Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Hidayah
"Produk emulsifier lesitin merupakan agen penstabil yang baik digunakan untuk industri makanan, farmasi dan kosmetik. Dalam industri makanan, sebagain besar egen pengemulsi yang digunakan merupakan tipe emulsi minyak dalam air. Dalam penelitian ini, lesitin yang telah diekstrak dari kuning telur, dimodifikasi melalui reaksi hidrolisis enzimatik menggunakan enzim papain. Modifikasi ini akan merubah struktur molekulnya yang menjadikan lesitin lebih stabil dalam tipe emulsi minyak dalam air O/W.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kondisi reaksi hidrolisis yang optimum, meliputi waktu reaksi dan jumlah enzim papain yang digunakan. Penentuan hasil lesitin termodifikasi dilakukan dengan beberapa pengujian seperti uji stabilitas, bilangan saponifikasi, bilangan asam, tegangan permukaan dan zeta potensial.
Dari hasil uji yang telah dilakukan, diperoleh yield lesitin tertinggi sebesar 10,42 melalui ekstraksi menggunakan pelerut etanol absolut. Stabilitas emulsi untuk jenis O/W dicapai pada lesitin dengan waktu reaksi selama 40 menit yang mampu stabil hingga 43 jam dan lesitin dengan pemakaian enzim papain sebanyak 4 yang stabil hingga 31 jam. Tegangan permukaan terendah dicapai pada lesitin hasil hidrolisis selama 40 menit dengan nilai sebesar 48,52 dyne/cm serta lesitin hasil hidrolisis dengan 2 enzim papain dengan nilai tegangan permukaan sebesar 48,68 dyne/cm. Nilai zeta potensial dari lesitin hasil hidrolisis selama 40 menit memiliki nilai 99,2 mV dan pada lesitin hasil hidrolisis dengan 2 enzim papain memiliki nilai 94,8 mV. Hasil tersebut diperoleh sebagai akibat dari putusnya rantai asam lemak tunggal pada struktur senyawa lesitin yang dapat ditunjukkan dengan instrumentasi FTIR.

The lecithin emulsifier product is a good stabilizer agent used for food, pharmaceutical and cosmetic industries. In the food industry, most of the emulsifying emulsifier used is a type of oil in water emulsion. In this study, lecithin extracted from egg yolk was modified by enzymatic hydrolysis reaction using papain enzyme. This modification will change the molecular structure which makes lecithin more stable in the type of oil in water emulsion O W.
This study was conducted to determine the optimum hydrolysis reaction conditions, including reaction time and amount of papain enzyme used. Determination of modified lecithin yield was performed by several tests such as stability test, saponification number, acid number, surface tension and potential zeta.
From the results of tests that have been done, obtained the highest lecithin yield of 10,42 through extraction using absolute ethanol solvent. Emulsion stability for the O W type was achieved in 40 minute hydrolyzed lecithin which stable up to 43 hours and hydrolyzed lecithin using 4 papain enzyme with stable up to 31 hours. The lowest surface tension was achieved in 40 minute hydrolyzed lecithin with value of 48,52 dyne cm and hydrolyzed lecithin using 4 papain enzyme with surface tension value 48,68 dyne cm. The potential zeta value of 40 minute hydrolyzed lecithin has a value of 99.2 mV and on hydrolyzed lecithin using 4 papain enzyme has a value of 94,8 mV. The results are obtained as a result of the breaking of a single fatty acid chain from the structure of lecithin which can be demonstrated by FTIR instrumentation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faustine Sheryl Adeboi
"Penelitian ini telah berupaya untuk meningkatkan tekstur keju yang dibuat dari susu sapi segar, dengan menggunakan pengganti enzim rennet sebagai koagulan. Susu mengandung dua protein utama yaitu kasein dan whey. Namun bagian yang penting untuk dijadikan keju adalah kasein, di mana kasein ini yang mengalami koagulasi untuk membentuk produk keju. Koagulan yang digunakan adalah kombinasi enzim papain dan transglutaminase.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, enzim papain bisa digunakan untuk mengkoagulasi kasein susu menjadi keju karena kemampuan proteolitiknya. Enzim transglutaminase digunakan untuk meningkatkan tekstur keju, dengan kemampuan ikatan silangnya. Proses pembuatan keju ini terdiri atas tiga variasi konsentrasi enzim papain yaitu 0,5; 1,5; dan 2;5 gram/100 ml susu untuk menentukan yield yang dihasilkan paling banyak, dan variasi kadar enzim transglutaminase sebesar 0,5; 1; 2 UE/gram protein susu atau setara dengan 0,027; 0,054; dan 0,11 gram enzim/100 ml susu.
