Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadilah Butsiyati
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26773
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gracia Jovita Kartiko
"Latar Belakang: Filariasis limfatik merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing nematoda dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan proporsi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara dua daerah endemis dan mengukur distribusi faktor risiko yang berhubungan signifikan dengan kejadian filariasis pada kedua daerah tersebut.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan desain studi cross-sectional. Analisis dilakukan terhadap proporsi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria dan distribusi faktor risiko filariasis pada kedua daerah. Analisis menggunakan uji proporsi kelompok tidak berpasangan Chi-Square.
Hasil: Prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria pada penduduk kelurahan Jati Karya (73.9%) secara signifikan (p<0.001) lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk kelurahan Jati Sampurna (53.2%). Analisis distribusi faktor risiko menunjukkan faktor risiko yang signifikan (p=0.001) menentukan perbedaan prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara kedua daerah adalah status kependudukan, yang dibedakan menjadi penduduk asli dan pendatang.
Kesimpulan: Prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria signifikan lebih tinggi pada penduduk kelurahan Jati Karya dibandingkan dengan penduduk kelurahan Jati Sampurna. Tingginya prevalensi filariasis pada penduduk kelurahan Jati Karya dipengaruhi penduduk asli yang secara signifikan lebih tinggi menyebabkan risiko pajanan filariasis lebih tinggi pada penduduk kelurahan Jati Karya dibandingkan dengan penduduk pada kelurahan Jati Sampurna.

Background: Lymphatic filariasis is an infectious disease caused by nematode and transmitted by mosquito?s bite. This research aims to compare filariasis proportion based on IgG4 antifilaria status between two endemic areas and to measure filariasis risk factors distribution in these two endemic areas.
Method: The method used in this research is observational analitic with cross-sectional design. The number of filariasis based on IgG4 antifilaria in the two regions was then compared, and the distribution of the risk factors of filarial infection affecting the difference of filariasis prevalence between the two regions were analyzed. Data analysis was made using Chi-Square test.
Result: Filariasis status based on IgG4 antifilaria in subjects living on kelurahan Jati Karya (73,9%) was significantly (p < 0.001) higher than subjects living on kelurahan Jati Sampurna (53.2%). Analysis of distribution of filariasis risk factors showed that the most important risk factors affecting the difference of IgG4 antifilaria status between the two regions was the demographic profile (p = 0.001), which was divided into indigenous and migrants.
Conclusion: Filariasis prevalence based on IgG4 antifilaria status was significantly higher in the residents of kelurahan Jati Karya than in the residents of kelurahan Jati Sampurna. The high prevalence of filariasis in kelurahan Jati Karya was affected by demographic profile, where indigenous people in kelurahan Jati Karya had significantly higher filarial status than those in kelurahan Jati Sampurna. As a result, compared to the residents of kelurahan Jati Sampurna, there was an increase in filariasis exposure to the residents of kelurahan Jati Karya.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taniawati Supali
"Filariasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oieh cacing filaria pad pembuluh dan kelenjar limfe, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Gejala klinik akut berupa demam beruiang, peradangan saluran atau kelenjar limfe, oedema dan gejala kronis berupa elefantiasis. Penyakit ini menyerang kelompok masyarakat yang aktif bekerja di daerah pedesaan sehingga dapat menurunkan produktivitas ekonomi suatu komunitas.
Di Indonesia lebiii dari 20 juta penduduk tinggal di daerah endemis filariasis dan kira-kira 3-4 juta dari jumlah tersebut terinfeksi filariasis (Partono & Bintari, 1989). Dan ke-3 spesies cacing filaria yang menginfeksi manusia, Brugia malayi mempunyai penyebaran yang paling luas di Indonesia.
Program pengendalian filariasis telah dilakukan pemerintah sejak tahun 1970, melalui pemberian DEC secara massal pads penduduk yang tinggal di daerah endemis. Ada beberapa kendala dalam memantau keberhasilan program tersebut, yaitu: (I) Keengganan penduduk diambil darah malam berulang-ulang (2) Mahalnya biaya operasional pengambilan darah malam, dan (3) Pemeriksaan entomologis konvensional melalui pembedahan nyamuk langsung di bawah mikroskop di lapangan tidak dapat membedakan spesies larva parasit, terutama di daerah B. malayi terdapat bersamaan dengan parasit filaria hewan B. pahangi.
Dengan menggunakan bioteknologi telah dikembangkan pelacak DNA yang ditandai molekul radioaktif untuk parasit B. malayi (Piessens dkk., 1987), tetapi pelacak DNA radioaktif tersebut mahal, waktu parch pendek, perlu latihan khusus untuk pemakaiannya, perlu pembuangan khusus dan berbahaya bagi pemakainya.
Akhir-akhir ini telah dikembangkan pelacak DNA yang ditandai molekul nonradioaktif, tetapi pelacak DNA non-radioaktif ini kurang sensitif dibandingkan dengan pelacak DNA radioaktif. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah mengembangkan pelacak DNA B. malayi non-radioaktif yang spesifik dan sensitif pada tes dot blot dan dapat digunakan sebagai alat pemantau secara entomologis pada program pengendalian filariasis B. malayi di daerah-daerah endemis di Indonesia. Ada 7 persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pelacak DNA digunakan sebagai alat pemantau, yaitu: (1) Harus dapat dihasilkan dalam jumlah yang tidak terbatas dengan waktu yang relatif singkat di Indonesia, (2) Harus stabil dalam kurun waktu lama, (3) Harus spesifik dan sensitif untuk parasit B. malayi, (4) Harus dapat bereaksi dengan B. malayi di Indonesia, (5) Harus sensitif untuk mendeteksi I larva infektif B. malayi dalam nyamuk, (6) Tes dot blot harus dapat diulang, dan (7) Tes dot blot harus mudah dilakukan.
Sikuensing DNA berulang B. malayi dari beberapa daerah di Indonesia telah dilakukan sebelum menentukan sikuen pelacak DNA B. malayi barn. Tiga strain B. malayi dari Indonesia, yaitu B. malayi strain Kendari (zoofilik subperiodik), B. malayi strain Bengkulu (zoofilik subperiodik), dan B. malayi strain Buton (antrofilik) telah dianalisis hasil sikuen DNA berulangnya dengan komputer untuk mendapatkan suatu konsensus sikuen DNA berulang B. malayi Indonesia.

