Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Filbert Kurnia Liwang
"ABSTRACT
Pembelajaran neuronatomi sangat membutuhkan kadaver terutama organ otak sebagai sarana pembelajaran. Hingga saat ini, pengawet paling umum yang digunakan adalah menggunakan cairan berbahan dasar formalin. Akan tetapi, kandungan formalin pada kadaver dapat menimbulkan berbagai efek yang merugikan bagi kesehatan manusia maupun lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan dekomposisi otak mencit yang diawetkan dengan cairan fiksatif formalin 4% dengan dan tanpa penambahan penetral formalin berbahan dasar gliserin. Penelitian ini menggunakan 18 ekor mencit (Mus musculus) yang dibagi secara acak menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol (tanpa pengawetan), kelompok yang hanya diawetkan dengan formalin 4%, dan kelompok yang diawetkan dengan formalin 4% ditambah dengan penetral gliserin. Penilaian tahapan dekomposisi dilakukan dengan skoring serta pengukuran massa total dan massa otak mencit yang dilakukan setiap minggu. Pada selisih massa otak mencit, didapatkan hasil berbeda bermakna pada minggu ke-2 pengukuran. Pada persentase selisih massa otak, didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok formalin 4% dan gliserin dari seluruh waktu pengukuran. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dekomposisi antara otak mencit yang diawetkan dengan formalin 4% dengan dan tanpa penambahan cairan penetral formalin berbahan dasar gliserin dimana kelompok gliserin terdekomposisi lebih cepat.

ABSTRACT
Neuroanatomy learning requires cadaver, especially the brain, as a learning tool. Until now, the most common preservertive used was using formalin-based fixative liquids. However, formalin can cause various adverse effects to human health and to the environment. Therefore, we will compare the brain decomposition rate the mice preserved with of 4% formalin fixative liquid with and without addition of glycerin-based formalin neutralizer. This study used 18 mice (Mus musculus) which were randomly divided into 3 groups: control group with no additional fixative, group preserved with 4% formalin, and group preserved with 4% formalin, then neutralized with glycerin. Assessment of the stages of decomposition is done by scoring as well as measuring the total mass and brain mass of mice that are carried out every week. Difference in brain mass of mice only obtain significantly different results on the second week of measurement. In the percentage difference in brain mass, there were significant differences between the 4% formalin and glycerin in all measurement times. Therefore, there is a difference in the level of decomposition between the brains of mice preserved with 4% formalin with and without additional formalin neutralizer with glycerin content, whereas decomposition in glycerin group is faster."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christopher Khorazon
"ABSTRAK
Formalin telah digunakan sebagai larutan pengawet untuk kadaver dan organ-organnya untuk waktu yang lama karena efektifitasnya dalam mempertahankan struktur kadaver, selain juga bersifat sebagai disinfektan. Namun, larutan formalin bersifat berbahaya terhadap orang-orang terkait, misalnya staf pengajar, mahasiswa, dan laboran karena sifat iritatifnya yang sangat kuat dan beracun. Karena itu, studi ini dilaksanakan untuk mencari larutan pengawet alternatif berkemampuan sebanding dalam mengawetkan, tetapi dengan efek berbahaya yang lebih rendah atau tidak ada. Larutan pengawet alternatif yang digunakan adalah CaCl2 dan gliserin. Paru diambil dari 36 tikus Sprague-Dawley berusia 6 minggu, setelah mereka di anesthesia dan di injeksi formalin (10% atau 25%) sebagai pengawet primer. Paru yang diambil kemudian diproses lanjut dengan pengawet lanjutan, yaitu larutan standard Departemen Anatomi FKUI sebagai kontrol, CaCl2 15% dan 20%, dan gliserin 70% + timol 0.1%. Organ yang telah diawetkan diobservasi struktur makroskopis (konsistensi) dan struktur mikroskopis. Paru yang diawetkan dengan CaCl2 15% dan CaCl2 20% konsistensinya menurun. Sedangkan paru yang diawetkan dengan larutan standard anatomi dan gliserin 70% + timol 0.1% berhasil dipertahankan konsistensinya atau bahkan lebih keras. Derajat abnormalitas struktur mikroskopis paru yang diawetkan dengan gliserin 70% + timol 0.1% lebih tinggi daripada yang diawetkan dengan larutan standard. CaCl2 terbukti tidak efektif untuk mengawetkan paru. Meskipun paru yang diawetkan dengan gliserin mempunyai struktur mikroskopis yang kurang baik dibandingkan dengan larutan standar, tetapi struktur makroskopisnya bagus.

