Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lasma Dyna Faryda Mahulae
"ABSTRAK
Penelitian etnobotani konservasi kemenyan (Styrax spp.) oleh etnik Batak di Desa Pusuk I, Sumatera Utara telah berlangsung selama enam bulan. Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi terkait pengetahuan lokal etnik Batak dalam menjaga keberadaan kemenyan (Styrax spp.) dan memanfaatkannya secara berkelanjutan serta untuk mengetahui keberadaan populasi kemenyan di hutan Desa Pusuk I. Penelitian dilakukan dengan pendekatan etnobotani dan ekologi. Metode yang digunakan meliputi wawancara, observasi partisipatif dan analisis vegetasi. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Melalui hasil penelitian, diketahui bahwa etnik Batak di Desa Pusuk I mengenal dua spesies kemenyan yaitu Styrax paralleloneurum dan Styrax benzoin. Namun, spesies yang dibudidayakan dan dimanfaatkan sebagai komoditas ekspor ialah S. paralleloneurum. Etnik Batak di Desa Pusuk I terbukti memiliki pengetahuan lokal dalam menjaga keberadaan S. paralleloneurum dan memanfaatkannya secara berkelanjutan. Pengetahuan lokal tersebut ditemukan dalam proses pembudidayaan kemenyan, dimulai dari pemilihan bibit, pemeliharaan, penyadapan dan juga pemanenan getahnya. Hasil penelitian juga menunjukkan kondisi kemenyan, tepatnya S. paralleloneurum, yang masih menjadi spesies paling dominan di hutan Desa Pusuk I, ditandai dengan INP paling tinggi, baik di tingkat semai, pancang, tiang maupun pohon.

ABSTRACT
Research on ethnobotany of Kemenyan (Styrax spp.) conservation by Batak Ethnic in Pusuk I Village, North Sumatera, was conducted on six months. The study aims to obtain information about indigenous knowledge of Batak Ethnic on keeping Kemenyan?s existence and using that plant sustainably, also to know Kemenyan?s population existence in Pusuk I forest. Research was done using ethnobotany and ecology approach. The methods used were interview, participatif observation, and vegetation analysis. Research?s location chosen purposively. The results showed that Batak Ethnic in Pusuk I Village, North Sumatera knew two species of Kemenyan that is Styrax paralleloneurum and Styrax benzoin. But, species that Batak Ethnic cultivate and use as an export commodity is S. paralleloneurum. Batak Ethnic proven had indigenous knowledges on keeping Kemenyan?s existence and using that plant sustainably. That indigenous knowledges was found in Kemenyan?s cultivation, starts from the seed selection, maintenance, tapping and harvesting the sap. The result also showed that Kemenyan still be a dominant species in Pusuk I forest, marked with Kemenyan?s Importance Index Values that highest in seedling, sapling, poles and tree stage."
2016
S65405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Sorba Oktrina
"Perkawinan antar-etnik merupakan suatu fenomena yang semakin menggejala. Kemajuan yang terjadi di berbagai bidang, seperti kemajuan di bidang perdagangan, media-massa, pelayanan penjalanan, peningkatan kesadaran akan hak asasi manusia serta kemajuan di bidang-bidang lain, akan meningkatkan frekuensi bertemunya individu dari berbagai latar-belakang, termasuk latar-belakang etnik. Salah satu dampak dari bertemunya inidividu-individu dengan berbagai latar-belakang etnik adalah terjadinya perkawinan antar-etnik. Kondisi bangsa Indonesia yang multi-etnik dengan derajat keberagaman yang tinggi, tentunya juga sangat memungkinkan terjadinya perkawinan antar-etnik.
Setiap perkawinan memiliki keunikan keunikan tersendiri, demikian pula dengan perkawinan antar-etnik ini. Pasangan perkawinan dituntut untuk melakukan serangkaian penyesuaian demi tercapainya kepuasan perkawinan, tidak saja antar-pasangan tetapi juga dengan pihak keluarga masing-masing pasangan. Pada dasarnya, semakin hesar perbedaan antara pasangan perkawinan, seperti yang dijumpai pada perkawinan antar-etnik, maka penyesuaian perkawinan yang perlu dilakukan oleh pasangan tersebut juga semakin sulit. Perbedaan budaya yang di antara pasangan dapat menimbulkan pemasalahan tersendiri dalam perkawinan antar-etnik.
Masyarakat Batak merupakan salah-satu kelompok etnik di Indonesia, yang masih memegang kuat adat budayanya. Hal ini terlihat dari masih dipeliharanya adat budaya tersebut oleh masyarakat Batak yang hidup di kota-kota besar. Sistem masyarakat Batak yang patrilineal, dimana prialah yang membentuk hubungan kekerabatan serta pentingnya marga sebagai penentu identitas seorang individu Batak, menyebabkan perkawinan antar-etnik menjadi suatu hal yang dihindari dalam masyarakat Batak, terutama wanita Batak. Namun walaupun demikian, perkawinan antar-etnik, dalam hal ini antara wanita Batak dengan pria suku lain masih dapat ditemui dalam masyarakat.