Pada sampel keju terbaik yang dihasilkan dilakukan pengujian seberapa banyak yield, pH, uji FTIR, uji proksimat, mikrostruktur keju, uji potensial zeta, dan uji profil tekstur. Yield yang dihasilkan sebesar 23,33%, dengan pH 6,3, dan nilai puncak potensial zeta 0,97. Mikrostruktur keju yang diamati menggunakan Scanning Electron Microscope dengan perbesaran menunjukkan penambahan TGase menyebabkan koagulum lebih memadat. Nilai proksimat yang didapat menandakan penambahan TGase meningkatkan kadar lemak dan karbohidrat, dan menurunkan kadar air dan protein. Profil tekstur yang didapat menandakan keju dengan TGase lebih keras dan elastis karena adanya peningkatan kandungan lemak dan ikatan silang lebih lanjut pada matriks protein oleh TGase"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Riska Prilisa
"ABSTRAK
Ubi jalar (Ipomoea Batatas L.) merupakan salah satu alternative pengganti kedelai yang kandungan gizinya tidak jauh baiknya dengan kedelai. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan bahan baku dalam pembuatan tahu yaitu ubi jalar, kacang kedelai dan campuran keduanya. Pada saat ekstraksi sari dilakukan variasi rasio air yang diberikan yaitu 1:2 dan 1:3. Sari dengan kadar protein terbaik dipilih sebagai bahan baku tahu. Sari yang telah diekstraksi dikoagulasikan dengan 2 reaksi yang berbeda yaitu secara kimiawi menggunakan CaSO4 dengan variasi yaitu 0 ; 1 ; dan 2 gram dan enzimatik menggunakan enzim papain yaitu 0 ; 3 ; dan 6 gram. Berdasarkan rendemen terbesar dari tahu yang dihasilkan akan dilakukan pengujian berdasarkan parameter kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar air, kadar karbohidrat, pH dan organoleptiknya. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kadar potein sari tahu terbaik diperoleh dengan penggunaan air dengan perbandingan 1:2 dalam proses ekstraksi sari tahu. Rendemen tahu tertinggi diperoleh dari pembuata tahu dengan koagulan CaSO4 sebanyak 2 gram dan enzim papapin sebanyak 6 gram dimana semakin banyak CaSO4 yang diberikan maka semakin banyak ikatan antara Ca+ dengan asam amino pada sari tahu. Begitu juga dengan enzim papain, semakin banyak enzim yang diberikan maka semakin banyak enzim menghidrolisis rantai peptide pada sari tahu sehingga terbentuk flok-flok yang saling bergabung dan membentuk endapan tahu. Tahu terbanyak yang dihasilkan berasal dari tahu berbahan baku kedelai 100% dengan koagulan CaSO4; tahu berbahan baku kedelai 75% dan ubi 25% dengan koagulan CaSO4; tahu berbahan baku kedelai 100% dengan koagulan enzim papain; dan tahu berbahan baku kedelai 75% dan ubi 25% dengan koagulan enzim papain dengan rendemen sebesesar 66% ; 53%;65% ; dan 51% . Tahu terbaik dari segi kadar protein adalah tahu berbahan baku kedelai 100% dengan koagulan enzim papain, sedangkan segi organoleptic adalah tahu dengan koagulan CaSO4 baik dari kedelai 100% maupun kedelai 75% dan ubi 25%Ubi jalar (Ipomoea Batatas L.) merupakan salah satu alternative pengganti kedelai yang kandungan gizinya tidak jauh baiknya dengan kedelai. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan bahan baku dalam pembuatan tahu yaitu ubi jalar, kacang kedelai dan campuran keduanya. Pada saat ekstraksi sari dilakukan variasi rasio air yang diberikan yaitu 1:2 dan 1:3. Sari dengan kadar protein terbaik dipilih sebagai bahan baku tahu. Sari yang telah diekstraksi dikoagulasikan dengan 2 reaksi yang berbeda yaitu secara kimiawi menggunakan CaSO4 dengan variasi yaitu 0 ; 1 ; dan 2 gram dan enzimatik menggunakan enzim papain yaitu 0 ; 3 ; dan 6 gram. Berdasarkan rendemen terbesar dari tahu yang dihasilkan akan dilakukan pengujian berdasarkan parameter kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar air, kadar karbohidrat, pH dan organoleptiknya. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kadar potein sari tahu terbaik diperoleh dengan penggunaan air dengan perbandingan 1:2 dalam proses ekstraksi sari tahu. Rendemen tahu tertinggi diperoleh dari pembuata tahu dengan koagulan CaSO4 sebanyak 2 gram dan enzim papapin sebanyak 6 gram dimana semakin banyak CaSO4 yang diberikan maka semakin banyak ikatan antara Ca+ dengan asam amino pada sari tahu. Begitu juga dengan enzim papain, semakin banyak enzim yang diberikan maka semakin banyak enzim menghidrolisis rantai peptide pada sari tahu sehingga terbentuk flok-flok yang saling bergabung dan membentuk endapan tahu. Tahu terbanyak yang dihasilkan berasal dari tahu berbahan baku kedelai 100% dengan koagulan CaSO4; tahu berbahan baku kedelai 75% dan ubi 25% dengan koagulan CaSO4; tahu berbahan baku kedelai 100% dengan koagulan enzim papain; dan tahu berbahan baku kedelai 75% dan ubi 25% dengan koagulan enzim papain dengan rendemen sebesesar 66% ; 53%;65% ; dan 51% . Tahu terbaik dari segi kadar protein adalah tahu berbahan baku kedelai 100% dengan koagulan enzim papain, sedangkan segi organoleptic adalah tahu dengan koagulan CaSO4 baik dari kedelai 100% maupun kedelai 75% dan ubi 25%

ABSTRACT
