Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andre Notohamijoyo
"Foreign Direct Investment (FDI) sebagai sumber pembiayaan pembangunan ekonomi saat ini menjadi sebuah trend. Sebagian besar Negara-negara berkembang berkompetisi menarik FDI karena diyakini bahwa FDI, sebagai investasi di sektor rill melalui pembangunan pabrik, industri, dan lain-Iain, bisa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap FDI ialah faktor makroekonomi. Penelitian Kokko dan Blomstrom (1997) menunjukkan FDI bisa berpengaruh positif bagi pertumbuhan ekonomi suatu Negara bila tercipta stabilitas makroekonomi di Negara tersebut.
Penelitian bertujuan untuk melsbat apakah variabel-variabel makroekonomi masih bisa dijadikan ukuran Mau patokan bagi perkembangan tingkat investasi di Indonesia. Variabel-variabel makroekonomi yang diajukan di dalam penelitian ini ialah suku bunga SBI, kurs rupiah terhadap dolar AS dan variabel investasi periode sebelumnya (FDIL_i). Penelitian dilakukan terhadap sebelas sektor industri di Indonesia kurun waktu 2001-2003. Sektor industri tersebut dipilih berdasarkan International Standard Industry Classification (ISIC) revisi ketiga yang telah disesuaikan dengan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel makroekonomi berpengaruh secara simultan terhadap tingkat FDI di 3 sektor industri yaitu: Industri Kutit, Industri Kayu dan Industri Kertas. Variabel suku bunga berpengaruh secara parsial terhadap tingkat FDI industri kayo dan industri kertas. Sementara itu, variabel kurs berpengaruh secara parsial terhadap tingkat FDI industri kertas. Variabel FDI berpengaruh secara parsial terhadap tingkat FDI industri kertas. Variabel-variabeI makroekonomi yang diajukan dalam penelitian ini tidak berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap delapan sektor industri lainnya.

Foreign Direct Investment (FDI) as one of financing source for economic development being a trend within developing countries. Most of developing countries involve in competition to attract FDI because they believe that FDI can provide significance contribution to economic growth in their respective countries. One of the factor which can influence the rate of FDI is macroeconomic factor. Research by Blomstrom and Kokko (1997) indicated that FDI can provide positive influence for country's economic growth if macroeconomic stability created in the country.
This research has main objective to observe the determinants of macroeconomics variable for measure the rate of foreign direct investment in Indonesia Variables which are using in this research comprises of interest rate, foreign exchange (Indonesia Currency To US Dollar) and previous investment. Research based on the eleven industrial sector in Indonesia for period 2001 up to 2003. That industrial sector taken from the International Standard Industry Classification 3'i revise.
Result of this research shows that interest rate has influence significantly (partial) within Wood and Paper Industry. Besides Interest Rate, the Exchange Rate as well as Previous Investment has also influence in Paper Industry. Macroeconomic Variables in this research has influence simultaneously within Leather Industry, Wood Industry and Paper Industry but Macroeconomic variables did not influence other eight industrial sector (both partial and simultaneous)."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T20246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Sawalluddin
"Investasi dan perdagangan internasional Indonesia memperlihatkan kecenderungan yang semakin meningkat, khususnya terkait dalam era globalisasi ini. Kecenderungan ini menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai indikator kesejahteraan masyarakat menjadi kajian yang penting. Berdasarkan pemahaman ini maka perlu dilakukan analisis pengaruh dari FDI dan ekspor terhadap PDB di Indonesia, dalam masa pasca krisis ekonomi. Pengukuran didasarkan pada fungsi produksi dengan menggunakan metode persamaan simultan untuk melihat hubungan dua arah serta mengukur sejauh mana variabel makro ekonomi tersebut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T 27711
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Njit, Tjhai Fung
"Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis bagi pemenuhan kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam RAPBN 2006, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp. 402,1 trilliun atau 75,2% dari penerimaan dalam negeri.
