Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Atika Binar Budiman
"Film adalah sebuah media yang digunakan untuk memproduksi sebuah karya seni melalui aspek visual dan sonor, biasanya digunakan sebagai hasil dari perpindahan dari tatanan simbolik-imajiner menjadi simbolik-reel. Salah satu film yang menunjukkan perpindahan tersebut adalah J’ai Perdu Mon Corps (2019), sebuah film animasi oleh Guillaume Laurant dan Jérémy Clapin, adaptasi dari novel Happy Hands (2006) oleh Guillaume Laurant. Artikel ini akan fokus pada perubahan yang melingkupi perilaku tokoh utama berdasarkan kegagalan pemenuhan hasrat mereka di masa lalu. Metode yang digunakan adalah teori film Joe Boggs dan Dennis Petrie, yang dapat membantu mengkaji aspek naratif dan sinematografi, untuk mengidentifikasi adegan yang akan menunjukkan efek memori terhadap perasaan keterasingan. Pada aspek tematik, artikel ini akan menggunakan psikoanalisis Lacan yaitu stade du miroir (1966) dan objet petit a (1973). Keduanya akan digunakan untuk mengidentifikasi dampak dari kegagalan memenuhi keinginan Naoufel dan Tangan yang berujung pada keterasingan. Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur film memperlihatkan dua kisah paralel antara kisah Tangan mencari tubuhnya dan kisah Naoufel menemukan kedewasaannya. Kehadiran Tangan sebagai entitas terpisah dari Naoufel ini dimaksudkan sebagai fragmentasi dirinya mengatasi keterasingan yang mengganggu proses subjektivitasnya.

Film is a media used to produce an art expression through the visual and audio aspects, often used as a result from the shifting of the symbolic-imaginary into the symbolic-real. One of the films based on that same topic is J’ai Perdu Mon Corps (2019), an animation film by Guillaume Laurant and Jérémy Clapin, adapted from the novel Happy Hands (2006) by Guillaime Laurant. This article will focus on the changes that are surrounding the main characters’ behaviour based on the failures of fulfilling their demands and desires in the past. The methods used are the film theory by Joe Boggs and Dennis Petrie, which will be used to aid the narrative and the cinematographic aspect, to identify the scenes that will show the effects of memory and/or the past to the feelings of the alienation. On the thematic aspect, the article will use Lacan’s psychoanalysis which are the stade du miroir (1966) and objet petit a (1973). Both will be used to identify the effects from the failures in fulfilling Naoufel and The Hand’s desires which leads to alienation. The results of the analysis show that the structure of the film presented two parallel stories between the tale of The Hand looking for his body and the story of Naoufel finding his maturity. The presence of The Hand as a separate entity from Naoufel is intended as his fragmentation in overcoming the alienation that interferes with his subjectivity process."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nugraha Saputra
"Meningkatnya perkembangan teknologi informasi dan proses globalisasi yang terjadi di seluruh dunia mengakibatkan batas antarnegara, bangsa, maupun budaya seolah-olah hilang. Hal ini mendorong interaksi antara budaya, etnik, maupun bangsa yang berbeda seringkali menimbulkan konflik berdasarkan perbedaan identitas kelompok dan prasangka terhadap kelompok lain. Wacana multikulturalisme menjadi salah satu hal penting dalam upaya menghadapi isu-isu negatif dan konflik yang berhubungan dengan keberagaman. Salah satu upaya penyampaian wacana multikulturalisme tersebut dilakukan dengan berbagai strategi yang digunakan sutradara dalam film animasi anak-anak. Film animasi Die Biene Maja-Der Kinofilm merupakan film animasi yang memiliki wacana multikulturalisme yang sangat kuat. Dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif dan kajian pustaka, observasi secara mendalam terhadap film animasi Die Biene Maja-Der Kinofilm dilakukan dengan fokus terhadap permasalahan identitas dan prasangka yang dibentuk dalam film tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa sutradara film animasi Die Biene Maja-Der Kinofilm menggunakan empat strategi dalam menyampaikan wacana multikulturalisme, yaitu melalui kehadiran sosok inisiator dan mediator, interaksi di luar sarang, pengkhianatan in group dan kemunculan kelompok pahlawan, serta adanya kemenangan bersama. Keempat strategi tersebut digunakan untuk menyampaikan wacana multikulturalisme dalam film animasi Die Biene Maja - Der Kinofilm melalui permasalahan identitas, stereotip, dan konflik yang terbentuk di dalamnya.