ABSTRACT
Formalin has been used as a preservative solution for cadavers and organs for a long time due to its effectiveness in maintaining the structure and disinfectant properties. However, formalin solution tends to be harmful towards the surrounding people, such as teaching staff, students, and lab assistants due to its very irritable and toxic content. Therefore, this study is conducted to find alternative preservative solution with equal preservative effectiveness yet with lesser or even no harmful effects. The selected alternative solution were CaCl2 and glycerine. Lungs organ from a total of 36 six-week-old Sprague-Dawley rats were extracted after the mice were anesthetized and injected with formalin (10% or 25%) for primary preservative purpose. The extracted lungs organs were continued to be preserved in standard solution of Department of Anatomy Faculty of Medicine Universitas Indonesia as control, CaCl2 15% and 20%, and Glycerine 70% + Thymol 0.1%. The preserved organs were observed for macroscopic consistency and microscopic structure. Lungs organs that were preserved with both CaCl2 15% and CaCl2 20% turned out to have weaker consistency than the original. Meanwhile, lung organs which were preserved with standard anatomy preservative solution and glycerine 70% + thymol 0.1% managed to either maintain their original consistency or more solid, In glycerine 70% + thymol 0.1% solution, the microscopic tissue abnormality were higher than the ones preserved in standard anatomy solution. In conclusion, CaCl2 proved to be an ineffective solution for lungs organ preservation. Even though the microscopic results were not better than formalin solution, lungs organ preserved with glycerine turned to be able to yield good macroscopic results."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70444
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Marsigit
"ABSTRAK
Formalin merupakan larutan pengawet utama dalam preservasi kadaver untuk
tujuan pembelajaran. Walaupun formalin terbukti efektif untuk mengawetkan
kadaver, ada beberapa efek berbahaya seperti karsinogen, memproduksi toksin,
dan menimbulkan iritasi pada mata dan hidung. Karena itu, diperlukan pencarian
jenis larutan pengawet lanjutan lain sebagai pengganti atau mengurangi
pemakaian formalin. Riset ini bertujuan untuk mengevaluasi efek dari kandidat
larutan pengganti formalin, yaitu CaCl2 dan gliserin sebagai larutan pengawet
lanjutan untuk mengawetkan jaringan otak. Langkah yang dilakukan adalah otak
diawetkan dengan larutan pengawet awal, yaitu 10% atau 20% formalin, lalu
dibagi menjadi empat kelompok untuk diawetkan dengan empat jenis larutan
pengawet lanjutan dengan, yaitu larutan kontrol berformalin (larutan pengawet
standar Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), 15%
CaCl2, 20% CaCl2, dan 70% gliserin + 0.1% timol dalam etanol. Observasi dan
analisis dilakukan pada struktur makroskopis (konsistensi jaringan dan
keberadaan jamur) dan mikroskopis (persentase nekrosis dan abnormalitas
jaringan). Pemeriksaan makroskopis memperlihatkan bahwa semua otak yang
diawetkan dengan larutan 15% CaCl2 menjadi sangat lembek; jamur tumbuh
pada permukaan larutan. Pemeriksaan mikroskopis memperlihatkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara keempat larutan dengan gliserin 70%
+ timol 0.1% di etanol menunjukkan hasil yang terbaik untuk mengawetkan
jaringan mikroskopis otak (p<0.05). Sebagai kesimpulan, gliserin 70% + timol
0.1% di etanol dapat digunakan sebagai pengganti larutan pengawet lanjutan

ABSTRACT
Formalin is the main preservative solution in preserving cadavers used for
educational purposes. Even though formalin is proven to be effective in
preserving cadavers, there are some harmful effects such as carcinogenic,
toxigenic, and caused an irritation to the eyes and nose. That is why it is needed to
look for other advanced preservative solution to replace or decrease the usage of
formalin. This research is to evaluate the effect of formalin substitution candidates,
which are CaCl2 and glycerin as advanced preservative solutions in preserving
brain tissues. Steps were done were preserving the brain with the initial fixation,
either formalin 10% or formalin 25%, then divided into four groups to be
preserved with four types of advanced preservative solution, which is formalin
controlled solution (standard preservative solution by Department of Anatomy,
Faculty of Medicine Universitas Indonesia), 15% CaCl2, 20% CaCl2, and 70%
glycerin + 0.1% thymol in ethanol. Observation and analysis were done on
macroscopic structure (tissue consistency and presence of fungi) and microscopic
structure (necrotic percentage and tissue abnormality). Macroscopic result showed
that brains that were preserved in 15% CaCl2 had mushy condition with presence
of surface fungi in the solutions. In microscopic examination, there were
significant differences between four solutions with 70% glycerin + 0.1% thymol
