Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juli Rahayu
"Fenomena yang timbul dari ungkapan yang menyatakan siapa yang kuat akan menang tampaknya dapat saja terjadi dalam hubungan antara Pemegang Saham Minoritas dengan Pemeqang Saham Mayoritas pada Perseroan. Di satu sisi Pemegang Saham Mayoritas tidak hanya memiliki modal yang kuat tetapi juga memiliki akses, baik dalam dunia bisnis maupun bidang lainnya termasuk dengan birokrasi bahkan dunia politik sedangkan disisi lain Pemegang Saham Minoritas memiliki sejumlah keterbatasan sehingga oleh UU No. 1 Tahun 1995 dikelompokkan sebagai salah satu pihak yang lemah disamping karyawan dan kreditur pada saat Perseroan melakukan Penggabungan sehingga diperlukan adanya perlindungan hukum atas keputusan-keputusan yang merugikan terhadap hak-haknya. Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Penggabungan Perseroan bukan Bank perlu mendapat perlindungan termasuk dari Notaris yang membuat Akta Penggabungan. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yaitu dengan Cara menganalisis peraturan perundang-undangan, dokumen hukum, dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang dikumpulkan, adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Hak-hak Pemegang Saham Minoritas pada perseroan baik Perseroan Tertutup maupun Perseroan Terbuka saat Penggabungan dilindungi oleh UU No. 1 Tahun 1995 beserta peraturan pelaksanaannya
sedangkan bagi Perseroan Terbuka juga dilindungi oleh UU No. 8 Tahun 1995 dan peraturan pelaksanannya. Notaris yang karena jabatannya terlibat dalam proses Penggabungan berperan untuk membuat Akta Penggabungan dan memberikan penyuluhan. hukunn mengenai hal-hal yang menurut ketentuan perundang-undangan harus diungkapkan termasuk hak-hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rapat Umum Pemegang Saham."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barry Maheswara
"Dalam suatu transaksi merger, pemegang saham minoritas cenderung tidak memiliki banyak opsi untuk mengambil peran pengambilan keputusan. Undang- Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengamanatkan bahwa dalam melakukan merger, kepentingan dari pemegang saham minoritas harus menjadi salah satu perhatian utama. Dalam pelaksanaannya, jika pemegang saham minoritas menolak ikut serta dalam merger, maka dia memiliki hak untuk menjual sahamnya, dan perusahaan wajib membeli saham tersebut dengan harga yang wajar.
Dalam penelitian ini penulis akan meneliti bagaimanakah proses penentuan harga yang wajar tersebut dan mencari tahu apakah terhadap proses penentuan nilai wajar tersebut hak-hak dari pemegang saham minoritas tetap menjadi perhatian. Penulis akan menggunakan contoh kasus pada merger dari PT Bank OCBC NISP Tbk dengan PT Bank OCBC Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis.
Hasil penelitian penulis menemukan bahwa dalam penentuan nilai pasar wajar untuk konversi saham dalam suatu transaksi merger, tidak ditemukan adanya ruang yang secara tegas diatur oleh hukum yang memberikan kesempatan bagi pemegang saham minoritas untuk menegosiasikan nilai pasar wajar atas saham-saham mereka dalam hal mereka hendak menjual saham tersebut. Hal yang ditemukan oleh penulis adalah ruang penyelesaian sengketa yaitu menggunakan hak pemegang saham minoritas untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.

In a merger transaction, the minority shareholder tends to not to have lots of option for taking a decision-making role in the transaction. The Law No. 40 year 2007 regarding Limited Liability Company addressed that in executing a merger, the minority shareholders right must be taken into serious consideration. In the implementation, if there?s any minority shareholders that decides to not take part in the merger process, he have the rights to sell his shares and the company is obliged to buy that particular shares in a fair market value.
This thesis is going to find out what is the process in determining a fair market value and will try to finding out whether the rights of the minority shareholders is still considered to put into account on determining the fair market value. The writer will use an example of the merger of PT Bank OCBC NISP Tbk with PT Bank OCBC Indonesia. This research is a qualitative research with analytical descriptive design.
