Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raden Jachtaniaedwina
"Latar Belakang: Peningkatan prevalensi diabetes melitus tipe 2 dan obesitas sentral di Indonesia merupakan tantangan besar bagi kesehatan masyarakat, terutama bagi wanita. Lingkar pinggang dan glukosa darah puasa adalah indikator kunci kesehatan metabolik. Studi ini memeriksa hubungan antara Planetary Health Diet Index (PHDI) dan indikator-indikator tersebut di antara wanita Minang dan Sunda di Indonesia.
Metode: Data dari studi cross-sectional "Diets, Metabolic Profiles, and Gut Microbiota Among Indonesian Women in Minang and Sundanese-ethnic Communities" digunakan. Asupan makanan dinilai menggunakan kuesioner frekuensi makanan semi-kuantitatif (FFQ), dan PHDI dihitung serta divalidasi. Pengukuran antropometrik termasuk BMI, lingkar pinggang, dan kadar glukosa darah puasa dicatat, dengan kadar glukosa diukur menggunakan metode kolorimetri glukosa oksidase. Usia, aktivitas fisik, etnis, dan area tempat tinggal dievaluasi melalui kuesioner. Analisis regresi linier disesuaikan dengan faktor pengganggu: usia, BMI, etnis, dan area tempat tinggal untuk lingkar pinggang; dan usia, BMI, serta lingkar pinggang untuk glukosa darah puasa.
Hasil: Tidak ada hubungan signifikan antara PHDI dengan lingkar pinggang maupun kadar glukosa darah puasa. Setelah disesuaikan dengan faktor pengganggu, umbi-umbian dan kentang (β adjusted = 0,288, p = 0,014) serta produk susu (β adjusted = 0,755, p = 0,022) secara signifikan berkorelasi positif dengan lingkar pinggang. Asupan buah secara signifikan berkorelasi positif dengan kadar glukosa darah puasa (β adjusted = 0,973, p = 0,046).
Kesimpulan: Studi ini menunjukkan bahwa meskipun PHDI secara keseluruhan tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan lingkar pinggang atau kadar glukosa darah puasa, komponen diet spesifik seperti umbi-umbian dan kentang, serta produk susu berhubungan dengan lingkar pinggang yang lebih besar. Selain itu, asupan buah yang lebih tinggi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa. Temuan ini menekankan perlunya intervensi diet pada komponen makanan spesifik dalam PHDI untuk meningkatkan kesehatan metabolik yang lebih baik pada wanita Indonesia.

Background: The rising prevalence of type 2 diabetes mellitus and central obesity in Indonesia presents major public health challenges, especially for women. Waist circumference and fasting blood glucose are key indicators of metabolic health. This study examines the link between the Planetary Health Diet Index (PHDI) and these indicators among Minang and Sundanese women in Indonesia.
Methods: Data from the cross-sectional study "Diets, Metabolic Profiles, and Gut Microbiota Among Indonesian Women in Minang and Sundanese-ethnic Communities" were used. Dietary intake was assessed using a semi-quantitative food frequency questionnaire (FFQ), and the PHDI was calculated and validated. BMI, waist circumference, and fasting blood glucose levels were recorded, with glucose levels measured using a glucose oxidase colorimetric method. Age, physical activity, ethnicity, and living area were evaluated through questionnaires. Linear regression analysis was adjusted for confounders: age, BMI, ethnicity, and living area for waist circumference, and age, BMI, and waist circumference for fasting blood glucose.
Results: There is no significant association between PHDI with either waist circumference and fasting blood glucose levels. After adjusting for confounders, tubers and potatoes (adjusted β = 0.288, p = 0.014) and dairy (adjusted β = 0.755, p = 0.022) were significantly positively correlated with waist circumference. Fruit intake was significantly positively correlated with fasting blood glucose levels (adjusted β = 0.973, p = 0.046).
Conclusions: The study highlights that while the overall PHDI did not show a significant association with waist circumference or fasting blood glucose levels, specific dietary components such as tubers and potatoes, and dairy were linked to larger waist circumference. Additionally, higher fruit intake was associated with increased fasting blood glucose levels. These findings emphasize the need for targeted dietary interventions focusing on specific food components within the PHDI to improve metabolic health outcomes among Indonesian women.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Juwita E.N.