Ubi jalar (Ipomoea Batatas L.) is one alternative to substitute soybean that has nutritional content as good as soybean. In this research will be done variation of raw material in making tofu. They are ubi jalar, soybean and a mixture of both. In the process of extraction sari are varied ratio of water supplied are 1:2 and 1:3. The best of protein sari will be selected as raw material of tofu. Coagulated of sari with 2 different reactions are chemically using variation CaSO4 are 0 ; 1 ; dan 2 gram and enzymatically using the papain enzyme are 0 ; 3 ; and 6 gram. Based on the most of tofu yield will be tested based on the parameters of protein, fat, ash, moisture, carbohydrat, pH and organoleptic. The result of experiment shown that the highest of protein were water supplied in variation 1:2. The highest of tofu rendemen were making tofu with 2 gram CaSO4 and 6 gram papain enzyme that shown more giving CaSO4 so more bond of between Ca+ with amino acid in tofu sari. Same for papain enzyme, more giving it so more enyme hydrolysis peptide sequence in tofu sari to shaping flocks that combine and precipitate. The biggest of tofu were from soybean 100% with CaSO4 as coagulant; soybean 75% and ubi 25% with CaSO4; soybean 100% with papain enzyme as coagulant; and oybean 75% and ubi 25% with papain enzyme that rendeme of each tofu were sebesesar 66% ; 53%;65% ; dan 51% . The best on tofu based of protein were tofu from soybean 100% with CaSO4 as coagulant, while based on organoleptic were tofu from soybean 100% and soybean 75% ubi 255 with CaSO4 as coagulant."
2015
S59764
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Tibrizi
"Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Namun potensi pertanian tersebut harus diikuti dengan peningkatan kualitas pertanian itu sendiri. Ulat grayak (Spodoptera sp.) merupakan salah satu hama yang merusak berbagai macam tumbuhan dan dapat merugikan sektor pertanian. Salah satu cara untuk mengendalikan hama ulat grayak adalah pemberian pestisida organik (bioinsektisida) yang bersifat mudah terurai di alam dan aman bagi kesehatan manusia. Enzim papain merupakan salah satu enzim yang didapatkan dari getah pepaya yang berfungsi sebagai bioinsektisida dan bisa didapatkan pada limbah kulit pepaya yang ketersediannya melimpah di Indonesia. Metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan enzim papain dari getah pepaya adalah ekstraksi dengan bantuan gelombang ultrasonik. Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang ramah lingkungan untuk mengekstrak enzim papain yang nantinya akan dibuat menjadi biopestisida. Waktu sonikasi 10, 20, dan 30 menit serta rasio massa getah per volume pelarut 20, 40, dan 60 mg/mL divariasikan untuk mendapatkan kondisi optimum dalam proses ekstraksi yang dilihat terhadap hasil uji konsentrasi protein, uji aktivitas enzim, dan uji efikasi. Hasil menunjukkan bahwa waktu 20 menit dan konsentrasi 20 mg/mL merupakan kondisi optimum untuk proses ekstraksi enzim papain. Selain itu penggunaan pelarut NADES dibandingkan dengan pelarut etanol sebagai pelarut yang umum digunakan, menunjukkan bahwa hasil ekstraksi dengan pelarut NADES lebih baik dibandingkan dengan hasil dari pelarut etanol.

As an agricultural country, Indonesia has considerable agricultural potential towards development of the national economy. However, the potential itself must be followed by the improvement quality of the agriculture. Armyworm or ulat grayak (Spodoptera sp.) is one of the pests that damages various kinds of plants and leads to harm the agricultural sector. One of the ways to control armyworm pests is to provide organic pesticides (bioinsecticides) which are biodegradable and safe for human health. The papain enzyme is one of the enzymes obtained from the sap of papaya which functions as a bio-insecticide. The sap of papaya itself comes from waste papaya skin which its availability is abundant in Indonesia. The method that can be used to get the papain enzyme from papaya’s sap is the extraction through the help of ultrasonic waves. Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) was chosen as a solvent because of its environmentally friendly nature to extract the enzyme papain which later will be made into a biopesticide. The sonication time of 10, 20 and 30 minutes and the mass ratio of sap per volume of solvents 20, 40, and 60 mg / mL were varied to obtain the optimum conditions in the extraction process which were seen from the results of protein concentration test, enzyme activity test, and efficacy test. The result of the study showed that 20 minutes and a concentration of 20 mg / mL were the optimum conditions for the extraction process of the papain enzyme. In addition, the use of NADES solvents compared to ethanol solvents as commonly used solvents, showed that the extraction results with NADES solvents were better than the results of ethanol solvents."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library