Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arian Aditya Adi Nugroho
"Latar Belakang: Dry eye (DE) menjadi salah satu masalah kesehatan terbanyak yang dilaporkan di lingkungan kantor. Studi sebelumnya telah melaporkan sebesar 1 dari 3 pekerja perkantoran mengalami DE. Gejala DE dapat memengaruhi kenyamatan mata dan menurunkan kualitas hidup, yang selanjutnya dapat memperburuk produktivitas kerja dan menimbulkan beban ekonomi akibat perawatan medis dan menurunnya performa pekerja. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan gejala DE pada pekerja perkantoran dan pekerja lapangan di Indonesia. Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional potong lintang untuk menilai gejala DE pada pekerja perkantoran dan penebang tebu dengan menggunakan kuesioner Ocular Surface Disease Index (OSDI) versi Bahasa Indonesia. Penelitian ini juga menilai faktor risiko yang berperan pada terjadinya DE. Hasil: Sebanyak 268 subjek penelitian (142 pekerja kantoran dan 126 penebang tebu) diikutsertakan dalam analisis data. Lebih dari setengah (56.3%) pekerja mengalami gejala DE (OSDI >12). Prevalensi DE lebih besar pada pekerja perkantoran (37.7%) dibandingkan penebang tebu (18.7%) (OR 3.74, IK 95% 2.25, 6.23). Faktor yang mempengaruhi terjadinya DE antara lain usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, durasi jam kerja, status merokok, penggunaan lensa kontak, penyakit sistemik dan durasi menggunakan gadget. Hasil analisis multivariat menunjukan usia merupakan faktor yang paling memengaruhi terjadinya DE (p < 0.001). Kesimpulan: Penebang tebu memiliki risiko tiga kali lebih rendah untuk mengalami DE dibandingkan pekerja perkantoran. Hal ini disebabkan adanya pengaruh lingkungan pada pekerja perkantoran yang dapat meningkatkan risiko terjadinya DE. Kata Kunci: Dry Eye; Mata Kering; OSDI; Risiko Pekerjaan; Pekerja Perkantoran; Penebang Tebu.

Background: Dry eye (DE) is one of the most common health problems in the office environment. Previous study has reported that 1 out of 3 office workers experienced DE. The symptoms of DE may affect eye health and reduce the quality of life, which in turn decrease work productivity and cause an economic burden due to medical treatment and decreased worker performance. This study aimed to compare the severity of DE in office workers and field workers in Indonesia. Methods: This study was a cross-sectional observational study to assess the severity of DE in office workers and sugarcane loggers using the Indonesian version of the Ocular Surface Disease Index (OSDI) questionnaire. This study also assessed the risk factors that play a role in the occurrence of DE. Results: A total of 268 research subjects (142 office workers and 126 sugarcane loggers) were included in the data analysis. More than half (56.3%) of workers experienced DE symptoms (OSDI >12). The prevalence of DE was higher among office workers (37.7%) than sugarcane loggers (18.7%) (OR 3.74, 95% CI 2.25, 6.23). Factors that influence the occurrence of DE included age, gender, type of work, duration of working hours, smoking status, use of contact lenses, systemic diseases and duration of using gadgets. The results of multivariate analysis indicated that age was the most influencing factor for ED (p < 0.001). Conclusion: Sugarcane loggers have three times less risk of presenting DE symptoms than office workers. It is due to environmental influences on office workers which might increase the risk of DE. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denisa Anggi Kurnia
