Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susanti Santalia
"Disfungsi keluarga merupakan isu penting yang masih sedikit diangkat di Indonesia. Keluarga sebagai tempat pertama anak bertumbuh menjadi titik fokus yang seringkali diabaikan. Keluarga yang berfungsi secara optimal akan membawa pengaruh lingkungan yang baik terhadap masing-masing anggotanya, termasuk anak. Remaja merupakan fase dari tumbuh kembang anak yang rentan terhadap berbagai macam perilaku berisiko. Salah satu hal yang penting untuk remaja adalah koping. Koping adalah hal esensial dalam hidup manusia tanpa memandang usia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan disfungsi keluarga dengan koping remaja. metode yang digunakan adalah penelitian cross-sectional pada 105 responden pelajar SMA di DKI Jakarta dan analisis data dengan komputer. Hasilnya didapatkan tidak ada hubungan antara disfungsi keluarga dengan koping remaja. Peneliti merekomendasikan studi eksploratif lebih lanjut mengenai sebab-sebab disfungsi keluarga. Peneliti juga menyarankan penguatan koping pada remaja serta edukasi dan intervensi pada keluarga dengan disfungsi mengingat besarnya temuan remaja yang berasal dari keluarga dengan disfungsi sedang.

Family dysfunction is an important issue that is still rarely raised in Indonesia. The family as the first place where children grow up is a focal point that is often overlooked. A family that functions optimally will have a good environmental influence on each of its members, including children. Adolescence is a phase of child development that is vulnerable to various kinds of risky behavior. One of the important things for teenagers is coping. Coping is essential in human life regardless of age. This study aims to determine the relationship between family dysfunction and adolescent coping. The method used is a cross-sectional study on 105 respondents (high school students of DKI Jakarta) and data analysis using a computer. The results showed that there was no relationship between family dysfunction and adolescent coping. The researcher recommends further exploratory studies on causes of family dysfunction. Researcher also suggests encouragement of coping among adolescents as well as education and intervention on family with dysfunction due to numbers of adolescents who come from family with medium dysfunction."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Nino Istia
"Tesis ini membahas gejala-gejala dan berbagai tindakan penanggulangan perilaku mengurung diri, hikikomori. Adapun hikikomori adalah salah satu problematika sosial yang muncul di Jepang sejak akhir 1990-an. Banyak pemerhati sosial yang turut mengatasi hikikomori, yang banyak dilakukan oleh kalangan muda Jepang. Di antaranya pemerintah, lembaga pendidikan nonformal, perkumpulan keluarga, dan organisasi-organisasi masyarakat. Jumlah penderita hikikomori berkisar satu juta jiwa. Hal itu yang membuat berbagai pihak berperan serta secara aktif mengatasinya. Dimulai dari penyediaan pusat-pusat rehabilitasi oleh pemerintah, penyelenggaraan seminar dan konsultasi oleh organisasi-organisasi masyarakat, hingga pelatihan kerja untuk bekal masa depan para penderita hikikomori. Tidak hanya fasilitas-fasilitas tersebut, faktor komunikasi dalam keluarga menjadi hal utama yang mampu membangun motivasi kaum muda penderita hikikomori. Oleh sebab motivasi yang kuat dari dalam diri sendirilah yang kemudian menjadi dasar bagi mereka untuk pulih dan dapat kembali ke masyarakat.

This thesis discussed the symptoms and behaviors of acute social withdrawal, hikikomori. Hikikomori is one of the social problems that arise in Japan since the late 1990s. Many social observers who helped to overcome the hikikomori in Japan. They are government, non-formal educational institutions, family associations, and non-profit organizations. The latest number of hikikomori people is about one million. That is the reason that many of Japanese are actively coping them. Starting from the Hikikomori Support Center by the government, seminars and free consultations by non-profit organizations, and the job training for hikikomori people. Not only those facilities, communication within the family becomes the main thing that could make hikikomori people are able to build the motivation. Therefore, a strong motivation of themselves is the basis for them to recover and to be able to return to the real social world.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Minhalina Afiyah
"Tumbuh di lingkungan keluarga disfungsional tidaklah mudah, namun tidak semua individu yang berasal dari keluarga disfungsional akan terus mengalami kesulitan tersebut. Self-compassion, yaitu sikap pengertian terhadap diri sendiri, membantu individu mengelola emosi negatif dan melihat kesulitan yang dialami itu sebagai bagian dari kehidupan manusia. Sikap ini berkaitan erat dengan resiliensi, yaitu kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-compassion dan resiliensi pada dewasa awal yang berasal dari keluarga disfungsional yang melibatkan 141 partisipan berusia 18-25 tahun. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara self-compassion dan resiliensi. Temuan ini menyatakan bahwa individu dengan tingkat self-compassion yang tinggi cenderung memiliki tingkat resiliensi yang tinggi juga.

Growing up in a dysfunctional family is not easy, but not all individuals who come from dysfunctional families will continue to experience these difficulties. Self-compassion, which involves understanding and kindness towards oneself, helps individuals manage negative emotions and view challenges as part of human life. This attitude is closely related to resilience, the ability to bounce back from such difficulties. This study aims to explore the relationship between self-compassion and resilience in young adults from dysfunctional families, involving 141 participants aged 18-25. The analysis results show a significant relationship between self-compassion and resilience. This finding suggests that individuals with high levels of self-compassion tend to also have high levels of resilience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library