Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syahman Gosarli
"
Gambut merupakan material yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengalami berbagai tingkat penguraian dalam periode waktu yang cukup lama atau rawa yang mengandung air tempat dimana tumbuhan diendapkan di bawah air tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada perbedaan penyerapan terhadap logam cr3+ Cd2+, Pb2+ oleh gambut sebelum dan sesudah pemisahan material humat Percobaan pengamatan penyerapan logam oleh gambut dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi larutan (65 sampai 400 ppm) waktu pengadukan (30-90 menit) dan pH fo larutan (1,5-6,5) Dari data hasil serapan yang diperoleh terlihat perbedaan serapan logam yang realtif kecil oleh gambut sebelum dan sesudah pemisahan material humat Pada konsentrasi larutan 200 ppm waktu pengadukan 60
menit, serapan maksimum penyerapan yang diperoleh dari
percobaan pada pH 6,5 untuk c 3+, pH 4,5 untuk cd2+, dan pH 5,5 untuk Pb2+"
1993
S29829
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bharata Rahaju
"Gambut dengan rentang dengan ketebalan 1.0 - 8.0 meter menutupi daerah yang cukup luas pada dataran di Indonesia. Gambut adalah tanah yang terbentuk dari percampuran fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan telah berubah secara kimiawi menjadi fosil. Karakteristik yang urnum dari tanah gambut adalah kadar air yang tinggi, daya dukung yang rendah dan kemampumampatan yang tinggi. Karena itu gambut dapat digolongkan sebagai tanah yang kurang menguntungkan bagi rekayasa konstruksi. Konsolidasi merupakan Salah satu aspek penting dalam mekanika tanah dan penurunan merupakan salah satu kriteria penting dalam desain konsktruksi selain kapasitas daya dukung tanah dasar. Karakteristik konsolidasi meliputi konsolidasi primer dan sekunder (primary and secondary consolidation).
Pada penelitian ini, gambut diuji konsolidasi satu dimensi dengan menggunakan sel konsolidasi Rowe. Dengan drainase vertikal satu arah ke atas maka dapat dilakukan pengukuran terhadap perubahan tekanan air pori di dasar sel. Pengujian dilakukan dengan pembebanan standar (24 jam), pembebanan 48 jam, pembebanan awal (preioading) yang dilanjutkan dengan pembebanan 24 jam dan pembebanan Iangsung jangka panjang. Contoh tanah yang diuji berasal dari Palembang dan Riau.
Hasil pengujian kemudian dianalisa dengan mempergunakan model reologi Gibson dan Lo yang telah diadopsi oleh Edil dan Dhowian untuk mendapatkan karakteristik konsolidasi gambut. Parameter yang dianalisa adalah parameter pemampatan primer, parameter pemampatan sekunder dan falctor kecepatan pemampatan sekunder.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa gambut mempunyai perilaku konsolidasi yang berbeda dengan tanah inorganik biasanya. Perilaku pernampatan gambut menuujukkan terjadinya pemampatan primer, sekunder dan tersier. Analisa hasil pengujian menunukkan bahwa model reologi Gibson dan Lo dapat dipergunakan untuk memodelisasi tanah gambut dengan memalgai parameter-parameter reologi Edil dan Dhowian. Parameter-parameter hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk menganalisa pemampatan garnbut.
