIL t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Deva Octavianus Coriza
"Pembangunan nasional sebagairnana termaktup dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN:1998) pada hakekatnya bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dimaksudkan bahwa proses pembangunan nasional diarahkan pada terciptanya manusia Indonesia seutuhnya dan seluruhnya, serta menempatkan manusia tidak hanya sebagai obyek dari pembangunan, tetapi justru sebagai subyek dari pembangunan.
Dengan melihat sedemikian pentingnya posisi manusia dalam pembangunan, maka dapat dikatakan bahwa garansi keberhasilan suatu pembangunan sangat ditentukan oleh seberapa tinggi kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya.
Masalah kualitas sumber daya manusia inilah yang justru menjadi persoalan pelik yang dihadapi oleh pemerintah daerah baik ditingkat kabupaten maupun propinsi di Sumatera Selatan dalam rangka mewujudkan rencana pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api diwilayah kota Sungsang khususnya desa Sungsang III. Disatu sisi, hadirnya pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api secara ekonomis dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat Sungsang khususnya dan Sumatera Selatan pada umumnya, disisi yang lain dapat menjadi ancaman sosial bilamana perubahan-perubahan yang terjadi tidak dibarengi dengan kesiapan wilayah setempat khususnya sumber daya manusianya. Dari pemikiran inilah penulis mencoba merumuskan satu penelitian guna melihat kesiapan sumber daya manusia khususnya di desa Sungsang III dalam menerima perubahan-perubahan pembangunan serta menyiapkan strategi-strategi antisipasi perubahan sosial-ekonomi yang akan terjadi sehingga kehadiran pembangunan justru tidak mendistorsi keberadaan masyarakat lokal di sekitar kawasan Pelabuhan Tanjung Api-Api. Selanjutnya atas dasar inilah, penulis mencoba mengkaji masalah kesiapan masyarakat desa Sungsang III dalam menghadapi Pembanguna Pelabuhan Tanjung Api-Api dalam tesis yang berjudul: Kesiapan Sumberdaya Manusia Nelayan Desa Sungsang III Dalam Menghadapi Pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api.
Secara umum tesis ini mencoba menganalisa kesiapan SDM desa Sungsang III dalam menghadapi pembangunan yang akan berlangsung dalam kaitannya dengan tingkat pendidikan dan jenis keterampilan yang dimiliki serta berupaya mencari jalan keluar atas persoalan-persoalan yang muncul. Dari hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa ternyata SDM masyarakat desa Sungsang IIII sebagian besar adalah mereka yang tidak berpendidikan (buta aksara & tidak tamat SD) serta hanya mengandalkan sektor perikanan (nelayan) dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kondisi obyektif ini pada akhirnya menggambarkan ketidaksiapan SDM masyarakat Sungsang III dalam menghadapi pembangunan pelabuhan Tanjung Api-Api, oleh karena minimnya tingkat pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki. Sementara pada sisi yang lain, kebutuhan akan sumber daya manusia yang beriptek dan imtak menjadi prasyarat pokok dalam mengembangkan pelabuhan dan wilayah sekitarnya.
Dengan mengacu pada realitas obyektif diatas, maka yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah serta pihak-pihak lain yang terkait adalah menciptakan pola pembangunan yang partisipatif dalam arti menempatkan SDM masyarakat lokal khususnya desa Sungsang III sebagai subyek dan penentu arah pembangunan yang direncanakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Costa, Silvana da
"Pelabuhan berperan sangat penting dalam pembangunan Nasional, karena Pelabuhan merupakan "Terminal Point" pusat segala kegiatan untuk layanan dan bantuan kepada kapal, penumpang, hewan dalam penyelenggaraan angkutan laut pada umumnya dan bongkar-muat BBM dan LPG pada khususnya. Namun dalam kenyataannya, terdapat banyak kendala dalam pengoperasian Pelabuhan sehingga menimbulkan korban harta dan jiwa.