"Penanganan diabetes melitus yang tidak baik dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Monitoring keberhasilan terapi dan tingkat keparahan pada pasien diabetes melitus dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan HbA1c secara rutin. Pemeriksaan HbA1c jarang dilakukan karena terkait biaya yang relatif mahal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kadar glukosa darah puasa dengan HbA1c pada pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang dilanjutkan dengan analisis korelasi. Data diperoleh dari rekam medis pasien diabetes melitus rawat jalan yang berkunjung pada bulan November di RSUD Depok. Data yang dianalisis sebanyak 111 pasien dengan 38 laki-laki dan 73 perempuan, 27,3 pasien murni DM dan selebihnya memiliki penyakit penyerta yang bervariasi. Terapi DM yang paling banyak digunakan adalah kombinasi obat golongan biguanida dan sulfonilurea. Hasil analisis dengan korelasi spearman menunjukkan adanya hubungan kadar glukosa darah puasa dengan HbA1c pada pasien diabetes melitus tipe 2 r = 0,480, p = 0,020 dengan arah hubungan positif yang berarti bahwa kadar glukosa darah puasa linear dengan kadar HbA1c. Usia dan jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi hubungan glukosa darah puasa dengan HbA1c.

The bad management of diabetes mellitus can cause various complications. Monitoring the success of therapy and severity of diabetes mellitus patients is done by examination the level of fasting blood glucose and HbA1c on a regular basis. HbA1c examination is rarely done because of the relatively high cost. This study aims to analyze the correlation of fasting blood glucose levels and HbA1c in type 2 diabetes mellitus patients. This study used a cross sectional design followed by correlation analysis. Data were obtained from medical records of diabetes mellitus outpatient visited in November at Depok Regional Public Hospital. Data were analyzed on 111 patients consisted of 38 men and 73 women, 27.3 were pure DM patients and the rest had various comorbidities. The most widely used DM therapy is a combination of Biguanida and sulfonylurea. The results of spearman correlation analysis showed a correlation of fasting blood glucose level and HbA1c in type 2 diabetes mellitus patient r 0,480, p 0,020 in positive association which means that fasting blood glucose level linear with HbA1c level. Age and sex are the factors that affect the association of fasting blood glucose and HbA1c."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfina Yulidar
"Obesitas pada remaja diartikan sebagai remaja yang tidak dapat mengontrol makan, dan makan dalam jumlah berlebih sehingga berat badannya melebihi batas normal. Beberapa faktor penyebab obesitas pada anak termasuk adalah usia, jenis kelamin, penghasilan keluarga, riwayat keluarga dengan obesitas dan diabetes melitus. Prevalensi kegemukan dan obesitas di provinsi Banten sudah terlihat tinggi, mencapai 16,3 , prevalensi tertinggi di Kota Tangerang, Serang dan Cilegon. Masalah obesitas ini ditemukan dua kali lebih banyak pada anak remaja laki-laki di usia 15-18 tahun, dibandingkan pada perempuan. Pola makan yang tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan oleh anak remaja yang menunjukkan bahwa masalah obesitas di daerah Banten cukup tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan aplikasi catatan diri terhadap kadar glukosa darah puasa dan indeks massa tubuh pada remaja obesitas di Wilayah Kota Serang. Penelitian ini menggunakan quasi experimental dengan rancangan The Pretest-Postest control group design dengan jumlah sampel sebanyak 112 responden pada kelompok intervensi dan kontrol.
Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan bermakna pada Indeks Massa Tubuh posttest pada kelompok intervensi-kontrol, namun penurunan Indeks Massa Tubuh pada kelompok intervensi lebih banyak 3 dibandingkan pada kelompok kontrol, ada perbedaan yang bermakna kadar glukosa darah puasa posttest pada kelompok intervensi dan kontrol. Penelitian ini merekomendasikan untuk penggunaan aplikasi catatan diri terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa dan indeks massa tubuh pada remaja obesitas.

Obesity in adolescents is defined as teenagers who can not control eating, and eat in excess amounts so that the weight exceeds the normal limit. Some of the factors causing obesity in children include age, gender, family income, family history with obesity and diabetes mellitus. The prevalence of obesity and obesity in Banten province is already high, reaching 16.3 , the highest prevalence in Tangerang City, Serang and Cilegon. This obesity problem is found twice as muchin adolescent boys aged 15 18 years, compared to women. Unhealthy diet, and lack of physical activity performed by teenagers that show that obesity problem in Banten area is high enough.
