Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutiman
"Dampak dari krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 hingga saat ini masih membawa dampak bagi perekonomian Indonesia, terutama dibidang ekonorni yaitu melemahnya kinerja sektor keuangan domestik khususnya perbankan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sector riil perekonomian sehingga menimbulkan permasalahan sosial seperti pengangguran dan kemiskinan yang meningkat tajam (Penduduk miskin pada ahun 1997 berjumlah 22,5 juta jiwa meningkat menjadi menjadi 98 juta atau naik sebesar 48% pada tahun 1998 dan sekitar 70%nya merupakan penduduk desa).
Dampak posistif dari krisis ekonomi tersebut, yaitu bangkitnya kegiatan usaha yang berbasis pada usaha kecil dan menengah khususnya yang berbasis pada sector produksi yang berpeluang strategis dapat memberikan nilai tambah cukup besar bail( nasional maupun daerah yaitu sektor perikanan dan kelautan.
DKI Jakarta sebagai salah satu daerah yang mempunyai sumber pendapatan dari sektor perikanan dan kelautan, terlihat kontribusinya yang cukup dominan dalam PDRB yaitu menyumbang sebesar 71% kepada sektor pertanian, walaupun sektor pertanian hanya menyumbang sebesar 0,28 bagi pembentukan PDRB DKI Jakarta.
Kotamadya Jakarta Utara dengan wilayah 97,8% merupakan wilayah lautan, sudah barang tentu sektor perikanan merupakan unggulan dari segi PAD. Dengan kapal motor sebanyak 3.299 buah dan 4 TPI (tempat pelelangan ikan) pada tahun 1999 telah menghasilkan produksi ikan sebanyak 70,119,5 ton dengan nilai sebesar Rp 120,1 milyar meskipun pada tahun 2000 menurun dengan nilai sebesar Rp 92,8 milyar.
Pendapatan regional perkapita merupakan, salah satu indikator kesejahteraan penduduk yang dilihat dari segi produk yang dihasilkan. Selama kurun waktu 1996-1999 pendapatan regional perkapita atas harga berlaku naik dari Rp12,9. juta menjadi Rp.22,5 juta. Namun pada tahun 1998 turun sebesar 19,08% dibanding tahun 1997.
Jumlah nelayan yang ada di Jakarta Utara sebanyak 21.012 orang atau 2,94% dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut sebanyak 9.460 nelayan penduduk tetap selebihnya merupakan pendatang. Sedangkan jumlah nelayan di Kepulauan Seribu sebanyak 4.717 orang nelayan atau 56,5% dari jumlah penduduk di kepulauan Seribu. Persentase jumlah nelayan pekerja terhadap pemilik di Kepulauan Seribu mencapai 362, artinya sebagian besar nelayan (65%) yang ada di Kepulauan Seribu hanya sebagai pekerja.
Kabupaten Kepulauan Seribu dibentuk dengan PP nomor 55 tahun 2001 dan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 186 tahun 2000 tentang pembentukan Kelurahan di Kepulauan Seribu. Dengan pembentukan kecamatan menjadi kabupaten Kepulauan Seribu dapat diartikan bahwa Pemda Kepulauan Seribu harus dapat membiayai berbagai sarana dan prasarana maupun SDM untuk mendukung kegiatan pelayanan masyarakat maupun dalam membangun prasarana publik dan mencari sumber pembiyaannya.
Kondisi sumberdaya alam Kepulauan Seribu memberikan peluang bagi sektor pariwisata dan perikanan laut. Komoditas yang dikembangkan adalah budidaya rumput laut dan ikan kerapu dengan jumlah petani sebanyak 460 nrang. Produksi perikanan laut mencapai 57,2 juta kg dengan nilai Rp 97,26 milyar pada tahun 2000 menurun dibanding pada tahun 1999 yang mencapai 63 juta ton. Meskipun produksi sektor perikanan di Kepulauan Seribu cukup besar namun masyarakat nelayan belum dapat menikmati hasilnya atau dapat diartikan tidak merubah kesejahteraannya atau masih tetap miskin. Dalam hal ini tidak ada hubungan antara jumlah penduduk pada satu wilayah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan para nelayan berdasarkan data yang tersedia adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, alat tangkap yang masih tradisional, kurangnya sarana dan prasarana dasar (transportasi/Kapal/perahu motor, pendidikan, kesehatan), tempat pelelangan ikan (TPI), pencemaran laut, tingginya biaya hidup, namun masih perlu dibuktikan dengan suatu penelitian secara komprehensif.
Penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan di Kepulauan Seribu, baik Pemerintah pusat maupun daerah telah mengambil beberapa kebijakan. Penanggulangan masyarakat pesisir/nelayan oleh pemerintah pusat melalui pemerintah daerah adalah bantuan PDM-DKE selama 2 tahun (1998-1999), bantuan ingub sudah cukup lama dan sampai sekarang (2002) dan Program PEMP dimulai tahun 2001 sampai sekarang (2002). Masalahnya adalah hanya sebagian kecil yang menerima bantuan dengan kriteria-kriteria tertentu dibandingkan dengan jumlah masyarakat miskin yang ada kepulauan Seribu.
Program Penanggulangan Kemiskinan untuk pengelolaan wilayah pesisir dan pemberdayaan masyarakat nelayan, pada umumnya dengan menggunakan perencanaan strategis. Artinya penanganan suatu wilayah akan berbeda dengan wilayah lain karena harus didasarkan kepada permasalahannya. Perbedaan ini juga dapat dilihat dari Strength, Weakness, Opportunuity dan Threat. Namun perbedaan tersebut juga bisa dilihat dari segi nisi, misi, strategi dan sasaran yang hendak dicapai.
Kebijakan-kebijakan yang ada di Kepulauan Seribu, pada umumnya masih bersifat Top Down, yaitu kebijakan yang dilahirkan dari pendekatan manajemen strategis, sementara masyarakatnya masih bersifat pasif atau menerima apa adanya, apalagi kegiatannya adalah bersifat bantuan dana.
Pemilihan prioritas strategi kebijakan dalam tesis ini dilakukan dengan menggunakan metode TOWS dan metode Game Theory atau teori permainan. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi permasalahan dan prioritas strategi serta dapat memecahkan masalah konflik antar stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pemberdayaan nelayan karena prioritas strateginya merupakan kombinasi dari para stakeholder yang ada. Prioritas strategi kebijakan yang diusulkan sebagai suatu kebijakan baru adalah peningkatan kematnpuan teknis keterampilan penangkapan dan budidaya ikan serta konservasi bagi para nelayan dan masyarakat pesisir pada umumnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T8603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Columbia University, 1978
347 DIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"The distribution and behaviour of dissolved and particulate Zn during estuarine mixing was determined in the Terengganu River and its estuary, which enters the southern South China Sea. Surface water samples were collected during a transect at the full range of salinities region, and filtered through acid-cleaned celluloseacetate 0.45 um filters. Dissolved and particulate Zn was determined using preconcentration-complexation treatment of the filtrate and acid digestion of the filters, respectively. The results showed that the range of concentration of dissolved and particulate Zn was 36-387 (mean=137+94) ug/L and 3-652 (mean=79+129) ug/L, respectively. The concentrations of dissolved and particulate Zn were higher in the freshwater end-member suggesting a riverine input to the estuarine area. Both disolved and particulate Zn behaved non-conservatively, with negative deviation from theoritical conserative mixing line in the estuary, suggesting that the estuary acts as a sink for this metal with removal process accounting for 69-99%"
Malaysia: UMT,
500 JSSM
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Toruan, Febrianty Margereta
"Nelayan merupakan salah satu faktor kunci dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan yang mendukung pertumbuhan ekonomi serta pembangunan nasional, namun dalam menjalankan profesi sebagai nelayan, nelayan dihadapkan pada risiko-risiko yang dapat merugikan diri nelayan tersebut sehingga sudah seharusnya nelayan diberikan perhatian khusus untuk melindungi nelayan serta menjamin hak-haknya. Bentuk perhatian khusus ini salah satunya diwujudkan dengan penyelenggaraan asuransi nelayan yang dilaksanakan oleh PT Asuransi Jasa Indonesia sebagai penanggung bersama-sama dengan pemerintah yang memberikan bantuan premi asuransi nelayan.
Berdasarkan hal tersebut, Penulis mengajukan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu: 1. Apakah peraturan perundang-undangan perasuransian Indonesia telah cukup mengatur pelaksanaan asuransi nelayan yang telah diselenggarakan oleh PT Asuransi Jasa Indonesia? 2. Bagaimana mekanisme dan prosedur penyelenggaraan asuransi nelayan oleh PT Asuransi Jasa Indonesia dibandingkan dengan jenis asuransi umum lainnya yang diselenggarakan oleh perusahaan perasuransian?
Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Pada akhirnya, Penulis memperoleh kesimpulan bahwa peraturan perundang-undangan perasuransian Indonesia belum cukup mengatur pelaksanakaan asuransi nelayan oleh PT Asuransi Jasa Indonesia. Penulis menyarankan agar pemerintah mengakomodasi penyelenggaraan asuransi nelayan dalam peraturan perundang-undangan.

Fishermen is one of the key factors in marine and fisheries development sector which support economic growth and national development, but while doing a profession as a fisherman, fishermen face many risks which could harm the fisherman, hence fishermen should be given special attention to protect fishermen itself as well guarantee their rights. This particular form of attention is manifested by the implementation of fishermen 39 s insurance which held by PT Asuransi Jasa Indonesia as the insured together with the government which provides insurance premiums for fishermen.
According to these, author formulated and discussed the following problems 1. Are Indonesian insurance regulations have been being enough to regulate the fishermen 39 s insurance activities that have been held by PT Asuransi Jasa Indonesia 2. What are the mechanisms and procedures of fishermen insurance by PT Asuransi Jasa Indonesia compared to other types of general insurance that held by insurance companies.
This research uses the normative juridical approach with descriptive typology. At the conclusion, Indonesian insurance regulations are not enough yet to regulate the implementation of fishermen insurance which held by PT Asuransi Jasa Indonesia. The authors suggests that the government have to accommodate the implementation of fishermen 39s insurance to the Indonesia insurance regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Masngudin HMS
"Kebudayaan kemiskinan pada rumah tangga nelayan memberikan derajat yang seimbang antara suami dan istri. Namun kebudayaan yang telah mantap pada masyarakat membedakan derajat atau posisi suami dan istri, walaupun istri telah berusaha dengan segala kemampuan untuk kehidupan rumah tangganya. Asumsi inilah yang menjadi dasar dalam studi tentang Kehidupan Istri Nelayan Miskin di Desa Samudera Jaya, Kecamatan Taruma Jaya, Kabupaten Bekasi. Kemiskinan yang terjadi secara turun temurun, masih dirasakan oleh tiap rumah tangga yang menjadi kasus dalam studi ini. Dalam sosialisasi orang tuannya kepada anak-anaknya juga masih dijalankan seraca turun temurun. Sosialisasi dalam hal pekerjaan, masih terlihat Bapaknya mengarahkan anak laki-lakinya untuk tetap menjadi nelayan, dan lbunya mengarahkan anak perempuannya mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan bekerja sebagai buruh tani. Kesemua ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Upaya ini dilakukan dengan cara mengerahkan sumber daya tenaga kerja yang ada dalam rumah tangga melalui kegiatan sosial ekonomi. Dad pengerahan tenaga kerja anggota rumah tangga dalam menanggulangi kebutuhan ini, terlihat adanya keseimbangan derajat atau posisi suami dan istri atau laki-laki dan wanita dalam rumah tangga nelayan miskin.
Dalam kebudayaan yang telah mengakar pada masyarakat, antara lain di dalam rumah tangga ada pembagian tugas yang jelas. Pekerjaan mencari nafkah adalah pekerjaan suami, sedangkan pekerjaan istri adalah pekerjaan rumah tangga. Akibat dari pengaruh kebudayaan tersebut, maka pola hubungan antara suami dan istri, berbeda tapi sama nilainya. Dalam pandangan ini ada pemisahan peranan istri dalam pekerjaan rumah tangga dan ada peluang untuk bekerja mencari nafkah diluar rumah tangga. Melalui solidaritas sosial dalam bentuk tolong menolong, saling memberi, atau saling menanggung beban secara bersama adalah merupakan upaya di antara rumah tangga nelayan dalam meningkatkan kesejahteraan mereka, yang dikenal dengan konsep sama rata sama rasa. Keadaan ini memeperlihatkan kehidupan sosial diantara sesama rumah tangga miskin di lokasi penelitian yang berorientasi pada kebutuhan ekonomi. Di lain pihak dalam kehidupan ekonomi istri bekerja mencari nafkah di berbagai lapangan kerja sesuai dengan kemampuan yang dimiliki akibat pengaruh kemiskinannya.
