Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Witri Ardini
"Tujuan: Mengetahui hubungan antara rasio asam arakidonat (AA):asam eikosapentaenoat (EPA) eritrosit serta faktor-faktor lainnya dengan Sindroma Metabolik pada karyawan PT. Krakatau Steel, Cilegon.
Tempat: RS Krakatau Medika, Cilegon.
Metodologi: Penelitian desain potong Iintang pada 76 subyek yang dipilih secara acak dari karyawan PT. Krakatau Steel. Data yang dikumpulkan meliputi karalcteristik demografi, asupan asam lemak omega-3 dan omega-6 dengan metode tanya ulang 1 x 24 jam dan food frequency questionnaire (FFQ) semikuantitalif 3 bulan terakhir, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang, tekanan darah, kadar gula darah puasa, kadar trigliserida, kadar kolesterol HDL, serta kadar AA dan EPA pada membran eritrosit.
Hasil: Nilai tengah usia subyek adalah 46 (37-54) tahun, sebagian besar tergolong kelompok usia 41-50 tahun (80,3%), berpendidikan menengah (85,5%), perokok aktif (63,1%), gaya hidup kurang aktif (44,7%), dan semua subyek berpenghasilan di atas UMK Cilegon. Sebanyak 65,7% tergolong status gizi lebih. Prevalensi SM menurut kriteria ATP III yang dimodifikasi adalah 19,7%. Rerata kadar AA adalah 401,04 ng/mg (40,1-1213,0), kadar EPA 48,06 ng/mg (3,2-96,71), dan rasio AA:EPA adalah 12,8 (3,27-77,24). Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan bermakna antara (1) rasio asupan AL∞6:AL∞3 (p=0,004), (2) asupan kalori total (p=002), (3) indeks massa tubuh/IMT (p=4,012), dan (6) rasio AA:EPA eritrosit (p=0,001) dengan sindroma metabolik. Asupan ikan (OR=0,013) dan kekerapan mengkonsumsi ikan (OR=0,063) merupakan faktor protektif terhadap tingginya rasio AA:EPA eritrosit, sedangkan asupan kalori total (OR=4,216) serta rasio ALw6:ALco3 (OR=4,208) merupakan faktor risiko tingginya rasio AA:EPA eritrosit. Terdapat perbedaan bermakna kadar EPA dan rasio AA:EPA eritrosit sejalan dengan peningkatan frekuensi konsumsi ikan.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara rasio AA:EPA pada membran eritrosit dengan sindroma metabolik. Terdapat perbedaan bermakna kadar EPA clan rasio AA:EPA eritrosit sejalan dengan peningkatan frekuensi konsumsi ikan.

Objective: To determine the relationship between ratio of arachidonic acid (AA):eicosapentaenoic acid (EPA) in erythrocyte membrane and other factors with metabolic syndrome (MS) at PT Krakatau Steel employees, Cilegon.
Location: Krakatau Medika Hospital, Cilegon.
Method: A cross sectional study has been carried out on 76 subjects using random sampling method among PT Krakatau Steel employees. Data collected consist of demography characteristics, omega-3 (m3FA) and omega-6 fatty acid (ea6FA) intake by dietary recall 1 x 24 hr and semiquantitative food frequency questionnaire (FFQ) in the last three months, smoking habit, physical activity, body mass index, waist circumference, blood pressure, fasting glucose, triglyceride, HDL-cholesterol, and fatty acid concentration (AA and EPA) in the erythrocyte membrane.
Result: Median age of subjects is 46 years (37-54), most of them are 41-50 years (80,3%), moderate educational background (85,5%), active smokers (63,1%), less physical activity (44,7%), overweight (65,7%), and all subjects have an income above minimum standard payment in Cilegon district. Mean of AA concentration is 401,04 ng/mg(40,1-1213,0), EPA is 48,06 rig/mg (3,2-96,71), and AA:EPA ratio is 12,8 (3,27-77,24). Bivariat analysis found significant relationship between (1) ratio of ∞6FA∞3FA intake (p=0,004), (2) total calorie intake (p=0,004), (3) BMI (p=0,012), and (4) AA:EPA ratio (p=0,001) with MS. Fish intake (OR=0,013) and fish consumption frequency (OR=0,063) are protective whereas total calorie (OR=4,216) and ratio of ∞6FA∞3FA intake are risk factors for the high AA:EPA ratio. There is a significant relationship between EPA concentration and AA:EPA ratio in accordance with fish consumption frequency.