This study aims to see the effect of using self note applications on fasting blood glucose and bodymass index in obese adolescents in Serang City Area. This study uses quasi experimental with thedesign of Pretest Postest control group design with total sample of 112 respondents in intervention and control group.
The results showed no significant differences in posttest BodyMass Index in the control intervention group, but a decrease in body mass index in theintervention group was more 3 than in the control group, there was a significant difference inpost test fasting blood glucose levels in the intervention group and control. This study recommends for the use of self note applications to decrease fasting blood glucose levels and body mass indexin obese adolescents.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T49332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wafa
"ABSTRAK
Diabetes melitus adalah salah satu penyakit tidak menular yang menyebabkan 4% kematian di Indonesia. Efektivitas obat antidiabetes tipe 2 biasanya dilihat dari nilai HbA1c yang mencerminkan rata-rata glukosa darah pasien, glukosa darah 2 jam postprandial dan glukosa darah puasa. Terapi diabetes melitus tipe 2 memiliki berbagai pola terapi kombinasi. Terapi yang berbeda akan memberikan efektivitas yang berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas terapi kombinasi metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose terhadap parameter glikemik pasien diabetes melitus tipe 2 yaitu nilai HbA1c, glukosa darah 2 jam postprandial dan glukosa darah puasa. Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan pengumpulan data primer dan sekunder menggunakan teknik total population sampling. Data primer yang digunakan adalah hasil pengisian kuesioner dan data sekunder didapatkan dari rekam medis dan sistem informasi rumah sakit. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara responden yang menggunakan metformin-sulfonilurea dibandingkan dengan responden yang menggunakan metformin-akarbose terhadap perubahan nilai HbA1c (p value=0.060). Hasil analisis juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose dengan nilai glukosa darah 2 jam postprandial akhir (p value=0.655) dan nilai glukosa darah puasa akhir (p value=0.460). Variabel olahraga mempengaruhi efektivitas metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose terhadap perubahan nilai HbA1c, variabel jenis kelamin terhadap perubahan nilai glukosa darah 2 jam postprandial dan variabel diet terhadap perubahan nilai glukosa darah puasa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Tidak terdapat perbedaan bermakna pada perbandingan efektivitas antara terapi kombinasi metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose.

ABSTRACT
Diabetes mellitus is an uninfectious disease that causes 4% of deaths in Indonesia. The effectiveness of type 2 antidiabetic drugs is usually seen from the HbA1c value that reflects the patient's average blood glucose, 2-hour postprandial blood glucose and fasting blood glucose. Type 2 diabetes mellitus therapy has various combination therapy patterns. Different therapies will provide different effectiveness. This study aims to compare the effectiveness of metformin-sulfonylurea and metformin-acarbose combination therapy on glycemic parameters of type 2 diabetes mellitus patients, namely HbA1c value, postprandial 2 hours blood glucose and fasting blood glucose. This research is a retrospective cohort study with primary and secondary data collection using purposive sampling technique. Primary data used are the results of filling out the questionnaire and secondary data obtained from medical records and hospital information systems. The analysis showed that there was no significant difference between respondents who used metformin-sulfonylurea compared with respondents who used metformin-acarbose to changes in the HbA1c value (p value=0.060). The analysis also showed that there was no significant relationship between metformin-sulfonylurea and metformin-acarbose with 2 hours postprandial blood glucose value (p value=0.655) and fasting blood glucose value (p value=0.460). Sports variable affects the effectiveness of metformin-sulfonylureas and metformin-acarbose on changes in HbA1c values, gender variable on changes in postprandial 2 hours blood glucose values and dietary variable on changes in fasting blood glucose values. The conclusion of this study is that the effectiveness comparison of metformin-sulfonylurea and metformin-acarbose combination therapy is not significant."
2019
T55013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Zulkifly
"Latar Belakang. Lean NAFLD lebih sering ditemukan di negara Asia dan prevalensinya di Indonesia masih belum diketahui. Tingginya prevalensi, asimptomatik dan baru bergejala setelah timbul komplikasi, dan tingginya mortalitas lean NAFLD menjadikan perlunya deteksi dini pada populasi dewasa dengan IMT <23 kg/m2. Skrining pada populasi umum tidak direkomendasikan karena meningkatkan biaya kesehatan.