Walaupun istri nelayan miskin dengan segala kemampuannya telah berusaha tanpa mengenal lelah, namun pengaruh kebudayaan yang telah mantap dalam masyarakat tetap membedakan derajat atau posisi antara suami dan istri. Dengan perbedaan ini pada dasarnya istri kurang menerimanya, yang diinginkannya adalah bukan secara kaku memegang kebudayaan tersebut, tetapi seharusnya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan rumah tangganya. Dengan orientasi ini, maka akan terdapat kerjasama yang baik antara suami dan istri dalam kehidupan rumah tangga dengan pola hubungan seimbang. Pola hubungan tersebut merupakan potensi yang sangat berarti dalam pengentasan kemiskinan yang di sandangnya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulius Suroso
"Tujuan penelitian ini ialah mempelajari kegiatan masyarakat nelayan Marunda Besar di laut dan di darat dalam mempertahankan kelangsungan hidup diri dan keluarganya, dan kaitannya dengan ketahanan nasional. Kegiatan masyarakat nelayan Marunda Besar banyak dipengaruhi oleh kearifan lingkungan teknologi yang diterapkan nelayan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Rusaknya sistem lingkungan pantai Marunda mengakibatkan populasi ikan di dekat pantai Marunda semakin berkurang dan ikan menjauh dari pantai. Hal ini menuntut upaya yang lebih keras untuk memperoleh hasil tangkapan ikan.
Adanya pembangunan kota Jakarta dan Proyek Perkayuan Marunda menambah rusaknya lingkungan pantai. Di samping itu akibat pembebasan tanah yang dibangun Proyek Perkayuan Marunda, banyak fasilitas yang hilang, seperti gedung sekolah SLTP, sumur bor, pasar dan sarana transpoitasi. Hal ini merupakan kerugian bagi masyarakat Marunda, karena air minum harus beli. Juga anak-anak tidak dapat bersekolah lagi karena sekolah SLTP makin jauh di Cilincing. Di Marunda kini tinggal ada satu gedung sekolah SD yang ada di dekat Mesjid Alam, dan kondisinya sudah tidak memenuhi syarat lagi. Akibatnya tidak banyak anak-anak yang sekolah lanjutan, tidak mampu membiayai. Dengan bekal pendidikan rendah dan ketrampilan yang didapat dari orangtuanya, maka pekerjaan sebagai nelayan tetap menjadi andalan utama.
Dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan itu masyarakat nelayan Marunda Besar menghadapi berbagai kendala internal (budaya) maupun kendala eksternal (lingkungan hidup) tempat mereka bermukim. Akibatnya kehidupan mereka semakin terpuruk, kalau tidak terperangkap dalam kemiskinan structural.
Mereka harus bekerja lebih keras, menggunakan waktu untuk mencari nafkah dengan penghasilan yang tidak menentu dan semakin menyusut. Akibatnya waktu yang digunakan untuk bermasyarakat, membina keluarga dan mendidik anak-anak semakin berkurang dalam jumlah maupun intensitasnya.
Kenyataan ini menyebabkan kerentanan dalam pergaulan sosial masyarakat nelayan, ketahanan keluarga dan komunitas dalam gangguan keamanan. Mereka dengan mudah dipengaruhi oleh pihak luar yang memberikan ataupun menjanjikan berbagai kemudahan ataupun uang tanpa banyak pertimbangan. Akibatnya menjadi lahan subur bagi pencetus masalah sosial yang dapat mengancam ketahanan nasional."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T14624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andayani Listyawati
"ABSTRAK
lstri nelayan pada hakikalnya merupakan potensi yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Posisi istri sebagal ibu rumah tangga dapat ditingkatkan fungsinya sebagai pencari nafkah. Kondisi iklim dan hasil tangkapan yang tidak menentu, memicu nelayan harus menyesuaikan dengan kondisi pendapatan. Realitas tersebut menuntut dukungan istri dalam pendapatan rumah tangga. Penelitian dilakukan untuk mengetahui dukungan istri nelayan dalam perekonomian keluarga. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-qualitatif. Lokasi penelitian di Kalurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan,Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Data diperoleh melalul teknik wawancara, pengamatan, dan telaah dokumen. Sefanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa nelayan datam kategori usia muda, tingkat pendidikan menengah-rendah. dan berpenghasifan per bulan relative terbatas yaitu antara Rp 701.000 sampai dengan Rp 1.000.000,-. Kondisi tersebut mendukung istri nelayan untuk ikut membantu dibidang ekonomi keluarga dengan bekerja, seperti membuka warung sembako, betemak ayam, mengolah ikan dan buruh. Kesimpulan: dukungan istri baik dari memelihara ayam, membuka warung sembako, menjual hasll tangkapan ikan,maupun menjadl buruh berupa tambahan materi yang diperoleh berklsar Rp 200.000,sampai dengan Rp 2Q0.000,-.per bulan. yang diperoleh akhirnya mampu menambah daya tahan ekonomi rumah tangga nelayan_ Rekomendasi dituJukan kepada Kementerian Sosial dan instansi terkail unluk secara bersama menyusun kebijakan sosial yang mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi keluarga nelayan melalul bimbingan dan pelatihan keterampilan usaha ekonomi produktif untuk istri nelayan.

