Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siagian, Eva Grace Rouli
"ABSTRAK
Hubungan pacaran merupakan salah salah jenis hubungan interpersonal.
Menurut Bird dan Melville (1994), hubungan pacaran adalah suatu hubungan atau
proses formal yang dilewati oleh perempuan lajang dan laki-laki lajang, dimana
dalam proses/hubungan itu masing-masing memilih pasangan hidupnya. Dalam
hubungan pacaran, pasangan kekasih biasanya saling mencurahkan atau
mengekspresikan cinta dan kasih sayangnya terhadap satu sama lain.
Menurut Plutchik, cinta adalah salah satu jenis emosi kompleks yang
dibentuk dari kombinasi dua emosi dasar, yaitu joy dan acceptance. Sementara itu,
dengan merujuk pada definisi ekspresi emosi menurut Gross dan John (1997), maka
ekspresi emosi cinta dapat diartikan sebagai manifestasi dari emosi cinta yang
muncul dalam bentuk perilaku. Menurut Buscaglia (1988), ekspresi emosi cinta ini
sangat penting bagi perkembangan hubungan pacaran. Ekspresi emosi cinta juga
penting karena dapat memperkuat emosi cinta itu sendiri (Tysoe, dalam Sukaria,
1995). Adapun setiap budaya memiliki display rules yang berperan dalam mengatur
tampilan atau ekspresi emosi seseorang.
Sesuai dengan stereotip gender dan beberapa literatur, disebutkan bahwa
perempuan lebih ekspresif dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian ini bertujuan
untuk meneliti gambaran ekspresi emosi cinta dalam hubungan pacaran menurut
laki-laki dan perempuan. Subyek penelitian adalah individu dewasa muda yang
berusia antara 20-30 tahun. Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan
menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Subyek diminta untuk memberi tanda
centang (v) pada skala yang sesuai dengan diri subyek, untuk setiap ekspresi emosi
cinta yang dilakukan subyek kepada pasangannya dan untuk setiap situasi dimana
subyek mengekspresikan emosi cinta kepada pasangannya. Untuk mengukur
ekspresi emosi cinta, dilihat nilai mean dari total ekspresi verbal dan nilai mean dari
total ekspresi non verbal pada kelompok subyek laki-laki dan perempuan. Kemudian
dilakukan perhitungan t-test untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan
antara kedua kelompok subyek dalam jenis-jenis ekspresi emosi cinta (verbal dan
non verbal), serta antara jenis-jenis ekspresi cinta itu sendiri pada masing-masing
kelompok subyek. Selain itu, dilihat pula nilai mean dari setiap ekspresi untuk
mengetahui ekspresi-ekspresi mana yang paling sering dan yang paling jarang
dilakukan subyek. Kemudian untuk mengukur situasi ekspresi emosi cinta, dilihat
dari nilai mean setiap situasi untuk mengetahui pada situasi-situasi apa subyek cenderung mengekspresikan dan pada situasi-situasi apa subyek cenderung tidak
mengekspresikan emosi cinta kepada pasangan.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kelompok subyek laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan emosi cinta
kepada pasangannya, baik secara verbal maupun secara non verbal. Hasil penelitian
juga menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antar jenis ekspresi emosi cinta
(verbal dan non verbal), baik pada kelompok subyek laki-laki maupun pada
kelompok subyek perempuan. Dalam hal ini, kelompok subyek laki-laki dan
kelompok subyek perempuan sama-sama lebih ekspresif secara non verbal daripada
secara verbal.
Hasil penelitian yang diperoleh ternyata tidak sesuai dengan stereotip gender
dan literatur yang menyebutkan bahwa perempuan lebih ekspresif daripada laki-laki.
Hasil tersebut bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena kesetaraan gender
yang saat ini sudah mulai berkembang. Kedua, karena pengaruh kemajuan jaman
sehingga masyarakat sekarang menjadi lebih terbuka. Selain itu, dikatakan pula
bahwa individu yang mengalami emosi cinta akan cenderung mengekspresikannya
baik secara verbal maupun secara non verbal (Fitness & Fletcher, 1993).