Tujuan. Membuat sistem skoring untuk penapisan lean NAFLD pada populasi dewasa di Jakarta.
Metode. Studi ini menggunakan desain potong lintang dari laporan pemeriksaan kesehatan individu dewasa >18 tahun dengan IMT <23 kg/m2 yang melakukan pemeriksaan kesehatan di klinik. Parameter yang dianalisis antara lain usia, jenis kelamin, lingkar pinggang, kadar GDP, kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida, AST, ALT, dan asam urat. Variabel dengan nilai p <0,25 dilanjutkan ke analisis multivariat untuk pembuatan sistem skoring.
Hasil. Sebanyak 276 individu diikutsertakan pada penelitian ini dan didapatkan prevalensi lean NAFLD sebesar 9,8%. Lean NAFLD lebih banyak ditemukan pada laki-laki dan memiliki karakteristik usia lebih tua, IMT, lingkar pinggang, kadar GDP, ALT, dan trigliserida lebih tinggi dibanding lean tanpa NAFLD. Analisis bivariat mendapatkan jenis kelamin laki-laki, usia ≥45 tahun, kadar GDP ≥100 mg/dL, ALT ≥35 U/L, dan trigliserida ≥150 mg/dL berhubungan dengan lean NAFLD. Sistem skoring melibatkan 4 parameter yaitu laki-laki, kadar GDP ≥100 mg/dL, ALT ≥35 U/L, dan trigliserida ≥150 mg/dL dengan masing-masing bernilai 1 poin. Model skoring ini memiliki sensitivitas 44,4%, spesifisitas 84,3%, dan AUROC 0,74.
Kesimpulan. Parameter jenis kelamin, kadar GDP, ALT, dan trigliserida dapat digunakan sebagai sistem skoring dengan performans menengah untuk penapisan lean NAFLD dewasa.
.....Background. Lean NAFLD is commonly found in Asian countries and its prevalence in Indonesia is still unknown. The high prevalence, asymptomatic until complications occur, and the high mortality of lean NAFLD makes it necessary for early detection in adult with BMI <23 kg/m2. Screening in general population is not recommended due to the high cost burden.
Aim. To develop a scoring system for screening lean NAFLD in adults in Jakarta Methods. A cross-sectional study design was conducted from medical examination reports from individual >18 years old and BMI <23 kg/m2 who performed medical check up at the clinic. Several parameters including age, gender, waist circumference (WC), fasting blood glucose (FBG), total cholesterol (TC), HDL, LDL, triglycerides (TG), AST, ALT, and uric acid (UA) were analyzed in this study. Variabels with p-value <0.25 were included in multivariate analysis for the development of scoring systems.
Results. A total of 276 people were enrolled in this study. Prevalence of lean NAFLD is 9.8%. Lean NAFLD are more commonly found in men and have older age, higher BMI, WC, GDP, ALT, and TG levels than lean non-NAFLD. In bivariate analysis, male sex, age ≥ 45 years, FBG ≥100 mg/dL, ALT ≥35 U/L, and TG ≥150 mg/dL are associated with lean NAFLD. The scoring system involves four parameters including male, FBG ≥100 mg/dL, ALT ≥35 U/L, and TG ≥150 mg/dL, worth 1 point each. This model has sensitivity 44.4%, specificity 84.3%, and AUROC 0.74.