in ethanol showed the best result to preserve brain tissues (p<0.05). To conclude,
70% glycerin + 0.1% thymol in ethanol can be used as an advanced alternative
solution."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70411
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfahmi
"Salah satu metode penelitian yang ikut berperan penting dalam pengukuran berskala mikro yakni Brownian Motion yang merupakan fenomena gerakan acak beberapa partikel yang diamati di bawah lensa objektif mikroskop akibat tabrakan antarpartikel dan molekul cairan di sekitarnya. Dalam penelitian ini akan digunakan Brownian Motion untuk menentukan nilai viskositas melalui perpindahan partikel polimer (microbead) terhadap perubahan konsentrasi cairan (gliserin dan NaCl) dan ukuran partikel polimer. Pengukuran dilakukan menggunakan rancangan sistem optik seperti kamera dan lensa objektif mikroskop. Pergerakan partikel kemudian direkam dan hasil citra rekaman diolah menggunakan image processing pada MATLAB. Dengan menggunakan fungsi korelasi, lintasan pergerakan partikel dapat dilacak hingga diperoleh data perpindahan partikel untuk setiap frame. Data ini kemudian diolah ke dalam persamaan mean square displacement untuk menentukan nilai viskositas cairan tersebut melalui nilai koefisien difusi partikel, yang merupakan hasil fitting least square dari mean square displacement. Dari data yang telah diperoleh, kesalahan literatur dari pengukuran viskositas menggunakan partikel berukuran 1 mikron pada larutan gliserin dengan variasi 10%-40% bernilai tidak lebih dari 10% dibandingkan pengukuran viskositas menggunakan partikel berukuran 3 dan 5 mikron. Untuk pengukuran viskositas menggunakan partikel 1 mikron pada larutan NaCl dengan variasi konsentrasi 0%, 50%, dan 100% memiliki nilai kesalahan literatur kurang dari 7%.

One research method that plays an important role in micro-scale measurement is Brownian Motion, which is a phenomenon of random movement of several particles observed under the microscope's objective lens due to collisions between particles and liquid molecules around it. In this study Brownian Motion will be used to determine the value of viscosity through the displacement of polymer particles (microbead) to the changes of fluid concentration (glycerin and NaCl) and polymer particle size. Measurements were made using the design of optical systems such as camera and microscope objective lense. The movement of particles is then recorded and the recording image results are processed using image processing in MATLAB. By using the correlation function, the trajectory of particle movement can be traced until particle displacement data is obtained for each frame (in second). From the data, the literature error from the viscosity measurement uses 1-micron particle in the glycerin solution with a variation of 10% - 40% is no more than 10% compared to the viscosity measurement using 3 and 5-micron particle. For the measurement of viscosity using 1-micron particle in NaCl solution with variations in the concentration of 0%, 50%, and 100%, the literature error is less than 7%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Satya Paramitha
"ABSTRAK
Hingga saat ini, pengawet utama kadaver untuk pendidikan anatomi tubuh manusia adalah formalin. Walaupun formalin telah terbukti sebagai materi fiksatif organ yang baik, formalin juga dikenal sebagai materi yang mudah menguap, bersifat iritatif, toksik, dan karsinogenik. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan teknik pengawetan kadaver rendah formalin. Studi ini bertujuan untuk mengetahui efek dari dua jenis larutan bebas formalin (CaCl2 dan gliserin) sebagai larutan pengawet lanjutan terhadap struktur mikroskopik dan makroskopik jantung tikus Sprague Dawley dan dibandingkan dengan formalin (larutan pengawet standar Departemen Anatomi FKUI). Pengamatan struktur makroskopik, yaitu konsistensi organ dan keberadaan jamur dilakukan setiap bulan pada 6 bulan pertama dan setelah satu tahun pengawetan. Pengamatan struktur mikroskopik jaringan dengan pewarnaan hematoksilin-eosin dilakukan untuk mengetahui persentase nekrosis dan/atau abnormalitas jaringan dalam sepuluh lapang pandang besar. Hasil studi menunjukkan konsistensi organ yang buruk pada jantung yang diawetkan dengan 15% CaCl2 dan 20% CaCl2 dengan penurunan kondisi jaringan lebih cepat pada pengawetan dengan 15% CaCl2; sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopik. Keberadaan jamur ditemukan pada permukaan cairan pengawet, terutama pada larutan 15% dan 20% CaCl2, tetapi tidak ditemukan pada jaringan. Hasil pengamatan struktur mikroskopik yang menunjukkan persentase abnormalitas jaringan yang sama pada jantung yang diawetkan dengan larutan gliserin dibandingkan dengan jantung yang diawetkan dengan larutan pengawet standar. Disimpulkan bahwa larutan CaCl2 memiliki efek pengawetan yang lebih buruk dibandingkan dengan larutan standar berformalin, sementara larutan gliserin memiliki efek pengawetan yang sebanding.

