Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amril Amirman Burhany
"Proses tumbuh kembang yang merupakan ciri khas anak, dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor penyakit. Epilepsi merupakan suatu penyakit pada anak dengan insidens yang cukup tinggi yaitu 50/100.000 populasi anak (Shorvon, 1988). Pada pasien epilepsi, makin sering serangan, makin banyak sel-sel otak yang rusak, yang pada gilirannya akan menurunkan tingkat kecerdasan pasien (Aicardi, 1986).
Menurut Sofijanov (1982) epilepsi merupakan kondisi kronik yang ditandai oleh timbulnya serangan kejang berulang, tanpa panas dengan abnormalitas disritmik spesifik pada EEG dan minimal dua kali serangan dengan interval minimal 24 jam.
Dalam penatalaksanaan epilepsi terdapat tiga jenis pengobatan yaitu terapi medikamentosa, terapi operatif dan terapi non-medikamentosa lain (Davidson dan Falconer, 1975; Aicardi, 1986).
Pemakaian obat antiepilepsi bertujuan untuk mengurangi frekuensi dan/atau beratnya serangan (Hoskins, 1974) dan merupakan terapi terpenting karena dapat mengontrol sebagian besar serangan (Aicardi, 1986).
Di antara banyak obat anti epilepsi yang digunakan sekarang ini, fenobarbital merupakan salah satu yang disukai karena efektivitasnya yang cukup tinggi, efek samping minimal, mudah didapat dan harganya yang murah serta terjangkau (Gilman dkk., 1985; Ismael, 1990). Eenobarbital bekerja dengan meningkatkan ambang rangsang kejang korteks motorik dan/atau membatasi penjalaran aktivitas serangan dari fakusnya ke organ-organ efektor (Hoskins, 1974; Gilman dkk., 1985).
Menurut Lampe (1986) fenobarbital per oral diserap dengan baik, konsentrasi puncak serum tercapai dalam 1 - 6 jam. Pada anak waktu paruhnya adalah 3 - 4 hari, sehingga diperlukan waktu 3 - 4 minggu (kira-kira 5-7 kali waktu paruh) untuk memperoleh konsentrasi plasma steady state dalam rentangan 15 - 40 ug/ml.
Dosis ganda (loading dose) untuk 4 hari pertama mempercepat pencapaian konsentrasi plasma efektif tetapi menambah efek sedasinya. Dosis per hari yang banyak dipakai adalah 4 - 6 mg/kg berat badan yang dibagi dalam dua dosis. Namun pemakaian satu kali sehari sudah adekuat pada anak dan dewasa setelah dosis rumatan diketahui/ditentukan?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Othdeh Samuel Halomoan
"ABSTRAK
Pendahuluan. Kesulitan dalam tatalaksana defek tulang yang luas merupakan salah satu tantangan dewasa ini. Selain tatalaksananya yang kompleks juga dapat memberikan dampak jangka panjang negatif yang berat. Penggunaan BMP-2 dalam tatalaksana fraktur dengan defek tulang yang luas memegang peranan penting. BMP-2 berperan pada proses osteogenesis dan chondrogenesis dan menghambat osteoclastogenesis melalui RANKL signaling. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari perbedaan dosis BMP-2 terhadap penyembuhan fraktur dengan defek tulang yang luas.
Metode. Penelitian dilakukan di Laboratorium Animal Gizi di FKUI dan Laboratorium Patologi Anatomi FKUI-RSCM, pada bulan Juli hingga September 2015. Desain penelitian adalah randomized post test control group. Sejumlah 25 ekor tikus putih Sprague Dawley dengan usia 3-4 bulan dan berat badan antara 250 ? 350 gram, dibagi secara acak menjadi kelompok kontrol hidroksiapatit (HA) saja dan kelompok kombinasi HA + BMP-2 1 μg/ml, HA + BMP-2 5 μg/ml, HA + BMP-2 10 μg/ml, HA + BMP-2 20 µg/ml. Tiap kelompok dilakukan tindakan berupa frakturisasi dengan defek tulang 10mm pada femur kanan dan dilakukan fiksasi interna dengan menggunakan intramedullary k-wire ukuran 1,4 mm secara retrograd. Setelah 6 minggu dilakukan penilaian secara histomorfometri, radiologis dan Scanning Electron Microscope (SEM).
