Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aritonang, Baharuddin
Jakarta : : Kepustakaan Populer Gramedia, 2003
297.352 ARI o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Apriyagung
"Di dalam filsafat manusia, kita mengenal Cinta dalam posisinya yang berada di dalam wilayah afektivitas. Terkait dengan Cinta dan manusia, maka Cinta memiliki peran yang sangat dominan dalam mempengaruhi manusia untuk bersikap maupun bertindak di dalam kehidupan sosialnya. Di satu sisi Cinta dapat dijadikan landasan manusia untuk bersikap dengan penuh kasih sayang terhadap dunia dan sesamanya, tetapi di sisi yang lain Cinta justru kental dengan nuansanya yang penuh dengan sisi emosionalitas, irasionalitas manusia yang sering kali mengarahkan manusia untuk bersikap secara antipati yang akhirnya membawa manusia tersebut pada kebelengguannya sendiri.
Melalui teks The Symposium, penulis dapat memberikan pendeskripsian tentang letak Cinta secara filosofis dengan mengangkat Cinta platonis dan relevansinya terhadap permasalahan kontemporer Cinta di dalam kehidupan manusia saat ini. Inilah alasan penulis mengangkat perspektif tiga tokoh eksistensialist yang kiranya cukup mempunyai keterkaitan yang ""erat"" dengan konsep Cinta platonis dan bagaimana penyikapan manusia dengan Cinta-nya terhadap Yang lain tercermin di dalam konsep mereka masing-masing. Para eksistensialist tersebut adalah Jean Paul Sartre, Martin Buber dan Emmanuel Levinas.
Dengan melakukan perbandingan tentang konsep Cinta masing-masing tokoh, penulis ingin menghadirkan bagaimana relasi Aku-Yang lain umumnya terbangun justru dengan pendasaraan ontologis kebebasan subjek yang sekaligus mengindikasikan adanya tanggungjawab subjek atas diri Aku dan Yang lain. Tanpa adanya kebebasan tersebut diri Aku sebagai subjek tak mungkin bebas dan oleh karenanya nilai tanggungjawab tidak lagi menjadi bagian diri Aku terhadap Yang lain. Setiap arah dari perkembangan relasi antara Aku dengan Yang lain selalu diatasnamakan pada adanya keterpahamian diri Aku atas Yang lain. Yang lain harus dapat dipahami atau ada-nya dapat didasarkan pada perspektif Aku. Dalam hal ini maka pengetahuan memegang peran yang besar dan menentukan tentang bagaimana Yang lain dapat disikapi secara tepat dan sesuai dengan egologis Aku.
Melalui Sartre dan Buber penulis mendapatkan konsekuensi konsep Cinta antara yang tak mungkin dan yang mungkin. Dua bipolaritas Cinta yang ternyata telah dijelaskan dalam konsep Cinta platonis. Dimana di antara keduanya masih mengandaikan pengetahuan sebagai segalanya yang dapat menjamin pada bentuk relasi Cinta Yang Baik sebagai tujuan dalam membina relasi dengan Yang lain. Tanpa disadari ataupun tidak, konsekuensi logis dalam relasi Cinta tersebut adalah "menarik" Yang lain ke dalam perspektif Aku yang terarah pada bentuk harmonitas dan similaritas yang lagi-lagi cenderung egologis. Oleh karena itu penulis akan mengangkat pemikiran Levinas dengan etika sebagai bentuk filsafat pertamanya yang menekankan relasi etis asimetrisnya dengan Yang lain.