Salah satu penyebabnya adalah penentuan dan perencanaan lokasi Pelabuhan yang kurang akurat sehingga tanker yang akan bersandar berosilasi melampaui standard yang diijinkan, sebagai reaksi tanker terhadap gaya yang mengenai tanker tersebut. Faktor-faktor alam yang menimbulkan gaya terhadap tanker tersebut adalah angin, gelombang, pasang surut dan arus dimana gaya gelombang adalah faktor yang paling dominan.
Dari beberapa teori gelombang yang ada, maka digunakan teori gelombang Airy karena merupakan teori gelombang linier dengan tinggi gelombang yang relatif kecil dibandingkan dengan panjang gelombang dan kedalaman perairan. Dari turunan persamaan gelombang Airy, diperoleh model matematis perhitungan gaya gelombang dan gaya reaksi kapal. Dengan menggunakan data tinggi dan perioda gelombang , dapat dihitung persamaan gerakan kapal yang kemudian dievaluasi berdasarkan standard. Dari hasil analisis gelombang tersebut, dapat ditentukan laik/tidaknya lokasi tersebut untuk pelabuhan yang aman.

Evaluation of Wave Influence in Deciding Harbour LocationHarbour plays very important thing in National Development, because Harbour is a "Terminal Point" of all activities of shipping services, passengers, animals in managing the sea transportation in general and especially in loading & unloading Oil and LPG. In the fact, there are many problems in Harbour operation which cause victims and wealth.
One of the reasons is the Harbour location and design which is less accurate so that the tankers which will more osilates over the permissible standard, as tanker result to the force on the tanker itself. Environment loads to the tanker are wind, waves, current and tide where wave are the dominant factor.
From several wave theories, Airy Wave Theory is used, because it is a linear wave theory with wave height smaller compared with wave length and the water depth. From the Airy Wave differential, mathematics model of wave forces calculation and hull reaction are obtained. Using wave height and wave period data, hull motion equation is obtained which then could be evaluated based on the standard. By doing wave analysis, it could be decided the properness of the Safe Harbour location.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10657
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luthfi Hawari
"[ABSTRAK
Kecelakaan pada Alur Pelayaran Masuk dan Kolam Pelabuhan berdampak besar bagi pelabuhan tersebut, mulai dari nyawa manusia, kerugian materi, pencemaran lingkungan, hingga dampak buruk bagi stakeholder pelabuhan. Berdasar dari laporan investigasi kecelakaan KNKT, Risk Assessment dibuat. Risk Assessment diperlukan untuk menilai bobot dari resiko terjadinya kembali kecelakaan tersebut. Dari contoh Risk Assessment yang dibuat, disimpulkan bahwa faktor yang kerap menyebabkan kecelakaan di Alur Pelayaran Masuk dan Kolam Pelabuhan adalah Nakhoda yang tidak mengikuti prosedur pelayanan pandu dengan benar dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan yang kurang baik. Untuk mencegah keccelakaan terulang, dibuat Lembar Permohonan Tanpa Pandu dan Lembar Pemeliharaan Fasilitas Pelabuhan.

ABSTRACT
Ship accident at port entrance channel and port basin has a major impact on human lives, material losses, environmental pollution, and bad impact for the port stakeholders. Risk Assessment is based on KNKT?s investigation reports , Risk Assessment is needed to assess the weight of the risk recurrence similar accident. An example of a Risk Assessment Pelabuhan Tanjung Perak concluded that the bad procedure pilot service execution and bad port facilities maintenance are mostly causes ship accidents at port entrance channel and port basin. The recommendations to reduce the similar accidents are to apply ?Lembar Permohonan Tanpa Pandu? and ?Lembar Pemeliharaan Fasilitas Pelabuhan?.