Mengacu pada pentingnya pajak sebagai sumber utama penerimaan negara dan melihat pada potensi penerimaan pajak yang masih belum digali, seperti dari tax rasio yang masih rendah sebesar 13,4% (RAPBN 2006), maka penerimaan pajak selalu diusahakan untuk ditingkatkan dari tahun ke tahun guna memenuhi kebutuhan penerimaan negara. Langkah-langkah dan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak dapat melalui penyempurnaan perundang-undangan, penerbitan peraturan-peraturan baru di bidang perpajakan, meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber-sumber pajak lainnya.
Selain mempunyai fungsi budgeter, pajak juga mempunyai fungsi regulerend, yaitu menggunakan pajak untuk mengatur distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat. Pajak dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan pembangunan di kawasan tertentu agar terdapat pemerataan pernbangunanlpendapatan, contohnya adalah pemberian insentif pajak penghasilan kepada pengusaha di dalam kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) untuk meningkatkan kegiatan usaha di kawasan timur Indonesia (KTI), agar terjadi pemerataan pembangunan antara kawasan barat Indonesia (KBi) yang teiah lebih maju dengan kawasan timur Indonesia (KTI).
Insentif pajak penghasilan kepada pihak investor untuk berinvestasi di bidangbidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu ini diatur dalam pasal 31A ayat 1 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2000. Perlakuan insentif pajak penghasilan ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2000 sebagaimana dirubah melalui Peraturan Pemerintah No. 147 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu. Kepada wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk: Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman yang dilakukan, Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, dan Pengenaan pajak penghasilan alas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah.
Mengingat peranan pajak yang sangat penting dan strategis bagi penerimaan negara, maka kebijakan pemberikan insentif pajak penghasilan harus dilakukan secara hali-hati, karena pemberian insentif pajak yang tidak tepat hanya mengurangi penerimaan pajak tanpa adalah kenaikan investasi yang berarti. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah insentif pajak penghasilan berpengaruh terhadap investasi modal asing.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari Badan Kordinasi Penahaman Modal (BKPM), APBN dan sumber data sekunder lainnya. Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif dan metode evaluasi koniparatif.
Hasil penelitian .nenunjukkan bahwa pemberikan insentif pajak penghasilan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi modal asing. Dengan kata lain, insentif pajak penghasilan bukan merupakan faktor utama dalam keputusan investasi. Ada faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan investor dalam pengambilan keputusan investasi, seperti kemudahan perijinan, besarnya pasar domestik, akses pasar internasional, Infrastruktur, kondisi sosial dan keamanan, dan ketersediaan sumber daya manusia.

Tax is government's main revenue. Tax has a very important and strategic role in fulfilling government needs for funding public spending. For 2006 Proposed Government's spending (RAPBN 2006), tax revenue is targeted at Rp. 402.1 trillions, which is 75.2% of total government's domestic revenues.
Tax ratio 13.4% (RAPBN 2006) indicates that there are still a lot of potential tax revenues; hence the government always tries to increase tax revenue every year to fulfill public funding. Various attempts and public policies have been taken to increase tax revenue, such as the amendment of tax law, introduce new law and regulation in taxation, increases tax compliance and to took for other sources of tax revenues.
Beside budgeter tax's function to raise revenues, tax also has a regulatory function. That is tax's policies can be used to increase development activities in certain areas, such that there is distribution of growth / income. For example, income tax incentive for economic development Zones (KAPET) to increase investment activities ire eastern Indonesia, so that there is distribution of growth between Western Indonesia which is more developed compared to eastern Indonesia.
Income tax incentive for investors in specific industries/business fields and/or regions are regulated in Article 31A paragraph 1 of The Republic of Indonesia Law Number 7 year 1983 on income tax as amended by law number 17 year 2000. Income tax incentive is further regulated by Government regulation number 20 year 2000 as amended by government regulation number 147 year 2000 on tax facilities for capital investments in certain business fields and/or certain areas. Investment in certain business fields and/or certain areas can be given lax facilities in the form of: reduction of net income at most 30% from the total of investment, depreciation and amortization that are accelerated, compensation of old loss but not more than 10 years and imposition of income tax on dividend as in section 26 is 10%, except if rate according to taxation agreement that is effective determine lower.