Melalui Levinas penulis memahami bahwa relasi dengan Yang lain adalah relasi keberpihakan yang tidak bisa selalu mengandalkan pengetahuan dengan keterpahamian diri Aku yang egologis. Cinta sebagai hasrat dasariah manusia justru memiliki karakteristik yang mendukung eksistensi diri Aku yang berelasi etis dengan Yang lain. Hal ini terbukti dengan adanya keberpihakan Aku..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T37486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Asmarani
"ABSTRAK
Disertasi ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa dalam tiga novel Toni Morrison, kebebasan eksistensial tokoh perempuan kulit hitam harus berhadapan dengan lecut balik eksternal dan internal. Disertasi ini mengkombinasikan filsafat eksistensial dan teori feminisme kulit hitam untuk membentuk dua konsep operasional. Konsep yang pertama adalah ?Lecut Balik Eksistensial Perempuan Kulit Hitam? yang digunakan untuk mengkritisi beroperasinya ideologi lecut balik eksistensial yang menghalangi kebebasan eksistensial tokoh perempuan kulit hitam. Konsep yang kedua adalah ?Eksistensialisme Perempuan Kulit Hitam? yang digunakan untuk mengkritisi resistensi tokoh perempuan kulit hitam terhadap lecut balik eksistensial yang mereka alami. Analisis menunjukkan bahwa tokoh utama perempuan kulit hitam yang sangat fokus pada kebebasan eksistensial yang bersifat individual mengalami penderitaan yang hebat akibat ideologi lecut balik eksistensial yang kuat yang beroperasi pada modus keberadaan fisik, kesadaran, dan sosial. Di sisi lain, tokoh perempuan kulit hitam pendamping yang mencoba untuk inklusif, sampai taraf tertentu, mampu mengelakkan ideologi lecut balik yang kuat sehingga mereka mampu bertahan dan berterima dalam komunitas kulit hitam.

ABSTRACT
The dissertation aims to show that in Toni Morrison?s three novels, the existential freedom of the black woman characters must face external and internal existential backlashes. The dissertation combines existential philosophy and black feminist theory to construct two operational concepts. The first concept is ?The Black Woman Existential Backlash? which is used to criticize the operation of the existential backlash ideology that hampers the existential freedom of the black woman characters. The second one is?The Black Woman Existentialism? which is used to criticize the resistance of the black woman characters towards the existential backlashes they experience. The analysis shows that the black woman main characters who strongly focus on individual existential freedom suffer terribly from the harsh existential backlash ideology which operates on their physical, consciousness, and social modes of existence. On the other hand, the black woman supporting characters who try to be inclusive are, to a certain extent, able to circumvent the harsh existential backlash ideology resulting in their survival and acceptance in the black community."
Depok: 2010
D00906
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Redjeki Saptoro
"Masalah pokok yang diutarakan dalam skripsi ini adalah Filsafat Kebersamaan Gabriel Marcel (G.Marcel's Philosophy of Communion). Nenurut Marcel manusia itu berorientasi pada kebersamaan ontologis (ontological communion). Manusia akan merasa tidak lengkap atau utuh dan mengalami frustrasi bila disendirikan atau mengurung diri lepas dari keberbarengan dengan sesamanya. Ini adalah teristimewa nyata bagi manusia yang sadar diri, yang dalam dirinya terkandung tuntutan-tuntutan ontologis akan pemenuhan, akan transendensi, akan keutuhan bersama. Namun manusia itu juga bebas dan karenanya bisa saja me_milih menutup diri terhadap dorongan-dorongan dan harapan-harapan akan partisipasi intersubyektif dengan alam semesta, dengan sesamanya dan dengan Tuhan. Menurutnya berada itu berpartisipasi dalam keberadaan, atau Ada selalu berarti ada bersama (Ease est co-ease). Jadi pilihan yang dihadapi manusia adalah terpisah mengurung diri atau melibatkan diri, bercampur bersama dengan lainnya. Karena diri dan dengan siapa diri itu berpartisipasi tidak bisa dipisahkan, maka berarti manusia itu secara organik dengan alam dan begitu pula alam itu secara organik dengan manusia. Dengan perkataan lain partisipasi adalah dasar bagi pengalaman eksistensi manusia. Kebersamaan (communion) merupakan kenyataan yang dinamis, dimana person-person dalam seluruh kehidupan konkritnya saling memberikan, saling mengisi, saling ada di dalam yang lain, sehingga bersama mewujudkan realitas baru yang merupakan partisipasi dalam suatu kenyataan yang lebih tinggi; aku dan kau menjadi suatu kcsatuan baru yang tidak bisa terpisah menjadi dua bagian. Kebersamaan (communion) adalah kehadiran (presence) yang tercapai sepenuhnya. Hanya karena manusia tetap terbuka bagi yang lain dan secara aktif tetap hadir baginya, kebersamaan (communion) bisa menjadi kenyataan. Dalam hal kebersamaan (communion) Marcel menjelaskan, bahwa penghalang utama bagi terpenuhinya kebersamaan adalah kecenderungan untuk mengobyektivikasi, karena tindakan ini mengandung kekuatan yang memecah-mecah. Untuk mendalami ini diperlukan pengertian perbedaan antara problem dan misteri. Menurut Marcel problem itu dijumpai pada pertanyaan mengenai obyek yang eksterior bagiku dan tidak memperdulikan saya. Sedangkan misteri menyangkut perjumpaan dengan realitas yang mencakup subyek yang sedang mencari atau mempertanyakan. Kebersamaan bisa tercapai karena orang monghormati misteri. Filsafat Marcel adalah terbuka_ artinya seraya filsafatnya mengarah ke kematangan dalam komunitas lewat kebersamaan asli. Filsafatnya itu mengharap mendapat kesempurnaan lebih lanjut dari dialektika cinta kasih dari atas yang mengalir dari Yang Absolut ke dalam manusia dan lingkungan manusia. Sesuai dengan sifatnya yang religius ia selalu berhasrat menolong masyarakat dari atomisasi dan kolektivitas."