Conclusion. Parameters including gender, FBG, ALT, and TG levels can be used as a scoring system with moderate performance for screening lean NAFLD in adults."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Ariska Ingthias
"Pendahuluan: Resistensi insulin berperan dalam perkembangan prediabetes menjadi diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Kondisi ini ditandai dengan adanya hiperglikemia dan hiperinsulinemia. Modifikasi gaya hidup menjadi pilihan utama dalam mencegah progresivitas prediabetes menjadi diabetes. Meskipun pemberian farmakoterapi seperti metformin, thiazolidinedione, dan inhibitor alfa-glukosidase banyak diteliti efektivitasnya dalam mencegah diabetes, namun penggunaannya masih terbatas dan menimbulkan efek samping. Potensi antidiabetes pada tanaman herbal sudah banyak diteliti, salah satunya jati belanda (Guazuma ulmifolia). Kandungan senyawa seperti flavonoid pada ekstrak etanol daun Guazuma ulmifolia diketahui memiliki efek antioksidan dan antihiperglikemia sehingga dapat diteliti sebagai alternatif untuk memperbaiki resistensi insulin pada kondisi prediabetes yang dapat diukur dengan HOMA IR. Metode: Tikus Wistar Jantan dibagi menjadi 5 kelompok yakni normal, kontrol negatif, dan 3 kelompok uji yang diberi diet tinggi lemak fruktosa serta tambahan ekstrak etanol daun Guazuma ulmifolia dengan dosis yang berbeda (25, 50, dan 100 mg/kgBB) selama 3 bulan. Pengukuran glukosa darah puasa dilakukan sebelum dan sesudah induksi, sementara kadar insulin puasa diukur dengan ELISA setelah induksi. Kemudian, kadar glukosa darah puasa dan insulin akan dikalkulasikan sesuai dengan formulasi untuk mendapatkan nilai HOMA IR. Hasil: Pemberian ekstrak etanol daun Guazuma ulmifolia tidak menurunkan kadar insulin puasa dan nilai HOMA-IR secara signifikan (p>0.05) pada kelompok uji dibandingkan kelompok negatif. Kelompok uji yang diberikan dosis 50 mg/kgBB menunjukkan kadar insulin dan nilai HOMA-IR yang lebih rendah, tetapi tidak signifikan secara statistik (p>0.05) dibandingkan kelompok negatif. Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol Guazuma ulmifolia L pada dosis 25, 50, dan 100 mg/kgBB tidak dapat menurunkan kadar insulin puasa dan nilai HOMA IR pada kelompok uji.

Introduction: Insulin resistance plays a role in the progression of prediabetes to type 2 diabetes mellitus (T2DM). This condition is characterized by the presence of hyperglycemia and hyperinsulinemia. Lifestyle modification is the main option in preventing the progression of prediabetes to diabetes. Although pharmacotherapy such as metformin, thiazolidinedione, and alpha-glucosidase inhibitors have been studied for their effectiveness in preventing diabetes, their use is still limited and causes side effects. The antidiabetic potential of herbal plants has been widely studied, one of which is jati belanda (Guazuma ulmifolia). The content of compounds such as flavonoids in the ethanol extract of Guazuma ulmifolia leaves is known to have antioxidant and antihyperglycemia effects so that it can be studied as an alternative to improve insulin resistance in prediabetes conditions that can be measured by HOMA IR. Methods: Male Wistar rats were divided into 5 groups, namely normal, negative control, and 3 test groups that were given a high-fat fructose diet and additional ethanol extract of Guazuma ulmifolia leaves at different doses (25, 50, and 100 mg/kgBB) for 3 months. Fasting blood glucose measurements were taken before and after induction while fasting insulin levels were measured after induction by ELISA. Then, fasting blood glucose and insulin levels will be calculated according to the formulation to obtain the HOMA IR value. Results : Ethanol extract of Guazuma ulmifolia leaves did not significantly reduce fasting insulin levels and HOMA-IR values (p>0.05) in the test group compared to the negative group. The test group given a dose of 50 mg/kgBB showed lower insulin levels and HOMA-IR values, but not statistically significant (p>0.05) compared to the negative group. Conclusion: Guazuma ulmifolia L ethanol extract at doses of 25, 50, and 100 mg/kgBB could not reduce fasting insulin levels and HOMA IR values in the test group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edenia Saumi