Tax incentives should be given with cautions, because tax has a very important and strategic role in government revenue. The revenue forgone as a result of the use of tax incentives may be wasted if there is no real increase in foreign direct investment as a result of improper implementation of tax incentives. The purpose of this research is to examine if income tax incentives influence foreign direct investment. This research is carried out by examining secondary data from Investment Coordinating Board (BKPM) and Government budget. Descriptive statistic and comparative evaluation method are used to analyze the data.
The research indicated that income tax incentive has no significant affect to foreign direct investment. In other words, income tax incentive is not the main factor in investment decision. There are others factors that considered by investors in investment decision, such as easy licensing, the size of domestic market, access to international market, infrastructure, social and security condition, and the availability of human resources.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alip Subagyo
"Meningkatnya foreign investment merupakan salah satu dampak dari sebuah proses yang kemudian dikenal sebagai globalization. Dengan berbagai motif dan alasan, banyak perusahaan multinasional dan transnasional melakukan penanaman modal secara langsung di luar negeri (Foreign Direct Investment). Hal tersebut yang kemudian membuat banyak negara di dunia saling bersaing untuk menarik Foreign Direct Investment. Salah satu cara yang paling penting yang dilakukan negara-negara tersebut adalah dengan menawarkan insentif di bidang perpajakan (tax haven country), sesuai dengan pendapat Hines, kebijakan pajak sangat mempengaruhi volume FDI.
Kebijakan-kebijakan tertentu di bidang perpajakan pada suatu negara terkadang dimanfaatkan oleh Wajib Pajak dengan maksud untuk melakukan penghindaran pajak. Dalam konteks perpajakan internasional, ada berbagai skema yang biasa dilakukan oleh Perusahaan Modal Asing untuk menghindari pajak yaitu dengan skema seperti transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation (CFC). Oleh karena itu diperlukan peraturan anti penghindaran pajak (anti avoidance rules). Penghindaran pajak (anti avoidance rules) dapat diminimalisir dengan selalu mengikuti perkembangan yang terjadi sehingga ketentuan yang ada relevan dengan kondisi saat ini, dan dapat memberikan kepastian hukum baik bagi DJP maupun Wajib Pajak.
Pokok Permasalahan dalam tesis ini , pertama adalah kebijakan ini berkaitan dengan investasi Wajib Pajak Dalam Negeri di luar negeri yang selalu meningkat dalam dua tahun terakhir, kedua penerapan CFC Rules di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1994, namun sampai dengan tahun 2008 ini, belum pernah dilakukan perbaikan. Ketentuan CFC Rules yang ada sekarang sangat memungkinkan Wajib Pajak untuk melakukan penghindaran pajak. Dalam rangka menganalisis pokok masalah tersebut, dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: (i) Apakah perbedaan antara CFC Rules di Inggris yang lama dan baru dibandingkan dengan CFC Rules di Indonesia? (ii) Apakah ketentuan CFC Rules di Indonesia masih relevan dengan kondisi saat ini ? (iii) Apakah ketentuan CFC Rules di Indonesia sudah memenuhi kepastian hukum ?
Menjawab rumusan pertanyaan di atas, penelitian dilakukan dengan cara analisis data kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif dimana diuraikan data yang berupa informasi dan teori yang diperoleh dari studi kepustakaan. Selain itu dilakukan juga pendalaman studi kasus dengan satu lokus yaitu dengan membandingkan kasus Cadbury Schweppes yang terjadi di Inggris. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari literatur, buku, dokumen, dan jurnal penelitian yang memiliki kaitan dengan tema penelitian ini.
Dalam penelitian ini ditarik kesimpulan bahwa CFC Rules yang berlaku di Indonesia berbeda dengan Inggris. CFC Rules di Indonesia sudah tidak relevan dengan kondisi perkembangan praktik perdagangan yang semakin canggih. Diketahui juga bahwa CFC Rules yang ada saat ini belum menjamin kepastian hukum terhadap subjek pajak.

The increase of foreign investment constitutes one of the impacts from a process known as globalization. With any motives and reasons, many multinational dan transnational companies carry out Foreign Direct Investment. This is, because many countries in the world competes each other to attract Foreign Direct Investment. One of the most important this carried out by those countries is to offer incentives in tax (tax haven country), in accordance with Hines opinion, that tax policy significantly influences volume of FDI.