The increasing development of information technology and globalization processes that occur around the world resulted the faded boundaries between countries, nations, and cultures. This encourages the interaction between different cultures, ethnicities, and nations often leads to conflict based on differences in group identity and prejudice against other groups. Multiculturalism discourse becomes one of the important things in the effort to face negative issues and conflicts related to diversity. One of efforts to deliver the discourse of multiculturalism is done with various strategies used by the director in the children animated film. The animated film Die Biene Maja Der Kinofilm is an animated film that has a very strong multiculturalism discourses. By using the qualitative approach and literature study, the in depth observation of the Die Biene Maja Der Kinofilm animation film was conducted with a focus on the issues of identity and prejudice formed in the film. The results of the analysis show that the director of the animated film Die Biene Maja Der Kinofilm uses four strategies in conveying the discourses of multiculturalism, namely through the presence of the initiator and mediator, interaction outside the nest, in group betrayal and the emergence of hero groups, and the joint victory. The four strategies are used to convey the discourses of multiculturalism in the animated film Die Biene Maja Der Kinofilm through the identity problems, stereotypes, and conflicts that formed in it.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Sekarchanti
"Film Disney Princess telah dikenal oleh masyarakat luas selama bertahun-tahun. Sebagai film yang dikonsumsi berbagai kalangan dan usia, film animasi membawa beberapa nilai baik dalam alur ceritanya maupun ajaran seperti apa yang dapat kita temukan dalam film Disney. Konsep teaching-tales menjelaskan bahwa dongeng sejak dahulu kala telah menjadi media yang menjadi pembawa nilai. Karakterisasi yang dibawa oleh Disney telah berevolusi menyesuaikan dengan peran jender yang terdapat di dunia nyata pada masanya, seperti bagaimana seseorang dapat mengkategorikan dirinya dalam kelompok jender di masyarakat. Kritik terhadap Disney sering ditujukan terkait lemahnya penggambaran feminitas dalam penokohan yang terdapat dalam film Disney Princess. Karya ini mencoba mengungkap sisi lain Disney yang berperan sebagai media terutama agen sosialisasi peran jender. Karya ini dibuat dengan metode studi literatur dengan mengumpulkan sumber dari skripsi, buku, jurnal ilmiah dan thesis. Karya ini akan membahas secara spesifik film Disney Princess terkait dengan gambarannya mengenai feminitas terutama pada penokohan dalam film.

Disney Princess movies have been known to the public for many years. As movies are consumed by various member of society, animated films can deliver value in the storyline as well teachings similar to what we can find in Disney movies. The concept of teaching-tales explains that fairy tales have long been a medium that became a messenger of values. Characterization brought by Disney has evolved to adapt to the gender roles that exist in the real world of current time, such as how one can categorize himself in a gender group in society. Criticisms of Disney often addressed the weakness of femininity depiction in the characterizations contained in the Disney Princess movie. This work tries to reveal another side of Disney that acts as a media, especially the gender role socialization agency. This work is made by literature study method by collecting sources from thesis, book, scientific journal and thesis. This work will specifically address the Disney Princess films related to its image of femininity especially regarding characterization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Tiara Salsabilla
"ABSTRAK
Film animasi kontemporer Prancis banyak mengangkat tema yang berkaitan dengan masalah keberagaman. Tulisan ini membahas mengenai identitas liyan dalam film animasi Prancis Ernest et Célestine. Tujuan penelitian ini adalah memperlihatkan pembentukan identitas liyan melalui wacana prasangka tentang perbedaan antara dunia beruang dan dunia tikus. Wacana prasangka dan perbedaan menegaskan Ernest, seekor beruang dan Célestine, seekor tikus, sebagai liyan yang tidak hanya berasal dari golongan yang berbeda, tetapi juga identitas liyan mereka di tengah kelompoknya sendiri. Menggunakan metode kajian sinema yang diperkuat dengan konsep liyan menurut Jean-François Staszak, penelitian ini mengungkap bahwa film Ernest et Célestine menawarkan wacana mulikultural yang realistis, sejalan dengan sulitnya mengubah wacana prasangka terhadap liyan dan sulitnya menerima perbedaan yang sudah menjadi bagian dari tradisi sebuah kelompok.
