Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lestyani
"Suami saat persalinan istri mengalami kecemasan dari kecemasan ringan, gejala yang sering dialami adalah sukar konsentrasi, merasa tegang, dan gelisah Nurjanah,2013. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi distress psikologis pada suami yang menghadapi persalinan istri primigravida dan faktor ndash; faktor yang memengaruhi. Desain penelitian berupa deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional pada 160 suami yang mendampingi persalinan istri primigravida di Kabupaten Bogor. Variabel independen yang diteliti diantaranya usia suami, pekerjaan suami, sosial ekonomi,tingkat pendidikan, kondisi spiritual, dukungan sosial, dan tingkat pengetahuan terhadap persalinan serta distress psikologis sebagai variabel dependennya. Instrumen yang digunakan yaitu Kuesioner Spirituality Perspective Scale SPS, Multidimensional Scale of Perceived Social Support MPSS, Hopkins Symptom Checlist-25 HSCL-25.
Hasil penelitian menunjukan mayoritas responden mengalami distress psikologis 69,4. Dukungan sosial merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya distress psikologis pada suami yang menghadapi persalinan istri primigravida OR=26,042. Semakin rendah dukungan sosial yang diterima suami maka semakin meningkat kejadian distress psikologis. Rekomendasi Perlu adanya kerjasama antara perawat maternitas dengan progam pemerintah dalam memberikan edukasi kepada suami dengan cara memasukkan edukasi pada suami dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak sehingga bisa memberikan modal pengetahuan pada suami dalam menghadapi persalinan istri primigravida.

Husband during primigravida wife's labor, experience anxiety from mild to moderate anxiety. The anxiety symptoms that are often experienced are difficulty to focus, feel tense, and restless Nurjanah,2013. This study aimed to identify psychological distress on husbands who dealt with primigravida wife's labor and the influencing factors. This research design was analytic descriptive with a cross sectional approach on 160 husbands who accompanied the labor of primigravida wives in Bogor District. Independent variables of this study were husband's age, husband's job, socioeconomic, educational level, spiritual condition, social support, and knowledge level of labor and psychological distress as the dependent variable. Spirituality Perspective Scale Questionnaire SPS, Multidimensional Scale of Perceived Social Support MPSS, Hopkins Symptom Checklist 25 HSCL 25 were used to collect data.
The results showed the majority of respondents experienced psychological distress 69.4. Social support was the most influential factor on the occurrenced of psychological distress in husbands who dealt with primigravida wife's labor OR 26,042. The lower the social support that the husband receives, the higher the incidence of psychological distress. Recommendation for this study is the need for cooperation between maternity nurses and goverment to educate husbands by include husbands education in the Maternal and Child Health Book to increase husband's knowledge in deal with of primigravida wife's labor.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T49493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anto Yamashita Saputra
"Perubahan organisasi merupakan bagian dari siklus kehidupan bisnis yang normal dan tak terhindarkan. Jika dikelola dengan baik, perubahan organisasi berpeluang meningkatkan kinerja bisnis serta keselamatan dan kesehatan kerja suatu organisasi. Namun demikian, perubahan organisasi dapat pula memperburuk keadaan yang disebabkan oleh distress akibat perubahan pada elemen intrinsik di tempat kerja. Faktor lingkungan rumah, lingkungan sosial dan karakteristik individu juga merupakan faktor risiko distress yang harus dikelola organisasi pada saat melakukan perubahan. PT X melakukan perubahan organisasi di tahun 2022. Pasca perubahan, pekerja sering mengeluh munculnya gejala-gejala distress dengan berbagai tingkatan. Oleh karena itu, perubahan organisasi perlu dilakukan kajian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat gejala distress pekerja pasca perubahan organisasi, mengetahui hubungan faktor risiko distress dengan tingkat gejala distress dan mengetahui faktor risiko distress yang paling berhubungan secara simultan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada pekerja Fungsi K3 dan Fungsi Operasi dengan jumlah 193 responden pada bulan Mei – Juni 2023. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat gejala distress yang dialami pekerja pasca perubahan organisasi adalah 153 pekerja (79,3%) dengan tingkat rendah, 30 pekerja (15,5%) sedang dan 10 pekerja (5,2%) tinggi. Faktor risiko distress yang berhubungan signfikan dengan tingkat gejala distress adalah umur, bagian kerja, ketaksaan peran, konflik peran, beban kerja kuantitatif, beban kerja kualitatif, tanggung jawab terhadap orang lain, lingkungan rumah dan lingkungan sosial. Sementara faktor risiko distress yang paling berhubungan secara simultan dengan tingkat gejala distress adalah umur dan lingkungan rumah.