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16135
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Satrya Leksono
"

Penelitian ini berfokus kepada bagaimana video game genre RPG dapat menghasilkan sebuah kesadaran dalam diri pemain bahwa mereka ‘ada’ dalam dunia virtual game RPG tersebut dan bagaimana keberadaan kesadaran ini dapat berdampak secara eksistensial kepada pemain. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pemikiran tokoh eksistensialisme virtual Stefano Gualeni, yang menamakan kesadaran atas keberadaan dalam dunia virtual ini dengan subjektivitas virtual. Dengan menggunakan metode penelitian kajian kualitatif, yaitu metode kajian literatur, penulis mengumpulkan berbagai karya literasi sebagai sumber data. Hasil dari penelitian terhadap subjektivitas virtual dalam video game genre RPG melalui pemikiran eksistensial virtual Stefano Gualeni ini menunjukkan bahwa video game RPG dapat menghasilkan dampak eksistensialis pada pemainnya melalui subjektivitas virtual. Melalui subjektivitas virtual ini, pemain dapat merefleksikan nilai dan keyakinan yang dia miliki, merasakan subjektivitas baru, dan mengambil sikap reflektif terhadap keberadaan dan subjektivitas aktual mereka. Namun, kendati dampak yang dihasilkan dapat bermakna positif bagi pemain, terdapat pula kemungkinan dimana mereka menjadi terlalu terikat dengan subjektivitas virtual mereka, sehingga menyebabkan pemain untuk meninggalkan subjektivitas aktual mereka. Aspek positif dan negatif dari subjektivitas virtual ini merupakan dua hal yang saling terikat, sehingga interaksi dengan subjektivitas virtual ini perlu dilakukan dengan hati-hati.


This research focuses on how Role-Playing video games can produce an awareness in the players that they 'exist' in the virtual world of the game and how the presence of this awareness can have an existential impact on players. This research is conducted using the thoughts of virtual existentialism thinker Stefano Gualeni, who refers to the awareness of existence in this virtual world as virtual subjectivity. By using a qualitative study research method, namely the literature review method, the author collects various literary works as data sources. The results of this research on virtual subjectivity in RPG genre video games through Stefano Gualeni’s virtual existential thinking show that RPG video games can produce an existential impact on players through virtual subjectivity. Through this virtual subjectivity, the player can reflect on the values and beliefs he or she holds, experience new subjectivities, and take a reflective stance toward their actual existence and subjectivity. However, although the resulting impact can be positive for players, there is also the possibility that they become too attached to their virtual subjectivity, causing players to abandon their actual subjectivity. The positive and negative aspects of virtual subjectivity are two things that are interrelated, so interactions with virtual subjectivity need to be done carefully.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Halimatussadiyah
"Sejak tahun 1950-an, situasi permasalahan mengenai gender di Prancis mengalami transformasi yang sejalan dengan munculnya gerakan sinema Nouvelle Vague. Selain membawa pengaruh radikal terhadap industri sinema, Nouvelle Vaguejuga memproduksi film-film yang sarat akan isu-isu sosial, termasuk situasi perempuan yang dianggap sebagai objek, salah satunya dalam film Les Bonnes Femmes (1960) karya Claude Chabrol. Film ini mengisahkan pengalaman perempuan melalui perspektif empat tokoh perempuan yang intrik dengan perilaku dan persoalan hidup masing-masing dengan tujuan yang sama, yaitu memiliki sosok laki-laki dan mengharapkan cinta sejati. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan konstruksi perempuan dalam film tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui konsep kajian sinema oleh Joseph M. Boggs dan Dennis W. Petrie (2018) yang didukung dengan teori identitas oleh Kathryn Woodward (2005) dan gagasan feminisme eksistensial oleh Simone de Beauvoir (1949). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa film tersebut mengonstruksi eksistensi perempuan sebagai sosok yang membutuhkan pengakuan melalui cinta dan narsisme.