ABSTRACT
Many contemporary French animated films raise themes related to the issue of diversity. This paper discusses the identities of other in the French animated film Ernest et Célestine. The purpose of this study is to show the formation of other identity through prejudice discourse about the differences between the world of bears and the world of rats. The discourse of prejudice and difference affirms Ernest, a bear and Célestine, a mouse, as others who not only come from different group, but also their other identities in the middle of their own group. Using the method of studying cinema that is reinforced by the concept of otherness according to Jean-François Staszak, this study reveals that the film Ernest et Célestine offers realistic multicultural discourse, in line with the difficulty of changing prejudice discourse against others and the difficulty of accepting differences that have become part of a group's tradition."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Tasya
"Film merupakan media komunikasi untuk menyampaikan suatu pesan melalui gambar bergerak. Banyak karya-karya film yang dipengaruhi oleh karya sastra, tak terkecuali film Big Fish and Begonia atau Dayu Haitang. Film ini merupakan film yang disutradarai oleh Xuan Liang dan Chun Zhang yang menceritakan tentang petualangan seorang gadis dunia bawah laut, Chun, dalam usahanya mengembalikan hidup seorang laki-laki yang bernama Kun setelah secara tidak sengaja terbunuh olehnya. Beberapa tokoh dan karakter di dalam film ini telah diadopsi dari fabel Xiaoyaoyou (逍遥游) karya Zhuangzi (庄子). Penelitian ini bertujuan mengetahui alasan perbedaan dan persamaan film animasi Dayu Haitang (大鱼海 棠) dengan fabel Xiaoyaoyou (逍遥游) melalui aspek tokoh dan penokohannya. Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan dari karakterisasi tokoh utama film Dayu Haitang dengan sumber aslinya. Hal ini terjadi untuk menyesuaikan alur cerita film yang dibuat oleh pembuat film. Kesimpulan yang penulis dapatkan adalah alur cerita memiliki pengaruh yang besar dalam proses alih wahana yang terjadi dalam film Dayu Haitang. Kata kunci: Alih wahana, Film animasi, Dayu Haitang, Perbandingan

Film is a communication medium to convey a message through moving images. Many film works are influenced by literary works, including the Big Fish and Begonia or Dayu Haitang. This movie is a directed by Liang Xuan and Zhang Chun which tells about the adventures of a girl in the underwater world, Chun, in her attempt to bring back the life of a man named Kun after being accidentally killed by him. Several figures and characters in this film have been adopted from the fable Xiaoyaoyou (逍 遥游) by Zhuangzi (庄子). This study aims to find out the reasons for the differences and similarities between the animated movie and the fable through the aspects of the characters and their characterizations. The research method that will be used is a qualitative method. The results of the study show that there are differences and similarities in the characterization of the main character of the film Dayu Haitang with the original source. This happened to adjust the storyline of the film created by the filmmaker. The conclusion that the writer gets is that the storyline has a big influence on the process of switching rides that occur in the film Dayu Haitang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
W. Putri Mahardhikartini
"Dewasa ini semakin banyak perusahaan yang melakukan ekstensifikasi atau perpanjangan produk dari film-film animasi yang disukai anak-anak. Perpanjangan produk itu mencakup berbagai jenis barang, mulai dari mainan untuk dikoleksi yang dipaketkan sebagai merchandise dari makanan kecil atau paket makanan dari restoran tertentu, pakaian, mainan, peralatan sekolah, peralatan makan, asesoris, kaset vcd, sampai kaset Play Statlon. Semua itu merupakan perpanjangan dari film-film animasi yang saat ini sedang disukai anak-anak seperti film Pokemon, Digimon, dan Digimon 2: Adventure.