Hasil. Berdasarkan hasil penelitian secara histomorfometri ditemukan terdapat perbedaan rerata total area kalus yang bermakna diantara kelompok penelitian (p<0,001),terdapat perbedaan bermakna rerata area penulangan antara kelompok kontrol dengan kelompok 1 μg/ml, 5 μg/ml, 10 μg/ml, 20 μg/ml (masing-masing p=0,009, p=0,016, p=0,009 dan p=0,016), terdapat perbedaan bermakna rerata area kartilago antara kelompok kontrol dengan kelompok 1 μg/ml, 5 μg/ml, 10 μg/ml, 20 μg/ml (masing-masing p=0,009, p=0,009, p=0,009 dan p=0,028), terdapat perbedaan bermakna rerata area fibrosis antara kelompok kontrol dengan kelompok 1 μg/ml dengan kelompok kontrol dan 10 μg/ml(masing-masing p=0,047 dan p=0,009).Secara radiologis dengan RUST score didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok 1 μg/ml, 5 μg/ml, 10 μg/ml, 20 μg/ml (masing-masing p=0,005, p=0,006, p=0,005 dan p=0,006). Dengan SEM didapatkan gambaran kalus yang lebih homogen dan padat pada kelompok 10μg/ml dibandingkan dengan 5 μg/ml dan 20 μg/ml.
Kesimpulan: Pemberian BMP-2 dapat menstimulasi proses penyembuhan fraktur pada defek tulang luas (critical bone defect) yang bermakna secara statistik, histomorfometri, radiologis maupun secara kualitatif dengan SEM. Terdapat dosis optimal dalam pemberian BMP-2.ABSTRACT
Introduction: Difficulties in the management of extensive bone defects is one of today's challenges. It is not only complex treatment but also can provide long-term negative severe effects. The use of BMP-2 in the treatment of fractures with extensive bone defect plays an important role. BMP-2 plays a role in the process of osteogenesis and chondrogenesis and inhibits osteoclastogenesis via the RANKL signaling. This study aims to determine the effect of differences in doses of BMP-2 on the healing of the fracture with extensive bone defects.
Methods: The study was conducted at the Laboratory of Animal Nutrition at the Faculty of Medicine University of Indonesia (FMUI) in July until September 2015. The study design was randomized posttest control group. A number of 25 Sprague Dawley rats aged 3-4 months and bodyweight between 250-350 grams, were randomly divided into a control group of hydroxyapatite (HA) alone and HA+BMP-2 1 µg / ml, HA+BMP -2 5 ug / ml, HA + BMP-2 10 µg / ml, HA + BMP-2 20 ug / ml. Each group carried out fracturization with 10mm bone defect in right femur and internal fixation by using intramedullary K-wire size of 1.4 mm retrograde. After 6 weeks we did histomorfometri assessment, radiological and Scanning Electron Microscope (SEM).
Results: Based on the research results histomorfometrcally found there are differences in the mean total area of ​​callus significantly between the study group (p <0.001), there were significant differences in the mean area of ​​woven bone between the control group with group 1 ug / ml, 5 µg / ml, 10 µg / ml, 20 ug / ml (respectively p = 0.009, p = 0.016, p = 0.009 and p = 0.016), there were significant differences in the average area of ​​the cartilage between the control group with group 1 ug / ml, 5 µg / ml, 10 µg / ml, 20 ug / ml (respectively p = 0.009, p = 0.009, p = 0.009 and p = 0.028), there were significant differences in the average area of ​​fibrosis between the control group with group 1 ug / ml in the control group and 10 mg / ml (respectively -masing p = 0.047 and p = 0.009) .In radiologist assessment with RUST scores obtained significant differences between the control group and group 1 ug / ml, 5 µg / ml, 10 µg / ml, 20 µg / ml (respectively p = 0.005 , p = 0.006, p = 0.005 and p = 0.006). SEM features with callus more homogeneous and dense in the group of 10μg / mL compared with 5 ug / ml and 20 µg / ml.