Periode pembebanan dan pembebanan awal mempengaruhi karakteristik konsolidasi gambut. Lama wakru pembebanan dapat memperbesar pemarnpatan gambut karena kemampumampatan bertambah besar. Sedangkau pemberian beban awal dapat mengurangi kemampumampatau gambut sehingga pemampatan yang terjadi akan lebih kecil."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S34593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian mengenai perilaku tanah organik termasuk tanah gambut menjadi penting saat ini, karena tanah gambut meinilika karakteristik yang berbeda dengan jenis tanah lainnya sehingga belurn sepenuhaya dapat dimanfaatkan khususnya untuk pembangunan di wilayah Indonesia dimana terdapat lapisan tanah gambut yang cukup besar terutama di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemadatan yang dilakukan pada proses pengeringan dan pembasahan kembali terhadap perilaku kepadatan tanah gambut dengan variasi kadar air dari 60 % hingga 200 %. Selain itu juga dilak--ukan studi mikroskopik dengau menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), yang memungkinkan dilakukannya observasi terhadap tekstur tanah gambut pada kondisi awal (kadar air natural), kering udara maupun akibat proses pemadatan. Contoh tanah gambut yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah gambut desa Tampan-Riau dan contoh tanah gambut Palangkaraya-Kalimantan Tengah, adapun kedua contoh tanah gambut ini merupakan contoh tanah terganggu (disturbed samples). Metode penelitian yang digunakan meliputi studi literatur terhadap penelitianpenelitian yang telah dilakukan sebelumnya khususnya mengenai pemadatan tanah gambut. Dan juga digurakan metode studi eksperimental dimana dilakukan uji laboratorium terhadap kedua contoh tanah gambut yang meliputi pengujian index ,properties, pengujian pemadatan tanah dan CBR serta dilakukan observasi terhadap tekstur contoh tanah gambut."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S35236
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rosa Indah
1997
S29929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Aryanti Sukarmanto
"ABSTRAK
Penjernihan Air Sungai Lahan Gambut Menggunakan Karbon Aktif Gambut. Di daerah lahan gambut seperti Riau dan Kalimantan masyarakat menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari. Air sungai tersebut berwarna kuning kecoklatan karena terlarutnya senyawa humat dari gambut.
Pengolahan air secara klorinasi menyebabkan residu humat membentuk trihalometana yang bersifat karsinogenik. Dapat pula digunakan metode adsorpsi dengan karbon aktif, tetapi harganya mahal. Untuk itu diteliti kemungkinannya membuat karbon aktif dari gambut dan dicoba untuk mengadsorpsi warna air gambut. Pengaktifan karbon dilakukan dengan cara kimia menggunakan ZnClz dan cara fisika dengan pemanasan pada suhu 800 °C.
Hasil penelitian menunjukkan karbon aktif kimia (KAK) mempunyai daya adsorpsi lebih baik daripada karbon aktif fisik (KAF). Daya serap optimum karbon aktif di peroleh pada kondisi pH 5, waktu kontak 1,5-2 jam dengan dosis 20 gll, menghasilkan penurunan kadar warna sebesar 94,6%dari 709,46 TCU menjadi 38,01 TCU dan kadar organik sebagai bilangan KMnO4 sebesar 91,5%dari 152,5 mg/l menjadi 9,5 mg/l. Kondisi air demikian telah memenuhi baku mutu air bersih (PERMENKES No. 416/MENKES/PERAX/1990)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Supriatna
"Sumber daya alam gambut banyak tersebar di daerah-daerah rawa di Indonesia. Jumlahnya mencapai 17 juta hektar atau sekitar 50 persen dari total sebaran gambut di dunia. Karena potensinya yang cukup besar para pakar menilai gambut dapat dijadikan salah satu alternatif dalam upaya menanggulangi permasalahan berbagai sektor yang menghadapi kendala karena keterbatasan sumber daya. Namun penelitian yang dilakukan oleh para pakarpada umumnya terfokus kepada upaya pemanfaatan dan peningkatan produktivitas usaha di lahan gambut dan sedikit sekali perhatiannya terhadap segi pelestariannya. Dengan berbagai teknik tertentu usaha pemanfaatan gambut terus berkembang ke berbagai bidang usaha seperti pertanian, perkebunan, energi, dsb, sehingga makin mengancam ketestariannya. Di lain pihak, gambut memiliki fungsi konservasi terutama kaitannya sebagai penambat air. Sebagai kawasan yang terletak pada daerah dengan curah hujan yang sangat tinggi, lahan gambut merupakan kawasan tampung hujan yang sangat efektif. Dengan fungsi tersebut, gambut dapat mengendalikan siklus hidrologi pada wilayah yang bersangkutan.