Tugas karya akhir ini berusaha memberi gambaran bagaimana anak-anak dengan pemahaman mereka yang begitu terbatas tanpa disadari menjadi korban konsumtif dari para produsen yang melakukan perpanjangan produk tadi. Selain itu tugas karya akhir ini berusaha memberi gambaran tentang karakteristik anak seperti apa yang cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh budaya konsumtif, dan sebenarnya pengaruh apa yang lebih berperan dalam tindakan anak-anak yang mengkoleksi produk-produk tie-ins tersebut.
Penelitian ini menggunakan teknik penelitian observasi karena dianggap dapat memberi gambaran terlengkap tentang masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas. Ada tiga orang subyek penelitian yang berusia 6-8 tahun, dua orang laki-laki dan satu orang perempuan, ketigatiganya datang dari keluarga menengah ke atas. Namun waktu, tenaga, dan peralatan dalam proses observasi yang amat terbatas membuat hasil observasi belum maksimal.
Hasil pengamatan terhadap subyek penelitian dikaitkan dengan beberapa pemikiran seperti televisi sebagai sarana hiburan dan sarana komersial, hegemoni televisi, dan juga budaya konsumen. Hal ini karena film animasi yang diputar di televisi mempunyai hubungan yang erat dengan produk-produk tie-ins yang dibicarakan. Selain itu perilaku konsumtif anak dalam membeli produk tie-ins dikaitkan dengan budaya konsumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa televisi (film animasi) merupakan sarana hegemoni produsen terhadap anak-anak dalam mengkonsumsi produk tie-ins. Anak-anak bahkan keluarganya tanpa disadari ikut mengukuhkan dominasi produsen dengan membeli barang-barang dari film yang menjadi kesukaan anak-anak. Dilihat dari tingkah laku kosumtif anak-anak, dapat dikatakan bahwa tayangan televisi bukanlah hal utama yang mendorong perilaku konsumtif anak terhadap produk tie-ins, melainkan orang tua dan keluarga, serta keadaan keuangan keluarga. Kontrol terbesar ada di tangan orang tua, dan ini yang diharapkan mampu mengendalikan perilaku konsumtif anak-anak terhadap produk-produk tie-ins.
Dalam keluarga yang disiplin, dan pengawasan dilakukan oleh orang tua sendiri atau kakak yang sudah dewasa, maka perilaku konsumtif anak-anak cenderung lebih sedikit atau lebih dapat dikendalikan. Sedangkan dalam keluarga yang disiplinnya agak sedikit longgar, Han pengawasan lebih banyak dilakukan pembantu rumah tangga, maka perilaku konsumtif anak-anak cenderung lebih sulit untuk dikendalikan karena yang mengawasi bukan orang tua sendiri.
Anakanak kadang sulit untuk mematuhi pembantu rumah tangga karena merasa pembantu rumah tangga tidak berhak untuk mengatur atau memarahi mereka. Sifat anak itu sendiri juga mempengaruhi perilakunya dalam mengkoleksi produk tie-hu. Anak-anak yang tidak mau kalah, selalu ingin menang dari temannya, atau cenderung suka pamer, biasanya akan lebih banyak mengkoleksi produk tie-ins atau produk lain yang sedang dikoleksi oleh teman-temannya. Koleksi itu dilakukan bukan hanya karena ia menyukai produk itu, tapi juga karena ia tidak mau kalah dengan teman-teman lainnya yang sudah mempunyai produk tersebut, anak yang terbuka dan mudah beradaptasi juga cenderung lebih mudah menerima pengaruh dari teman atau lingkungan sekitarnya.