Bagi penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pembenahan terhadap alat
ukur ekspresi emosi cinta dan situasinya serta lebih memperhatikan faktor-faktor
lain yang dapat mempengaruhi ekspresi emosi cinta. Pada penelitian lanjutan
sebaiknya juga dilakukan metode observasi dan wawancara disamping metode
kuantitatif untuk dapat memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh mengenai
ekspresi emosi cinta yang diteliti pada konteks yang lebih spesifik. Selain itu, dapat
juga dilakukan penelitian lintas budaya mengenai ekspresi emosi cinta atau
penelitian perbandingan antar kelompok usia yang berbeda maupun status hubungan
yang berbeda."
2002
S3117
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eli Saripah
"Ekspresi emosi individu yang terdiagnosa Covid-19 ada yang positif dan negatif. Dibutuhkannya tatanan pelayanan kesehatan yang mampu menyingkapi ekspresi emosi individu guna pemberian pelayanan kesehatan secara komprehensif . Ekspresi emosi yang tidak tertangani dengan baik, akan berdampak pada penurunan imun. Tujuan penelitian untuk mengetahui ekspresi emosi individu pertama kali terdiagnosa Covid-19 di Provinsi Sulawesi Tengah. Desain penelitian menggunakan kualitatif fenomenologi deskriptif. Jumlah partisipan penelitian sebanyak tiga belas orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan pertanyaan semi terstruktur. Hasil wawancara berbentuk transkrip dan dianalisis dengan menggunakan teknik Colaizzi. Hasil penelitian terdiri dari tiga tema yaitu pertama bentuk ekspresi emosi yang muncul pada individu pertamakali terdiagnosa Covid-19, kedua yakni perasaan selama terkonfirmasi yang mempengaruhi ekspresi emosi individu pertama kali terdiagnosa Covid-19, ketiga yakni pengalaman yang dialami mempengaruhi ekspresi emosi individu. Perawat perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam memberikan asuhan keperawatan baik aspek fisik maupun psikologis, sehingga perawatan optimal dan efektif dapat tercapai.

The emotional expressions of individuals diagnosed with Covid-19 are positive and negative. The need for a health service arrangement that is able to address individual emotional expressions in order to provide comprehensive health services. Expression of emotions that are not handled properly, will have an impact on the decline in immunity. The purpose of the study was to determine the emotional expression of individuals who were first diagnosed with Covid-19 in Central Sulawesi Province. The research design used descriptive qualitative phenomenology. The number of research participants as many as thirteen people using purposive sampling technique. Methods of data collection with in-depth interviews and semi-structured questions. The results of the interviews were in the form of transcripts and were analyzed using the Colaizzi technique. The results of the study consist of three themes, namely the first form of emotional expression that appears in individuals who are first diagnosed with Covid-19, second, namely feelings during confirmation that affect individual emotional expressions when first diagnosed with Covid-19, third, namely experiences experienced affect individual emotional expressions. Nurses need to improve their knowledge and skills in providing nursing care, both physical and psychological aspects, so that optimal and effective care can be achieved."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sry Wahyuni Thalib H. Hasan
"Stigma dan ekspresi emosi yang terjadi pada keluarga yang memiliki anggota keluarga menderita gangguan jiwa dengan pemasungan merupakan kejadian yang traumatik. Keluarga menunjukan perubahan perilaku dengan menarik diri dari hubungan dengan klien dan masyarakat. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh terapi suportif terhadap stigma dan ekspresi emosi dari keluarga yang memiliki anggota keluarga menderita gangguan jiwa dengan pemasungan. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental pre-post-test with control group. Pengambilan sampel menggunakan tehnik purposive sampling dengan jumlah sampel 44 keluarga yang terbagi dalam 2 kelompok. Kelompok intervensi berjumlah 22 keluarga diberikan terapi suportif dan pendidikan kesehatan, sedangkan kelompok kontrol berjumlah 22 keluarga diberikan pendidikan kesehatan. Pengumpulan data menggunakan kuisioner kemudian dianalisis secara univariat dan bivariat. Analisa univariat menggunakan tendensi sentral dan distribusi frekuensi. Analisa bivariat menggunakan Paired T Test dan Independent T Test untuk data yang terdistribusi normal. Hasil penelitian ini menunjukan terapi suportif dan pendidikan kesehatan berpengaruh secara bermakna terhadap stigma dan ekspresi emosi dari keluarga yang memiliki anggota keluarga menderita gangguan jiwa dengan pemasungan. Terapi suportif dan pendidikan kesehatan direkomendasikan dalam menurunkan stigma dan ekpresi emosi pada keluarga yang memiliki anggota keluarga menderita gangguan jiwa dengan pemasungan.

