Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
Hanifa Widyas Sukma Ningrum
"Perkembangan teknologi yang masif dapat membuat kewaspadaan manusia mengendur. Oleh sebab itu, teknologi yang semakin canggih dapat menjadi kondisi yang menyeramkan bagi manusia apabila tidak dipahami secara kritis. Penelitian ini mengkaji teknoutopianisme yang terdapat dalam novel Mereka Bilang Ada Toilet di Hidungku (2019) karya Ruwi Meita. Novel ini menarik karena memiliki dua alur penceritaan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif dengan konsep naratologi dan dehumanisasi sebagai landasan teori utama. Hasil penelitian menemukan bahwa teknoutopianisme adalah keyakinan yang menjerumuskan manusia pada kondisi dehumanisasi sebab adanya kepercayaan berlebih kepada produk teknologi. Dehumanisasi tidak hanya menimpa kelompok marjinal tetapi juga kelompok dominan. Ekses teknologi yang mendehumanisasi kelompok marjinal meliputi hilangnya kepercayaan diri; krisis identitas; dan terdiskriminasi. Sementara itu, ekses teknologi yang mendehumanisasi kelompok dominan meliputi alienasi dengan diri sendiri maupun orang lain. Kondisi dehumanisasi tersebut dipicu oleh beberapa faktor, yakni fungsi tubuh dan kepercayaan antar sesama manusia terdegradasi karena tergantikan oleh mesin yang canggih. Sementara itu, peneliti menemukan ideologi teks yang condong pada nilai-nilai kemanusiaan dibandingkan dengan teknologi sebagai upaya untuk memperoleh kehidupan yang harmonis. Ideologi tersebut disesuaikan dengan keadaan Indonesia yang dikenal dengan keberagaman sehingga keharmonisan hubungan antarmasyarakat diperlukan untuk menjalani kehidupan.
Massive technological developments can lessen human awareness towards its consequences. Therefore, this rapid development of technology could be terrifying for human if it is not understood wisely. This research examines the technoutopianism contained in the novel Mereka Bilang Ada Toilet di Hidungku (2019) by Ruwi Meita. This novel is interesting because it has two storylines. The method used in the research is a qualitative approach with the concepts of narratology and dehumanization as the main theoretical basis. The results found that technoutopianism is a belief that plunges humans into a state of dehumanization due to excessive trust in technological products. Dehumanization not only affects marginalized groups but also dominant groups. Technological excesses that dehumanize marginalized groups include loss of confidence; identity crisis; and discrimination. Meanwhile, technological excesses that dehumanize dominant groups include alienation from oneself and others. The dehumanization condition is triggered by several factors, namely the function of the body and trust between fellow humans is degraded because it is replaced by sophisticated machines. Meanwhile, researchers found the ideology of the text that leans towards human values compared to technology as an effort to obtain a harmonious life. The ideology is adjusted to Indonesian people, who are known for their diversity so the harmonious relations between people are necessary to live their life."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Sheyila Fabiola
"Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana salah satu konsep filsafat yaitu panopticon yang digunakan dalam novel Мы/My/Kami karya Евгений Иванович Замятин/Evgenij Ivanovič Zamjatin. Panopticon dalam novel Мы/My/Kami menjadi salah satu novel pelopor bagi lahrirnya novel-novel distopia lainnya. Aturan pemerintah yang penuh represi dan penyensoran terhadap karya sastra menjadi salah satu penyebab lahirnya novel ini. Novel ini menjelaskan bagaimana sebuah karya sastra dengan panopticon yang disisipkan, sebagai alat kritik pemerintah yang diktator secara implisit. Novel Мы/My/Kami juga banyak merefleksikan kehidupan masyarakat Rusia pada era Uni Soviet"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S70122
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Angela Kristofani
"Skripsi ini membahas mengenai distopia dalam film dan kualitas distopia dalam ruang interior. Distopia merupakan konsep yang menggambarkan cacat pada suatu sistem berkehidupan yang menyebabkan tidak tercapainya kesejahteraan pada seorang individu. Konsep ini sering diangkat ke dalam film, yang lambat laun membentuk persepsi masyarakat mengenai konsep distopia. Film, sebagai produk sinematis yang dekat dengan gambaran kehidupan nyata dianggap mampu memberikan pengalaman ruang bagi penonton secara spasial. Interioritas yang dirasakan saat menonton film distopia memberikan pengalaman ruang yang negatif pada posisi seseorang dalam ruang interior. Melalui studi konsep distopia dalam interior film, didapatkan metode-metode yang menentukan kualitas distopia dalam suatu ruang interior pada kehidupan nyata.