Organizational change is a normal and unavoidable part of the business life cycle. If managed properly, organizational change has the opportunity to improve business performance and occupational safety and health of an organization. However, organizational change can also exacerbate the situation caused by distress due to changes in intrinsic elements in the workplace. Factors of the home environment, social environment and individual characteristics are also risk factors for distress that must be managed by the organization when implementing change. PT X implements organizational change in 2022. After the change, workers often complain of symptoms of distress with various levels. Therefore, organizational change needs to be studied. This study aims to determine the level of symptoms of workers' distress after organizational change, to determine the relationship between risk factors for distress and the level of symptoms of distress and to determine the risk factors for distress that are most closely related simultaneously. This research is a quantitative study using a cross-sectional approach using questionnaires distributed to workers in the K3 Function and Operations Function with a total of 193 respondents in May - June 2023. The results showed that the level of distress symptoms experienced by workers after organizational change was 153 workers (79 .3%) with a low level, 30 workers (15.5%) medium and 10 workers (5.2%) high. Distress risk factors that are significantly related to the level of distress symptoms are age, work assignment, role ambiguity, role conflict, quantitative workload, qualitative workload, responsibility to others, home environment and social environment. While the risk factors for distress that are most related simultaneously to the level of distress symptoms are age and home environment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suroso
"Makalah ini bertujuan menggambarkan fenomena return investasi pada saham perusahaan-pemsahaan yang menghadapi financial distress di Bursa Efek Jakarta. Dengan meneliti dan mengkaji return investasi pada saham perusahaan yang mengalami financial distress di Bursa Efek Jakarta yang dilakukan dari tahun 2000 - 2004 diperoleh gambaran probabilitas menderita kerugian investasinya. Dan probabilitasnya menurun sejalan dengan makin panjangnya periode beli simpan yang dipilih. Secara rata-rata probabilitas investor tidak menderita kerugian bila dilakukan dengan strategi beli simpan 12 bulan atau lebih, yaitu antara return positif 11 %-19% per-tahun. Gambaran fenomena ini sedikit lebih rendah dari fenomena return investasi hasil kajian Ramaswami & Moeller 1990), yang besarnya mencapai 28 % per tahun dengan rata-rata periode beli simpan 21,5 bulan"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
MUIN-XXXV-2-Feb2006-7
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Silaen, Christina Natalia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan manajemen laba ketika perusahaan mengalami financial distress, perbedaan manajemen laba antara periode krisis dengan non krisis dan menganalisis perbedaan pengaruh financial distress terhadap manajemen laba antara periode krisis dan periode non krisis. Manajemen laba akrual diukur dengan menggunakan model Kothari et al. (2005) dan manajemen laba melalui aktivitas riil diukur dengan menggunakan model Roychowdhury (2006). Penelitian dilakukan pada 154 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2010.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa financial distress hanya berpengaruh pada manajemen laba akrual dan produksi berlebihan dan tidak berpengaruh pada manipulasi penjualan dan pengurangan biaya-biaya diskresioner. Periode krisis hanya berpengaruh terhadap praktik manajemen laba riil melalui produksi abnormal dan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba akrual dan kedua manajemen laba riil lainnya. Diduga pada saat periode krisis perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan manajemen laba riil melalui produksi abnormal. Variabel krisis tidak tidak terbukti membuat hubungan financial distress dengan manajemen laba riil melalui produksi abnormal menjadi semakin negatif. Latar belakang dari motivasi tersebut yaitu membuat pasar yakin bahwa perusahaan masih tetap mampu bertahan melakukan aktivitas riil dalam kondisi politik-ekonomi yang sedang buruk sehingga akan meningkatkan respon yang baik dari pasar.