Penelitian untuk menyusun model perilaku hidrologi lahan gambut ini dilakukan dengan menganalisis data unsur-unsur meteorologi dan daerah aliran sungai pada suatu DAS. Lokasi penelitian terletak di DAS Silaut, Sumatra Barat yang memiliki sebaran gambut seluas 17.500 hektar yang sebagian sudah direkiamasi. Data mengenai curah hujan dan klimatologi diperoleh dari stasiun Lunang dan Tapan yang berjarak sekitar 5 km dan 30 km dari lokasi penelitian. Sedangkan untuk analisis DAS dilakukan pengumpulan data dan peta-peta dari berbagai instansi sehingga dapat dibuat peta Daerah Aliran Sungai dan sebaran gambut berdasarkan ketebalan dan tingkat dekomposisinya. Untuk mengetahui besarnya daya tambat gambut terhadap air, maka diambil sejumlah sampel gambut di lapangan untuk dianalisis di Laboratorium Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 3 buah untuk masing-masing tingkat dekomposisi, yaitu saprik (matang), hemik (sedang), dan fibrik (mentah). Pengambilan sampel mewakili lahan gambut yang sudah maupun yang belum direklamasi.
Analisis terhadap data dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip keseimbangan air dalam suatu DAS dengan menggunakan modifikasi dan beberapa asumsi sesuai dengan kondisi dan sifat-sifat khususyang dimiliki oleh lahan gambut. Dari analisis tersebut dapat diketahui sisa air yang tidak tertambat dan kelebihan daya tambat gambut dalam periode waktu tertentu. Dengan membandingkan keseimbangan air sebelum dan sesudah reklamasi dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi pada sifat-sifat gambut kaitannya sebagai penambat air.
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan, diketahui bahwa jumlah air yang tidak tertambat pada lahan gambut sesudah reklamasi lebih kecil dibandingkan sebelum relkamasi. Sedangkan sisa daya tambatnya menjadi lebih besar. Di samping itu terdapat kecendrungan bahwa sisa daya tambat semakin besar dengan semakin mentahnya tingkat dekomposisi. Hal ini berarti reklamasi dapat mengendalikan jumlah air liar (berupa genangan dari limpasan) sehingga lahan dapat diusahakan untuk pertanian. Namun dengan bertambahnya sisa daya tambat berarti terjadi penurunan kelengasan lahan gambut. Penurunan kelengasan yang paling besar dialami oleh gambut dengan tingkat dekomposisi yang mentah (fibrik). Terjadinya peningkatan periode penurunan kelengasan lahan gambut disebabkan oleh penurunan muka air tanah akibat dilakukannya drainase. Karena itu periode penurunan kelengasan lahan gambut akibat reklamasi dapat dikendalikan dengan pengaturan penurunan muka air tanah.
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa untuk dapat mempertahankan kelestariannya, reklamasi (penurunan muka air) pada gambut saprik maksimum dapat dilakukan sampai kedalaman 40 cm. Pada kondisi ini akan terjadi periode penurunan kelengasan selama 8 bulan. Hal ini berarti dalam satu tahun masih terdapat periode kelengasan yang lebih tinggi selama 4 bulan. Dengan kondisi yang demikian diharapkan sifat-sifat fisik tidak akan terganggu. Jika dikaitkan dengan periode tanam, maka selama periode 8 bulan tersebut lahan gambut dapat diusahakan untuk budi daya 2 musim tanam palawija dan 4 bulan untuk tanaman padi. Sedangkan untuk gambut hemik dan fibrik, untuk mencapai periode penurunan kelengasan selama 8 bulan, muka air maksimum dapat diturunkan masing-masing sedalam 30 cm dan 25 cm. Pada penurunan muka air yang lebih dalam akan menyebabkan terjadinya periode penurunan kelengasan yang lebih panjang, sehingga diperkirakan gambut akan mengalami hidrofobi atau peristiwa kering tak terbalikan yang menyebabkan terjadinya kerusakan sifat fisik gambut sehingga sulit menambat air. Karena itu upaya pemanfaatan gambut melalui reklamasi rawa hendaknya hanya terbatas pada gambut dengan tingkat dekomposisi saprik. Sedangkan gambut dengan tingkat dekomposisi yang belum matang (hemik dan fibrik), sesuai batas maksimum penurunan muka airnya, pengusahaannya hanya terbatas untuk tanaman padi sawah. Namun mengingat kedua jenis gambut ini pada umumnya adalah berupa gambut tebal (> 3 meter) dan produktivitasnya sangat rendah, sebaiknya tetap dipertahankan sebagai daerah konservasi.