Stigma and emotional expression that occur in families whose family members suffer from mental disorders with pemasungan is a traumatic experience. Families exhibit behavioral changes by withdrawing from relationships with clients and society. The purpose of this study was to determine the effect of supportive therapy on stigma and emotional expression of families whose family members suffer from mental disorders with pemasungan. The research design used in this study was a quasi-experimental pre-posttest with control group. Sampling using purposive sampling technique with a sample of 44 families divided into 2 groups. The intervention group, which consisted of 22 families, was given supportive therapy and health education, while the control group, which consisted of 22 families, was given health education. Collecting data using questionnaires and then analyzed by univariate and bivariate. Univariate analysis using central tendency and frequency distribution. Bivariate analysis using Paired T Test and Independent T Test for normally distributed data. The results of this study indicate that supportive therapy and health education have a significant effect on stigma and emotional expression of families whose family members suffer from mental disorders with pemasungan. Supportive therapy and health education are recommended in reducing stigma and emotional expression in families whose family members suffer from mental disorders with pemasungan."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thania Melati Putri
"Gagasan seni zaman modern erat kaitannya dengan kondisi sosial kala itu yang memperuntukkan seni untuk golongan tertentu, sehingga membawa status seni pada dikotomi seni tinggi dan rendah. Adanya hierarki dalam seni ini kemudian membagi antara mana seni dan bukan seni, antara seni dan kehidupan, serta memisahkan antara seni dan terapi secara implisit. Gagasan modern mengenai seni acapkali selalu dikaitkan dengan nilai-nilai artistik serta kualitas keindahan dalam karya seni-nya. Di lain hal, muncul fenomena terapi seni yang lahir dan berakar pada ranah psikologi. Prosesnya menggunakan medium seni sebagai alat terapeutik tanpa mempertimbangkan nilai keindahan dalam proses berkarya-nya. Hal ini bertentangan dengan definisi seni yang lahir sejak zaman modern dan tidak benar-benar runtuh sampai saat ini. Dalam artikel ilmiah ini, melalui metode analisis kritis, penulis akan menganalisis fenomena terapi seni berdasarkan proses berkarya pasien dengan teori ekspresi emosi oleh Collingwood dan komunikasi emosi oleh Tolstoy, sehingga suatu karya dalam proses terapi seni dapat diakui sebagai karya seni, yang kemudian pun diakui pula menjadi karya seni yang layak. Dengan bertumpu pada ekspresi dan komunikasi emosi ini maka kemudian nilai keindahan dalam karya seni terapi bukanlah terdapat pada kualitas artistik karya seni tersebut, melainkan pada proses ekspresi dan komunikasi emosi serta makna internal yang terkandung pada karya seni-nya.