Filariasis is a disease resulting from an infection with a nematode parasite in lymph vessels and lymph nodes, and is transmitted by mosquito bites. The acute clinical manisfestations of lymphatic filariasis are characterized by fever, lymphadenitis, retrograde lymphangitis, oedema and the chronic clinical manisfestation is characterized by elephantiasis. The disease is predominantly affecting the young and the active working people in rural and slum areas, therefore it will decrease the economic productivity of the community significantly.
More than 20 million people live in endemic areas and approximately 3-4 million are currently infected. From the three species of parasites infecting man, drug malayi is the major and is widely distributed throughout the Indonesian islands.
Filariasis control program has been launched by the government since 1970, however, it met the following constraints in monitoring the progress of control program, (I) Poor participation in night blood collection from the people, (2) High costs of surveillance, and (3) Inappropriate technology in conventional entomological assessment to distinguish the infective larvae in vector mosquitoes.
In the last few years, new techniques for entomological assessment were explored using biotechnology. A radioactive B. malayi DNA probe was developed (Piessens et al., 1987) The radioactive labelled DNA probes are not suitable for field use because they are expensive, they have a short shelf life, and special training for handling the probes is imperative. Besides, laboratories arrangements for safe disposal are necessary.
Recently, non-radioactive labelled DNA probes have been developed but these probes were less sensitive compared to the radioactive labelled probes. Therefore, the objective of this experiment is to develop a new non-radioactive B. malayi DNA probe, which has more advantages than the conventional radiolabelled DNA probe, is specific and sensitive in a dot blot assay as a tool in entomological assessment for monitoring the progress of the filar ias i s control program in B. malayi infected areas of Indonesia. There are 7 requirements to be fulfilled before the probe can be widely used, such as:
1. The probe should be produced in a sufficient quantity in a relatively short period in Indonesia.
2. The probe should be stable.
3. The probe should he specific and sensitive for B. malayi parasite.
4. The probe should be able to hybridize with the Indonesian B. malayi strains.
5. The probe should be sensitive enough to detect 1 L3 in mosquitoes.
6. The dot blot assay should be reproducible.
7. The dot blot assay should be simple.
A new 25-mer (25 nucleotides) B. malayi DNA probe was designed by-comparing the consensus sequences of B. malayi to B. pahangi. In order to produce the probe in Indonesia, it needs to be cloned in the plasmid DNA (plasmid bluescript). However, it was found that the probe is too small to be an effective probe in a vector DNA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
D348
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Kusumawardani
"Skripsi ini membahas gambaran faktor-faktor predisposisi yakni umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang Filariasis yang berhubungan dengan praktik minum obat Filariasis di 7 RW Kelurahan Baktijaya Depok tahun 2009. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional (potong lintang) dan menggunakan data primer. Hasil penelitian menyarankan bahwa kegiatan sosialisasi berupa penyuluhan tentang Filariasis dan pengobatan massal Filariasis agar diperbanyak sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang Filariasis dan membuat masyarakat mau meminum obat massal Filariasis.