;Ship accident at port entrance channel and port basin has a major impact on human lives, material losses, environmental pollution, and bad impact for the port stakeholders. Risk Assessment is based on KNKT?s investigation reports , Risk Assessment is needed to assess the weight of the risk recurrence similar accident. An example of a Risk Assessment Pelabuhan Tanjung Perak concluded that the bad procedure pilot service execution and bad port facilities maintenance are mostly causes ship accidents at port entrance channel and port basin. The recommendations to reduce the similar accidents are to apply ?Lembar Permohonan Tanpa Pandu? and ?Lembar Pemeliharaan Fasilitas Pelabuhan?., Ship accident at port entrance channel and port basin has a major impact on human lives, material losses, environmental pollution, and bad impact for the port stakeholders. Risk Assessment is based on KNKT’s investigation reports , Risk Assessment is needed to assess the weight of the risk recurrence similar accident. An example of a Risk Assessment Pelabuhan Tanjung Perak concluded that the bad procedure pilot service execution and bad port facilities maintenance are mostly causes ship accidents at port entrance channel and port basin. The recommendations to reduce the similar accidents are to apply “Lembar Permohonan Tanpa Pandu” and “Lembar Pemeliharaan Fasilitas Pelabuhan”.]"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62725
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiya Triharyuni
"Model matematika interaksi mangsa-pemangsa antara anjing laut, herring dan steelhead trout dikaji dalam tesis ini. Populasi steelhead trout dibagi kedalam dua subpopulasi berdasarkan ekosistem tempat hidupnya, yaitu populasi di air tawar dan populasi di laut. Model yang dikembangkan adalah merupakan sistem persamaan diferensial berdimensi empat. Migrasi steelhead trout diasumsikan terjadi sepanjang tahun dan sebagai parameter konstan. Begitu pula untuk parameter penangkapan pada herring dan steelhead trout oleh manusia. Analisa matematis dilakukan untuk mendapatkan titik keseimbangan/equilibrium dan kriteria kestabilan lokal. Beberapa simulasi numerik dilakukan untuk memberikan interpretasi tentang hasil analisa yang telah dilakukan.

A mathematical model of predator prey interaction between seal, herring and steelhead trout was examined in this thesis. The population of steelhead trout is divided into two sub population according to their living ecosystem, i.e fresh water and marine ecosystem. Therefore, the model was developed as a four dimensional system of differential equations. The migration of steelhead trout is assumed take place all over the year as a constant parameter as well as the harvesting rate in herring and steelhead trout population. The mathematical analysis of the equilibrium points and local stability criteria was investigated. Some numerical simulation conducted to interprete the analytical results."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misnar Mourbas
"Masalah kesehatan masyarakat di Pelabuhan laut dan Bandar Udara yang harus diawasi antara lain adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes Aegypti selain sebagai vektor penyakit DBD juga sebagai vektor penyakit demam kuning (Yellow Fever).
Permasalahan yang dihadapi program pemberantasan penyakit DBD adalah kurangnya perhatian masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan ditemukannya House Index (HI) di pelabuhan cukup tinggi. Di Pelabuhan Teluk Bayur Padang HI = 2,14% tahun 1999 (I-II < I% dalam IHR 1969).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti di Pelabuhan Teluk Bayur Padang tahun 2000 dengan disain penelitian Cross Sectional. Seluruh data dianalisa secara bertahap mulai dari analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan uji Regressi Logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66,3% masyarakat berperilaku baik terhadap PSN, sedangkan 33,7% masyarakat berperilaku kurang baik terhadap PSN dan HI = 12,3%. Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa terdapat enam variabel yang berhubungan secara bermakna dengan prilaku terhadap PSN yaitu pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana, penyuluhan kesehatan, pemberantasan nyamuk dewasa dan pemeriksaan jentik Aedes aegypti. Dari hasil analisis multivariat, variabel sarana dan prasarana dan penyuluhan kesehatan mempunyai hubungan yang paling dominan dengan perilaku terhadap pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan agar penyediaan sarana dan prasarana yang baik dan penyuluhan kesehatan sangat diperlukan untuk pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah.

The Factors that Connected with Community Behavior to PSN Aedes Aegypti in the Teluk Bayur Padang Harbour 2000thPublic health problem at the harbour and the airport that must be watch are Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) that spreading by Aedes aegypti. Besides spreading Dengue Haemorrhagic Fever, Aedes aegypti also spread Yellow Fever.