ABSTRACT
As an educational facility, anatomy laboratory is important for medical students and staffs. Therefore, the improvement of appropriate learning and working environment needs to be achieved by finding the most appropriate organ preservation method. Nowadays, formalin is the most common preservative material used for human cadavers. Despite being a good fixative material, formalin is also known to be easily evaporated, irritative, toxic, and carcinogenic. This study aimed to observe the effect of two formalin-free solutions (CaCl2 and glycerine) as advanced preservative materials towards macroscopic and microscopic structures of heart tissue compared to formalin (Standard Preservative Solution of Department of Anatomy, FMUI). Macroscopic observation was conducted by observing organ consistency and the presence of fungi every month in the first six months and after one year of preservation. Meanwhile, microscopic observation was performed by using hematoxylin-eosin staining to determine the percentage of necrosis and/or tissue abnormalities in ten microscopic fields. Results of macroscopic observation showed low organ consistency between hearts preserved in 15% CaCl2 and 20% CaCl2 with earlier decreased consistency in 15% CaCl2; thus, making these results could not be continued for microscopic observation. The presence of fungi was observed only on the surface of preservative solutions, especially on 15% CaCl2 and 20% CaCl2, with no fungi was found on the surface of heart tissue. Results of microscopic observation showed that hearts preserved in glycerine solution had similar percentages of tissue abnormalities compared to Standard Preservative Solution. To conlude, this study demonstrated worse preservative effects of CaCl2 solutions compared to formalin, while glycerine solutions showed good preservative effects; nearly as good as formalin."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Natalie Wijaya
"Pembelajaran anatomi dalam pendidikan kedokteran sering menggunakan kadaver. Usai digunakan, kadaver dikebumikan dengan metode deep burial. Hal ini menyebabkan pencemaran tanah yang terjadi akibat penggunaan formalin. Salah satu bahan alternatif formalin yang banyak diteliti adalah etanol-gliserin. Penelitian ini membandingkan tingkat dekomposisi tungkai belakang mencit Mus musculus yang telah diawetkan dengan etanol-gliserin dan formalin 4%. Mencit diawetkan terlebih dahulu dengan fiksatif primer formalin 10% yang menjadi standar pengawet kadaver, diikuti perendaman dengan fiksatif lanjut yaitu etanol-gliserin atau formalin 4%. Setelah itu, mencit dikebumikan selama 6 minggu dan dilihat tingkat dekomposisinya per minggu. Tingkat dekomposisi dinilai secara semikuantitatif dari penampilan, bau, dan keberadaan organisme pengurai. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat dekomposisi tungkai bawah mencit antar larutan fiksatif lanjut, dimana pada minggu ke-6 kelompok EG sampai pada tahap dry and remains sementara kelompok formalin masih berada di tahap advanced decay. Dapat disimpulkan bahwa, tungkai belakang mencit yang diawetkan dengan larutan fiksatif etanol gliserin memiliki tingkat dekomposisi yang lebih cepat dibandingkan dengan larutan formalin 4%.