Conclusion: Administration of BMP-2 could stimulate the process of fracture healing in large bone defects (critical bone defect) which was statistically significant with histomorfometri assestment, radiological and qualitatively with the SEM. There is an optimal dose in the administration of BMP-2.;Introduction: Difficulties in the management of extensive bone defects is one of today's challenges. It is not only complex treatment but also can provide long-term negative severe effects. The use of BMP-2 in the treatment of fractures with extensive bone defect plays an important role. BMP-2 plays a role in the process of osteogenesis and chondrogenesis and inhibits osteoclastogenesis via the RANKL signaling. This study aims to determine the effect of differences in doses of BMP-2 on the healing of the fracture with extensive bone defects.
Methods: The study was conducted at the Laboratory of Animal Nutrition at the Faculty of Medicine University of Indonesia (FMUI) in July until September 2015. The study design was randomized posttest control group. A number of 25 Sprague Dawley rats aged 3-4 months and bodyweight between 250-350 grams, were randomly divided into a control group of hydroxyapatite (HA) alone and HA+BMP-2 1 µg / ml, HA+BMP -2 5 ug / ml, HA + BMP-2 10 µg / ml, HA + BMP-2 20 ug / ml. Each group carried out fracturization with 10mm bone defect in right femur and internal fixation by using intramedullary K-wire size of 1.4 mm retrograde. After 6 weeks we did histomorfometri assessment, radiological and Scanning Electron Microscope (SEM).
Results: Based on the research results histomorfometrcally found there are differences in the mean total area of ​​callus significantly between the study group (p <0.001), there were significant differences in the mean area of ​​woven bone between the control group with group 1 ug / ml, 5 µg / ml, 10 µg / ml, 20 ug / ml (respectively p = 0.009, p = 0.016, p = 0.009 and p = 0.016), there were significant differences in the average area of ​​the cartilage between the control group with group 1 ug / ml, 5 µg / ml, 10 µg / ml, 20 ug / ml (respectively p = 0.009, p = 0.009, p = 0.009 and p = 0.028), there were significant differences in the average area of ​​fibrosis between the control group with group 1 ug / ml in the control group and 10 mg / ml (respectively -masing p = 0.047 and p = 0.009) .In radiologist assessment with RUST scores obtained significant differences between the control group and group 1 ug / ml, 5 µg / ml, 10 µg / ml, 20 µg / ml (respectively p = 0.005 , p = 0.006, p = 0.005 and p = 0.006). SEM features with callus more homogeneous and dense in the group of 10μg / mL compared with 5 ug / ml and 20 µg / ml.
Conclusion: Administration of BMP-2 could stimulate the process of fracture healing in large bone defects (critical bone defect) which was statistically significant with histomorfometri assestment, radiological and qualitatively with the SEM. There is an optimal dose in the administration of BMP-2."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Amalia Hasanah
"ABSTRAK
Praktik kerja profesi di puskesmas dilakukan agar mampu memahami peran, posisi, dan tanggung jawab apoteker dalam praktik pelayanan kefarmasian di puskesmas. Dalam praktik kerja profesi diberikan pengetahuan, ketrampilan, sikap perilaku, serta wawasan dan pengalaman nyata untuk melakukan praktik profesi dan pekerjaan kefarmasian di puskesmas. Hal-hal lain yang dipelajari selama praktik kerja profesi di puskesmas antara lain mengenai strategi dan pengembangan praktik profesi apoteker; gambaran nyata tentang permasalahan praktik dan pekerjaan kefarmasian; berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain yang bertugas. Tugas khusus yang diberikan berjudul ldquo;Analisis Kelengkapan Administratif dan Kesesuaian Dosis Amoxicillin pada Resep Racikan di Puskesmas Kecamatan Kalideres rdquo;. Tugas khusus dilakukan untuk mengetahui persentase kelengkapan administratif resep racikan di Puskesmas Kecamatan Kalideres berdasarkan peraturan yang berlaku dan kesesuaian dosis amoxicillin pada resep racikan yang diberikan untuk anak-anak.