The Problem of Program Pemberantasan Penyakit DBD is the less attention of people in the movement of Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) and been found out the House Index (HI) in the Harbour with High enough level. In the Teluk Bayur Padang Harbour HI = 2,14 % in 1999' (HI < 1 % in IHR 1969).
The research is mean to get information about the factors that connected with community behavior to PSN Aedes aegypti in the Teluk Bayur Padang Harbour 2000th with Cross Sectional research design. All data were analysis step by step, started univariate, bivariate and multivariate with Logistic Regression Test.
The result showed that 66,3 % people behavior is positive to the PSN and 33,7 % community behavior is negative to PSN and HI = 12,3%. From bivariate analysis result is known that there are 6 variables connected in significant with behavior to PSN ; knowledge, attitude, facility, health education, mosquito fighting and the larva Aedes aegypti Checking. From Multivariate analysis result the facility and health education variable has very dominant connection with behavior to PSN - DBD. According to the research result, suggested to provide the better facilities and health education that very used for PSN - DBD."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T4596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Wiranto
"Untuk menjaga keseimbangan penawaran dan permintaan jasa angkutan laut, Pemerintah harus komitmen dalam menetapkan tarif. Untuk menjaga kelangsungan perawatan, tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah idealnya harus mampu menutup biaya pokok, sedangkan untuk memenuhi permintaan penggunaan jasa tarif harus terjangkau oleh mereka, apabila kemampuan pembiayaan (budget), maka bagi pelayanan jasa angkutan penumpang kelas ekonomi, selisih antara daya beli pengguna jasa dengan biaya pokok seyogyanya dapat ditanggung atau menjadi tanggung jawab Pemerintah yang dapat diwujudkan dalam bentuk subsidi.
Perhitungan elemen biaya pengoperasian kapal penumpang dapat dilakukan sesuai dengan sifat masing-masing biaya. Pendekatan yang dilakukan Departemen Perhubungan yang pertama adalah dengan cara menghitung biaya setiap voyage atau round trip, pendekatan kedua adalah dihitung secara langsung dan beruntun setiap tahun karena sifat biaya tersebut sangat sulit dipisah-pisah ke dalam setiap perjalanan.
Untuk meningkatkan efisiensi dan menekan biaya operasional salah satu caranya adalah meningkatkan kinerja pelabuhan yaitu meningkatkan produktivitas bongkar muat dan efektivitas penggunaan dermaga berupa pengurangan waktu tambat. Dari beberapa variasi pengurangan waktu tambat yaitu 60 menit, 50 menit, 40 menit dan 30 menit maka laba terbesar adalah bila pendekatan waktu tambat 60 menit dengan laba sebesar Rp. 299.383.119.052;
Dari berbagai variasi waktu tambat perpendekan waktu tambat maka pengaruh terhadap perhitungan biaya pokok kapal adalah berpengaruh kepada biaya BBM, biaya pelumas, biaya ke pelabuhan dan biaya penumpang."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T9940
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Purwanto