Medical schools often use cadavers as a tool for learning anatomy. Once used, the cadavers are buried using the deep burial method. This may cause soil contamination due to the use of formalin. Several research have found promising results on the use of ethanol-glycerin as an alternative fixative solution for formalin. This study compared the rate of decomposition between the two fixative solutions, ethanol-glycerine and 4% formalin, on the hind limb of mice. The mice was first preserved using a standard primary fixative solution which is 10% formalin, following that procedure is preservation using advanced fixative solution, ethanol- glycerine or 4% formalin. Upon completing the preservation steps, the mice were buried for a duration of 6 weeks and observed weekly. The stages of decomposition was assessed semiquantitively by physical observations, smell, and presence of decomposers. Data obtained showed that there was a difference in the rate of decomposition between the two advanced fixative solutions, where in the 6th week the hind limbs of mice in the EG group was able to reach the dry and remains stage while the formalin group was still in the advanced decay stage. It is concluded that, the hind limbs of mice that were previously preserved with ethanol-glycerine advanced fixative solution had a faster decomposition rate than 4% formalin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanfidz Alishlah
"Akar Morus alba (murbei) mengandung oksiresveratrol yang memiliki aktivitas pencerah kulit yang potensial. Aplikasi metode ekstraksi ultrasonik dengan urea-gliserin merupakan metode green extraction yang dikembangkan karena metode ekstraksi akar murbei dengan metode konvensional maserasi memiliki kadar oksiresveratrol yang rendah pada penelitian sebelumnya, selain itu perlu dilakukan uji iritasi dan efikasi pencerah kulit karena keamanan dan efektivitas lotion ekstrak akar murbei belum terbukti secara klinis. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kondisi ekstraksi ultrasonik urea-gliserin untuk menghasilkan kadar oksiresveratrol paling tinggi dalam ekstrak mengetahui keamanan dan efektifitas sediaan lotion ekstrak akar murbei sebagai pencerah kulit. Metode ekstraksi menggunakan dua parameter yaitu rasio molar urea:gliserin dan waktu ekstraksi. Aktivitas penghambatan tirosinase diuji secara in vitro. Stabilitas fisik lotion diuji selama 12 minggu. Uji iritasi kulit dilakukan pada 30 wanita dan pengamatan selama 48 jam. Uji efikasi pencerah kulit dilakukan pada 29 wanita, yang mengaplikasikan lotion ekstrak akar murbei selama 28 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi ekstraksi akar murbei dengan rasio molar urea-gliserin (1:3) dan waktu ekstraksi 15 menit menghasilkan ekstrak mengandung oksiresveratrol tertinggi yaitu 2,42 mg/g serbuk simplisia. Nilai IC50 aktivitas penghambatan tirosinase ekstrak akar murbei adalah 178,43 μg/mL. Lotion ekstrak akar murbei stabil secara fisik selama 12 minggu. Lotion ekstrak akar murbei tidak menyebabkan iritasi kulit serta memberikan penurunan signifikan terhadap indeks melanin (p<0,05) setelah 28 hari penggunaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode ekstraksi ultrasonik menghasilkan ekstrak dengan oksiresveratrol lebih tinggi dari metode konvensional pada penelitian sebelumnya, serta lotion ekstrak akar murbei aman dan efektif sebagai pencerah kulit.

Mulberry (Morus alba) roots contains oxyresveratrol which has potential skin lightening activities. The application of urea-glycerin-based Ultrasonic Assisted Extraction (UAE) was developed due to the low concentration of oxyresveratrol from mulberry roots extract using conventional extraction, besides that, it is necessary to do an irritation test and efficacy of skin lightening because the safety and effectiveness of mulberry root extract lotion has not been clinically proven. The purpose of this study was to obtain ultrasonic extraction conditions to produce the highest levels of oxyresveratrol in the extract, to determine the safety and effectiveness of mulberry root extract lotion as skin lightening. The extraction method used two parameters, molar ratio of urea:glycerin and extraction time. Tyrosinase inhibition activity was tested in vitro. Physical stability of lotion was tested for 12 weeks. Skin irritation test were performed on 30 women and observed for 48 hours. The efficacy test was performed on 29 women who applied mulberry roots extract lotion for 28 days. The results showed that mulberry root extraction conditions with urea-glycerin molar ratio (1: 3) and 15 minutes extraction time produced extract containing the highest oxyresveratrol which was 2.42 mg / g powder. The IC50 value of tyrosinase inhibitory activity from mulberry roots extract was 178.43 μg/mL. Mulberry roots extract lotion was physically stable for 12 weeks. The skin irritation and efficacy test result indicated that the mulberry roots extract lotion did not cause any skin irritation and significantly decreased the melanin index (p<0.05) after 28 days of use. The conclusion of this study is the UAE method produced mulberry extract with higher oxyresveratrol than conventional method on previous study and lotion of mulberry roots extract was safe and effective as a skin lightening agent.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T51749