ABSTRACT
Internship at Puskesmas was conducted to enable pharmacist students to recognize job description, positions, and responsibilities of pharmacists in pharmacy services. During internship, they were given knowledge, skills, and practical experiences on pharmacy practices at Puskesmas. The other things learned in internship were strategies and development of pharmacy practices illustrations of pharmacy practices obstacles and how to communicate with other health practitioners. A specific assignment was given, titled ldquo Analysis of Standards Administrative Prescription and Conformity of Amoxicillin Doses in Puskesmas Kecamatan Kalideres rdquo . This assignment aimed to know percentage of standards administrative prescriptions at Puskesmas Kecamatan Kalideres based on regulation and adjusting amoxicillin doses for children."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Selma
"Masih banyak ditemukan resep obat antituberkulosis anak dengan kombinasi beberapa obat dalam racikan puyer yang tidak sesuai standar program pemberantasan tuberkulosis (TB) paru Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui situasi dan permasalahan berhubungan praktik peresepan puyer sebagai obat anti tuberkulosis (OAT).
Pada periode Mei hingga Desember tahun 2009, penelitian diawali dengan pengukuran persentase peracikan OAT dalam bentuk puyer, dilanjutkan dengan penelitian kualitatif eksploratif. Data dikumpulkan dari rumah sakit, puskesmas, apotek dan dinas kesehatan di Jakarta, Bandung, Medan, dan Makassar. Pada tiap fasilitas kesehatan, 30 sampel resep pengobatan diambil untuk pasien tuberkulosis anak usia 1 _ 12 tahun. Kemudian dilakukan wawancara mendalam terhadap dokter anak, apoteker, keluarga pasien, dan pegawai dinas kesehatan yang terkait. Penelitian menemukan persentase peracikan OAT adalah 25% untuk campuran rifampicin dan isoniazid, dan 18% untuk campuran rifampicin, isoniazid, dan pyrazinamid.
Semua informan menyadari bahwa praktik peracikan puyer tergolong pengobatan yang irasional, tetapi situasi yang mereka hadapi membuat mereka terus meresepkan dan membuat peracikan puyer. Ketersediaan fixed dose combination (FDC) yang rendah untuk OAT serta harga yang mahal menjadi alasan utama. Pemerintah dan organisasi profesi perlu meningkatkan pembinaan secara terus menerus kepada tenaga kesehatan berhubungan serta meningkatkan akses masyarakat terhadap FDC untuk tuberkulosis anak.

There are still many practices of treating sick children with a mixture of several medicines for children suffering from tuberculosis, called it "puyer". It is not following the standard from Ministry of Health. This study explored the complex situation dealing with the practice of compounded medicines.
It was innitially by assessment the percentage of "puyer" prescription, and followed by the qualitative study, from May to December 2009. Data were collected from hospitals, primary health cares and pharmacies in Jakarta, Bandung, Medan, and Makassar. From every health cares facilities, 30 prescriptions were collected for children age 1 to 12 years old. Then, we conducted in-depth interviews with pediatricians, pharmacist, patients? families and health officers about ?puyer? prescription for children. The prevalence of prescription consists of ?puyer? for children were 25% for isoniazid and rifampicin and 18% for isoniazid, pyrazinamid, and rifampicin.