Certain policies in tax in a country are, sometimes, utilized by taxpayers to avoid tax. In international tax context, there are any schemes are usually used by Foreign Investment Companies to avoid tax, those are by transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, and controlled foreign corporation (CFC). Therefore, anti avoidance rules are needed. Anti avoidance rules can minimize by always following development happened, accordingly the existing stipulations is relevant with current conditions, and can give good law certainty for Directorate General of Taxes and Taxpayers.
The main problems in this thesis are; first, this policy is related to domestic taxpayer investment abroad always increase in two last years; second, the implementation of CFC Rules in Indonesia has been started since 1994, but up to 2008, there is no improvement. The current stipulations of CFC rules possibly cause Taxpayers carry out tax avoidance. In order to analyze those problems, the following questions are formulated; (i) What is the difference between old and new CFC Rules in England than CFC Rules in Indonesia? (ii) Are stipulations of CFC Rules in Indonesia still relevant to the current conditions? (iii) Have stipulations of CFC Rules in Indonesia fulfilled law certainty?
In order to respond those above mentioned questions, the research is done by qualitative data analysis with descriptive research type where data is described in the kind of information and theories gotten from library study. In addition, intensive case study is carried out in single site locus, which is to compare Cadbury Schweppes case happen in England. Data source in this research is primary data gotten from interview result and secondary data gotten from literatures, books, documents, and research journals which have correlation with this research theme.
From this research, it can be concluded that valid CFC Rules in Indonesia is different with that of England. CFC Rules in Indonesia have not been relevant with the development of more modern trade practices. It is known that current CFC Rules do not yet ensure law certainty to tax subject."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25650
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ning Rahayu
"Globalisasi ekonomi telah membawa dampak meningkatnya investasi asing antar negara khususnya Foreign Direct Investment (FDI). Kemampuan negara-negara maju untuk memasok modal, terutama dalam bentuk FDI merupakan salah satu kunci keberhasilan negara-negara tersebut. Aliran FDI menuju negara-negara berkembang dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2010 diperkirakan 48% aliran FDI akan menuju negara berkembang. Ada beberapa alasan mengapa investor asing dari negara maju melakukan investasi di negara berkembang, antara lain memperbesar keuntungan, untuk mengkombinasikan modal yang dimilikinya dengan tenaga kerja yang murah dalam upaya untuk mengurangi biaya produksi, penggunaan bahan baku dekat dengan sumbernya dan sebagainya. Sementara itu bagi negara tempat investasi, kehadiran investor asing dalam bentuk FDI memberikan berbagai keuntungan berupa transfer teknologi, tenaga kerja terlatih, kemampuan organisasi dan manajerial, penerimaan pajak dari keuntungan yang diperoleh oleh investor FDI. Mengingat banyaknya dampak positif yang diharapkan dapat diperoleh negara tempat investasi (host country), negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) berusaha secara aktif mempromosikan negaranya agar menjadi lokasi investasi dengan memberikan berbagai insentif, baik insentif pajak maupun non pajak. Upaya-upaya untuk menarik investor asing masuk ke Indonesia telah membuahkan hasil berupa masuknya investor asing FDI dalam jumlah yang cukup signifikan yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak. Dalam kaitannya dengan hal di atas, di Indonesia terjadi fenomena yang bersifat kontroversial. Di satu sisi pemerintah sangat gencar melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan realisasi investasi asing FDI khususnya perusahaan Penanaman Modal Asing (PT.PMA) dengan menawarkan berbagai fasilitas, di sisi lain ternyata cukup banyak (70%) PT.PMA yang tidak membayar pajak dalam jangka waktu yang cukup lama (berturut-turut selama 5 tahun atau lebih) karena selalu melaporkan rugi dalam SPT PPh Badannya. Dari hasil analisis DJP diketahui bahwa dari 70% PT.PMA yang tidak membayar pajak sebagian besar dikarenakan melakukan praktik penghindaran pajak, antara lain transfer pricing melalui transaksi inter company.