ABSTRACT
Fishermen's wives are essentially potential to increase family income. The roleot their wives as housewives can be increased its function as breadwinners. Uncertain climate conditions and catches prompt fishermen to adjust to their income conditions. They demands supports of their wivesfor household income. The research carried out to reveal the support of fishermen Wives In family economy. The research usedqualitative-descrlplive approach. The research locations was in Kaluralu:m Sidoharjo, Pacitan Sub-district, Pacitan District, Java Province. Data obtained through interview, observations, and further documentaryanalysls techniques, and analyzed through qualitative technique. The research found ft1at fishermen could be dev/dedin to category of young low-midc.Jie education level. Their income per month were relatively limited, between Rp 701.000 to Rp 1.000.000. -. These conditions support
the fishermen's wives to participate in helping the family economy by working, such as opened food stalls, raised chickens, processed fish and labored. It can be concluded that the support of wives came from different kind of work, from raising chickens. opening food stalls, selling fish catches and those that were not related to the fishery sector. They also became tangible laborsthat give additional income, ranging from Rp 200.000,- to Rp 250.000.- per montll. The additional income finally abled to Increase family economic resilience of fishermen households. It recommended to the Ministry of Social Affairs and related agencies to jointly develop social policies that are capable of promoting the economic growth of fishermen families and give social guidance and skiffs training of productive economic enterprises for fishermen wives.
"
Yogyakarta: Balai Besar dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta (B2P3KS), 2017
360 MIPKS 41:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Noerdjojo Kotot
"Memasuki PJP II saat ini, salah satu program utama pemerintah yang harus ditangani dengan sungguh-sungguh adalah program pengentasan kemiskinan.
Sebagai bagian daripada masyarakat Indonesia secara keseluruhan, para nelayan/petani ikan, termasuk juga yang berada di DKI Jakarta masih jauh tertinggal dibanding dengan kelompok-kelompok masyarakat berprofesi lainnya dan termasuk dalam golongan masyarakat miskin.
Berkaitan dengan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1993, seluruh sektor/subsektor yang ada, segala kegiatannya diarahkan untuk menunjang program IDT, dalam rangka turut memacu dan mempercepat program pengentasan kemiskinan tersebut.
Oleh karena itu, Dinas Perikanan DKI Jakarta, selaku dinas otonom Pemda DKI Jakarta melalui subsektor perikanannya juga mengarahkan programprograinnya untuk menunjang pengentasan kemiskinan, khususnya diutamakan bagi para nelayan/petani ikan beserta masyarakat perikanannya.
Selama ini, disamping program pembinaan, penyuluhan, pembangunan sarana dan prasarana perikanan, juga diberikan bantuan-bantuan kepada para nelayan/petani ikan DK.I Jakarta balk berupa permodalan maupun dalam bentuk sarana produksi, seperti kapal penangkap, mesin kapal ataupun peralatan budidaya rumput laut.
Apabila bantuan berupa pinjaman yang diberikan kepada para nelayan/petani ikan terdahulu dilakukan seperti yang umum dilakukan (non bergulir) dan diarahkan pada perorangan, maka tiga tahun terakhir ini bantuan tersebut lebih diarahkan kepada kelompok-kelompok binaan dan dilaksanakan melalui sistim "dana bergulir".
Dari hasil penelitian, ternyata melalui sistem "dana bergulir" lebih mempunyai prospek yang baik dibanding dengan yang pernah dilakukan selama ini. Oleh karena itu sistem ini perlu dipertahankan serta dikembangkan untuk masa mendatang, dan apabila diperlukan sesuai kondisi yang ada dapat disempurnakan lebih lanjut.
Dalam kaitan dengan hal ini, hambatan-hambatan yang terjadi, seperti aspek ketidaksesuaian dengan keinginan nelayan, aspek perilaku dan tanggung jawab nelayan itu sendiri, aspek pemasaran, kelompok penerima bantuan ataupun kordinasi antar instansi terkait perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut untuk berhasilnya pengelolaan bantuan "dana bergulir" di masa mendatang.
Hal ini jelas akan memacu para nelayan, dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya melalui peningkatan produktivitas dan pendapatannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>