The purpose of this study are to determine the treatment of earnings management when the company experienced financial distress, earnings management differences between crisis and non crisis period, and analyze the differences in the effect of financial distress on earnings management between the crisis and noncrisis periods. Accrual earnings management is measured by using a model of Kothari et al. (2005) and earnings management through real activities is measured using the model Roychowdhury (2006) which divided by three proxies: sales manipulation, overproduction, and reduction of discretionary expenses. The sample of this research are 154 manufacture companies listed on Indonesian Stock Exchange in 2007-2010.
The results show that financial distress only impact on accruals earnings management and real management through overproduction and has no impact on real management through sales manipulation and reduction of discretionary expenses. Crisis only impact on real management through overproduction and has no impact on accrual-based earnings management and for both earnings management through real activities. Variable crisis does not proven make the relationship between financial distress with real earnings management through abnormal production became increasingly negative. It is suspected to make sure the market that the company is still able to survive through real activity in bad political-economic conditions that will improve good responses from the market.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S53332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Kartika
"Penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh variabel efektivitas dewan komisaris, efektivitas komite audit, dan proporsi kepemilikan institusional terhadap kemungkinan terjadinya financial distress. Pengujian dilakukan atas 82 perusahaan yang terdaftar di BEI yang terdiri dari 41 perusahaan yang mengalami financial distress dan 41 perusahaan yang tidak mengalami financial distress, untuk periode pengamatan tahun 2011.
Hasil pengujian regresi logit menunjukan bahwa variabel efektivitas dewan komisaris dan variabel efektivitas komite audit berpengaruh negatif terhadap kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Sedangkan variabel proporsi kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan dengan kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
Hasil pengujian tambahan yang dilakukan atas komponen-komponen dalam skor efektivitas dewan komisaris dan komite audit menunjukkan bahwa dari seluruh komponen efektivitas dewan komisaris dan komite audit hanya komponen aktivitas dewan komisaris dan komite audit yang berpengaruh negatif terhadap kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan.

This study was conducted to examine the effect of board effectiveness, audit committee effectiveness, and the proportion of institutional ownership on the possibility of financial distress. Tests conducted on 82 companies listed on the IDX consists of 41 companies that experienced financial distress and 41 companies that are not experiencing financial distress, for the year 2011.
Logit regression testing results shows that the variable of board of commissioners effectiveness and audit committee effectiveness has negative effect on the probability of companies experiencing financial distress. Proportion of institutional ownership has no effect on the probability of companies experiencing financial distress.
Additional regression testing conducted on the components of the boards of commissioners and committee audit effectiveness showed that out of all the components, only activities of boards of commissioners and audit committees that negatively affect the probability of financial distress at the company.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S46341
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Iskandarsyah Agung Ramadhan
"Latar Belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) dikoreksi dengan bedah jantung terbuka dengan bantuan alat mesin pintas jantung paru (cardiopulmonary bypass). Namun teknik ini dapat menyebabkan inflamasi pada paru yang menghasilkan kondisi Acute Respiration Dysfunction Syndrome (ARDS). Meskipun insidensinya pada pasien bedah dengan mesin pintas jantung paru hanya rendah, tingkat mortalitasnya dapat mencapai 50%.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara durasi penggunaan mesin jantung paru dengan insidensi ARDS pada pasien anak dengan PJB pasca bedah jantung terbuka.
Metode: Studi kohort retrospektif dilakukan terhadap 194 anak yang menjalani bedah jantung terbuka atas indikasi PJB di Unit Pelayanan Jantung Terpadu (UPJT) RSCM periode Januari 2014-September 2015.