Penelitian Disertasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi praktik-praktik penghindaran pajak yang pada umumnya dilakukan dilakukan oleh FDI yang berbentuk subsidiary company (PT.PMA) di Indonesia, menganalisis kebijakan Anti Tax Avoidance dalam menangkal praktik-praktik penghindaran pajak yang dilakukan dan mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang dilakukan DJP untuk menangani praktik-praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh FDI yang berbentuk subsidiary company (PT.PMA) tersebut. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma positivist dengan pendekatan mixed approach. Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang tidak sepenuhnya dapat dijawab dengan pendekatan kualitatif ataupun kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui observasi terlibat serta wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan yang kompeten yang mewakili berbagai kelompok yang terkait dengan tema penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik-praktik penghindaran pajak (tax avoidance) yang pada umumnya dilakukan oleh FDI yang berbentuk subsidiary company (PT.PMA) di Indonesia dilakukan melalui skema transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, Controlled Foreign Corporation (CFC), dan pemanfaatan negara tax haven. Adapun skema penghindaran pajak yang paling banyak digunakan adalah skema transfer pricing dan thin capitalization. Praktik penghindaran pajak tersebut dilakukan dengan memanfaatkan peluang-peluang yang terdapat dalam ketentuan perpajakan yang berlaku dan diperkuat dengan karakteristik hubungan antara anak perusahaan (subsidiary company) di Indonesia dengan induk perusahaan (parent company) di luar negeri sebagai entitas yang terpisah, sehingga antara keduanya dapat melakukan transaksi. Selanjutnya hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan Anti Tax Avoidance di Indonesia relatif belum memenuhi sifat kebijakan sebagaimana dikemukakan oleh James Anderson yaitu sifat rasional, inkremental dan emergence, karena pada kebijakan yang ada masih banyak peluang (loopholes) yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak, khususnya perusahaan PMA untuk melakukan penghindaran pajak, sehingga potensi pajak yang ada belum dapat digali secara optimal. Dilihat dari faktor-faktor pendukung, yaitu policy content kebijakan yang bersifat rasional dan logis, kerjasama dengan pihak-pihak terkait dan sumber daya yang trampil untuk melaksanakan kebijakan yang dibuat belum sepenuhnya terpenuhi untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan Anti Tax Avoidance tersebut. Terakhir, upaya-upaya yang dilakukan oleh DJP dalam menangani praktik-praktik penghindaran pajak oleh FDI yang berbentuk PT.PMA relatif masih kurang memadai dan kurang menyentuh masalah yang bersifat esensial, sehingga kasuskasus penghindaran pajak tersebut kurang tertangani dengan baik.

Economic globalization has brought an impact in an increase of international foreign investment, particularly in the form of Foreign Direct Investment (FDI). The ability of the Developed countries to supply capital in the form of FDI is one of their success. The flow of FDI to the Developing countries is increasing every year. In the year 2010 it is predicted that 48% of the FDI will go to the Developing countries. The main reasons of the foreign investors from Developed countries to invest in the developing countries is to increase their profit, to combine their capital with the cheap labors in order to reduce production expense, the use of raw materials near the source etc. Whereas for the host countries, the foreign investment in the form of FDI have some advantages, i.e.: transfer of technology, trained labor, ability of organization and managerial skill and tax revenues from the profit of the FDI investment. As there are many positive advantages received by the host country, most of developing countries (including Indonesia) is promoting their country to become an investment destination through some incentives, both tax and non tax incentives. The efforts to attract the foreign investor into Indonesia resulted in the increase of foreign investment in the significant amount, which is expected to increase the tax revenues. Due to the above development, in Indonesia there is a controversial phenomenon. The efforts from the Government to increase FDI realization, especially Foreign Investment Company (PT.PMA) by giving some incentives, but the negative aspects of this policy is that many PT.PMA (70%) did not pay Corporate Income Tax and file Income Tax Return which show a tax loss for a long time (5 years or more ). Based on a study of the Directorate General of Taxes (DGT) 70% of the PT.PMA companies did not pay taxes mostly because of the practice of tax avoidance, especially in transfer pricing through inter company transaction.