Since the 1950s, the situation of gender issues in France has been transformed in line with the emergence of the Nouvelle Vague cinema movement. In addition to bringing radical influence to the cinema industry, Nouvelle Vague also produced films that are full of social issues, including the situation of women who are perceived as objects, one of which is in the film Les Bonnes Femmes (1960) by Claude Chabrol. This film tells the story of women's experiences through the perspectives of four female characters who are intrigued by their respective behavior and life problems with the same purpose of having a male figure and expecting true love. Based on this background, this research aims to show the construction of women in the film. This research uses a qualitative method through the concept of cinema studies by Joseph M. Boggs and Dennis W. Petrie (2018) supported by identity theory by Kathryn Woodward (2005) and the idea of existential feminism by Simone de Beauvoir (1949). The results of this study show that the film constructs the existence of women as a figure who needs recognition through love and narcissism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Purple Kharisya; Lotka, Alfred J.
"Prancis telah memberi banyak kontribusi pada dunia perfilman seperti dengan gerakan Nouvelle Vague, yang merupakan gerakan perfilman Prancis antara tahun 1950-an dan 1960-an. Salah satu tokoh ternama dari gerakan ini adalah Jean-Luc Godard, seorang pembuat film yang menganggap bahwa film dapat mengubah masyarakat dunia. Salah satu karyanya adalah Vivre sa Vie (1962) yang menceritakan seorang wanita bernama Nana saat ia meninggalkan pasangannya, menjadi pelacur, lalu terbunuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat tindakan tokoh Nana dan menganalisis batasan kebebasan yang dimilikinya. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif serta beberapa teori, yaitu teori film dari Boggs dan Petrie (2017) untuk analisis naratif, teori determinisme Solomon dan Higgins (2010) untuk mengidentifikasi kausalitas tindakan tokoh Nana, dan teori feminisme eksistensialis milik Simone de Beauvoir (1949) untuk menganalisis kebebasan semu dirinya. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa fokus film adalah pada tindakan Nana yang deterministik dan bahwa Nana tidak berhasil menjadi perempuan yang sepenuhnya bebas, tetapi hidup dalam ilusi kebebasan.

The French film industry has, in its history, contributed a lot to the world of cinema. One of such contributions is the Nouvelle Vague movement, a French film movement that happened between the 1950s and 1960s. A prominent figure belonging to this movement was Jean-Luc Godard, a filmmaker who believed that film could change the world. Vivre sa Vie (1962) is one of his feature films which tells the story of a woman named Nana as she leaves her partner, becomes a prostitute, and gets killed. The purpose of this research is to look at Nana's actions and analyse the limits of her freedom. This research was conducted using qualitative methods and several theories, namely Boggs and Petrie's (2017) film theory for the narrative analysis, Solomon and Higgins' (2010) determinism theory to identify the causality of Nana's actions, and Simone de Beauvoir's (1949) existentialist feminism theory to analyse her apparent freedom. This study concluded that the focus of the film is on Nana's deterministic actions and that in the end Nana does not succeed in becoming a woman who is completely free, but who lived in the illusion of freedom."
Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shandy Donarisma
"Sebagian fenomena kerusakan lingkungan hadir karena adanya pembangunan peradaban modern. Asumsi kebebasan manusia mendasari peradaban ini dan membawa kontrak sosial sebagai bentuk manifestasinya. Persoalannya adalah kontrak hanya melibatkan manusia, dan tidak melibatkan lingkungan sebagai entitas yang otonom, tetapi sebagai properti. Gagasan humanisme baru diperlukan untuk mengungkap persoalan ini. Penyelidikan sejarah humanisme diperlukan untuk peta sumber masalah. Menghubungkan gagasan humanisme eksistensial Jean-Paul Sartre dengan fenomena kerusakan lingkungan dapat mengindikasikan kemungkinan lahirnya humanisme baru di masa depan.