"Sistem pemerintahan di Indonesia yang mengatur hubungan antara pusat-daerah telah terjadi perubahan yang mendasar semenjak dilaksanakannya UU No. 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Berdasarkan keaua UU tersebut, daerah diberikan kewewenangan yang lebih luas dalam mengatur rumah tangganganya sendiri, termasuk bidang keuangan (fiscal decenUalisatlon) dimana daerah diberikan hak untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah (generating revenue). Kreativitas daerah yang Iidak terkontrol dalam menggali sumbersumber pendapatan asli daerah, dikhawatirkan berdampak distortifterhadap para pelaku ekonomi dan pada gilirannya akan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. PT. Pelabuhan Indonesia II sebagai BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi yang pada awal pelaksanaan otonomi harus menghadapi serangkaian tuntutan dari daerah-daerah di wilayah perusahaan beroperasi. Tuntutan-tuntutan dan kreativitas daerah tersebut diajukan oleh daerah dalam rangka meninkatkan penerimaan PAD. Studi ini dimaksudkan hendak mengkaji bagaimana dampak upaya penggalian peneriman PAD yang dilakukan oleh daerah dalam rangka otonomi, terhadap kegiatan usaha PT. Pelabuhan Indonesia II. Kreativitas daerah dalam menggali sumber-sumber PAD diawal pelaksanaan otonomi menunjukkan adanya peningkatan penerimaan PAD yang signifikan dibandingkan sebelum otonomi. Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa di sebagian daerah penelitian yaitu di Kota Cilegon dan Kabupaten Serang, peningkatan penerimaan PAD tersebut semra nyata berdampak negatif terhadap pendapatan PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Ciwandan Banten yang beroperasi di wilayah tersebut. Sedangkan di daerah-daerah lainnya pada umumnya belum menunjukkan dampak yang nyata terhadap pendapatan Cabang Pelabuhan yang beroperasi di masing-masing daerah. Kota Cilegon dan Kabupaten Serang secara kreatif telah menerbitkan dan melaksanakan secara penuh perda-perda tentang pajak jasa pelabuhan dan retribusi jasa pelabuhan dan mendirikan BUMD bidang jasa kepelabuhanan. Pajak/retribusi tersebut, dikenakan terhadap subyek pajak/retribusi alas obyek pajak/retribusi yang juga merupakan sumber pendapatan Pelabuhan Cabang Ciwanda Banten. Demikian juga BUMD tersebut, didirikan dengan maksud mengambilalih kegiatan pelayanan jasa pelabuhan dad PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Ciwandan Banten. Kewenangan pemungutan pajak/retribusi (taxing power) tersebut didasari oleh kewenangan penyelenggaraan pelabuhan yang masih dalam sengketa/konflik, dimana sebelum otonomi, kewenangan penyelenggaraan pelabuhan sepenuhnya berada di pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada PT. Pelabuhan Indonesia II sebagai BUMN yang ditunjuk. Sebagian daerah lainnya telah menerbitkan perda-perda sejenis namun belum diterapkan secara penuh sehingga belum berdampak pada penerimaan pendapatan PT. Pelabuhan yang beroperasi di wilayahnya. Beberapa daerah lainnya telah menyiapkan regulasi dibidang kepelabuhanan dan bersikap 'wait and see; menunggu kepastian kewenangan penyelenggaraan pelabuhan yang masih dalam sengketa/konflik antara pemerintah kota/kabupaten/propinsi disatu pihak dengan dengan Pemerintah Pusat di pihak lain. Dibidang Kepelabuhanan, persoalan mendasar dalam pelaksanaan UU No 22 tahun 1999 dan UU No 25 tahun 1999 sebagaimana telah diubah masing-masing dengan UU No 32 tahun 2004 dan UU No 33 tahun 2004, adalah masih ditemuinya perbedaan persepsi diantara stakeholders, terutama antara Pemerintah Kota/Kabupaten /Provinsi di satu pihak dengan PT. Pelabuhan Indonesia II dan Pemerintah Pusat di lain pihak, sehingga mengakibatkan munculnya konflik diantara kedua pihak. Berdasarkan jenis permasalahannya, konflik yang