The objectives of the research of this dissertation are to identify the practices of the tax avoidance which are commonly used by FDI in the form of subsidiary company (PT.PMA) in Indonesia, to analyze the Anti Tax Avoidance policy in combating the practices of tax avoidance and to know and analyze the efforts performed by the DGT to counter practices of the tax avoidance by the FDI in the form of subsidiary company (PT.PMA). The paradigm of the research is a positivist paradigm with mixed approach. The combination of qualitative approach and quantitative approach used to answer the research questions which can not fully be answered either by qualitative or quantitative approach. The kind of the research is descriptive research with the technique of collecting data through library and field research through participant observation and in depth interview with some key informants that represent various group relevant to the topic of this research.
The result of the research shows that the practices of the tax avoidance which commonly performed by FDI in the form of subsidiary company (PT.PMA) in Indonesia are done through a scheme of transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, Controlled Foreign Corporation (CFC), and the use of tax haven countries. In the most cases the tax avoidance scheme is transfer pricing and thin capitalization schemes. The tax avoidance practices to be done by making use of the loopholes of the tax regulations and supported through the relation between subsidiary company in Indonesia and parent company abroad as a separate entity, therefore they can make inter company transactions. Furthermore the analysis shows that the Indonesia Anti Tax Avoidance policy relatively has not fulfilled the characteristic of the policy mentioned by James Anderson, i.e.: rational, incremental and emergence, because the Indonesia Anti Tax Avoidance policy has many loopholes which can be used by the tax payer, particularly PT.PMA to practice tax avoidance, and consequently the tax potential to the DGT can not be achieved satisfactorily. In addition to that the supporting factors i.e.: policy content of the policy which should rational and logic, cooperation with the related parties and competent man power to perform the policy is not adequate to support the implementation of the Anti Tax Avoidance policy Finally, the efforts done by the Directorate General of Taxes to handle the practices of the tax avoidance by FDI in the form of PT.PMA relatively is not optimal, consequently the cases of the tax avoidance has not been handled properly.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
D939
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Salsabila
"Penelitian ini menganalisis pengaruh keberadaan Foreign Direct Investment (FDI) terhadap pertumbuhan ekonomi antar provinsi di Indonesia pada periode setelah krisis 1998 atau pada masa otonomi daerah. Pertumbuhan nasional yang sudah cukup tinggi pascakrisis belum menghasilkan pemerataan pendapatan antar provinsi. Kesiapan masing-masing provinsi dalam menghadapi otonomi daerah pun berbeda sehingga disparitas dapat menjadi lebih tajam. FDI diharapkan dapat menjadi engine of growth bagi provinsi-provinsi di Indonesia pada masa otonomi daerah. Namun hasil regresi terhadap model pertumbuhan menunjukkan tidak ditemukannya dampak positif FDI terhadap pertumbuhan. Provinsi harus memiliki kesiapan modal manusia agar keberadaan FDI berdampak positif bagi pertumbuhan ekonominya. Pada akhirnya, walaupun masih terdapat disparitas pendapatan regional, namun hasil analisis menggunakan teori konvergensi memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan daerah miskin dapat mengejar ketertinggalan dari daerah kaya.

This paper aims to analyze the effects of Foreign Direct Investment (FDI) on economic growth among provinces in Indonesia in the period after Financial Crisis of 1998 or in the period of regional autonomy. Although National growth is already high after the crisis, there are still income inequality across provinces. Readiness of each region to face regional autonomy is different that the disparity could be more severe. FDI is expected to be the engine of growth for the Indonesia provinces during the regional autonomy era. For FDI to have positive impact on economic growth, however, there is a need of readiness of human capital for each provinces. Finally, although there are regional income disparities, the results of the analysis using the convergence theory show that there exist a tendency for poorer regions to catch up with richer regions."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S45927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suyoto
"Kebijakan luar negeri (foreign policy) suatu negara mencerminkan kepentingan nasionalnya (national interest). Sedangkan diplomasi merupakan instrumen untuk mewujudkan kepentingan nasional (national interest) tersebut. Diplomasi ekonomi Indonesia pada periode 1992-1995 menunjukkan adanya efektivitas, ditandai dengan kepercayaan investor asing terhadap Indonesia, seperti adanya peningkatan nilai persetujuan investasi asing di Indonesia. Sementara pada periode 1996-1999 nilai persetujuan investasi asing di Indonesia mengalami penurunan yang cukup dramatis. Pada tahun 1998 nilai persetujuan investasi hanya tercatat sebesar 13.563,1 juta dolar Amerika, yang berarti terjadi penurunan sebesar 60% dibanding dengan tahun 1997 sebesar 33.832,5 juta dolar Amerika.