Hasil pengujian model di lapangan menunjukkan bahwa model inidinilai cukup baik karena telah sesuai dengan pola dan jadwal tanam yang biasa dilakukan para petani setempat selama lebih dari 10 tahun dengan produktivitas pertanian yang cukup baik.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model pendugaan perilaku hidrologi lahan gambut yang menggunakan pendekatan daya tambat gambut terhadap air dapat diketahui pengaruh reklamasi lahan gambut terhadap sifat-sifat fisik gambut sehingga reklamasi yang dilakukan sesuai dengan kemampuan daya dukung dan kelentingan lingkungannya. Dengan demikian model ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif kebijaksanaan pemanfaatan lahan gambut dari aspek lingkungan.

Peat natural resources was spread over on lowland areas in Indonesia. The total amount reaches about 17 million hectares or about 50 percent of the total existing peat land in the world. Then, the potency is big enough the experts have evaluate it as one of the alternative to solve problems of many sectors which faces lack of resources. Survey made by the experts has, however, generally focus on the efforts to utilize and enhance productivity of peat without or the little bit attention on the preservation. Through many particular techniques the effort to utilize peat have been ever expanding into several activities including agriculture, plantation, energy, etc., making its preservation more in crisis condition. On the other side, peat land has a conservation function in connection with the water retention. As an area with in an extremely high rainfall, peat land became the most effective cistern site, and thereby, peat land is able to control hydrological circle in the connecting area. investigation on peat land hydrological behavior model is made by analyzing data of meteorological elements and catchments river area. The research location is Silaut catchment area, West Sumatera, owning peat spread of 17,500 hectares which partially has been reclameted. Rainfall and climatological data are gained from Lunang and Tapan stations which are about 5 km and 30 km far away from research location. While catchments area analysis is done by several agencies is enable to make catchments area and peat spreading map based on the depth and decomposition degree. In order to recognize peat water retention capacity, a number of field peat samples should be taken to analyze in the Centre of Soil Research Laboratory and Agroclimate, Bogor. Three samples should be taken of each decomposition degree, namely, saprik (mature), hemik (sufficient), and fibrik (raw). The samples taken should be representing peat land both has already and has not ready in reclamation condition.
Data analysis is taken by applying principles of water balance in a Catchments Area and used modifications and a variety of assumption according peat conditions and specific characteristic. According the analysis the rest of the water which are not retent and the exceding tide capacity is known. Comparing water balancing before and after a reclamation, are known the changes which occur on the peat characteristics concerning with the peat water retention character.
Based on analysis and calculation result it is known that total untied-up water in peat lot after reclamation is smaller than before reclamation. While the rest capacity of becomes bigger. Besides, there is a tendency that the rest tether capacity becoming bigger due to the raw of decomposition degree. It means the reclamation is able to control wild water (puddle and run off) making the lot may be used for agriculture. However, the increasing capacity of tether will increase the degree and period of draught of peat lot. The most biggest draught faced by peat lot with a raw decomposition degree. The increasing degree and period of draught in peat lot is caused by the surface of ground water down turning resulted from drainage. It is, therefore, a draught of peat lot result from reclamation can be controlled by keeping down the ground water surface.
The simulation results model indicate that preservation is sustainable, reclamation (keeping down the water surface) of a saprik peat could be done at a maximum depth of 40 cm. in such condition a draught period will take place about 8 months. That mean yearly there are draught period of 4 months. Within this period a peat lot can be utilized for second crop cultivation. While for hemik and fibrik peat to reach 8 months draught period, water surface can be dropped at maximum 30 cm and 25 cm depth respectively. If deeper would cause longer draught period and hence will damage peat physical character. That's why utilization of peat by swamp reclamation should be confined for peat with saprik decomposition degree. While for hemik and fibrik degree, according to a maximum limit of the decrease of water surface, can only be used for paddy. But considering both types of peat are generally peat in (> 3 meters) and very low productivity, to sustain it as a conservation area is highly appreciated.
The result of the test in the field show that model is good enough, when it is already fit with the normal cultivation pattern and schedule which implemented by the local farmer for over 10 years with agood farm productivity.
The result of the investigation conclude, implementing prediction model of peat hydrological attitude with a peat water retention approach on water can prove that there are influence of peat reclamation on the peat physical character. So that the reclamation fit with the environmental carrying capacity and density. Then this model can be used as one of the alternatives policy in utilizing peat land from the environment aspect.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surakarta: AksarraSinergi Media, 2015
577.687 KEH
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Setiadi
"ABSTRAK
Tanah gambut atau yang lebih dikenal dengan peat di Indonesia tersebar
terutama di Kaiimantan, lrian Jaya dan Sumatera dengan ketebalan yang
bervariasi antara 1.00 - 6.00 meter, dan luasnya menempali urutan kelima dari
seluruh negara yang mempunyai lahan gambut.