"Hiperglikemia merupakan gejala metabolik berupa peningkatan glukosa darah melebihi batas normal, yang dikaitkan dengan diabetes melitus (DM). Modifikasi gaya hidup yang lebih sehat, seperti dilakukannya restriksi kalori dengan metode fasting-mimicking diet (FMD) dapat dilakukan sebagai alternatif pendekatan untuk pengendalian DM tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh FMD berbahan nabati yang tersedia di Indonesia, terhadap kadar glukosa darah dan resistensi insulin. Penelitian dilakukan terhadap tikus jantan galur Sprague-Dawley model hiperglikemia yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan (n=16), yakni kelompok hiperglikemia (high fat diet[HFD]-streptozotosin[STZ] 35 mg/kgBB dan CMC Na 0,5%), kelompok metformin (HFD-STZ 35 mg/kgBB dan metformin 250 mg/kgBB), kelompok FMD (HFD-STZ 35 mg/kgBB dan FMD), dan kelompok normal diet (ND) (CMC Na 0,5%). Pemberian perlakuan dilakukan selama 28 hari. Tikus dilakukan pengecekan glukosa darah puasa (GDP) dan berat badan setiap minggu perlakuan dan dikorbankan untuk diambil sampel darahnya setelah perlakuan berakhir. Homeostasis model assessment of insulin resistance (HOMA-IR) digunakan untuk mengukur resistensi insulin. Hasil penelitian menunjukkan penurunan kadar GDP dengan adanya pemberian FMD, walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan antara GDP pra-perlakuan dengan GDP minggu ke-4 perlakuan (p>0,05). Hasil penelitian juga menunjukkan nilai HOMA-IR kelompok FMD mendekati nilai HOMA-IR kelompok ND dan lebih rendah secara signifikan dibandingkan nilai HOMA-IR kelompok hiperglikemia (p<0,05), yang berarti pemberian FMD pada tikus hiperglikemia menghasilkan tingkat resistensi insulin yang lebih rendah dibandingkan dengan tikus hiperglikemia yang tidak diberikan FMD. Sebagai kesimpulan, pemberian FMD dapat menurunkan GDP dan menghasilkan tingkat resistensi insulin yang lebih rendah pada tikus model hiperglikemia.

Hyperglycemia is a metabolic symptom in the form of an increase in blood glucose exceeding normal limits, which is associated with diabetes mellitus (DM). Healthy lifestyle modifications, such as calorie restriction with the fasting-mimicking diet (FMD) method, can be used as an alternative approach to controlling type 2 diabetes. This study aims to determine the effect of FMD using plant-based ingredients available in Indonesia on blood glucose levels and insulin resistance. The study was conducted on male rats of the Sprague-Dawley strain model of hyperglycemia, which were divided into 4 treatment groups (n = 16), namely the hyperglycemic group (high fat diet [HFD]-streptozotocin [STZ] 35 mg/kgBW and CMC Na 0.5%), the metformin group (HFD-STZ 35 mg/kgBW and metformin 250 mg/kgBW), the FMD group (HFD-STZ 35 mg/kgBW and FMD), and the normal diet (ND) group (CMC Na 0.5%). The treatment was carried out for 28 days. Rats were checked for fasting blood glucose (FBG) and body weight every week of treatment and sacrificed for blood samples after the treatment ended. Homeostasis model assessment of insulin resistance (HOMA-IR) was used to measure insulin resistance. The results showed a decrease in FBG levels with the administration of FMD, although there was no significant difference between pre-treatment FBG and FBG at the 4th week of treatment (p>0,05). The results also showed that the HOMA-IR value of the FMD group was close to the HOMA-IR value of the ND group and was significantly lower than the HOMA-IR value of the hyperglycemic group (p<0,05), which means that administering FMD to hyperglycemic rats resulted in lower levels of insulin resistance than the hyperglycemic rats that were not given FMD. In conclusion, administration of FMD can reduce FBG and result in lower levels of insulin resistance in hyperglycemic rats."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukito Ongko
"ABSTRAK
Infeksi oleh soil transmitted helminth masih menjadi permasalahan utama di Indonesia terutama di daerah pedesaan dan pinggiran kotaseperti di Kecamatan Nangapanda.Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa infeksi kronis oleh soil transmitted helminth ini dapat memberikan efek protektif terhadap berbagai penyakit metabolik. Penelitian ini merupakan sebuah studi cross-sectional yangbertujuan untuk mengetahui hubungan antara infeksi helminth dengan parameter metabolik. Sebanyak 285 responden diukur tinggi badan, berat badan, glukosa darah puasa fasting blood glucose dan oral glucose tolerance test OGTT .Status infeksi pada responden ditentukan dengan pemeriksaan tinja melalui metode Kato Katz. Data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian di analisis dengan program SPSS 20.0 for Windowsmelalui uji Mann-Whitney untuk melihat apakah terdapat perbedaan bermakna pada parameter metabolik antara kelompok yang terinfeksi dengan kelompok yang tidak terinfeksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang terinfeksi oleh spesies Trichuris trichiura memiliki body mass index BMI yang lebih rendah, tetapi memiliki nilai glukosa darah puasa fasting blood glucose yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak terinfeksi oleh spesies tersebut. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada kelompok yang terinfeksi oleh 1 spesies helminth memiliki nilai oral glucose tolerance test yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak terinfeksi maupun kelompok yang terinfeksi oleh lebih dari 1 spesies. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara infeksi oleh soil transmitted helminth dengan parameter metabolik.