As a result of this research, the writer finds out that in the process of determining a fair market value for the share conversion in a merger transaction, there are no governing law that gives a room for the minority shareholders to negotiate the price for their shares in the event if they want to sell their shares to the majority by way of not agreeing with the merger plan. What the writer found is that the minority shareholders can use the court to settle the dispute over the fair market value by using his rights to submit a lawsuit to the court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emily Sakina Azra
"Laporan magang ini membahas hasil evaluasi penilaian domestic assessment ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS) pada bagian A tentang Hak-hak Pemegang Saham terhadap empat (4) emiten di Indonesia. Empat emiten terdiri dari industri yang berbeda yaitu industri telekomunikasi, barang konsumen, penyiaran, dan jasa kesehatan. Metode penilaian domestic assessment ACGS dilakukan dengan memberikan nilai Y, N, atau N/A berdasarkan informasi yang berasal dari dokumen yang dapat diakses dengan mudah oleh publik. Penilaian ACGS dievaluasi dengan membandingkan kesesuaian pedoman penilaian dengan proses skoring. Secara keseluruhan, pedoman penilaian ACGS Bagian A yang disusun oleh KAP LOTUS sudah baik. Dari total delapan (8) kriteria non-default yaitu A.1.1, A.3.5, A.3.8, A.3.10, A.3.11, A.3.12, A.4.1, A.5.1, hanya satu (1) kriteria yang mendapat evaluasi kurang sesuai yakni kriteria A.3.10 Kriteria tersebut kurang sesuai karena pedoman penilaian terkait sumber dokumen kurang jelas. Rekomendasi untuk KAP LOTUS yaitu membagi emiten berdasarkan industri, memberi rekomendasi kepada OJK terkait peraturan yang belum dipenuhi emiten, dan tetap memberi penilaian pada kriteria default.

This internship report discusses the evaluation of ASEAN Corporate Governance (ACGS) domestic assessment part A: Rights of Shareholders on four public companies in Indonesia. Four public companies that are being evaluated are from different industries, i.e. telecommunications, consumer goods, media broadcasting, and healthcare. The process of domestic assessment was executed by filling in Y, A, or N/A on each criteria according to information in documents that are released for the public. The evaluation carried out by comparing the assessment guidance with the scoring process throughout the internship period. According to the evaluation, the assessment guidance provided by KAP LOTUS was set out correspondingly. Out of eight non-default criterias, namely criterias A.1.1, A.3.5, A.3.8, A.3.10, A.3.11, A.3.12, A.4.1, A.5.1, only one non-default criteria, specifically A.3.10, that is not in accordance. It is considered to be not in accordance due to unclear elaboration on source of documents. Recommendations for KAP LOTUS including classifying public companies by industries before distributing to assessor, giving recommendations to OJK in relation to regulations that have not been obeyed, and assess the default criterias."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kunisyahputra Pasha
"Skripsi ini menganalisis peraturan komite nominasi dalam kaitannya dengan praktik hak pemegang saham dalam pengangkatan direksi perusahaan terbuka di Indonesia dengan membandingkan peraturan di Singapura dan Jepang. Melalui penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan perbandingan, penelitian ini menemukan bahwa peraturan komite nominasi di 3 (tiga) negara menetapkan bahwa komite nominasi berfungsi sebagai badan untuk membantu dewan dalam nominasi dan evaluasi direksi. Namun, pelaksanaan komite nominasi di Indonesia memberikan kewenangan yang terbatas untuk hanya memberikan rekomendasi kepada dewan mengenai pencalonan direksi. Sedangkan di Singapura dan Jepang, komite nominasi berwenang merekomendasikan pemberhentian direksi. Penelitian ini juga menemukan bahwa komite nominasi tidak mengalahkan hak pemegang saham dalam pengangkatan direksi karena 2 (dua) alasan. Pertama, isu yang disinyalir menyangkut kekuasaan komite nominasi yang terlalu kuat itu tidak benar. Hal ini dikarenakan POJK No.34/POJK.04/2014, Singaporean Code, dan Japan Companies Act secara jelas menyatakan ruang lingkup kewenangan komite nominasi pada perusahaan terbuka, dimana yang menjadi sorotan utama adalah kewenangan komite nominasi hanya sebatas “merekomendasikan” kepada dewan. Kedua, dalam pengangkatan direksi, pemegang saham memiliki hak yang tidak dapat diganggu gugat terhadap kewenangan komite nominasi yang meliputi hak untuk memperoleh keterbukaan informasi, hak untuk mencalonkan, dan hak untuk menolak calon yang dinominasikan oleh komite nominasi, dalam rapat umum pemegang saham.

