Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lenggogeni
"ABSTRAK
Pembinaan Hukum Nasional sebagaimana telah digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), khususnya dalam bidang Hukum Jaminan, merupakan konsekensi logis dari perwujudan tanggungjauab perekonomian. Fiducia sebagai salah satu Lembaga Jaminan Utang dalam praktek Yurisprudensi, sekarang ini masih menjadi problema secara yuridis khususnya bagi pemegang hak fiducia. Hak fiducia adalah salah satu hak kebendaan untuk suatu Jaminan utang, lazim disebut Fiducia Eigendoms Overdracht atau Penyerahan Hak Milik secara kepercayaan, dimana benda yang dijaminkan secara fisik tetap dikuasai oleh Debitur, sedang Kreditur sebagai pemegang hak fiducia hanya menguasai secara yuridis. Bagaimana kedudukan pemegang hak fiducia dalam memantau benda-benda yang dikuasai oleh Debitur, jika Debitur wanprestasi. Berdasarkan Arrest Hoge Raad 3 Januani 1941 pemegang hak fiducia berkedudukan seperti halnya penerima gadai jika Debitur wanprestasi, Keputusan Mahkamah Agung No. 1500 K/Sip/1978 mengenai kasus BNI 1946 melawan Fa. Megarai diakui kedudukan Kreditur seperti halnya penerima gadai dan penyerahan hak milik atasi benda hanya ditujukan sebagai jaminan saja, sedangkan di dalam praktek perbankan kedudukan pemegang hak fiducia lebih ditentukan oleh perjanjian yang mereka sepakati bersama."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia
"Setelah diundangkannya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang disebut juga undang-undang fidusia, dalam praktik; masih terjadi permasalahan dalam pelaksanaannya. Permasalahan tersebut disebabkan antara lain adanya perbedaan dalanl menafsirkan ketentuan undang-undang fidusia. Permasalahan sebagaimana yang dialami oleh Notaris X yaitu dalam menentukan jenis akta jaminan fidusia yang harus dibuat guna menjamin piutang baru dengan adanya penerima fidusia baru. Apabila dibuat akta jaminan fidusia baru, hal inig menimbulkan keberatan dari para kreditur yang telah menjadi penerima fidusia karena menyebabkan kekosongan jaminan. Sedangkan, Notaris X ragu-ragu mengenai dapat atau tidaknya dibuat akta perubahan jaminan fidusia menimbang akta pengakuan hutangnya dibuat beberapa waktu setelah dibuatnya akta jaminan fidusia pertama kali. Selain itu, di antara para pihak juga muncul perbedaan penafsiran mengenai keberadaan hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan Cara Studi dokumen dan wawancara. Yang menjadi perjanjian pokok dan diikuti dengan jaminan fidusia adalah perjanjian awal di mana telah disepakati adanya pencairan dana di kemudian hari, dan bukan akta pengakuan hutangnya. Jadi, akta perubahan jaminan fidusia sebagai perjanjian accessoir dapat dibuat dalam rangka menjamin hutanq yang baru ada di kemudian hari tersebut. Akta perubahan jaminan fidusia tersebut selain ditandatangani oleh penerima fidusia baru, sebaiknya juga ditandatangani oleh penerima fidusia awal guna memberi kepastian bahwa penerima fidusia awal mengetahui dan menyetujui adanya kreditur yang turut menjadi penerima fidusia yang dijamin pelunasan piutangnya dengan jaminan fidusia yang sama. Hal ini penting karena Notaris selain bertugas untuk membuat akta sesuai kesepakatan para pihak, harus tetap berdasar pada hukum yang berlaku. Oleh karena itu, untuk menghindari berbagai permasalahan dalam pelaksanaan jaminan fidusia seperti yang dialami Notaris X maka perlu adanya pengaturan yang lebih jelas agar mampu memberi kepastian dan tidak memunqkinkan perbedaan penafsiran."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Rahmawati
"Lahirnya lembaga jaminan fidusia adalah adanya kebutuhan dalam praktik, yaitu yang menyangkut penjaminan barang bergerak tetapi tanpa penyerahan benda secara fisik, mengingat hal ini tidak dapat dipenuhi oleh lembaga gadai. Kesulitan yang terjadi dalam lembaga jaminan fidusia adalah pelaksanaan eksekusi obyek jaminan bila terjadi kredit macet. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas eksekusi obyek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan, dan akibat hukum musnahnya obyek jaminan fidusia terhadap perjanjian jaminan fidusia, serta eksekusi obyek jaminan fidusia yang sudah beralih kepada pihak ketiga. Penelitian ini mempergunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan mengkaji bahan-bahan kepustakaan dan penelitian lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian, perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan ke KPF tidak mempunyai hak kebendaan sehingga tidak memberikan hak preferensi kepada kreditur Penerima Fidusia dalam pelunasan piutangnya, dan kedudukannya menjadi kreditur konkuren. Penyelesaian eksekusinya adalah dengan penjualan di bawah tangan bila kedua belah pihak sepakat, dan bila tidak ada kesepakatan maka kreditur Penerima Fidusia dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan atas dasar wanprestasi.Apabila obyek jaminan fidusia musnah atau hilang maka Perjanjian Jaminan fidusia menjadi hapus (Pasal 25 (1c) UU Fidusia), dan hal ini tidak mengurangi tanggung jawab Pemberi Fidusia apabila hilang atau musnahnya benda tersebut di luar kesalahan debitur (Pasal 1444 KUHPerdata). Untuk mngurangi resiko bagi penerima fidusia atau kreditur maka obyek jaminan fidusia agar diasuransikan bila obyek jaminan fidusia diasuransikan, dan musnahnya obyek jaminan tersebut tidak menghapuskan klaim asuransi. Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan atau memindah tangankan obyek jaminan fidusia tanpa seijin Penerima Fidusia, dan bila hal ini dilakukan maka Pemberi Fidusia dianggap telah melakukan Penggelapan. Untuk kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi penerima fidusia atau kreditur, maka setiap jaminan fidusia perlu didaftarkan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lakshmi Anggraeni
"Lembaga Jaminan Fidusia tumbuh sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat akan adanya lembaga jaminan kebendaan bagi benda bergerak tanpa harus menyerahkan benda ke dalam kekuasaan kreditor, telah memberikan bantuan kepada para pengusaha yang membutuhkan modal. Perjanjian Fidusia merupakan perjanjian yang bersifat assessoir dan merupakan perjanjian penjaminan yang dapat meyakinkan kreditor akan kemampuan debitor dalam pengembalian hutang yang mengikuti perjanjian pokoknya yaitu Perjanjian Hutang Piutang.
Penulisan ini dilakukan dalam rangka untuk mengetahui aspek hukum dari pembebanan jaminan fidusia saham sebagai salah satu alternatif bentuk lembaga jaminan yang dapat dipergunakan oleh debitor untuk memperoleh kredit dari kreditornya.
Sedangkan untuk metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian normatif yang bersumber pada bahan kepustakaan, dan dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa jaminan fidusia saham lebih efektif untuk dipergunakan oleh debitor karena adakalanya saham yang dijaminkan tidak dapat diserahkan kepemilikannya kepada kreditor dikarenakan saham perseroan belum dicetak sertifikatnya, karena itu dalam perkembangannya dimungkinkan terjadinya fidusia saham perseroan sebagai alternatif dan pengganti gadai saham yang telah banyak dipergunakan. Dengan diperbolehkannya saham dibebani dengan fidusia maka diharapkan untuk setiap penjaminan atas saham, maka para debitor akan menggunakan lembaga fidusia sebagai pilihannya karena pembebanan dengan fidusia ini tidak hanya memberikan manfaat atau keuntungan bagi debitor saja tetapi juga perlindungan hukum yang lebih pasti bagi kreditor."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T16685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Danang Brienstarto
"Perjanjian Fidusia harus dibuat dalam bentuk akta notaris dan harus didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia supaya memiliki jaminan kepastian hukum khususnya terhadap kreditur apabila debitur wanprestasi. Permasalaban dalam tesis ini adalah mengenai kedudukan akta notaris dan peranan notaris dalam perjanjian kredit jaminan fidusia dalam praktek serta pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia baik sebelum maupun sesudah berdirinya Kantor Pendaftaran Fidusia di Jawa Timur.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologis dengan mengambil lokasi penelitian di Kota Malang dan Surabaya, dengan narasumber 6 (enam) bank di Malang dan Surabaya, 6 (enam) notaris di Malang dan Surabaya, dan 4 (empat) orang debitur yang melakukan perjanjian jaminan fidusia di Malang dan Surabaya.
Notaris adalah pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik dimana akta notaris tersebut memiliki kepastian hukum dalam pembuktian tentang isi akta. Sesuai dengan pasal 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia maka jaminan fidusia harus dibuat dalam bentuk akta otentik. Tanpa dibuat oleh notaris maka perjanjian fidusia tidak memiliki kepastian hukum karena akta yang dibuat tidak otentik.