Permasalahan yang muncul adalah mengapa diplomasi ekonomi dalam upaya menarik foreign direct investment periode 1996-1999 tidak efektif dan sejauh mana keterkaitan antara efektivitas diplomasi ekonomi tersebut dengan domestic instability serta dampak dari domestic instability terhadap kepercayaan investor asing di Indonesia. Penelitian berupaya menjelaskan seberapa besar pengaruh domestic instability terhadap kepercayaan dan sikap investor asing serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan efektivitas diplomasi dalam upaya menarik investasi asing dimaksud. Pembahasan permasalahan ini didasarkan pada teori keterkaitan (linkage theory) antara domestik dan ekternal. Sebagaimana yang dikemukakan oleh James N Rosenau, Sprout, K.J. Holsti, dan Richard Snyder. Secara garis besar para ilmuwan tersebut mengatakan bahwa perubahan kondisi domestik suatu negara akan mempengaruhi persepsi lingkungan eksternal, sebagaimana domestic instability yang terjadi di Indonesia tahun 1997-1999 sangat mempengaruhi minat investor asing dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
Penelitian ini bersifat explanatory reseach yang didukung oleh berbagai sumber data sekunder, primer, dan penelitian kepustakaan (library research). Pembahasan mengindikasikan bahwa tidak efektifnya diplomasi ekonomi Indonesia dalam upaya menarik foreign direct investment terkait dengan domestic instability, baik di bidang ekonomi maupun dalam bidang politik yang terjadi di Indonesia selama periode 1992-1999. Persepsi investor asing terhadap domestic instability demikian telah mempengaruhi minat investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia.
Untuk mengembalikan citra (image) yang baik di mata investor asing, Indonesia perlu terus melaksanakan agenda reformasi di segala bidang. Permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia perlu diselesaikan secara bersama-sama melalui kompromi dari berbagai elit politik dan menjunjung tinggi supremasi hukum. Pemilihan umum yang jujur, adil dan demokratis merupakan starting point untuk menghasilkan wakil rakyat yang diharapkan mampu menampung aspirasi rakyat dan memulihkan kepercayaan investor asing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lindblad, J. Thomas
"The role and size of Japanese direct investment in Indonesia between the era of Orde Lama under Former President Soekarno and Orde Baru under Former President Soeharto was significantly changed. There was a rapid increase in Japanese direct investment starting in the Soeharto era. However a comprehensive historical survey is still lacking. (at any rate in the Indonesian or English language). This article hopes to fill this gap.
This article provides a historical survey of the rise of Japanese direct investment in Indonesia since the late 1960s. It discusses the historical roots and the various phases of expansion provide information on the size and distribution by sector and discuss the major Japanese investors and their Indonesian counterparts. This historical survey is divided into four distinct phases: rapid expansion (1969-1976), relative stagnation (1977-1988), renewed expansion (1989-1997) and adaptation to the Asian economic crisis and its aftermath (as from 1998). Continuity has been conditioned by the general political climate in Indonesia and long-run changes in complementarities between the two countries rather than by short-run changes in foreign investment regulations.
"
2005
EFIN-53-2-August2005-195
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ramli
"Due to the lack of internal finance, a country might need a foreign investment. It also happens to Indonesia that is not recovery from its economic problems up to now. One of the solutions to this condition is by giving Foreign Direct Investment (FDI). By FDI it is hoped that it can employ a lot of people, and it can reduce the unemployment rate in this country, as a result it can increase the welfare of society.
This study will focus on the relation between the given PPh incentives and Japanese Investor behavior in investing its fund, elaborate and analyze Japanese Investor to tax incentives given, and research, formulate and make the analysis on which tax incentive is the best way in inviting Japanese direct investor.
This thesis is analytical descriptive which uses qualitative method by scrutinizing data in the form of information, theory from library research, then by analyzing the data to solve the formed case, so that conclusion can be drawn and suggestions and understanding to the influence in giving incentive to foreign direct investment can be given.