muncul dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis konflik, yaitu: 1) Konflik kewenangan pengelolaan pelabuhan; 2) Konflik penerimaan pendapatan asli daerah; 3)Konflik pengakuan eksistensi hak-hak masyarakat lokal. Pada dasarnya, daerah menuntut agar semua regulasi dibidang kepelabuhanan disesuaikan dengan UU No 22 tahun 1999 dimana daerah mengklaim bahwa berdasarkan UU tersebut, peyelenggaraan pelabuhan menjadi kewenangan daerah. Sementara itu, dengan dasar yang lama, pemerintah pusat bertahan bahwa penyelenggaraan pelabuhan tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada BUMN. Seiring perjalanan waktu, konflik kewenangan ini semakin melebar diantara kedua pihak. Potensi konflik kewenangan ke depan masih terbuka lebar sepanjang belum ada kepastian hukum yang mengatur batasan-batasan kewenangan penyelenggaraan pelabuhan yang diberikan dari pemerintah kepada daerah yang dapat diterima oleh semua pihak (stakeholders). Selain itu, daerah menuntut kontribusi PT. Pelabuhan Indonesia II yang beroperasi di wilayahnya untuk meningkatkan penerimaan PAD. Bentuk tuntuntan tersebut antara lain berupa tuntutan pembagian pendapatan/revenue, tuntutan penerimaan royalty, tuntutan kepemilikan saham, dan pembagian laba BUMN sebagai dana alokasi umum yang dibagikan secara langsung kepada daerah. Sementara itu kreativitas daerah menggali sumber-sumber PAD melalui pajak dan retribusi jasa kepelabuhanan menimbulkan konflik baru, mengingat subyek dan obyek pajak/retribusi tersebut merupakan salah satu sumber pendapatan PT. Pelabuhan Indonesia II yang diambilalih oleh daerah. PT. Pelabuhan Indonesia II juga menghadapi tuntutan-tuntutan dari masyarakat total hampir diseluruh daerah untuk mendapatkan pengakuan eksistensi ha-hak masyarakat lokal. Bentuk tuntutan tersebut antara lain partisipasi menyediakan fasilitas umum, fasilitas sosial, kesempatan kerja, penyelamatan lingkungan dan sumbangan untuk kegiatan lokal. Di daerah tertentu intensitas tuntutan sampai pada pengerahan massa secara fisik. Upaya penyelesaian sengketa kewenangan dalam pengelolaan kepelabuhanan dapat diselesaikan dengan adanya kepastian hukum tentang batas-batas kewenangan di antara para stakeholders dengan mengakomodir trend desentralisasi. Dengan tujuan efsiensi, pengelolaannya haruslah dilakukan oleh kedua pihak secara concurrent dimana kewenangan penyelenggaraan pelabuhan tingkat nasional dan internasional tetap dipegang oleh pemerintah pusat, sedangkan pelabuhan tingkat regional dan lokal masing-masing diserahkan kepada daerah propinsi dan daerah kota/kabupaten. Karena derajat ekstemalitasnya yang Iuas, maka untuk mengatur bidang kepelabuhanan, diperiukan peraturan khusus yang "berterima umum" oleh semua unsur masyarakat secara nasional, sehingga level peraturan yang paling sesuai adalah undang-undang khusus bidang kepelabuhanan. Daerah dalam menggali sumber-sumber baru penerimaan PAD haruslah memperhatikan adanya resistensi dan potensi konflik dengan pihak terkait dan haruslah didasari oleh kewenangan yang jelas dan pasti. Sedangkan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan eksistensi hak-hak masyarakat lokal, disarankan sebaiknya PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II dalam melaksanakan program community development agar lebih "didaerahkan" dengan prioritas wilayah kerja yang intensitas konfliknya tinggi dan menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah secara intensif.