All informants knew ?puyer? prescription is irrational, because the complex situation they faced they continued to give ?puyer? to patients. Low availability and high price of fixed doses combination (FDC) are main reasons. The government and association of doctors/pharmacist should enforce discipline to their member to obey therapy standard. The government should improve access to FDC medicines for children suffering tuberculosis.
"
Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adristi Arum Nabilah
"Indonesia merupakan negara berkembang dengan maraknya penyakit infeksius. Beberapa penyakit infeksius menjadi penyumbang angka kematian tertinggi dibanding penyakit lainnya. Penggunaan obat antiinfeksi, terutama dalam jalur pemberian oral, tentunya menjadi perhatian karena apabila penggunaannya tidak dilakukan secara rasional, maka dapat mengakibatkan resistensi mikroba terhadap obat antiinfeksi. Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan utama tingkat pertama menjadi tempat pasien pertama kali berobat ketika merasa sakit. Penggunaan obat antiinfeksi yang rasional perlu diterapkan dari awal pasien berobat guna mencegah terjadinya resistensi mikroba, maka dari itu diperlukan handbook antiinfeksi oral berisikan dosis maksimum, efek samping, dan interaksi obat dari obat antiinfeksi oral yang ada di Puskesmas Jatinegara. Obat antiinfeksi oral yang tercantum pada Formularium Puskesmas Jatinegara tahun 2022 dilakukan penelusuran literatur. Data dosis maksimum didapatkan dari Drug Information Handbook Edisi 22 dan aplikasi Medscape®. Data efek samping dan interaksi obat didapatkan dari aplikasi Medscape®. Handbook yang telah dibuat diharapkan dapat membantu praktisi untuk mencari data dosis maksimum, efek samping, dan interaksi obat dari obat antiinfeksi oral yang akan diberikan pada pasien sehingga dapat mengurangi tingkat kejadian yang tidak diinginkan akibat pemakaian obat.

Indonesia is a developing country with many infectious diseases. Some infectious diseases contribute to the highest mortality rate compared to other diseases. The use of anti-infective drugs, especially in the oral administration route, is of course a concern because if their use is not carried out rationally, it can lead to microbial resistance to anti-infective drugs. Puskesmas as the main first-level health facility is the first place for patients to seek treatment when they feel sick. Rational use of anti-infective drugs needs to be applied from the start of the patient's treatment to prevent microbial resistance from occurring, therefore an oral anti-infective handbook is needed containing the maximum dose, side effects, and drug interactions of oral anti-infective drugs available at Puskesmas Jatinegara. Oral anti-infective drugs listed in Puskesmas Jatinegara Formulary for 2022 were carried out through a literature search. Maximum dose data were obtained from Drug Information Handbook Edition 22 and Medscape® application. Data on side effects and drug interactions were obtained from Medscape® application. The handbook that has been created is expected to help practitioners find data on maximum doses, side effects, and drug interactions of oral anti-infective drugs that will be given to patients so that they can reduce the level of unwanted events due to drug use."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia
"Stroke menimbulkan gangguan neurologis menetap. Obat-obatan konvensional yang ada selain relatif mahal dan banyak efek samping, belum dapat menyembuhkan gejala sisa tersebut. Melihat penggunaan rebusan akar Acalypha indica Linn. di masyarakat dalam mengatasi gejala paresis pasca stroke, dilakukan uji efek neuroterapi ekstrak akar Acalypha indica Linn. secara eks vivo pada saraf otot gastroknemius katak, untuk membuktikan adanya efek terapi dari ekstrak. Studi eksperimental ini dilakukan dengan model neuromuscular junction katak. Dikarenakan kemiripan studi dengan patofisiologi miastenia gravis, bila penelitian ini menunjukkan hasil yang baik, kemungkinan dapat diterapkan pula untuk mengobati miastenia gravis. Penelitian dilakukan dengan lima kelompok dosis (ekstrak 5; 10; 15; 20; 25 mg/ml) dan satu kelompok kontrol (ringer), dengan empat sampel setiap kelompok. Pada pembahasan hanya akan dibandingkan antara kelompok kontrol, ekstrak 20 mg, dan 25 mg. Pankuronium bromida 2 mg digunakan sebagai pelumpuh otot. Penelitian dilakukan sebagai berikut: perendaman dengan Ringer – Pankuronium bromida – Ekstrak. Parameter yang digunakan berupa aktivitas listrik seperti jumlah dan durasi (dalam detik) dari repolarisasi, depolarisasi, potensial istirahat, dan tinggi spike setelah pemberian stimulasi listrik pada 5 mV. Adanya efek neuroterapi ditentukan oleh kemampuan otot untuk menunjukkan respons listrik setelah perendaman dengan pankuronium bromida dan ekstrak selama 10 menit. Ekstrak air akar Acalypha indica Linn. menunjukkan efek neuroterapi terbaik pada dosis 20 mg dan 25 mg, dengan perbaikan nilai rata-rata depolarisasi (p= 0,197), repolarisasi (p= 0,475), dan flat (p= 0,558), walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna.