Perjanjian fidusia harus didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang hanya ada di setiap propinsi, hal ini menyebabkan banyak sekali perjanjian fidusia yang tidak didaftarkan. Namun dalam prakteknya baik sebelum maupun sesudah berdirinya Kantor Pendaftaran Fidusia di Jawa Timur tidak semua perjanjian jaminan fidusia didaftarkan Pada dasarnya pendaftaran jaminan fidusia memberi jaminan kepastian hukum terhadap Benda yang dibebani jaminan fidusia, memberi hak preferent dan memenuhi asas publisitas.
Hendaknya lebih digalakkan mengenai sosialisasi tentang pentingnya pendaftaran fidusia. Salah satunya dengan penertiban biaya pendaftaran dan didirikan Kantor pendaftaran fidusia di tiap kota untuk memudahkan masyarakat melakukan pendaftaran jaminan fidusia."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Puspa Antikasari, Mita Puspa Antikasari
"ABSTRAK
Tesis ini membahas masalah debitur KUR pada KUR dengan pola pola Channeling yang bekerjasama dengan Perusahaan Channeling yang memberikan agunan berupa sapi yang merupakan persediaan barang dagangan yang diikat dengan jaminan fidusia. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. KUR dengan pola Channeling yang bekerjasama dengan Perusahaan Channeling, yang mana debitur adalah UMKM yang bergerak dibidang peternakan penggemukan sapi. Debitur KUR akan mendapat berbagai fasilitas kredit dari pemerintah, bank pelaksana dan perusahaan channelling. Perusahaan channeling pada program KUR ini akan menjadi penanggung dari Debitur KUR dan memberikan berbagai fasilitas usaha serta pembinaan baik pembinaan teknis maupun sumber daya manusia. Pada program KUR ini, pemerintah memberikan fasilitas berupa penjaminan kredit sebesar 70% (tujuh puluh persen) yang dilakukan melalui perusahaan penjamin, sedangkan 30% (tiga puluh persen) sisanya ditanggung oleh bank pelaksana. Dalam hal bank pelaksana KUR masih memikul risiko kredit, pada program KUR ini diatasi dengan adanya perusahaan channeling dan agunan dari Debitur KUR. Agunan yang dirasa paling tepat dan tidak memberatkan adalah dengan menjadikan aset usaha debitur yaitu sapi sebagai persediaan barang dagangan sebagai agunan yang diikat dengan jaminan fidusia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa adanya agunan dan peran perusahaan channeling membuat bank pelaksana KUR lebih mudah memberikan kredit.

ABSTRACT
This thesis discusses the KUR with Channeling pattern which cooperate with Channeling Company, which debitor is UMKM in cattle ranch. KUR’s debitor will get various credit facilities from the government, banks and channeling company. Channeling company in the KUR program will become as KUR’s debitor avalist and provide a variety of business facilities and good technical coaching, inclusing technical coaching and human resources coaching. In the KUR program, the government provides a credit guarantee facility by 70% (seventy percent) were made through the surety company, while 30% (thirty percent) the rest is borne by the executing bank. In terms of executing Bank still bear the credit risk to cover the risk, KUR’s Debitor in this KUR program required to provide collateral. Collateral is deemed most appropriate by making the business assets as collateral. Business asset used as collateral by the KUR’s debitor is cow as merchandise inventory which tied up with fiduciary collateral. This study uses juridical norms approach as research implementation method.. This study concluded that collateral from KUR’s Debitor and role of channeling company gain the trust of executing bank to KUR’s Debitor, then the impact is executing bank KUR will be easier to give credit."
2013
T34846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulysses Sjahdimar Endropoetro
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angwyn, Frederick
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peraturan mana yang tepat untuk diterapkan, antara UUJF dan UUKPKPU, dalam pelaksanaan eksekusi terhadap boedel pailit, mengingat keduanya memiliki ketentuan yang saling bertentangan, dan untuk mengetahui urutan kreditor dalam pembagian hasil boedel pailit. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa asas Systematische Specialiteit dapat digunakan untuk menentukan peraturan mana yang harus diterapkan, dan juga urutan kreditor dalam pembagian hasil boedel pailit, namun belum ada pengaturan yang jelas mengenai kedua hal tersebut, sehingga belum ada kepastian hukum, karena hakim dapat memiliki penafsiran yang berbeda dalam menentukan peraturan yang akan diterapkan, dan akibatnya putusan yang terbit juga berbeda.