The phenomenon of environmental damage is present due to construction of modern civilization. The assumption of human freedom is underlying this civilization and brought social contract as its manifestation. The issue is a contract only involve human and not involve the environment as an autonomous entity, but as property. The idea of new humanism is needed to unravel this problem. Investigation of the history of humanism is needed to map the source of the issue. Linking the idea of existential humanism Jean-Paul Sartre to the phenomena of environmental damage could indicate the possibility of a new humanism in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S65700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raini Nur Aprijianti
"Forking-path adalah salah satu variasi alur cerita dalam genre film modular narrative yang menyajikan kompleksitas naratif. Percabangan alur yang menjadi beberapa realitas merupakan salah satu ciri struktur narasi forking-path. Salah satu film yang menampilkan variasi alur forking path adalah Sliding Doors (1998) karya Peter Howitt. Terdapat dua Realitas pada film tersebut yang menampilkan subjektivitas perempuan dengan kemunculan berdasarkan kompleksitas yang berbeda. Penelitian ini akan menunjukkan terbentuknya kesadaran subjektivitas perempuan yang muncul dalam dua realitas berdasarkan hubungan antartokoh dan tindakan tokoh utama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yakni dengan analisis struktural menggunakan teori genre modular narrative Allan Cameron, dan selanjutnya analisis ideologi teks dengan menggunakan teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam dua realitas, Helen, sebagai tokoh utama, memperlihatkan konsistensi dalam memperkuat subjektivitas diri pada tataran yang sama, yaitu dengan cara bekerja, membangun intersubjektivitas, dan berkontribusi dalam ranah sosial. Posisi film Sliding Doors (1998) menunjukkan keberpihakan kepada perempuan. Ketika perempuan banyak dihadapkan pada konstruksi sosial yang membatasi, film ini muncul sebagai upaya memberi pilihan dan memperkuat ruang perempuan dalam membentuk independensi diri.

Forking-path is a type of modular narrative genre film that presents narrative complexity. The branching of the plot into several realities is one of the characteristics of the forking-path narrative structure. One of the films that presents two different realities appears in the film Sliding Doors (1998) by Peter Howitt. Two Realities in the film displays the subjectivity of women that appears based on different complexities. This research will show the awareness of women's subjectivity that appears in two realities based on the relationship between characters and the actions of the main character. The method used in this study is structural analysis using Allan Cameron's modular narrative genre theory, and then ideological analysis of the text using Simone de Beauvoir's existentialist feminist theory. The findings of this study indicate that in the two realities, Helen, as the main character, shows consistency in strengthening self-subjectivity at the same level, namely by working, building intersubjectivity, and contributing in the social realm. The position of the film Sliding Doors (1998) shows partiality to women. When many women are faced with limiting social constructs, this film appears as an effort to strengthen women's space in forming self-independence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi
"Kematian eksistensial hanya terjadi pada eksistensi. Kematian ini bukan bagian dari dunia manusia, meskipun terjadi pada tiap-tiap manusia. Akan tetapi, kematian dapat dihadirkan dalam dunia manusia melalui domestifikasi seiring berkembangnya kemampuan manusia untuk meningkatkan harapan hidupnya. Hal ini mengakibatkan kematian selalu mengalami pergeseran dan perubahan, bukan hanya pada tataran konseptual, tapi juga secara faktual. Konstruksinya tergantung pada kemampuan manusia untuk mempertahankan kehidupannya. Meskipun memiliki kemampuan untuk mengorganisasi kematian, namun manusia tidak mungkin menundukkannya secara penuh. Ini berarti, manusia tidak mungkin menjadi immortal. Bukan karena teknologi belum memungkinkan, tapi karena immortalitas melenyapkan kemanusiaan.

Existential death occurs only on existences. Existential death is not part of human-world, although it happens to every human. But, death may presents on human-world through its domestification along development of human_s ability to increase their lifespan. As the result, there always displacement and alteration of death, not only conceptually, but also factually. Construction of death depends on human_s ability to survive. Although, human ables to organize death, but impossible to defeat it completely. It means, human can not be immortal. It is not because of disability of technology, but immortality vanishes our humanity"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S16054
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>