Stroke has caused persistent neurologic symptoms. The conventional drugs used today cannot cure these symptoms, besides they are more adverse reactions and expensive. The extract of Acalypha indica Linn. has been used for long time to treat patient with paralyze. To prove the extract’s therapy effect, a study of neuro-therapy effects of Acalypha indica Linn. extract ex vivo on m.gastrocnemius of frog has been done. The experimental study was done on neuromuscular junction of frog. Because of the similarity with pathophysiology of myasthenia gravis, if the extract has been proved to have therapy effect, this can also be used to treat myasthenia gravis. The study was done on five groups of doses: 5; 10; 15; 20; 25 mg and one group as control (ringer), with four samples each group. On the results discussion, only control group, the extract of 20 mg and 25 mg were compared. Pancuronium bromide 2 mg, is used for muscle relaxant. The study was done as follow: Ringer – Pancuronium bromide – Extract. The parameters used to measure in this study were the electrical activities such as amount and duration (second) of repolarization, depolarization, resting potential, and the height of spike after electrical stimulation at 5 mV. The neuro-therapy effect of extract was determined by the ability of muscle to show the electrical response after incubating with pancuronium bromide and extract within 10 minutes. The extract of Acalypha indica Linn. showed best effects on doses of 20 mg and 25 mg, with improved depolarization (p= 0,197), repolarization (p= 0,475), and flat (p= 0,558), but statistically there were no significant difference."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Yuni Lestari
"Terdapat kekhawatiran yang tumbuh di masyarakat umum serta bidang medis dan scientist tentang paparan radiasi dari prosedur sinar-x diagnostik dalam kasus wanita hamil yang menjalani pemeriksaan radiografi dimana embrio/janin berada dekat ataupun masuk dalam lapangan radiasi, misalnya pemeriksaan radiografi thoraks dan abdomen. Penelitian ini dilakukan untuk estimasi dosis janin pada pemeriksaan thoraks dan abdomen untuk kepentingan penilaian risiko janin dan manfaat pada review justifikasi. Estimasi dosis janin didapatkan dengan mengalikan antara Normalized Uterine Dose (NUD) dengan Entrance Surface Dose (ESD). NUD didapatkan dari kalkulasi software Xdose, sedangkan ESD didapatkan dari hasil bacaan Thermoluminescence Dosimetry (TLD) yang diletakkan pada titik berkas utama permukaan phantom posterior dengan tebal phantom 17 cm untuk pemeriksaan thoraks dengan arah penyinaran posterior-anterior dan pada titik berkas anterior permukaan phantom untuk pemeriksaan abdomen dengan arah penyinaran anterior-posterior. ESD juga bisa didapatkan dari hasil perkalian antara incident air kerma dengan backscatter factor. Pemeriksaan thorak dilakukan dengan tegangan tabung 55, 60, 66, 70 dan 77 kV dengan beban tabung 10 mAs sedangkan pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tegangan tabung 60, 66, 70, 77, 81 dan 85 kV dengan beban tabung 10 mAs. Dosis janin yang didapat pada pemeriksaan thoraks antara 1,92x10-5 ? 2,79x10-5 mGy sedangkan pada pemeriksaan abdomen dosis janin yang didapat antara 0,054 ? 0,975 mGy. Dosis janin yang didapat masih berada dibawah nilai batas dosis menurut The International Commission on Radiological Protection (ICRP) yaitu 100 mGy.