Beberapa sifat dari tanah gambut adalah sifatnya yang mempunyai kadar
organik dan air yang tinggi. Karena sifat yang demikian inilah, maka tanah
gambut dapat dikatakan memiliki kemampuan daya dukung yang rendah dan
kompresibilitas yang tinggi. Di dalam dunia konstruksi tanah gambut rnerupakan
jenis tanah yang jelek jika digunakan sebagai Iandasan bagi struktur di alasnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode Stress Path
(jalur tegangan). Pada dasarnya metode ini adalah untuk menentukan variasi
tegangan, regangan untuk suatu elemen tanah dari kondisi yang sesungguhnya.
Dengan metode ini kita dapat mengetahui sejarah perubahan tegangan yang
terjadi dari sampel yang diuji.
Prinsip dasar dan metode ini adalah bahwa suatu massa tanah tiap
elemennya mengalami perubahan kondisi tegangan akibat beban yang bekerja
yang bekerja di atasnya atau karena faktor-faktor Iain. Perubahan yang terjadi
diantaranya terjadi pada air pori. Dengan metode ini dapat diberikan representasi
yang berkesinambungan tentang perubahan tersebut. Dengan metode ini juga
dapat diramalkan perubahan tegangan, regangan yang terjadi pada tanah.
Pemodelan tegangan, regangan dimungkinkan menjadi lebih realistis.
Sebelum metode ini terdapat metode lain dalam studi tegangan,
regangan pada elemen tanah. Salah satunya adalah Lingkaran Mohr yang
menggambarkan tegangan nomnal dan geser yang tenjadi pada tanah. Namun
dengan metode ini akan menjadi sangat membingungkan jika kita hanya
menggunakan satu sampel uji. Hal ini karena selubung keruntuhan yang
tergambar akan menjadi tidak jelas letaknya. Sehingga parameter-parameter
kekuatan geser dari sampei uji menjadi tidak tepat. Penggambaran tersebut
akan menjadi jelas, jika Iingkaran yang tergambar diganti dengan titik-titik yang
dihubungkan dengan suatu garis lurus yang menghubungkan titik-titik tegangan
yang relevan.
Pengujian yang dilakukan adalah uji triaksial terkonsolidasi dan tidak
trdrainasi Uji triaksial merupakan uji kekualan geser yang paling sering
digunakan, karena cocok untuk semua jenis ianah. Keuntungannya adalah
bahwa pengaliran dapat dikontrol, tekanan air pori dapat diukur dan bila
diperlukan tanah jenuh dengan permeabilitas randah dapat dibuat terkonsolidasi.
Uji triaksial terkonsolidasi dan tidak terdrainasi dilakukan dengan cara
memberikan tagangan normal pada sampel tanah yang diuji, sementara air pori
masih diperbolehkan mengalir sampai terjadi konsolidasi, dimana sudah tidak
Iagi terjadi perubahan volume pada sampel uji. Kemudian jaian air dilutup dan
sampel diberikan tegangan geser secara tertutup (undrained). Tegangan normal
masih tetap bekerja. Biasanya tegangan air pori diukur selama tegangan geser
diberikan

"
1996
S34567
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Rico
"Tanah gambut memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda dengan tanah biasa yang kita kenal (lempung dan lanau), dan umumnya dikenal sebagai tanah yang memiliki sifat yang kurang menguntungkan bagi pelaksanaan infrastruktur dalam bidang teknik sipil. Sudan mulai banyak penelitian mengenai tanah gambut ini, baik yang dilaksanakan di Indonesia maupun di luar Indonesia, namun pengetahuan mengenai tanah gambut ini masih belum banyak diketahui masyarakat engineering dan penggunaannya dalam bidang teknik sipil masih sangat terbatas. Untuk itu diperlukan banyak tulisan yang akan memasyarakatkan pengetahuan mengenai tanah gambut ini, terutama tanah gambut Indonesia yang tersebar di beberapa pulau besar seperti Sumatera, Kalimantan dan Irian. Karya tulis ini dibuat untuk lebih memasyarakatkan pengetahuan mengenai lahan gambut di Indonesia untuk memudahkan penelitian-penelitian selanjutnya dan penerapan sistem konstruksi yang tepat pada tanah gambut di Indonesia. Dalam karya tulis ini akan dijelaskan karakteristik, baik fisik