ABSTRACT
Soil transmitted helminth infections still become a major concern in Indonesia especially in rural and suburban areas such as Nangapanda. Mostly, infections by the soil transmitted helminth remain asymptomatic and may last for a long time. Studies had shown that such chronic infections by soil transmitted helminth may confer beneficial effects such as protection against metabolic diseases for the host. The objective of this cross sectional research is to study the effects of soil transmitted helminth infections on metabolic paramaters.As many as 285 people participated in the study and their stool samples were analysed to determine the infection status through Kato Katz method. We also collected the anthropometry measurements height and weight and also metabolic parameters fasting blood glucose and oral glucose tolerance test . Data that had been collected were analyzed using SPSS 20.0 for Windows through Mann Whitney test to find out any significant differences in the metabolic parametersbetween the infected group and non infected group regarding. The results showed that people who are infected by Trichuris trichiura have lower body mass index BMI but higher fasting blood glucose value. Moreover, this study also shows that people who were infected by only 1 species of soil transmitted helminth have lower oral glucose tolerance test value. As the conclusion, this study indicatedthat infection by soil transmitted helminths may affect the metabolic parameters of the host."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nabilah
"Hiperglikemia ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi normal. Fasting-mimicking diet (FMD) merupakan alternatif pengobatan yang dilakukan dengan mengubah pola hidup pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian FMD terhadap kadar glukosa darah, berat badan, dan kadar insulin pada tikus hiperglikemia. Penelitian ini dilakukan terhadap tikus jantan galur Sprague-Dawley yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan (n = 16), yaitu kelompok hiperglikemia (HFD-STZ 35 mg/kgBB dan CMC Na 0,5%), kelompok metformin (HFD-STZ 35 mg/kgBB dan metformin 250 mg/kgBB), kelompok FMD (HFD-STZ 35 mg/kgBB dan FMD), dan kelompok ND (CMC Na 0,5%). Tikus diukur kadar glukosa darah puasa (GDP) dan berat badan pada tiap minggu perlakuan dan dikorbankan pada akhir perlakuan. Terdapat penurunan kadar GDP setelah pemberian FMD, walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan antara pra-perlakuan dengan minggu ke-4 perlakuan pada kelompok FMD (p > 0,05). Pemberian FMD tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada rata-rata berat badan tikus pada minggu pra-perlakuan dan minggu ke-4 perlakuan (p > 0,05). Pemberian FMD cenderung dapat menurunkan kadar insulin sehingga mendekati kadar insulin kelompok ND, serta menunjukan perbedaan signifikan antara kelompok metformin dengan kelompok FMD dan ND (p < 0,05). Sebagai kesimpulan, pemberian FMD dapat menurunkan kadar GDP, cenderung menurunkan kadar insulin, namun tidak secara signifikan menurunkan berat badan pada tikus model hiperglikemia.