The focus of this study is the description of disposing factors there are age, sex, job, education grade and knowledge about Filariasis disease which is related to Filariasis drugs consumption in 7 RW Kelurahan Baktijaya Depok 2009. This research is quantitative descriptive interpretive with cross sectional design. The data were collected by means of interviews. The researcher suggest to increase dissemination activities of Filariasis and the drugs consumption information so we can improve people?s knowledge about Filariasis disease and make they already to eat the Filariasis drugs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Kesehatan , 1997
614.555 2 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Oktarina
"Penyakit kaki gajah (filariasis) adalah penyakit infeksi cacing filaria yakni 'wuchereria bancroftt, Brugia malayt dan Brugia timori. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk. Tahun 2000 WHO menetapkan kesepakatan global untuk eliminasi penyakit kaki gajah. Indonesia telah melaksanakan eliminasi ini secara bertahap pada tahun 2002 di 5 kabupaten. Obat fiariasis diberikan gratis dalam pengobatan massal di daerah endemis. Tujuan penelitian melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek minum obat filariasis di kabupaten Banyuasin tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan proporsi responden yang minum obat filariasis di wilayah Puskesmas Sukajadi 79,1% dan proporsi yang tidak minum obet 20,9%."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T21799
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan , 1986
616.965 2 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 1994
616.965 2 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Febriana Santhi
"Depok merupakan salah satu daerah endemis filariasis di Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi masyarakat kelurahan Limo Depok dalam minum obat filariasis dengan menggunakan pendekatan teori Health Belief Model. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dan jumlah sampel sebanyak 107 responden. Analisis data dengan cara univariat dan bivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin, umur, status perkawinan, tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan minum obat filariasis sedangkan pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan responden minum obat filariasis. Ini dapat berarti bahwa tingginya pendidikan masyarakat akan membuat mereka semakin terpapar akan informasi termasuk informasi kesehatan. Persepsi yang ada pada teori Health Belief Model yaitu persepsi keseriusan, persepsi kerentanan, persepsi rmanfaat dan persepsi hambatan serta self efficacy mempunyai hubungan dengan kepatuhan minum obat filariasis. Persepsi mempengaruhi perilaku seseorang dalam minum obat filariasis pada pengobatan massal di kelurahan Limo.

Depok is one of the filariasis endemic area in West Java. This study aims to determine the relationship between people's perceptions Limo Depok sub-district in medicine filariasis by using a theoretical approach to Health Belief Model. This type of study is a quantitative research with cross sectional design and the sample of 107 respondents. Data analysis by univariate and bivariate. The results of this study indicate that gender, age, marital status, does not have a significant relation to medication adherence filariasis while education has a significant association with medication adherence respondents filariasis. This may mean that higher education community will make them more exposed to information including health information. Perceptions that exist in the theory of the Health Belief Model perceived seriousness, perceived susceptibility, perceived barriers and perceptions rmanfaat and self-efficacy has a relationship with medication adherence filariasis. Perceptions influence one's behavior in taking medication in the treatment of filariasis mass in the village Limo."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Biyan Maulana
"Filariasis merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih endemis di beberapa daerah di Indonesia. Filaria ditularkan oleh vektor berupa nyamuk. Desa Jati Sampurna dan Jati Karya Kecamatan Pondokgede Kabupaten Bekasi Jawa Barat telah diketahui merupakan daerah endemik kecacingan. Diduga faktor pendidikan berperan besar terhadap angka insiden filariasis pada daerah ini yang masih tinggi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan faktor pendidikan terhadap distribusi IgG4 antifilaria pada penduduk daerah tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian yang berbasis pada data sekunder. Data sekunder diperoleh dari data hasil penelitian utama yang dikerjakan secara cross-sectional. Data tersebut digunakan untuk menilai hubungan antara faktor pendidikan dengan kejadian filariasis berdasarkan distribusi IgG4 antifilaria di kecamatan Pondok Gede Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat adanya korelasi, data penelitian menunjukkan bahwa kelompok pendidikan rendah sebesar 124 (71,3%) secara signifikan (chi-square: 0,001) lebih tinggi dibandingkan kejadian filaria pada kelompok pendidikan tinggi 45 (51,1%), analisis resiko didapatkan bahwa kelompok pendidikan rendah beresiko untuk mendaptkan IgG4 filaria positif 2,4 kali lebih tinggi dibandingkan pada kelompok pendidikan tinggi (OR=2,4, CI 95% = 1,4-4).

Filariasis is one of the contagious disease that still endemic at several place in Indonesia. Filaria is transmited by vector which is a mosquitoes. Jati Sampurna and Jati Karya village in Pondokgede Sub-district, Bekasi District, West Java has been known as filariasis endemic area. Educational factor is presumed as one of many factors that affect filariasis incidence in those villages that still high. This study aimed to determine the connection between educational factor to filariasis incidence in those villages.
This study is based on secondary data. Secondary data were obtained from primary research data done by cross-sectional method. These data were used to assess the association of educational factor to filariasis incidence that determined by IgG4 antifilaria distribution at Pondokgede Sub-district, Bekasi District, West Java.
Research shows that the corelation is real, research data shows that filarial incidence on low educational group in the amount of 124 (71,3%) significantly higher (chi-square: 0,001) than high educational group 45 (51,1%). Risk analysis shows that low educational grup have higher risk to get IgG4 filaria positif 2,4 times more higher than high educational group. (OR=2,4, CI 95% = 1,4-4).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>