Hasil: 64 (32,99%) pasien mengalami ARDS pasca bedah jantung terbuka dan sisanya sebanyak 130 (67,01%) tidak mengalami ARDS. Median penggunaan mesin pada golongan ARDS dan non-ARDS masing-masing sebesar 80 menit (23-219, IK90%) dan 70 menit (18-320, IK90%). Insidensi ARDS pada kelompok dengan durasi pendek (≤60 menit) adalah 27,5% dan dengan durasi panjang (> 60 menit) adalah 36%. Secara statistik dan klinis tidak terdapat hubungan bermakna antara durasi penggunaan mesin dengan munculnya ARDS (p = 0,298, uji chi square).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan bermakna antara durasi penggunaan mesin pintas jantung paru dengan kejadian ARDS pada pasien PJB pasca bedah jantung terbuka.

Background: Congenital heart disease (CHD) is corrected by open thoracic surgery with the help of cardiopulmonary bypass machine (CPB). This technique can cause pulmonary inflammation resulting in Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Even though its incidence is low, the mortality rate of is up to 50%.
Aim: To find whether the duration of CPB using is related with incidence of ARDS in pediatric patients underwent open thoracic surgery.
Methods: Retrospective cohort study was done involving 194 pediatric patients underwent open thoracic surgery with CHD indication at Unit Pelayanan Jantung Terpadu (UPJT) RSCM within January 2014 and 2015 September.
Results: 64 (32,99%) patients had ARSD after open thoracic surgery. The mean of CPB machine duration was 80 minutes (23-219, CI90%) in patients with ARDS and 70 minutes (18-320, CI90%) in patients with no ARDS. The incidence of ARDS in patients with short duration of CPB (≤60 minutes) was 27.5% and long duration (>60 minutes) was 36%. There was no such correlation statistically and clinically between duration of CPB and ARDS occurence (p = 0.298, chi square test).
Conclusion: Duration of CPB using is not related with ARDS occurrence in pediatric patients with CHD underwent open thoracic surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baizura Fahma
"Job-distress adalah beban pekerjaan yang berdampak negatif dan dapat mempengaruhi performa kerja dari pekerja terkait. Berdasarkan penyebabnya, job-distress mempunyai empat komponen yaitu job control, role of clarity, leader support, dan peer support. Performa kerja dapat diwakili dengan dua komponen yaitu tingkat autonomy dan tingkat personal growth. Semua komponen dari job-distress maupun performa kerja merupakan variabel laten yang diukur dengan indikator-indikator yang sesuai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola hubungan antara komponen job-distress dengan komponen performa kerja berdasarkan sampel pekerja di DKI Jakarta yang diambil dengan purposive sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah metode Structural Equation Model. Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa job control dan peer support mempengaruhi tingkat autonomy dengan korelasi positif. Job control dan leader support mempengaruhin tingkat personalgrowth dengan korelasi positif. Komponen Role of Clarity tidak mempunyai korelasi baik dengan tingkat autonomy maupun dengan tingkat personal growth.

Job-distress is work demand that give the negative effect and it can influencing job performance from the employee. Based on it cause, job-distress has four components that are job control, role of clarity, leader support, and peer support. Job performance can be represented by two components that are autonomy level and personal growth level. All of job-distress components and job performance components are latent variable that measured by the corresponding indicators. The object of this research is to find out the relationship beetwen job-distress components and job performance components based on samples of employee in DKI Jakarta which obtained by purposive sampling. Analysis data method that used in this research is Structural Equation Model. It results is that job control and peer support influence the autonomy level with positive correlation. Job control and leader support influence the personal growth level with positive correlation. Role of clarity component has no correlation with both of the autonomy level and personal growth level."
2016
S62450
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steveen Johanes
"ABSTRAK
PT X sebagai perusahaan yang hampir seluruh hutang bank-nya dalam mata uang USD, tidak luput dari krisis ekonorr;i yang terjadi pada tahun 1998. Sebenamya bila permintaan tidak turon karena krisis ekonomi dan sosial politik, PT X seharusnya bisa lolos dari beban hutang yang membengkak karena pendapatan PT X dalam mata uang USD. Namun karena permintaan turun drastis, maka PT X menjadi tidak mampu memew1hi kewajibannya, dan pada tahun 1999 hutang PT X direstrukturisasi.