Hyperglycemia is characterized by an increase in blood glucose levels that exceeds normal. Fasting-mimicking diet (FMD) is an alternative treatment that is carried out by changing the lifestyle of people with type 2 diabetes mellitus. This study aims to determine the effect of giving FMD on blood glucose levels, body weight, and insulin levels in hyperglycemic rats. This study was conducted on male rats of the Sprague-Dawley strain, which were divided into 4 treatment groups (n = 16), namely the hyperglycemia group (HFD-STZ 35 mg/kgBW and CMC Na 0.5%), metformin group (HFD-STZ 35 mg /kgBW and metformin 250 mg/kgBW), the FMD group (HFD-STZ 35 mg/kgBW and FMD), and the ND group (CMC Na 0,5%). Rats were measured for fasting blood glucose levels (GDP) and body weight each week of treatment and sacrificed at the end of the treatment. There was a decrease in GDP levels after FMD administration, although there was no significant difference between pre-treatment and the 4th week of treatment in the FMD group (p > 0.05). Giving FMD did not cause a significant difference in the average body weight of rats in the pre-treatment week and the 4th week of treatment (p > 0.05). Administration of FMD tended to reduce insulin levels so that they were close to insulin levels in the ND group, and showed a significant difference between the metformin group and the FMD and ND groups (p < 0.05). In conclusion, FMD administration can reduce GDP levels, tends to reduce insulin levels, but does not significantly reduce body weight in hyperglycemic rat models."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahirania Sekarayu Astawan
"Latar Belakang Glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebagai salah satu kondisi prediabetes berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur karena pengaruh kandungan serat dan antioksidan terhadap kesehatan pankreas dan metabolisme glukosa darah. Penelitian mengenai hubungan konsumsi buah citrus dan sayur merah-oranye dengan GDPT pada wanita usia subur (WUS) masih terbatas. Metode Penelitian analisis sekunder dari dataset penelitian potong lintang berjudul ‘Hubungan Asupan dan Status Gizi dengan Jumlah Mikrobiota dan Marker Metabolik pada Wanita Suku Minangkabau dan Sunda’ ini melibatkan 360 WUS yang dipilih melalui Population Proportional Sampling. Konsumsi buah citrus (jeruk) dan sayur merah-oranye (wortel dan tomat) diperoleh dari wawancara ahli gizi terlatih menggunakan Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire. Setelah berpuasa 12-14 jam, 10 ml darah WUS diambil dari vena fossa cubiti dan dimasukkan vacutainer EDTA. Glukosa darah puasa diukur menggunakan kolorimetri enzimatik dengan glukosa oksidase-fenol aminofenazon. Hasil Rerata usia WUS 36 tahun, mengonsumsi buah citrus saja 14,4%, sayur merah-oranye saja 21,4%, keduanya 57,8%, dan tidak keduanya 6,38%. Setelah dikontrol dengan aktivitas fisik dan indeks massa tubuh, konsumsi sayur merah-oranye berhubungan bermakna dengan kejadian GDPT yaitu sebagai faktor protektif. (OR=0,403, p=0,043). Konsumsi buah citrus tidak berhubungan bermakna dengan kejadian GDPT (p=0,138). Konsumsi keduanya tidak berhubungan bermakna dengan kejadian GDPT (p=0,655). Kesimpulan Konsumsi sayur merah-oranye mampu menurunkan risiko GDPT secara bermakna pada populasi WUS suku Minangkabau dan Sunda. Edukasi gizi disarankan untuk meningkatkan konsumsi sayuran tersebut dalam pola makan harian beraneka ragam.

Introduction Impaired fasting blood glucose (IFBG) as a prediabetes condition is associated with fruit and vegetable consumption because of the influence of fiber and antioxidant content on pancreatic health and blood glucose metabolism. Research on the relationship between consumption of citrus fruit and red-orange vegetables with IFBG in women of reproductive age (WRA) is still limited. Method This secondary analysis of research dataset entitled 'Relationship of Intake and Nutritional Status with the Number of Microbiota and Metabolic Markers in Minangkabau and Sundanese Women' involved 360 WRA who were selected using the Population Proportional Sampling. Consumption of citrus fruits (oranges) and red-orange vegetables (carrots and tomatoes) was obtained from interviews with trained nutritionists using Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire. After the subject fasted for 12- 14 hours, 10 ml of blood was taken from the cubital fossa vein, placed in EDTA vacutainer. Fasting blood glucose was measured using enzymatic colorimetry with glucose oxidase-phenol aminophenazone. Results The average age of WUS was 36 years, 14.4% consumed only citrus fruit, 21.4% only consumed red-orange vegetables, 57.8% both, and 6.38% neither. After controlling for physical activity and body mass index, consumption of red-orange vegetables was significantly related to the incidence of GDPT, namely as a protective factor. (OR=0.403, P=0.043). Consumption of citrus fruit was not significantly related to the incidence of GDPT (P=0.138). Consumption of both was not significantly related to the incidence of GDPT (P=0.655). Conclusion Consumption of red-orange vegetables can significantly reduce the risk of GDPT in the Minangkabau and Sundanese WRA populations. Nutrition education is recommended to increase consumption of these vegetables in their daily diverse diet."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library