The idea of modern-day art is closely related to the social conditions of the time which destined art for certain groups, thus bringing the status of art to the dichotomy of high and low art. The existence of a hierarchy in art then divides between art and not art, between art and life, and separates art and therapy implicitly. Modern ideas about art are often associated with artistic values and the quality of beauty in their art. On the other hand, there is a phenomenon of art therapy that was born and has its roots in the realm of psychology. The process uses the medium of art as a therapeutic tool without considering the value of beauty in the process of his work. This is contrary to the definition of art that was born since modern times and did not really collapse until now. In this scientific article, through the method of critical analysis, the author will analyze the phenomenon of art therapy based on the patient's work process with the theory of emotional expression by Collingwood and emotional communication by Tolstoy, so that a work in the art therapy process can be recognized as a work of art, which is then also recognized into a proper art. By relying on emotional expression and communication, then the value of beauty in therapeutic artwork is not found in the artistic quality of the artwork, but in the process of expression and communication of emotions and internal meanings contained in the artwork."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Thania Melati Putri
"Gagasan seni zaman modern erat kaitannya dengan kondisi sosial kala itu yang memperuntukkan seni untuk golongan tertentu, sehingga membawa status seni pada dikotomi seni tinggi dan rendah. Adanya hierarki dalam seni ini kemudian membagi antara mana seni dan bukan seni, antara seni dan kehidupan, serta memisahkan antara seni dan terapi secara implisit. Gagasan modern mengenai seni acapkali selalu dikaitkan dengan nilai-nilai artistik serta kualitas keindahan dalam karya seni-nya. Di lain hal, muncul fenomena terapi seni yang lahir dan berakar pada ranah psikologi. Prosesnya menggunakan medium seni sebagai alat terapeutik tanpa mempertimbangkan nilai keindahan dalam proses berkarya-nya. Hal ini bertentangan dengan definisi seni yang lahir sejak zaman modern dan tidak benar-benar runtuh sampai saat ini. Dalam artikel ilmiah ini, melalui metode analisis kritis, penulis akan menganalisis fenomena terapi seni berdasarkan proses berkarya pasien dengan teori ekspresi emosi oleh Collingwood dan komunikasi emosi oleh Tolstoy, sehingga suatu karya dalam proses terapi seni dapat diakui sebagai karya seni, yang kemudianpun diakui pula menjadi karya seni yang layak. Dengan bertumpu pada ekspresi dan komunikasi emosi ini maka kemudian nilai keindahan dalam karya seni terapi bukanlah terdapat pada kualitas artistik karya seni tersebut, melainkan pada proses ekspresi dan komunikasi emosi serta makna internal yang terkandung pada karya seni-nya.

The idea of modern-day art is closely related to the social conditions of the time which destined art for certain groups, thus bringing the status of art to the dichotomy of high and low art. The existence of a hierarchy in art then divides between art and not art, between art and life, and separates art and therapy implicitly. Modern ideas about art are often associated with artistic values and the quality of beauty in their art. On the other hand, there is a phenomenon of art therapy that was born and has its roots in the realm of psychology. The process uses the medium of art as a therapeutic tool without considering the value of beauty in the process of his work. This is contrary to the definition of art that was born since modern times and did not really collapse until now. In this scientific article, through the method of critical analysis, the author will analyze the phenomenon of art therapy based on the patient's work process with the theory of emotional expression by Collingwood and emotional communication by Tolstoy, so that a work in the art therapy process can be recognized as a work of art, which is then also recognized into a proper art. By relying on emotional expression and communication, then the value of beauty in therapeutic artwork is not found in the artistic quality of the artwork, but in the process of expression and communication of emotions and internal meanings contained in the artwork."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Fathimah Azzahra
"Penelitian ini mengkaji ekspresi emosi kesedihan yang terdapat dalam lirik lagu Папа (Papa) ‘Ayah’ dan Не Влюбляйся (Ne Vlyubljajsja) ‘Jangan Jatuh Cinta’ karya Mary Gu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ekspresi emosi kesedihan yang disampaikan oleh Mary Gu dalam sumber data utama, yaitu teks dari lirik lagu Папа (Papa) ‘Ayah’ dan Не Влюбляйся (Ne Vlyubljajsja) ‘Jangan Jatuh Cinta’. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis untuk meneliti lirik lagu yang sudah diterjemahkan. Untuk menemukan emosi kesedihan, penelitian ini menggunakan spesifik perasaan dari kesedihan dalam Emotion Wheel yang dikemukakan oleh Geoffrey Roberts. Pencarian makna dilakukan menggunakan teori Hermeneutika yang dikemukakan oleh Schleiermacher dengan proses Interpretasi Gramatikal dan Interpretasi Psikologikal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perasaan spesifik dari emosi kesedihan yang terkandung dalam lirik lagu Папа (Papa) ‘Ayah’dan Не Влюбляйся (Ne Vlyubljajsja) ‘Jangan Jatuh Cinta’ dan memiliki kaitan dengan masa lalu Mary Gu.