Conclusion: There is a significant relationship between AA:EPA ratio in erythrocyte membrane and metabolic syndrome. There is a significant relationship between EPA concentration and AA:EPA ratio in accordance with fish consumption frequency.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Novianti
"Latar Belakang: Obesitas merupakan kondisi inflamasi kronik yang dapat mengakibatkan penurunan massa otot dan kekuatan genggam tangan. Salah satu nutrisi yang berperan untuk meningkatkan sintesis protein dan menurunkan degradasi protein, yaitu eicosapentaenoic acid (EPA). Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara asupan EPA dengan massa otot dan kekuatan genggam tangan pada karyawan kantoran dengan obesitas.
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan pada subjek karyawan kantoran dengan obesitas. Asupan EPA dinilai dengan food frequency questionnaire semi kuantitatif. Massa otot diukur dengan menggunakan multifrequency bioelectrical impedance analysis. Sedangkan, kekuatan genggam tangan diukur menggunakan electric dynamometer.
Hasil: Penelitian ini mencakup 41 subjek penelitian yang memiliki median usia 35 (21-56) tahun dengan jumlah subjek perempuan lebih banyak dibandingkan dengan subjek laki-laki. Subjek penelitian dengan obesitas derajat 1 sebanyak 16 orang (39%) dan obesitas derajat 2 sebanyak 25 orang (61%). Subjek memiliki rerata asupan EPA sebesar 152,3±64,64 mg. Subjek penelitian memiliki median massa otot sebesar 19,8 (15,3-46,5) kg dan median kekuatan genggam tangan sebesar 24,5 (17,8-42,9) kg. Penelitian ini mendapatkan nilai koefisien korelasi cukup dan signifikan antara asupan EPA dengan massa otot (r=0,335, p=0,032). Sedangkan, tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara asupan EPA dengan kekuatan genggam tangan.
Kesimpulan: Terdapat korelasi bermakna antara asupan EPA dengan massa otot pada karyawan kantoran dengan obesitas. Namun, tidak didapatkan korelasi antara asupan EPA dengan kekuatan genggam tangan.

Background: Obesity is a chronic inflammatory condition that can lead to decrease muscle mass and handgrip strength. One of the nutrients that plays role in increasing protein synthesis and reducing protein degradation is eicosapentaenoic acid (EPA). This study aims to investigate the correlation between EPA intake with muscle mass and handgrip strength in office workers with obesity.
method: This cross-sectional study was conducted on the subject of office workers with obesity. EPA intake was assessed with semi-quantitative food frequency questionnaire. Muscle mass was measured using a multifrequency bioelectrical impedance analysis. Meanwhile, handgrip strength was measured using a electric dynamometer
Results: This study included fourty one subjects with a median age of 35 (21-56) years old, mostly were female subjects. There were 16 people with obesity grade 1 (39%) and 25 people with obesity grade 2 (61%). Average EPA intake was 152,3±64,64 mg. The subjects had a median muscle mass of 19,8 (15,3-46,5) kg and median handgrip strength of 24,5 (17,8-42,9) kg. There was adequate correlation between EPA intake and muscle mass (r=0,335, p=0,032). There was no significant correlation between EPA intake and handgrip strength
Conclusion: There was a significant correlation between EPA intake muscle mass in office workers with obesity. However, there was no correlation between EPA intake and handgrip strength.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raphael Kosasih