There has been growing concern on public, as well as scientific and medical communities, about radiation exposures from diagnostic X-ray procedures in the case of pregnant women who undergo radiological examinations when the embryo/fetus is near or included in the X-ray field, for example thorax and abdomen radiographic examinations. This research was conducted to estimate fetal doses in thorax and abdomen examination for risk-benefit considerations as justification review. Fetal doses estimation were obtained by multiplying Normalized Uterine Dose (NUD) with Entrance Surface Dose (ESD). NUDs were obtained using calculation software XDose while ESDs were obtained from Thermoluminescence Dosimetry (TLD) placed on the posterior center beam of phantom surface with 17 cm thickness for thorax examinations posterior-anterior projection and on anterior center beam of phantom surface for abdomen examinations anterior-posterior examinations. ESD can also be obtained by multiplying incident air kerma with backscatter factor. Thorax examination performed with a tube voltage of 55, 60, 66, 70 and 77 kV and 10 mas, while the abdominal examination performed with a tube voltage of 60, 66, 70, 77, 81 and 85 kV and 10 mas. From thorax examination fetal doses between 1.92 x10-5 to 2.79 x10-5 mGy and from abdomen examination fetal doses between 0.054 to 0.975 mGy. Fetal doses obtained were less than the dose limit value according to The International Commission on Radiological Protection (ICRP) of 100 mGy. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S814
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Charles A.
"Instrumen pemantauan dosis radiasi sinar-x untuk para pekerja radiasi berhasil dikembangkan. Instrumen ini dapat mengukur densitas dan dosis radiasi yang direkam oleh film badge yang dikenakan oleh para pekerja radiasi. Sistem instrumentasi dirancang menggunakan sensor cahaya, DAQ, dan PC dengan menggunakan perangkat lunak LabVIEW. Film badge yang digunakan mempunyai tiga jenis filter yaitu Plastik, SnPb dan Dural. Sensor cahaya yang dipakai mempunyai kemampuan deteksi antara 5-500 lux. Data atenuasi intensitas cahaya oleh film badge yang dideteksi oleh sensor cahaya dirubah ke digital dan diolah oleh DAQ. Data ini kemudian dianalisis dan disimpan di data based beserta identitas pekerja, densitas film, dosis radiasi, dan waktu pengukuran. Data dapat diakumulasi sehingga riwayat paparan radiasi dari pekerja dapat dimonitor dan tersimpan dengan baik. Kalibrasi instrument dilakukan dengan menggunakan kalibrator film densitas. Hasil pengukuran densitas film kalibrator sudah mendekati nilai densitas yang sudah disertifikasi. Instrumen ini dapat dioperasikan dan menunjukkan hasil ukur secara langsung yang dapat dimonitor melalui GUI yang dirancang secara interaktif.