This research examines the emotional expression of sadness contained in the lyrics of the songs Папа (Papa) 'Father' and Не Влюбляйся (Ne Vlyubljajsja) 'Don't Fall in Love' by Mary Gu. The aim of this research is to determine the emotional expression of sadness conveyed by Mary Gu in the main data source, namely the text of the lyrics of the songs Папа (Papa) 'Father' and Не Влюбляйся (Ne Vlyubljajsja) 'Don't Fall in Love'. The method used in this research is analytical descriptive to examine translated song lyrics. To find the emotion of sadness, this research uses specific feelings of sadness in the Emotion Wheel proposed by Geoffrey Roberts. The search for meaning is carried out using the Hermeneutic theory proposed by Schleiermacher with the process of Grammatical Interpretation and Psychological Interpretation. The research results show that there are specific feelings of sadness contained in the lyrics of the songs Папа (Papa) 'Father' and Не Влюбляйся (Ne Vlyubljajsja) 'Don't Fall in Love' and are related to Mary Gu's past."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
RA. Rangga Dewati Seri Beru Sakti Suryaningrat
"Penelitian disertasi ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan faktor situasi (peristiwa siswa menunjukkan ekspresi emosi marah kepada guru), emosi marah/cemas guru, pengalaman kekerasan di masa lalu dengan perilaku agresif reaktif dan proaktif guru dengan menggunakan teori AET (Affective Events Theory). Studi 1 akan meneliti perbedaan penerimaan perilaku agresif guru. Studi 2 akan menjelaskan hubungan tidak langsung antara peristiwa siswa menunjukkan ekspresi emosi marah kepada guru dengan perilaku agresif reaktif dan proaktif melalui emosi marah dan cemas guru. Hasil penelitian disertasi ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan penerimaan terhadap perilaku agresif fisik dan verbal guru, khususnya pada partisipan yang sering dengan yang jarang mengalami kekerasan di masa lalu. Artinya, terdapat indikasi pengalaman kekerasan di masa lalu dapat mempredisposisi perilaku agresif guru Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa ekspresi emosi marah siswa memiliki hubungan tidak langsung dengan perilaku agresif reaktif guru melalui emosi marah dan cemas guru. Secara praktis, hasil penelitian ini mengindikasikan adanya kebutuhan mengembangkan pelatihan guru tentang perilaku agresif guru.

The aim of this study was to explain the relationships between situational factor (students’ anger expression), teachers’ anger and anxiety, previous experiences of violence with teachers’ reactive and proactive aggressive behaviors, Affective Events Theory. Study 1 aimed to identify the differences of the acceptance of teachers’ aggressive behaviors. Furthermore, in study 2, aimed to explain the indirect relationship of students’ anger expressions to reactive and proactive aggressive behaviors through teachers’ anger and anxiety. The results showed that there were significant differences on the acceptance of teachers' physically and verbally aggressive behavior, especially among participants who often experienced violence in the past, compared to participants who rarely experienced violence in the past. This study also found that students' anger expression has an indirect relationship with the teachers’ reactive aggressive behaviors through teachers’ anger and anxiety. In addition, this study indicated the need to develop teachers’ training programme about teachers’ aggressive behaviors."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Komalasari
"Salah satu masalah yang sering terjadi pada keluarga dalam merawat pasien dengan skizofrenia adalah timbulnya beban keluarga, ekspresi emosi dan juga stigma terhadap keluarga. Hal ini dapat mempengaruhi keluarga dalam merawat pasien dengan skizofrenia yaitu dalam pemberian dukungan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mencari hubungan antara tingkat ekspresi emosi, beban keluarga, stigma keluarga dan dukungan keluarga pada pasien dengan skizofrenia di poliklinik psikiatri Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan.