Setelah restrukturisasi berjalan 2 tahun, PT X datang kembali ke para kreditur untuk mengajukan restrukturisasi ulang densan alasan kesulitan arus kas. Permohonan PT X adalah merubah jatuh tempo fasilitas kredit dari tahun 2003 menjadi 5 tahun kemudian setelah perjanjian restrukturisasi ulang ditandatangani. Selain itu PT X juga mengajukan permohonan perubahan atas ketentuan-ketentuan perjanjian restrukturisasi 2wal. Sehingga sejak akhir tahun 2001, negosiasi dimulai kembali antara kreditur dan debitur untuk mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak.
Latar belakang di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenat, kelayakan permohonan restrukturisasi ulang yang diajukan oleh PT X dari sudut pandang kreditur khususnya kreditur dalam negeri.
Dalam melakukan penelitiannya, pertama-tama penulis melakukan analisa dari prospek industri dari bidang usaha PT X yaitu alat berat. Analisa industri ini diperlukan mengingat bila kondisi industrinya saja sudah tidak berprospek, maka sebaiknya hutang PT X tidak perlu direstrukturisasi, tapi cukup dengan cara penyelesaian kredit saja. Karena sulit bagi suatu perusahaan untuk dapat tetap.berkembang bila kondisi makronya saja sudah tidak mendukung.
Setelah analisa industri, penulis melakukan analisa atas proposal yang diajukan debitur, kondisi keuangan PT X masa lalu, dan proyeksi. Analisa kondisi keuangan masa lalu meliputi kondisi operasi, kondisi keuangan, mapun kondisi arus kas. Sedangkan dalam analisa proyeksi, agar dapat diperoleh analisa yang lebih baik, maka penulis mehkuan analisa sensitivitas dengan membuat beberapa skenario proyeksi.
Analisa industri menunjukkan bahwa industri alat berat masih memiliki prospek ke depan Sehingga bila dilihat dari industrinya, PT X masih layak untuk direstrukturisasi.
Bila dilihat dari proposal yang diajukan oleh PT X, banyak sekali perubahan yang akan
merugikan posisi kreditur. Oleh karena itu, perubahan ketentuan yang diajukan oleh PT X dalam proposal restrukturisasi ulang tidak layak untuk disetujui oleh kreditur. Apalagi dengan disetujuinya restrukturisasi ulang, tidak ada jaminan bahwa kredit PT X akan lunas pada saat jatuh tempo nanti. Padahal dengan ketentuan yang baru tersebut, akan lebih sulit bagi kreditur untuk memberi tekanan terutama apabila fasilitas kredit PT X menjadi bermasalah.
Selanjutnya dari analisa kondisi keuangan masa lalu, masih banyak pertanyaan yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Dalam hal ini, penulis hanya bisa memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang ada, namun untuk kepastiannya, diperlukan penelitian yang lebih mendalam. Hal ini disebabkan karena keterbatasan informasi yang bisa diperoleh akibat dari keterbatasan akses yang bisa dilakukan penulis.
Berdasarkan analisa kondisi keuangan masa lalu, penyebab utama PT X mengalami kesulitan arus kas karena PT X membutuhkan modal keija yang besar. Namun berdasarkan analisa lebih lanjut, penyebab kesulitan arus kas kemungkinan disebabkan karena meningkatnya piutang tak tertagih, atau ada upaya dari PT X untuk menunda arus kas masuk agar kondisi keuangan PT X terlihat baruk sehingga ada alasan untuk mengajukan restrukturisasi ulang. Sedangkan meningkatnya tingkat persediaan kemtingkinan karena banyaknya barang dagangan PT X yang tidak laku sehingga menumpuk di gudang.