The instrument monitoring radiation doses for the workers in a radiology department at the hospital have been successfully developed. These instruments could measuring density and the radiation doses recorded by film badges worn by radiation workers. Instrumentation system is designed using a light sensors, DAQ, and a PC by LabVIEW software. Film badges that are used had three types of filters ie Plastics, SnPb and Dural. The light sensor has a detection capabilities used between 500-500 lux. A data attenuation of light intensities by film badge detected by light sensors to digital converted and processed by DAQ. This data is then analyzed and stored in a data-based workers and their identity, the film density, radiation doses, and time measurement. The data can be accumulated so that a history of radiation exposure from workers could be monitored and saved fine. The instrument calibration performed using film density calibrator. This instrument can operate and shows the results of direct measurement that can be monitored via a GUI that is designed interactively."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S816
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur`Arifah Hakim
"Angka kejadian anemia pada ibu hamil di puskesmas kecamatan Kemayoran masih tinggi walaupun cakupan ibu hamil yang mendapatkan tablet tambah darah minimal 90 butir selama hamil sudah mencapai 100%. Besarnya suplementasi zat besi juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing ibu. Tidak efektifnya program pemberian TTD untuk menurunkan kejadian anemia kehamilan karena belum adanya media yang efektif untuk memberikan informasi dan edukasi tentang anemia dan TTD.
Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas intervensi pendidikan kesehatan melalui diagram bantu konseling anemia dan pemberian dosis terapi TTD terhadap peningkatan kadar hemoglobin ibu hamil di wilayah puskesmas kecamatan Kemayoran tahun 2019. Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi eksperiment dengan menggunakan desain nonequivalent control group design. Penelitian dilakukan di wilayah puskesmas kecamatan Kemayoran dari rentang waktu Maret-November 2019. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil di wilayah puskesmas kecamatan kemayoran dan teknik pemilihan sampel dengan cara purposive sampling.
Hasil penelitian pengaruh intervensi pendidikan kesehatan melalui diagram bantu konseling anemia dan pemberian dosis terapi TTD terhadap peningkatan kadar hemoglobin ibu hamil di wilayah puskesmas kecamatan Kemayoran tahun 2019 pada analisis bivariat menggunakan uji Anova didapatkan nilai p = 0.0005, hubungan pengetahuan dan kepatuhan mengkosumsi TTD dengan Kadar Hemoglobin didapatkan r=0.288, p value=0.035; r=0.422, p value=0.001. Kesimpulan ada pengaruh intervensi pendidikan kesehatan melalui diagram bantu konseling anemia dan pemberian dosis terapi TTD terhadap peningkatan kadar hemoglobin ibu hamil di wilayah puskesmas kecamatan Kemayoran tahun 2019 (nilai p < 0.05). Semakin tinggi pengetahuan dan kepatuhan mengkonsumsi TTD maka semakin besar kadar hemoglobin.

The incidence of anemia in pregnant women in the Kemayoran Health Centre is still high considering that pregnant women who get iron tablets of at least 90 during pregnant are reaching 100%. The amount of iron supplementation must also be adjusted to the needs and conditions of each mother. Ineffective iron supplementation delivery program for pregnant women to reduce the incidence of anaemia because there is no effective media to provide information and education about anaemia and iron supplementation.
This study aims to know the effectivity of health educational intervention through anaemia counseling helping diagram and giving iron suplement therapeutic doses to increasing haemoglobin levels for pregnant women at Kemayoran public health center area in 2019. This study uses a quasi experimental research type using the nonequivalent control group design. The study was conducted in the area of Kemayoran health center from the period March-November 2019. The population in this study were all pregnant women in the area of Kemayoran health center and sample selection techniques by purposive sampling.
The results of research on health educational intervention through anaemia counseling helping diagram and giving iron suplement therapeutic doses to increasing haemoglobin levels for pregnant women at Kemayoran public health center in 2019 on bivariate analysis using Anova test obtained p value = 0.0005, the relationship of knowledge and compliance consuming iron suplement with haemoglobin levels obtained r = 0.288, p value = 0.035; r = 0.422, p value = 0.001. Conclusion: there is influence of health educational through anaemia counseling helping diagram and giving iron suplement therapeutic doses to increasing haemoglobin levels for pregnant women at Kemayoran public health center in 2019 (p value <0.05). The higher of knowledge and compliance of consuming iron suplement, the greater the hemoglobin level.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library