Penelitian ini menggunakan kuesioner The Zarith Burden Interview, Family Questionnare (FQ), Stigma items dari schedule for clinical assessment in neuro psychiatry (SCAN) dan Kuesioner dukungan keluarga. Desain penelitian adalah cross sectional, teknik sampel menggunakan accidental sampling dengan melibatkan 82 keluarga. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat (uji chi-square).
Hasil penelitian menunjukan bahwa 48,8% keluarga dengan ekspresi emosi tinggi, 2,4% keluarga dengan beban berat dan 51,2% keluarga dengan tanpa beban, 92,7% keluarga terdapat stigma dan 54,9% keluarga masuk dalam kategori tidak mendukung. Hasil uji korelasi yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara ekspresi emosi dengan dukungan keluarga (p value= 0,028, α=0,05) sedangkan beban keluarga dan stigma tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan dukungan keluarga (p value beban keluarga = 0,992 dan p value stigma =0,685). Hasil penelitian ini menunjukan diperlukan intervensi keluarga yang lebih efektif untuk meningkatkan dukungan keluarga dan menurunkan angka stigma pada keluarga yaitu dengan program edukasi keluarga.

One problem that often occurs in families in treating patients with schizophrenia is the emergence of a family burden, emotional expression and also stigma towards the family. This can affect the family in treating patients with schizophrenia in providing family support. This study aims to identify and explore the relationship between the level of emotional expression, family burden, family stigma and family support in patients with schizophrenia in the psychiatric clinic at Dr. Soeharto Heerdjan Mental Hospital.
This study uses the Zarith Burden Interview questionnaire, Family Questionnare (FQ), Stigma items from the schedule for clinical assessment in neuro psychiatry (SCAN) and the family support questionnaire. The study design was cross sectional, the sample technique used accidental sampling involving 82 families. Data analysis used univariate and bivariate analysis (chi-square test).
The results showed that 48,8%  families with high emotional expression, 2,4%  families with heavy burdens and 51,2% families with no burden, 92,7%  families were stigmatized and 54,9%  families included in the category did not support. Correlation test results that there is a significant relationship between emotional expression with family support (p value = 0.028, α = 0.05) while family burden and stigma there is no significant relationship with family support (p value family burden = 0.992 and p value stigma = 0.685). The results of this study indicate that more effective family interventions are needed, to increase family support and reduce stigma.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bahira Khansa Nabilah
"Pendahuluan: Skizofrenia dapat mengganggu interpretasi ekspresi wajah sehingga berdampak negatif terhadap kehidupan pasien. Interpretasi ekspresi emosi wajah dipengaruhi oleh etnis dan budaya. Belum tersedia instrument interpretasi ekspresi wajah berdasarkan budaya Indonesia. Penelitian ini bertujuan melakukan standardisasi Instrumen Ekspresi Emosi Wajah Versi Indonesia di antara orang sehat. Metode: Mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia yang memenuhi kriteria inklusi diminta untuk memilih jenis, valensi, dan arousal emosi dari 69 foto wajah yang divalidasi oleh psikiater. Foto wajah merupakan foto wajah dari sepuluh aktor yang menampilkan secara acak 7 jenis emosi dasar (netral, bahagia, sedih, marah, terkejut, jijik, takut). Hasil: Seratus enam mahasiswa kedokteran dengan rerata usia adalah 20 (18-22) tahun memiliki skor BAI (Beck Anxiety Inventory) yaitu 16.18±9.3 dan skor BDI (Beck Depression Inventory) yaitu 16 menginterpretasikan ekspresi emosi wajah dari 69 foto wajah untuk memperoleh nilai standar (rerata konsistensi, skor valensi dan arousal) dan