"
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah Rizka Amalia
"ABSTRAK
Jika dibandingkan dengan pahlawan pria, jumlah pahlawan wanita yang menjadi pemeran utama di film pahlawan super cenderung sedikit. Kebanyakan film pahlawan super biasanya menempatkan pahlawan pria sebagai penyelamat utama dan pahlawan wanita hanya dilihat sebagai entah ldquo;aksesoris rdquo; atau ldquo;damsel in distress - tokoh wanita yang perlu diselamatkan oleh tokoh pria rdquo;. Salah satu film yang mengikuti pola ini adalah Batman: The Killing Joke 2016 , yang dibuat berdasarkan novel grafis berjudul sama 1988 . Namun saat diperhatikan lebih lanjut, karakter Batgirl sebenarnya menawarkan sebuah wawasan yang menarik akan peran dari pahlawan wanita. Makalah ini bertujuan untuk membahas penggambaran karakter Batgirl baik di film animasi dan novel grafis. Penemuan yang ada menunjukkan bahwa adanya ambivalensi dalam bagaimana karakternya tersebut digambarkan dan bagaimana ia mencoba untuk membebaskan diri dengan melawan stereotip ldquo;damsel-in-distress rdquo; ini.

ABSTRACT
Compared to the male hero, the list of female heroine that starred as the main character in superhero movies is considered quite short. Most superhero movies would usually feature male hero as the ultimate savior and female heroine is only feautured as either an ldquo accessory rdquo or the ldquo damsel in distress. rdquo One of the movies that follows this pattern is Batman The Killing Joke 2016 , which is based on the graphic novel by the same name 1988 . However, when studied carefully, the character Batgirl actually offers an interesting insight to the role of female heroine. This paper sets out to examine Batgirl rsquo s portrayal in both the animated movie and the graphic novel. The findings suggest that there is an ambivalence in the way she is portrayed and how she tries to liberate herself by resisting the damsel in distress stereotype."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Puspasari Ayu
"ABSTRAK
Kehamilan menjadi krisis situasional terutama bagi ibu primigravida sehingga berdampak pada kesejahteraan ibu dan janin. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi prenatal distress pada ibu primigravida dan faktor yang memengaruhinya. Desain penelitian berupa deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional pada 214 ibu primigravida di Kota Serang. Variabel independen yang diteliti diantaranya usia ibu, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, usia kehamilan, dukungan sosial, pengalaman masa lalu, kepuasan terhadap dukungan suami, perencanaan kehamilan serta prenatal distress sebagai variabel dependennya. Instrumen yang digunakan diantaranya Socio-demographic questionnaire, PTSD Symptom Scale PSS , Multidimensional scale of perceived social support MSPSS , London Measure of Unplanned Pregnancy Instrument LMUP , Marital Adjustment Test MAT dan Prenatal Distress Questionnaire PDQ . Hasil penelitian menunjukan mayoritas responden mengalami distress tinggi 55,6 . Usia ibu merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya prenatal distress pada ibu primigravida OR=10,31; 95 CI, 4,7-22,6 . Semakin rendah usia ibu maka semakin meningkat masalah psikososialnya. Sebaliknya, semakin tinggi usia ibu maka semakin meningkat koneksi sosialnya sehingga lebih mudah menyesuaikan diri selama kehamilan. Petugas kesehatan sebaiknya lebih gencar memberikan penyuluhan pada remaja mengenai perencanaan kehamilan.

ABSTRACT
Pregnancy is a crisis situation, especially for primigravida, which affects the well being of mother and fetus. The aim of this research is to identify prenatal distress in primigravida and the factors that could affect it. The research design is in the form of analytic descriptive with cross sectional approach on 214 primigravida in Serang City. The independent variables of the research are including maternal age, education level, income level, gestational age, social support, past experience, satisfaction of husband support, pregnancy planning and prenatal distress as the dependent variable. The used Instruments are Socio demographic questionnaire, PTSD Symptom Scale PSS , Multidimensional scale of perceived social support MSPSS , London Measure of Unplanned Pregnancy Instrument LMUP , Marital Adjustment Test MAT and Prenatal Distress Questionnaire PDQ . The results showed that the majority of respondents have been through severe distress 55.6 . Maternal age is the most important factor which effects on prenatal distress in primigravida OR, 10.31 95 CI, 4.7 22.6 . The lower of the mother 39 s age, the more it increases his psychosocial problems. Or vice versa, the higher of the mother 39 s age, the easier they make social connections during pregnancy. Health workers should be more aggressive giving counseling to the teenagers about the planning of pregnancy."
2017
T49375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>