This thesis discusses dystopia in film an the dystopian quality in interior space. Dystopia is a concept that portrays a defect in a society that affects the well being of an individual. This concept is often delivered in films, which slowly constructs the audiences rsquo perception about a dystopian society. Film, as a cinematic product that can deliver a depiction of reality is considered to be able to present an ambience and spatial experience to the viewer. The interiority that is felt during watching a dystopian movie provides a negative spatial experience to the viewer in an interior space. This study about dystopian concept found in interior space in films will obtain some methods that will later determine a dystopian quality in a real life interior space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Aldiansyah
"Penelitian ini merupakan kajian terhadap manusia yang secara filosofis meneliti mengenai proyeksi dan implikasi dunia utopis terhadap kekuasaan di masa depan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami kaitan antara pengetahuan, dinamika kekuasaan, dan utopia, dengan menggunakan pendekatan strukturalisme dan metode genealogi Michel Foucault. Dalam masyarakat, upaya-upaya manusia dalam mewujudkan utopia, atau dunia ideal, akan selalu melibatkan pertentangan pengetahuan dan kekuasaan. Sehingga status utopia dan distopia selalu bersifat dialektis. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka. Penelitian ini mengungkapkan bagaimana dunia utopis yang manusia dambakan dapat membawa petaka untuk manusia, dimana salah satunya adalah menihilkan sisi humanis manusia (dehumanisasi) dan menghasilkan keadaan nihilis bagi umat manusia.
This research contains a study of humans, from a philosophical standpoint, examining the projections and implications of a utopian world on power relations in the future. This research aims to understand the connection between knowledge, power dynamics, and utopia, utilizing the structuralist approach and Michel Foucault's genealogy philosophy method. In our society, human efforts to realize utopia, or an ideal world, will invariably involve conflicts between knowledge and power. Thus, the status of utopia and dystopia is always dialectical. The data used in this research are obtained through literature reviews. The study reveals how the utopian world that humans aspire to can bring catastrophe, one of which is the annihilation of the humanistic side of humans (dehumanization) and the creation of a nihilistic condition for humanity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Rafli Syahrizal
"Wacana Pandemi Covid-19 mengilhami pengarang untuk merefleksikannya ke dalam bentuk karya sastra. Cerpen “Simuladistopiakoronakra” karya Seno Gumira Ajidarma hadir sebagai kritik sosial di tengah kondisi pandemi ini. Cerpen itu menghadirkan tema dunia distopia dan simulakra, serta hiperrealitas yang relatif baru dan menarik dalam khazanah kesusastraan Indonesia. Tulisan ini bertujuan menguraikan gambaran narasi distopia yang dibangun oleh pengarang, serta membedah fakta dan citra yang membentuk realitas simulakra dan hiperrealitas masa depan dunia yang distopik. Penelitian ini menggunakan pendekatan posmodernisme sastra melalui teori distopia Tom Moylan dan simulakra serta hiperrealitas Jean Baudrillard. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitis (kualitatif) melalui studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dunia distopia dalam cerpen “Simuladistopiakoronakra” dicirikan dengan hadirnya elemen puitika distopia, perkembangan sains dan teknologi yang ekstrem, serta narasi wacana politik yang memengaruhi terciptanya dunia distopia. Dunia distopia cenderung destruktif dan penggambarannya suram serta pesimistik. Sementara itu, simulakra hadir dalam narasi pengabaian otoritas kekuasaan terhadap kehadiran Covid-19, narasi kebodohan manusia, dan narasi citra kekuasaan. Hiperrealitas hadir dalam narasi kekuasaan yang lewah dan ekstremitas teknologi persilangan antara manusia dan hewan. Simulakra dan hiperrealitas yang berkelindan dalam cerpen, menciptakan kondisi dehumanisasi yang mendorong terjadinya dunia distopia.