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Rahmatika Chania
"ABSTRAK
Formalin merupakan pengawet utama kadaver karena kemampuan pengawetan dan disinfektannya. Namun, sifatnya yang mudah menguap dan karsinogenik menyebabkan efek samping berbahaya yang dapat membahayakan nyawa dalam jangka panjang. Untuk itu, dibutuhkan larutan pengawet baru pengganti formalin. Studi eksperimental ini bertujuan untuk menganalisis hasil pengawetan dua jenis larutan bebas formalin (CaCl2 dan gliserin) pada otot rangka (musculus gastrocnemius) tikus Sprague-Dawley dibandingkan dengan larutan kontrol berformalin. Pengamatan dilakukan dengan melihat struktur makroskopik berupa konsistensi dan keberadaan jamur, dan struktur mikroskopik berupa persentase nekrosis dan abnormalitas struktur jaringan dalam sepuluh lapang pandang besar. Pengamatan strktur makroskopik dilakukan setiap bulan pada 6 bulan pertama dan setelah satu tahun. Pengamatan mikroskopik dilakukan pada jaringan yang diwarnai Hematoksilin-Eosin. Pengamatan struktur makroskopik menunjukkan bahwa pengawetan dengan 15% dan 20% CaCl2 kurang baik karena ketidakmampuannya untuk mempertahankan konsistensi jaringan otot, sehingga pengamatan struktur mikroskopik tidak bisa dilakukan. Pada pengawetan dengan larutan kontrol (larutan pengawet standar) dan larutan gliserin, konsistensi jaringan lebih baik, sehingga pengamatan struktur mikroskopik dapat dilakukan. Jamur ditemukan pada permukaan larutan pengawet (tidak ditemukan pada jaringan) terutama larutan CaCl2, tetapi tidak didapatkan pada larutan kontrol dan gliserin. Pengamatan struktur mikroskopik menunjukan bahwa gliserin dapat mempertahankan struktur jaringan otot. Studi ini menunjukan bahwa CaCl2 memiliki efek pengawetan yang kurang baik dibandingkan larutan kontrol berformalin, sedangkan larutan gliserin memiliki efek pengawetan sebanding dengan larutan kontrol berformalin.

ABSTRACT
Formalin has become a choice of cadaver preservative due to its preservation and disinfectant properties. However, its volatile and carcinogenic property are life threatening in long run. Therefore, new preservative technique is needed to replace formalin. This experimental study aimed to analyse the preservative effects of two formalin-free solutions (CaCl2 and glycerine) on gastrocnemius muscle of Sprague-Dawley rats. Observation was conducted by examining macroscopic structure, as in consistency and existence of fungi, and microscopic structure, as in percentage of necrotic and damaged tissue structure in ten large microscopic fields. Macroscopic structure observation was conducted every month in the first six month and after one year. Microscopic examination was conducted on tissues stained with Hematoxillin-Eosin. Macroscopic observation showed ineffective preservating ability of 15% and 20% CaCl2 due to its inability to preserve tissue consistency, therefore microscopic observation could not be conducted. Consistency of tissues were better in those preserved in control (standard preservative solution) and glycerine, allowing the proceeding microscopic observation. Fungal growth was noted and it was found to grow on the surface of solution instead of within the tissue, with more extensive fungal growth was found on CaCl2 groups compared to control and glycerine groups. Microscopic observation showed the ability of glycerine in maintaining tissue structures of skeletal muscle. This study also showed that CaCl2 has lessened efficacy compared to glycerinated solution, and the preservative ability of glycerine solution is comparable to formalin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhita Octriani
"ABSTRAK
Latar Belakang. Dermatitis pada tangan akibat kerja DTAK bersifat kronis, memiliki prognosis buruk, dan berdampak signifikan terhadap aspek psikososial dan pekerjaan. Prevalensi dermatitis kontak pada tenaga kerja bongkar muat TKBM Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta adalah sebesar 24,3 , dengan lesi di tangan 47,1 . Penggunaan alat pelindungdiri APD masih belum cukup untuk mengatasi masalah ini, sehingga dibutuhkan intervensi lain. Penggunaan pelembap untuk memperbaiki sawar kulit dipertimbangkan efektif untuk mencegah keparahan DTAK.Metode. Penelitian ini adalah kuasi eksperimental satu kelompok. Intervensi dilakukan dengan menggunakan gliserin 10 dalam vaselin album sekali sehari setelah bekerja selama 14 hari.Hasil. Rerata nilai transepidermal water loss TEWL setelah intervensi 11,4 3,8 g/m2/jam lebih rendah dibandingkan rerata nilai TEWL awal 14,2 4 g/m2/jam , dengan perbedaan rerata nilai TEWL sebesar 2,8 2,9 g/m2/jam p= 0,000 95 CI 1,5-4,1 . Median nilai hand eczema severity index HECSI setelah intervensi 9,5 3-34 lebih rendah dibandingkan median skor HECSI awal 29,5 6-80 , dengan perbedaaan rerata skor HECSI sebesar 19,5 -2-46 p= 0,000 . Korelasi antara perubahan nilai TEWL dan perubahan skor HECSI tidak bemakna p= 0,476 dengan kekuatan korelasi sangat lemah r= 0,160 . Variabel exposure rating tahunan debu semen berhubungan dengan perubahan skor HECSI p= 0,002 . Setelah intervensi seluruh lesi di jari-jari, telapak tangan, punggung tangan dan pergelangan tangan mengalami perbaikan yang bermakna.