confusion matrix Instrumen Ekspresi Emosi Wajah Versi Indonesia. Rerata konsistensi tiap jenis emosi yaitu senang (86.5%), terkejut (84.2%), marah (76.5%), netral (75.9%), jijik (71.6%), sedih (58.4%), dan takut (50%). Skor valensi tiap jenis emosi yaitu senang (4±0.4), netral (3±0.3), terkejut (2.7±0.2), jijik (2.2±0.1), sedih (2.1±0.2), marah (2.1±0.2), dan takut (2). Skor arousal tiap jenis emosi yaitu senang (3.6±0.3), takut (3.5), sedih (3.4±0.2), marah (3.4±0.2), terkejut dan jijik (3.3±0.2), netral (2.9±0.4). selain itu, berdasarkan confusion matrix, jenis emosi yang sering membuat partisipan bingung adalah takut 50% dan jijik (32.1%). Kesimpulan: Instrumen Ekspresi Emosi Wajah Versi Indonesia memiliki nilai standar berupa rerata konsistensi, valensi, dan arousal; dan confusion matrix dari 7 emosi dasar yaitu netral, senang, sedih, marah, terkejut, jijik, dan takut."
Depok: Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Mulya Fadli
"Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang bersifat kronis dan selalu
mengalami kekambuhan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
hubungan faktor keluarga dan kepatuhan minum obat dengan kekambuhan
penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau tahun
2012. Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan ukuran
sampel adalah 50 responden dari keluarga penderita skizofrenia yang
berkunjung di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Tampan. Analisis data
dilakukan secara univariat, bivariat dengan korelasi, regresi linier
sederhana, dan uji t independen, multivariat dengan uji regresi linier gan-
da. Variabel yang berhubungan dengan frekuensi kekambuhan penderita
skizofrenia adalah pengetahuan keluarga dan ekspresi emosi keluarga.
Pengetahuan keluarga berpengaruh paling besar dengan koefisien beta
sebesar -0,461. Variabel confounding adalah sikap keluarga, dukungan
keluarga dan kepatuhan minum obat. Nilai R2 diketahui sekitar 68,7%.
Keluarga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti
penyuluhan dan mengikuti proses keperawatan ketika penderita di rumah
sakit jiwa sehingga keluarga memperoleh informasi dalam menangani
pasien skizofrenia. Dengan menjaga ekspresi emosi keluarga yang tidak
berlebihan, frekuensi kekambuhan pada penderita skizofrenia berkurang.
Schizophrenia is a psychotic disorder that is chronic and always had a
relapse. This study aims to determine the factors associated with the
frequency of relapse in patients with schizophrenia in Mental Hospital
Tampan, Riau Province 2012. The research design was cross sectional
study, with 50 samples of Schizophrenia patient?s family who visited in
Polyclinic of Mental Hospital Tampan. Data analysis was performed by uni-
variate, bivariate with correlation, simple linear regression, and t-test, multi-
variate by multiple linear regression tests. The results obtained that the
Pengetahuan dan Ekspresi Emosi Keluarga serta
Frekuensi Kekambuhan Penderita Skizofrenia
Knowledge and Family Expressed Emotion and Schizophrenic Patients
Relapse Frequency
Surya Mulya Fadli, Mitra
Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru
variables associated to the frequency of relapse in patients with schizo-
phrenia are family?s knowledge, family?s emotional expression. Family?s
knowledge has the biggest effect with beta coefficient is -0.461.
Confounding variable are family?s attitude, family?s support, and the obedi-
ence of taking medicine. R2 score is 68.7%. The family was suggested to
increase the knowledge by following the counseling and follow the caring
process while the patient in mental hospital, so that families get information
in dealing skizophrenia patient. Family emotional expression that is not
excessive, so the frequency of relapse in patients with schizophrenia was
decreased."
Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>