Selain itu, pengamatan juga menunjukkan bahwa pilihan anak-anak terhadap produk tieins yang mereka beli bukan didasarkan atas kesetiaan mereka terhadap tokoh atau film tertentu, melainkan terhadap kesukaan mereka terhadap film apapun yang sedang ramai dibicarakan teman-teman sebaya mereka saat itu yang selalu berganti. Dengan demikian pembelian terhadap produk tie-ins juga akan terus berlangsung tanpa henti."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S3746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Astridianingwati
"ABSTRAK
Anak merupakan generasi penerus bangsa, dan merupakan tanggung
jawab orang tua untuk membimbing anak-anak mereka agar menjadi
anggota masyarakat yang berguna. Namun dengan semakin berkembangnya
dunia, tak dapat dipungkiri berbagai hal turut mempengaruhi
perkembangan anak, misalnya dengan kehadiran televisi Sebagai suatu
media, televisi membawa berbagai pengaruh, baik yang buruk maupun
bermanfaat Hal yang patut diwaspadai dari televisi adalah adanya jenis
tayangan yang kiranya dapat membawa pengaruh kurang baik pada anakanak.
Salah satu tayangan yang mengundang banyak pendapat pro dan
kontra akhir-akhir ini adalah film animasi Crayon Shinchan.
Film Crayon Shinchan sering kali menayangkan cerita yang
menampilkan hal-hal kurang baik, misalnya yang bersifat kurang ajar,
porno hingga yang membahayakan nyawa. Melihat bagaimana tayangan
yang ditujukkan untuk dikonsumsi oleh anak-anak ini, peneliti ingin
mengetahui bagaimana sikap ibu yang memiliki anak usia prasekolah dan
usia sekolah terhadap film animasi Crayon Shinchan ini. Penelitian
ditujukan untuk melihat perbandingan sikap antara dua kelompok ibu-ibu
tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai
sumber informasi bagi para ibu untuk lebih memahami tayangan animasi
ini dan menentukan anak usia berapakah yang boleh menontonnya.
Subyek dalam penelitian adalah 83 ibu yang terbagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok ibu-ibu dari anak usia
sekolah, sedangkan kelompok kedua merupakan ibu-ibu dari anak usia
prasekolah. Kedua kelompok ini, kecuali dalam hal usia anak yang dimiliki,
disamakan karakteristiknya, yaitu merupakan ibu rumah tangga (tidak
bekeija), pendidikan minimal tamat SMP dan memiliki anak yang tidak
buta, bisu serta tuli Untuk mendapatkan gambaran sikap para ibu dalam penelitian
kuantitatif ini, digunakan alat skala Likert dengan 6 pilihan jawaban,
berkisar antara sangat setuju hingga sangat tidak setuju.
Jawaban yang diperoleh atas 33 pernyataan, diolah dengan
menggunakan SPSS 10.0. Pengolahan dengan SPSS tersebut memberikan
nilai 2,8995 untuk rata-rata sikap subyek kelompok usia prasekolah dan
nilai 3,5714 untuk subyek kelompok sekolah. Pengujian perbandingan sikap
antara kedua kelompok subyek menghasilkan nilai t yang signifikan yang
berarti terdapat perbedaan signifikan antara sikap ibu dari anak usia
prasekolah dengan sikap ibu dari anak usia sekolah terhadap film animasi
Crayon Shinchan. Dimana dalam penelitian ini ibu dari anak usia
prasekolah memiliki sikap lebih negatif terhadap film animasi Crayon
Shichan bila dibandingkan dengan ibu dari anak usia sekolah.
Mengetahui bagaimana sikap para ibu dalam penelitian ini, ibu-ibu
yang belum memiliki informasi cukup tentang film Crayon Shinchan dapat
. menggunakan hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan layak tidaknya film animasi ini ditonton oleh anak-anak
mereka."