maupun teknis, dari lahan gambut Indonesia yang telah diteliti sebelumnya seperti tanah gambut daerah Riau (Dun dan Tampan), Sumatera Selatan (Palembang), dan Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin, Palangkaraya), dan kaitannya dengan pelaksanaan konstruksi ditinjau dari sifat teknis tersebut. Sifat fisik yang akan dijelaskan dalam tulisan ini adalah kadar air, batas cair, batas plastis, batas susut, spesific gravity, nilai pH, kadar abu, kadar organik, dan kadar serat. Sedangkan sifat teknis yang akan dijelaskan adalah perilaku pemampatan tanah gambut, kemampumampatan (kompresibilitas) tanah gambut dan metode untuk mempercepat pemampatan tanah gambut tersebut, serta parameter kekuatan tanah (M, N, ?, ?, ? dan V?) hasil dari test triaxial."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S34902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Renaldy
"Kebakaran hutan dan lahan merupakan fenomena yang acap kali terjadi di dunia, termasuk di Indonesia. Kebakaran ini menimbulkan emisi yang sangat besar. Sebagai contoh, Karhutla di Indonesia pada tahun 1997 diperkirakan melepas karbon ke atmosfer sebesar 0.81 sampai 2.57 Gt, atau setara dengan 13-40% emisi karbon dari bahan bakar fossil tahunan (Page, et al., 2002). Namun, angka ini sedang dikaji ulang oleh para peneliti karena adanya overestimation pada emission factor yang digunakan oleh IPCC, dan emisi karbon ekuivalen yang dihasilkan Indonesia pun diperkirakan 19% lebih sedikit dari apa yang diperkirakan oleh IPCC. (Erianto Indra Putra, 2016). Dampak dari emisi ini berakibat buruk bagi manusia karena selain mengurangi kualitas udara yang dapat mengakibatkan kerusakan sistem pernafasan, bahkan partikulat yang berterbangan bisa membuat penerbangan regional dan internasional tidak dapat beroperasi. Penelitian kali ini bertujuan untuk mencari tahu korelasi dari pengaruh luasan kebakaran gambut dengan emisi (CO dan PM) yang dihasilkan. Dari penelitian ini, didapat kecepatan persebaran luas rata-rata sebesar 3.27 cm2 per menit, angka flux antara CO dan area kebakaran sebesar 1.708 CO ppm/cm2, dan partikulat memiliki pembacaan yang cenderung konstan selama perambatan antara 25,000 µg/m3 hingga 50,000 Aµg/m3.
Forest and land fire are phenomenon that happens around the world, and that includes Indonesia. This fire produces a large amount of emission. For an example, forest fire in Indonesia on year 1997 were predicted releasing around 0.81 up to 2.57 Gt of carbon into the atmosphere, or equivalent of 13-40% carbon emission from fossil fuel annually (Page, et al., 2002). But this number is currently re-evaluated by researchers since there has been an overestimation on the emission factor used by IPCC, and carbon equivalent measurements may have been 19% less than what current IPCC emission factors indicate.Namun, angka ini sedang dikaji ulang oleh para peneliti karena adanya overestimation pada emission factor yang digunakan oleh IPCC, dan emisi karbon ekuivalen yang dihasilkan Indonesia pun diperkirakan 19% lebih sedikit dari apa yang diperkirakan oleh IPCC. (Erianto Indra Putra, 2016) Emission leads to many consequences for humans, because the emisison lowers the air quality index that leads to respiratory issues, and the particulates flying around can also leads to both regional and international flights unable to operate. This research purposes are to study the type and pattern of the emission produced by the peat fire and to finds the correlation between smoldering spread area and emission (CO and PM) produced. The results show that the smoldering spread rate area is 3.27 cm2 per minutes, flux of CO and smoldering spread area is 1.708 CO ppm/cm2, and a constant reading of particulates around 25,000 Aµg/m3 up to 50,000 Aµg/m3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>