"Latar Belakang: Sindroma Stevens-Johnson (SSJ) merupakan penyakit autoimun yang menyerang mukosa tubuh penderita dengan angka mortalitas mencapai 35%. Manifestasi okular pada SSJ dilaporkan antara 60-90% kasus. Manifestasi mata kering merupakan keluhan yang dapat ditemui pada fase akut maupun pada fase kronik serta ditemukan pada 46%-59% kasus. Masalah mata kering pada pasien SSJ okular menimbulkan gangguan subjektif seperti sensasi benda asing, nyeri, fotofobia, gangguan penglihatan, dan kesulitan dalam membuka mata. Tatalaksana mata kering pada SSJ okular bervariasi, namun belum didapatkan adanya baku emas terapi untuk pasien SSJ okular dengan mata kering. Tetes mata serum tali pusat saat ini mulai dikembangkan dan dipilih sebagai tatalaksana pada kelainan permukaan okular. Penelitian terdahulu melaporkan efektivitas yang baik dan keamanan dari pemberian tetes mata serum tali pusat pada kasus mata kering. Penelitian-penelitian ini melaporkan perbaikan baik secara subjektif maupum objektif pada kasus mata kering. Meskipun memberikan hasil yang memuaskan, belum terdapat penelitian yang menunjukkan efek pemberiannya pada kasus mata kering terkait SSJ. Tujuan: Menilai efek pemberian tetes mata serum tali pusat pada pasien SSJ okular dengan mata kering dibandingkan dengan penggunaan sodium hialuronat 0,1%. Metode: Uji eksperimental tersamar ganda pada dua kelompok. Kelompok pertama mendapat tetes mata serum tali pusat dan kelompok lain mendapat tetes mata sodium hialuronat 0,1% Hasil: Penelitian berlangsung pada bulan April 2020-Desember 2020 dengan jumlah sampel sebanyak 10 pasien. Rerata usia yaitu 41,8 ± 15,7 dengan jumlah subyek perempuan lebih banyak dari laki-laki (7 vs 3). Sebanyak 6 pasien sudah menjalani operasi mata. Perubahan nilai NIBUT, Schirmer I, dan skor keratoepiteliopati lebih besar bermakna pada kelompok serum tali pusat (1,3 vs 0,15; 2 vs 0,5; 6 vs 0). Perubahan skor OSDI kelompok serum tali pusat lebih tinggi pada kelompok serum namun tidak bermakna secara statistik. Kesimpulan: Secara klinis pemberian tetes mata serum tali pusat menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan tetes mata sodium hialuronat 0,1%.

Background: Stevens-Johnson syndrome (SJS) is an autoimmune disease that attacks the mucosa of the patient with a mortality rate of up to 35%. Ocular manifestations in SJS are reported in 60-90% of cases. Dry eye manifestation is found in the acute phase as well as in the chronic phase and counted in 46%-59% cases. Dry eye problems in ocular SJS patients cause subjective complaints such as foreign body sensation, pain, photophobia, visual disturbances, and difficulty in opening the eyes. The management of dry eye in ocular SJS varies, but there is no gold standard therapy for with dry eye in ocular SJS patients. Umbilical cord serum eyedrops are currently being developed and used as the treatment for ocular surface disorders. Previous studies have reported good efficacy and safety in dry eye patients receiving umbilical cord serum eyedrops. These studies reported both subjective and objective improvements in dry eye cases. Although it gives satisfactory results, there are no studies that show the efficacy in of dry eye patients associated with SJS. Objective: to evaluate the efficacy of umbilical cord serum eyedrops for severe dry eye in ocular SJS, compared with sodium hyaluronate 0,1% eyedrops. Method: a double-blind randomized control trial comparing two groups. Result: From April 2020 – December 2020 there were 10 eyes from 10 patients included in this study. Mean age of our study is 41,8 ± 15,7 and women is more frequent than men (7 vs 3). Six patients had underwent ocular surgeries prior the study. Changes in NIBUT, Schirmer I, and keratoepitheliopathy scores were significantly greater in the cord serum group (1.3 vs 0.15; 2 vs 0.5; 6 vs 0). Changes in the umbilical cord serum OSDI score were higher in the serum group but not statistically significant. Conclusion: Administration of umbilical cord serum eyedrops showed better clinical outcome compared to sodium hyaluronate 0,1% eyedrops."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library