ABSTRACT
Background. Occupational hand dermatitis OHD is chronic, has a poor prognosis, and significantly affects psychosocial and occupational aspects. The prevalence of contact dermatitis of loading dockworkers at Port Sunda Kelapa Jakarta was 24,3 and 47,1 lesion was on the hands. The use of personal protective equipment PPE is deemed inadequate to solve this problem, thus requiring other intervention. Using moisturizer for improvement of skin barrier is considered to be effective for preventing severity of occupational hand dermatitis.Method. The study design was quasi experimental one group pre and post test design. The 14 days intervention was performed on the loading dockworkers by instructing them to apply 10 glycerin in vaseline album on their hands once daily after working.Result. The mean value of transepidermal water loss TEWL after intervention 11.4 3.8 g m2 hour was lower than the mean value of TEWL before the intervention 14.2 4 g m2 hour . The TEWL mean difference was 2.8 2.9 g m2 hour p 0.000 95 CI 1.53 4.1 . The median value of hand eczema severity index HECSI after intervention 9.5 3 34 was lower than the median value of HECSI before the intervention 29,50 6 80 . The HECSI mean difference was 19.5 2 46 p 0,000 . The correlation between TEWL changes and HECSI changes was not significant p 0.476 and the correlation strength was very weak r 0.160 . Annual exposure rating of cement dust associated with the HECSI changes p 0,002 . After intervention, all lesions on the fingers, palms, back of hand and wrist were significantly improved p 0,05 , except for the finger tips. Additional analysis showed that the commonly found morphology of the lesion was infiltrate papule, scaling and erythema. After intervention, the severity score of the morphology lesions was also significantly decreased p 0,05 .Conclusion. Once daily application of 10 glycerin in vaseline album for 14 days could improved skin barrier function and the severity of OHD, thus can be advised for loading dockworkers with high annual exposure rating of cement dust.
"
2018
T58848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hudi Susanto
"Kekentalan fluida dan sifat fluida saat mengalir dalam pipa sangat penting untuk diketahui dalam menentukan alat transportasi (pompa atau kompresor) yang tepat. Tujuan penelitian ini adalah menguji sifat-sifat kekentalan aliran dan membuat kurva aliran larutan gliserin dengan alat koaksial silinder putar viskometer. Perhitungan tegangan geser dan gradien kecepatan dengan mengukur kecepatan sudut pada silinder luar dan torsi dari silinder. Fluida uji berupa air murni dan 40% dan 60% larutan gliserin. Hasil menunjukkan koefisien torsi dari koaksial silinder untuk larutan gliserin menunjukkan proporsional dengan tegangan geser dan gradien kecepatan.

Fluid viscosity and fluid characteristic flow on the pipe is very important to know for decide kind of transportation (pump or compressor) suitable. The purpose of this study was to examine the viscous properties and to make flow curve of glycerin solutions by coaxial cylinder rotating viscometer. Calculated shear stress and the shear strain by measure angular velocity on outer cylinder and the torque on inner cylinder of vertical coaxial cylinder viscometer. Test fluids were tap water and 40, 60 wt% of glycerin solutions. The result indicated moment coefficient of coaxial cylinder for glycerin solution shown proportional with shear stress and shear strain."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S50940
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>