The discourse of the Covid-19 pandemic has inspired authors to reflect on it in the form of literary works. The short story “Simuladistopiakoronakra” by Seno Gumira Ajidarma is present as a social critique amid this pandemic condition. The short story presents the theme of the world of dystopia and simulacra, as well as hyperreality that is relatively new and interesting in Indonesian literary treasures. This paper aims to describe the description of the dystopian narrative built by the author, as well as to dissect the facts and images that form the simulacra reality and the future hyperreality of the dystopic world. This study uses a postmodern literary approach through Tom Moylan's dystopia theory and the simulacra as well as Jean Baudrillard's hyperreality. The research method used is descriptive- analytical (qualitative) through literature study. The results show that the dystopian world in the short story "Simuladistopiakoronakra" is characterized by the presence of dystopian poetic elements, extreme developments in science and technology, and political discourse narratives that influence the creation of a dystopian world. The world of dystopia tends to be destructive and its depiction is gloomy and pessimistic. Meanwhile, simulacra are present in the narrative of the neglect of power authorities to the presence of Covid-19, the narrative of human stupidity, and the narrative of the image of power. Hyperreality is present in the narrative of excessive power and the technological extremity of a cross between humans and animals. Simulacra and hyperreality that are intertwined in short stories, create conditions of dehumanization that encourage the occurrence of a dystopian world."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Mita Romadhoni Eta Wardana
"Fiksi distopia kerap kali menampilkan kecemasan masyarakat mengenai masalah politik baik di masa lalu, masa kini, dan masa depan. Hal yang sama terjadi dalam novel Yoko Ogawa, Hisoyaka na Kesshou. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak teror rezim opresif dalam Hisoyaka na Kesshou dan peran novel tersebut sebagai fiksi distopia yang mengkritik sistem pemerintahan totaliter. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori totalitarianisme Arendt dan Roberts dan teori fiksi distopia dan pemikiran politik dari Stock. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa teror rezim opresif dalam novel tersebut mengakibatkan masyarakat menderita dari kelaparan, taraf hidup yang rendah, isolasi, kurangnya penemuan baru, dan depopulasi. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagai sebuah fiksi distopia, Hisoyaka na Kesshou dapat dibaca sebagai kritik terhadap pemerintahan yang totaliter.
Dystopian fiction often presents people's anxiety regarding past, current, and future political problems. The same thing happens in Yoko Ogawa's novel, Hisoyaka na Kesshou. This study aims to examine the impacts of oppressive regime's terrors in Hisoyaka na Kesshou and the role of said novel as a dystopian fiction that criticizes the totalitarian government system. The analysis was carried out using Arendt and Roberts theory of totalitarianism and Stock's theory of dystopian fiction and political thought. Through this research, it was found that the terror of the oppressive regime in the novel resulted in people who were suffering from famine, low standard of living, isolation, the lack of new discovery, and depopulation. This result shows that as a dystopian fiction, Hisoyaka na Kesshou can be read as a criticism toward totalitarian government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Emira Bunga Ramadhan
"Distopia adalah sebuah tempat yang menyebabkan ketidaknyamanan, sesuatu yang dianggap sebagai hal yang berkonotasi negatif. Tanpa manusia sadari, seiring berjalannya waktu, semakin dekat pula manusia dengan kondisi distopia. Walaupun beragam macam distopia, satu hal yang paling nyata dari kondisi saat ini adalah distopia alam, dimana kondisi pemanasan global sudah marak dan perlahan menghancurkan hidup manusia. Saat ini, manusia kerap tidak menghargai alam, hal itulah yang membuat alam membalaskan dendamnya kepada manusia, melalui distopia. Meski begitu, tetap terdapat subjek-subjek yang menghargai keberadaan alam, dan bergantung penuh kepada alam untuk menghidupi kehidupannya. Dalam kajian ini, penulis mencoba untuk menjabarkan proses bagaimana arsitektur dapat membantu keberlangsungan hidup subjek ini, namun, disambungkan dengan komentar penulis mengenai bagaimanapun itu, seberapa efektif karya arsitektur yang dapat dibuat, akan ada masanya dimana hasil buatan manusia akan kalah dengan apa yang alam punya. Tulisan ini juga menjelaskan secara lebih lanjut mengenai narasi yang akan diterapkan dan bagaimana cara penerapannya dalam proyek ini.
Dystopia is a place that creates an uncomfortable feeling, a feeling that is unsafe for the subject, and is something that is perceived as a negative thing. Without the humans realizing, the more time goes, the closer we are to dystopia. Eventhough there are multiple kinds of dystopia, one thing that is very clear and close to the human being is about the nature’s dystopia, in which the case now is about global warming that is slowly coming to ruin the life of humans. As for now, humans are perceived as a subject that does not respect the nature, and that is the reason why nature is trying to fight back through dystopia. Even though there are always some bad humans, there are also the good subjects who respected the nature, and is hanging consistently to live their lifes through nature, and only by nature. In this researc, writer tries to explain on how architecture can help with the lives of the subject that is slowly ruined by dystopia, however combined with the writer’s commentary regarding on even how effective the architecture is, there will be a time where a man made object loses to what the nature has. This writing will also explain regarding the narration that will be put on the project and how does the narration works."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library