The references theory in this research is one instrument to invite Japanese direct investment by giving tax incentive. However, tax administration is the key on the success of tax policy.
It can be concluded that PPh facility given to tax payers in Indonesia who invest in certain business and area is quite good, in the result of the decrease of netto 30% (thirty percent) as the highest, quicken reduction and amortization, longer loss compensation and given PPh to the dividend as in Article 26 to 10% (ten percent), except if the valid tariff to the tax agreement is lower. Japanese Investors accept this facility positively, but they say it is more interesting if those tax facilities are followed by administration tax which gives law assurance.
Tax incentive given by tax law is quite interesting for the Japanese investors to invest in Indonesia, but the regulations do not give the law assurance, they who have the license hope that they will be given the tax incentive as stated in the law, furthermore, it is suggested that the government not only faces on tax incentive to invite foreign direct investment but also is concern on the law assurance, security, eliminating high economy cost and improving infrastructure. Arranged and good tax administration will give law assurance and security to the investors. Furthermore, the license to foreign investors and the given PPh facilities are managed by one institution under one roof."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T19926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sita Hidriyah
"Investasi asing kini memainkan peran penting dalam proses internasionalisasi bisnis karena dianggap mampu merefleksikan kepentingankepentingan tidak hanya bagi negara investor, tetapi juga negara-negara tujuan investasi. Keberadaan investasi asing bagi negara berkembang seperti Indonesia menjadi hal yang sangat penting dikarenakan terbatasnya sumber modal nasional. Investasi dari salah satu negara maju yaitu Jepang menjadikan hubungan kedua negara sangat bergantung satu sama lain. Tahun 1997 tepatnya pada saat krisis ekonomi Asia terjadi, tingkat investasi Jepang mengalami penurunan yang cukup drastis. Dampak dari krisis ekonomi ini dirasakan masih ada hingga sekarang, dikarenakan jumlah investasi belum meningkat seperti sebelum krisis Asia terjadi.
Penelitian ini diadakan untuk meneliti kondisi-kondisi apakah yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi investasi Jepang ke Indonesia pada tahun 2001-2007. Sebagai upaya menganalisa permasalahan tersebut, dapat dipergunakan beberapa konsep, yaitu: John H.Dunning mengenai motivasi pengadaan investasi oleh MNC, konsep comparative advantage oleh David Ricardo, dan juga konsep competitive advantage yang dinyatakan oleh Michael E. Porter.
Pada penelitian kali ini, akan ditemukan beberapa hal, diantaranya kedinamisan dari comparative advantage pada Indonesia dan kondisi competitive advantage wilayah Jepang yang dapat dipengaruhi berbagai kondisi. Namun kondisi yang terjadi pada tahun 2001-2007 terdapat perubahan pada comparative advantage terlebih pada masalah country risk, dimana kondisinya menyebabkan bertambahnya beban perekonomian, sehingga masih terjadi penurunan investasi dari Jepang.

Foreign Direct Investment (FDI) currently plays important role in internationalizing business activities. FDI reflects the interest of investor and recipient countries. For Indonesia, FDI is a great importance to be an alternative of national capital resources. FDI that come from Japan has occupied special place in bilateral relations between Japan and Indonesia. In the year of 1997, when financial crisis afflicts Asian countries, Japanese investment has declined drastically. One decade after the crisis, the total amount of Japanese investment has not reached the point before the crisis.
The research is to find out of what are the conditions that make the fluctuation of Japan?s investment to Indonesia happen in 2001 to 2007. As a way to analyze the problem, some concepts can be used, such as: John H.Dunning with the motivation of investment by MNC, the concept of comparative advantage by David Ricardo, and also the concept of competitive advantage by Michael E. Porter.
In this research, will be founded some parts, such as the dynamic of comparative advantage in Indonesia and the condition of competitive advantage in Japan area that can be influenced by some conditions. Unfortunately, the condition that happened in 2001 to 2007 has changing on the comparative advantage, moreover in the problem of country risk, which the condition causing much more economy problem so the Japan?s investment still going down."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25102
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>