Government system in Indonesia that regulate relationship between central - regional have been changed basically since implemented Laws No. 22, 1999 as has been changed to Laws No. 32, 2004 of Regional Government and Laws No. 25, 1999 as has been changed to Laws No. 33, 2004 Of Financial Balance Between Central and Regional. Based on the both Laws, regional is given wider authority to manage its own district, including of financial (fiscal decentralization) in which the regional is given right to obtain its regional native sources outcome, it is worried will have impact of distort over the financial actors and its turn will have negative impact over the national financial. PT. Pelabuhan Indonesia II as BUMN is one of financial actors that on the beginning of autonomy implementation must face serial of claim from the regional in which the company operate. The claims and creativity of the regional is delivered by regional in order to optimize PAD acceptance. This study is meant to analyst how the optimize impact of PAD acceptance that implemented by the regional in order of autonomy, over the business activity of PT. Pelabuhan Indonesia II. Regional creativity in obtain PAD resources in the beginning of autonomy shows that there is significant increasing of PAD acceptance if compared before autonomy. The analyst that have been done shows that in part of analyzed districts that is in Cilegon city and Serang District, increasing of PAD acceptance in fact have negative impact over the outcome of PT. Pelabuhan Indonesia II Branch Ciwandan Banten that operate in the regional. Meanwhile in the other districts in generally have not shown the true impact over the outcome of Branch Pelabuhan (hat operated in each district. Cilegon city and Serang District creatively have issued and fully implemented the regional regulations of port tax services and port service retribution also establish BUMD in field of port services. The taxes 1 retributions , is charged to the tax I retribution subject over the tax I retribution object that also is a resource of port outcome of Banten Ciwanda Branch. Also with the BUMD, is established by purpose of to lake over service activity of PT. Pelabuhan Indonesia II Banten Ciwandan II Branch. The authority of tax 1 retribution collection (taxing power) is based on authority of fully port implementation that still in conflict, in which before autonomy, authority of fully port implementation is on central government that its implementation is fully authorized to PT. Pelabuhan Indonesia II as the appointed BUMN. Some of the other regional have issued the similar regional regulations but have not fully implemented yet so have not impact yet over the PT. Pelabuhan's outcome that operated in its regional. Some of the other regional have prepare regulation in field of port and nature of "wall and see", waiting for certainty of port implementation authority that still in conflict between government of city I district I province in one party with Central Government in the other party. In field of port, the principal matter of implementation Laws No. 22, 1999 and Laws No. 25, 1999 as have been changed to each Laws No. 32, 2004 and Laws No. 33, 2004, is still founded the difference of perception between stakeholders, especially between Government of city 1 District 1 Province in one side and PT. Pelabuhan Indonesia II and Central Government in the other side, so arise the conflict between the both parties. Based on the kind of its cases, conflict that arise can be classified become three kind of conflict, that is : 1) Port Operational Authority Conflict; 2) Regional Native Outcome Acceptance Conflict; 3) Admission of Local Community Rights Existence Conflict. Basically, the regional requires in order al regulation in field of port is adjusted to Laws No. 22, 1999 in which the regional claim that based on the Laws, port implementation become to regional authority. Meanwhile, with the same basic, central government keep maintain that port implementation still become the authority of central government that its implementation is authorized to BUMN. Together with passing the time, this authorization conflict become more and more wider between the both parties. Authorization conflict potency in the future is still open widely as long as there is not law certainty that regulate limitation of port implementation authority that given from government to regional that acceptable by all parties (stakeholders). Beside that, regional claim contribution of PT. Pelabuhan Indonesia that operate in its regional to increase PAD acceptance. Kind of the claim are the claim for revenue proportion, royalty acceptance, share ownership, and BUMN profit proportion as general allocation fund that delivered directly to the regional. Meanwhile the regional creativity to obtain PAD new resources through tax and port service retribution arise new conflict, to remind subject and object of tax l retribution is one of sources of PT. Pelabuhan Indonesia 11 that taken over by regional. PT. Pelabuhan Indonesia II also facing the claims from local community almost in all regional to get confession of local community rights existences. Kind of the claims are participation to facilitate public and social facility, working chances, environment safety and aid for local activity. At the certain regional claim intensity until the forcing of mass physically. The effort to resolve the conflict of authority in port operational can be resolved with the existence of law certainty about limitation of authority between stakeholders by accommodate decentralization trend. By the purpose of efficiency, its operational must be done by both parties concurrently in which the authority of port implementation in national and international level is still hold by central government, meanwhile the regional and local port is authorized to province and regional district. Because of its externality is wide, so to manage the field of port, is needed special regulations that "general acceptance" by all community sectors nationally, so the most suitable regulation level is special laws in filed of port. Regional in obtain new resources of PAD acceptance must concern the existence of resistance and conflict potency with the related party and must be based on the clear and certain authority. To cover the claim of local community right existences, it is better of PT. Pelabuhan Indonesia II in implementing community developing program in order more "regionalized" with working district priority that its conflict intensity is high and make relationship with regional government intensively."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T14154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>