This research is purposed on knowing which regulations are suitable to be implemented; between "UUJF" and "UUKPKPU", in executing the bankruptcy estate, despite the contraries in those regulations, and to define the priority of creditors on the estates’ execution. Based on the research, Systematische Specialiteit can be used to which regulation is suitable, and also reveal the suitable priority of the creditors on the estates’ execution. However, the law couldn’t regulate them precisely, so the supremacy of law won’t be established because Judges are having different interpretation on implementing the law. Therefore, there’ll be different decision in bankruptcy cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hamzah
Jakarta: Ind-Hill, 1987
346.02 AND l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mukti Wiryana
"Penilaian suatu bank dalam memberikan persetujuan atas suatu permohonan kredit oleh nasabah debitur dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P yaitu Personality, Purpose, Prospect, Payment, dan Formula 5C yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of Economy. Salah satu jaminan kebendaan yang diberikan oleh debitur guna memenuhi unsur Collateral adalah jaminan fidusia, yang pengaturannya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (?UUJF?). Pada saat debitur pemberi jaminan fidusia ingkar janji (wanprestasi) terhadap perjanjian kredit, bank selaku kreditur pemegang jaminan fidusia berhak melakukan upaya eksekusi jaminan fidusia oleh kreditur sebagaimana diatur pada Bab V tentang Eksekusi Jaminan Fidusia dalam UUJF. Namun, eksekusi jaminan fidusia tersebut seringkali dihadapi dengan upaya perlawanan dari debitur pemberi jaminan fidusia (Partij Verzet) yang tidak berkehendak barang jaminan fidusia yang telah diberikannya dieksekusi, sehingga timbul permasalahan, yaitu apakah dasar hukum yang digunakan debitur dalam mengajukan perlawanan eksekusi jaminan fidusia telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan bagaimanakah akibat hukum perlawanan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia.
Skripsi ini berusaha menjelaskan alasan yang relevan bagi debitur untuk mengajukan perlawanan eksekusi terhadap eksekusi jaminan fidusia dan akibat hukum perlawanan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan type penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dianalisa secara kualitatif. Hasil dari penelitian akan memberikan gambaran mengenai perlawanan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia oleh kreditur dikaitkan dengan ketentuan hukum acara perdata (Herzeine Indonesiche Reglement/HIR) dan UUJF. Perlawanan yang diajukan oleh debitur sebagai pihak tereksekusi (Partij Verzet) tidak mutlak menunda eksekusi. Penundaan eksekusi hanya dapat dilakukan atas dasar alasan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban pembayaran tertunggaknya kepada kreditur atau debitur telah memenuhi seluruh kewajiban pembayarannya kepada kreditur.

A bank?s appraisal when approving an apllication for credit by a debtor is based on the 4P formula which is Personality, Purpose, Prospect, Payment, and the 5C Formula which is Character, Capacity, Capital, Collateral, and Condition of Economy. One of collateral form put up by the debtor to fulfill the Collateral element is the fiduciary guarantee which is regulated under Law Number 42 of 1999 on Fiduciary Guarantee (?LoFG?). In the event that the debtor as the grantor of fiduciary guarantee collateral is in default of the credit agreement, the bank as the creditor is entitled to execute the fiduciary guarantee as regulated in Chapter V on Execution of Fiduciary Guarantee in the LoFG. However, such executions of fiduciary guarantees often face counter efforts from the debtor as the grantor of fiduciary guarantee collateral (Partij Verzet) who is against the execution, thereby raising the issue of whether the legal basis used by the debtor in counter measures against the execution on the fiduciary guarantee is in accordance with the stipulations of the prevailing laws, and what are the legal consequences of those measures.
This paper attempts to provide relevant explanations for the debtor to undertake counter execution measures on the fiduciary guarantee and the legal consequences of those measures. In writing this paper, the author uses a normative juridical study. The data used is a secondary data analyzed qualitatively. The result of the study will give an illustration on debtor?s counter measures against the fiduciary guarantee execution measures by the creditor in regards to the civil law (Herzeine Indonesiche Reglement / HIR) and the Law on Fiduciary Guarantee / LoFG. The counter measures taken by the debtor as the party facing the consequences of the execution (Partij Verzet) shall not delay the execution. Delay of execution shall only be permitted on the grounds that the debtor is able to fulfill its outstanding payment to the creditor or has fulfilled all its payment obligations to the creditor."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S24990
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>