"Kanker payudara merupakan penyebab kematian tersering pada wanita. Salah satu faktor risiko kanker payudara adalah obesitas. Obesitas merupakan masalah kesehatan global yang diderita 13% populasi dunia. Sekitar 56 % pasien kanker payudara mengalami obesitas. Sebagian besar pasien kanker payudara dengan obesitas mengalami peningkatan berat badan setelah diagnosis dan semakin memberat saat mejalani terapi anti-kanker. Peningkatan massa lemak berperan dalam progresivitas sel kanker dan resistensi kanker terhadap kemoradiasi. Asam lemak omega-3, yaitu eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) merupakan nutrien spesifik dalam terapi medik gizi pasien kanker. Penelitian menunjukkan EPA dan DHA dapat memiliki efek anti-kanker, antiinflamasi, dan anti-obesitas yang dapat menurunkan massa lemak, berat badan, dan meningkatkan sensitivitas terapi anti-kanker. Terapi medik gizi dilakukan pada empat pasien kanker payudara dengan obesitas dengan rentang usia 44–58 tahun. Satu pasien tidak mencapai target asupan energi dan satu pasien melebihi target asupan energi, dengan rentang rerata asupan 23–31 kkal/kgBB. Satu pasien tidak mencapai target asupan protein dengan rentang rerata asupan 1–1,4 g/kgBB. Asupan nutrien spesifik asam amino rantai cabang keempat pasien belum mencapai 10 g/hari dengan rentang rerata asupan 8,3–9,3 g/hari. Asupan EPA dan DHA keempat pasien memiliki rentang rerata 1,8–1,9 g/hari. Tiga dari empat pasien mengalami penurunan berat badan dan free fat mass index (FFMI), satu pasien mengalami peningkatan BB dan FFMI, dan dua dari empat pasien mengalami peningkatan kekuatan genggam. Satu pasien mengalami peningkatan C-reactive protein (CRP) dan satu pasien mengalami penurunan CRP. Keempat pasien memiliki rasio neutrofil limfosit diatas 3,49 yang mengindikasikan peningkatan risiko rekurensi. Keempat pasien mengalami toksisitas akur ringan selama radioterapi. Kendala utama dalam aplikasi terapi medik gizi pada keempat pasien adalah tingkat kepatuhan terhadap preskripsi yang semakin menurun menjelang minggu akhir pemantauan Dibutuhkan tatalaksana gizi lebih lanjut pasca radiasi untuk mencapai target nutrisi disertai peningkatan aktivitas fisik untuk mempertahankan atau meningkatkan massa otot.

Breast cancer is a leading cause of death in women. One risk factor for breast cancer is obesity, a global health problem affecting 13% of the world's population. About 56% of breast cancer patients are obese. Most breast cancer patients with obesity gain weight after diagnosis and get worse while undergoing anti-cancer therapy. Increased fat mass plays a role in the progression of cancer cells and cancer resistance to chemoradiation. Omega-3 fatty acids, namely eicosapentaenoic acid (EPA) and docosahexaenoic acid (DHA), are specific nutrients in medical nutrition therapy for cancer patients. Research shows that EPA and DHA have anti-cancer, anti-inflammatory, and anti-obesity effects that can reduce fat mass and body weight and increase the sensitivity of anti-cancer therapy. Medical nutrition therapy was done on four obese breast cancer patients aged 44–58. One patient did not reach the energy intake target, and one exceeded the energy intake target, with a mean intake range of 23–31 kcal/kg BW. One patient did not achieve the target protein intake with an average intake of 1–1.4 g/kg BW. The intake of specific nutrients for branched-chain amino acids in the four patients had not yet reached ten g/day with a mean intake range of 8.3–9.3 g/day. The EPA and DHA intakes of the four patients had a mean range of 1.8–1.9 g/day. Three of four patients experienced weight loss and free fat mass index (FFMI), one patient experienced an increase in weight and FFMI, and two of four patients experienced an increase in grip strength. One patient had an increase in C-reactive protein (CRP), and one had a decrease in CRP. All four patients had a neutrophil-lymphocyte ratio above 3.49, indicating an increased risk of recurrence. All four patients experienced mild acute toxicity during radiotherapy. The main obstacle in applying medical nutrition therapy to the four patients was the level of adherence to prescriptions which decreased towards the end of the monitoring week. Further nutritional management after radiation was needed to achieve nutritional targets with increased physical activity to maintain or increase muscle mass."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library