2002
S3169
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrakhman Prasetyadi
"kajian ini bertujuan utuk mengetahui kebijakan, petunjuk pembuatan, isi materi dan kendala yang di hadapi pada pembuatan paket informasi multimedia untuk menumbuhkan budaya sadar bencana (disaster awerness) bagi masyarakat. Studi kajian yang di gunakan menggunakan pendekatan deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara. Hasil kajian menunjukan bahwa paket informasi multimedia yang di buat berupa CD interaktif dan film animasi 3D. Pembuatan paket informasi melalui beberapa langkah-langkah diantaranya seperti : 1) melakukan akuisisi data, 2) menganalisis data , 3) merancang desain, 4) finishing dengan mengemas dalam bentuk kepingan CD/DVD dan terakhir diintegrasikan pada web katalog perpustakaan. Isi dari materi paket informasi multimedia berisi wawasan untuk meningkatkan pengetahuan bagi masyarakat akan pentingnya tindakan antisipatif bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi, dan lain-lain. kendala yang di hadapi diantaranya sulitnya koordinasi wawancara dengan narasumber dan kurangnya jumlah perangkat komputer multimedia yang tidak di lengkapi dengan kualitas audio dan CD duplicator. "
Bogor: Perpustakaan IPB, Kampus IPB Darmaga, Bogor PO Box 199, 2015
020 JPI 14:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jessika Nadya Ogesveltry
"BAB 1: Analisis SituasiSaat ini, film menjadi salah satu media massa yang erat dengan masyarakat Indonesia. Film animasi menjadi salah satu film yang digemari. Faktanya, film animasi tidak hanya menghibur, tapi juga mengandung pesan moral yang baik bagi penonton. Berdasarkan hal tersebut, penulis memutuskan membuat sebuah prototype video apresiasi film animasi yang dibahas dari sudut pandang teori semiotika komunikasi.
BAB 2: Manfaat dan Tujuan Pengembangan Video Apresiasi FilmManfaat utama dari pengembangan video apresiasi film ini ialah sebagai medium yang menunjukkan pesan moral dalam film animasi yang disajikan dengan cara menarik. Tujuannya menjadi salah satu tayangan informatif, sekaligus menghibur dan membawa pesan positif melalui penggunaan teori semiotika dalam membaca pesan moral dalam film animasi.
BAB 3: Prototype Apresiasi Film yang DikembangkanPrototype yang dikembangkan adalah tayangan video apresiasi film dengan melihat pesan moral dari sebuah film animasi, yang disajikan melalui penjelasan narasi, pembawa acara, testimoni serta sentuhan infografis dan musik yang mendukung.
BAB 4: Pre-Test dan EvaluasiMetode pre-test yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menyebarkan kuesioner online pada target khalayak. Untuk evaluasi, penulis menggunakan metode Focus Group Discussion untuk mengetahui apakah program sudah sesuai dengan harapan target khalayak.
BAB 5: Anggaran Anggaran dalam pembuatan prototype, menghabiskan dana sebesar Rp. 800.000. Untuk anggaran penerbitan media dibutuhkan biaya sebesar Rp. 4.000.000 per musim dan Rp.1.300.000 per episode . Total prakiraan pendapatan sebesar Rp. 1.700.000/episode. Anggaran Evaluasi diperkirakan akan memakan dana sebesar Rp. 200.000.

PART 1: Situation AnalyzeNowadays, the film became one of the mass media closely with the Indonesian people. Animated film became one of the popular movie. In fact, animated films not only entertain, but also contains a good moral message for the audience. Based on this argument, the authors decided to create a prototype animated film appreciation video that discusses from the standpoint of semiotic communication theory.
PART 2: Function and Purpose in Developing The Movie Appreciation VideoThe main benefit of the development of this appreciation movie video is as medium that shows moral message in the animated film presented in interesting way. The goal became one of the shows of informative, entertaining and carry a positive message through the use semiotic theory that reading moral messages in the animated film.
PART 3: Prototype Movie Appreciation Video that DevelopedPrototype that developed are film appreciation video content with seeing the moral messages from an animated film, which is presented through a narrative explanation, MC, testimonials and a touch of infographics and music support.
PART 4: Pre Test and EvaluationA pre test is counducted by distributing questionnaires online on the target audience. For the evaluation, the writer used the Focus Group Discussion to determine whether the program is in accordance with expectations of the target audience.
PART 5: BudgetTo finish this prototype, the writer has to spend Rp 800.000 in total. To publish the program, writer spent for about Rp 4.000.000 for each season and Rp 1.300.000 for each episode. The total forecast revenue of Rp. 1,700,000 episode. Budget for evaluation is predicted to be about Rp. 200.000.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>