Mengingat hal inilah, peneliti tertarik untuk mengetahui proses penyesuaian perkawinan yang terjadi pada wanita Batak yang menikah dengan pria suku lain, artinya sejauhmana subyek menyesuaikan diri dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pasangan, keluarga pasangan dan keluarga subyek sendiri. Peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang masalah-masalah yang dihadapi subyek dalam penyesuaian perkawinannya sehubungan dengan adanya perbedaan budaya antara subyek dengan pasangannya, strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, serta gambaran proses penyesuaian perkawinan pada subyek.
Untuk dapat memahami penghayatan subyektif individu, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan lima orang subyek wanita Batak yang menikah dengan pria suku lain. Metode wawancara dan observasi digunakan sebagai tehnik pengumpuian data untuk dapat memperoleh hasil yang cukup mendalam.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, wanita Batak yang menikah dengan pria suku lain masih tetap berusaha untuk mengikuti adat budayanya, namun demikian subyek tidak terlalu memfokuskan diri pada perbedaan budaya dengan pasangannya. Masalah-masalah yang muncul dalam proses penyesuaian lebih banyak berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan pribadi, pembagian peran dalam perkawinan dan penetapan pola asuh anak. Masalah-masalah sehubungan dengan perbedaan budaya tidak terlalu tertampil walaupun masih tetap ada, terutama tampak pada subyek yang suaminya berasal dari kelompok etnik dimana adat budayanya masih kental. Strategi yang dikembangkan oleh subyek untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam proses penyesuaian perkawinannya adalah dengan mengembangkan sikap toleransi, mau menerima perbedaan yang ada dan tidak mempermasalahkannya perbedaan tersebut, berusaha untuk mengikuti budaya pasangan tanpa harus meninggalkan budayanya sendiri.
Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar mewawancarai pasangan subyek juga. Dapat juga dilakukan peneltian kuantitatif, untuk melihat aspek-aspek dari budaya dalam penyesuaian perkawinan secara khusus. Selain itu perlu dilibatkan subyek penelitian dengan latar-belakang yang lebih beragam."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2948
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victor Kristanto
"Emosi adalah reaksi subyektif individu terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar tubuh, yang disertai perubahan fisiologis maupun perubahan tingkah laku (Papalia, Olds dan Feldman, 2001). Perubahan fisiologis dan perubahan tingkah laku tersebut memberikan informasi pengalaman emosi yang dialaminya ke individu lain. Menurut Wittig dan William (1984), emosi dapat digolongkan menjadi emosi dasar dan emosi kompleks. Salah satu contoh emosi kompleks adalah cemburu.
Cemburu adalah keadaan emosi yang dirangsang oleh adanya ancaman terhadap hubungan yang dihargai. (Buss, et al., 1992). Ancaman tersebut terjadi karena adanya keterlibatan pasangan dengan pihak lain. Keterlibatan pasangan dengan pihak lain dapat berupa potensial, aktual, ataupun sekedar bayangan. Keadaan emosi ini juga memotivasi tingkah laku yang ditujukan untuk mengatasi ancaman tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan ekspresi emosi cemburu etnis Batak dengan etnis Jawa. Etnis Batak dipilih karena ketika ada konflik, mereka lebih suka menghadapinya secara langsung, bukan menghindarinya Toba (Harahap dan Siahaan, 1987). Sedangkan etnis Jawa menganut prinsip kerukunan. Etnis Jawa lebih suka menghindari konflik demi tercapainya kerukunan (Hildred Geertz, 2001).
Subyek penelitian adalah individu dewasa muda berusia antara 20-30 tahun, beretnis Jawa atau Batak, dan pernah atau sedang berpacaran. Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Kuesioner berisi tiga pertanyaan terbuka. Jawaban subyek dikategorisasikan kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan tehnik chi square.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara etnis Jawa dan etnis Batak dalam mengekspresikan emosi cemburu. Dengan demikian kesimpulan yang diperoleh dari penelitiian ini adalah bahwa ada perbedaan yang signifikan antara etnis Jawa dan etnis Batak dalam mengekspresikan emosi cemburu.
Bagi penelitian selanjutnya juga dilakukan metode observasi dan disamping metode kuantitatif untuk dapat memperoleh gambaran yang lebih mendalam mengenai ekspresi emosi cemburu antar etnis. Selain itu, dapat juga dilakukan penelitian perbandingan antar kelompok usia yang berbeda, atau status hubungan yang berbeda, maupun lama berpacaran yang berbeda."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library