This undergraduate thesis analyzes the regulation on nomination committee in regard to the practice of shareholder’s rights in the appointment of directors of listed companies in Indonesia by comparing it to the regulations in Singapore and Japan. Through conducting a juridical normative research with a statutory and comparative approaches, this research found that the regulation on nomination committees in all 3 (three) countries stipulates that the nomination committee functions as a body to assist the board in the nomination and evaluation of directors. However, Indonesia’s implementation of the nomination committee gives a limited authority to only make recommendations to the board regarding the nomination of directors. Whereas in Singapore and Japan, the nomination committee has the authority to recommend the dismissal of directors. This research also found that nomination committee does not defeat shareholder’s rights in the appointment of directors because of 2 (two) reasons. Firstly, the issue that presumably concerns the overpowering authority of the nomination committee is not correct. This is because POJK No.34/POJK.04/2014, Singaporean Code, and Japan Companies Act clearly state the scope of authority of the nomination committee in listed companies where the main highlight is that the authority of nomination committee is limited to only “recommending” the board. Secondly, in the appointment of directors, shareholders have undefeated rights against the authority of nomination committee which includes the right to obtain disclosure of information, right to nominate, and right to refuse candidates nominated by the nomination committee, in the general meeting of shareholders."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trifena Martina Mastra
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan hak pemegang saham publik dalam pengambilalihan Bank Gagal yang berstatus terbuka oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini ketika Lembaga Penjamin Simpanan memiliki hak untuk mengambil alih segala hak, wewenang, kepemilikan, kepengurusan dari Bank Gagal bermaksud untuk menjual saham pemegang saham publik. Penulisan tesis ini menggunakan metode kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Pengambilalihan Bank Gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan penyerahan hak kepemilikan melalui RUPS oleh para pemegang saham yang menyerahkan, serta Penyertaan Modal Sementara yang kemudian dikonversi menjadi saham. Kedua mekanisme tersebut menjadikan Lembaga Penjamin Simpanan sebagai pemegang saham mayoritas, namun tidak dapat menghilangkan pengakuan terhadap kepemilikan pemegang saham publik. Lembaga Penjamin Simpanan tidak memiliki hak untuk menjual saham pemegang saham publik yang tidak dikuasai oleh Lembaga Penjamin Simpanan apabila tidak diserahkan oleh pemilik hak sebagaimana dimaksud dalam teori property rule. Pengambilalihan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan bukan bertujuan untuk menguasai Bank, namun untuk melaksanakan perintah Undang-Undang. Ketentuan take over, mewajibkan untuk dilakukan tender offer terhadap sisa saham. Peraturan No. IX.H.1. mengenai ketentuan tender sukarela mengecualikan tender offer terhadap pengambilalihan yang dilakukan berdasarkan perintah Undang-Undang. Ketentuan ini membuktikan pemegang saham publik tetap memiliki hak terhadap saham yang dimilikinya. Mengingat lamanya waktu untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang, maka Lembaga Penjamin Simpanan dapat meminta dilakukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi untuk meminta penjelasan terhadap siapa yang dimaksud dengan pemegang saham dan apa yang dimaksud dengan seluruh saham.

This thesis describes the protection of public shareholder rights in the takeover process of open-status Failing Bank performed by the Deposit Insurance Corporation. The main focus of this discussion is on the event the Deposit Insurance Corporation posits that it reserves the right to take over all rights, authority, title of ownership and management of the Failing Bank, and generalizes that the liquidation of the stocks includes those belonging to public shareholders. This thesis applies library research method using secondary data as data sources. The handling process of Failing Bank by Deposit Insurance Corporation is performed by surrendering of rights and powers of General Shareholders Meeting in part of the Failing Bank, and provision of temporary capital placement in part of the Deposit Insurance Corporation which is further conversed into shares. The dual mechanisms deems Deposit Insurance Corporation as the major shareholder, however still withstand recognition to the title of ownership of public shareholders. Deposit Insurance Corporation does not reserve the right to sell shares belonging to public shareholders that are not surrendered to the Deposit Insurance Corporation, as described in the theory of Property Rule. The takeover is performed by Deposit Insurance Corporation not for the purpose of acquiring the Bank, but as execution of the Law. The laws governing performance of takeover stipulates that the remaining shares must be disclosed in form of bidding offer or tender offer. Law number IX.H.1. governing voluntary tender excludes tender offer in the event of takeover prescribed by Law. This regulation substantiates that public shareholders reserves rights over their shares. Considering the time taken to conduct revision on the said law, Deposit Insurance Corporation may appeal for judicial review in the Constitutional Court to gain verification as to the reference for shareholder and as to the reference of shares as cited in the law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library