Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"This book provides cross-disciplinary management research that integrates theories, concepts, and perspectives from two or more scientific disciplines. It aims to resolve complex theoretical problems within multiple industries, fields and areas of management including mergers, SMEs, hospitality, and healthcare."
Bingley: Emerald Publishing Limited, 2020
e20528018
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017
340.072 MET
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Busan, Korea: Busan University, 2020
300 SVB
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Ferly
"Lembaga Pemasyarakatan harus memiliki petugas-petugas yang merupakan Sumber Daya Manusia yang berdisiplin tinggi dan memiliki rasa keterkaitan serta tanggung jawab yang erat dengan efektifitas organisasinya. Krisis yang terjadi pada Lapas di Indonesia adalah krisis kedisiplinan petugas Lapas yang sangat terkait dengan budaya kerja Lapas. Terkait dengan hal tersebut Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang merupakan salah satu Lapas di Indonesia yang pernah mengalami krisis kedisiplinan yang sangat memungkinkan sekali untuk mengadakan perubahan dan pengembangan budaya organisasi. Perubahan budaya organisasi bisa terjadi karena dipicu oleh krisis tertentu, hal ini memaksa organisasi untuk berkembang sejalan dengan siklus perkembangannya (Dyer dalam Pabundu Tika, 2006:97).
Situasi dan kondisi krisis yang lainnya adalah padatnya penghuni di Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang atau dapat dikatakan sebagai situasi over kapasitas, dimana hal ini akan beresiko memperbesar peluang terjadinya pelanggaran disiplin. Dalam hal kedisiplinan, Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang dari tahun 2007 sampai pada saat ini telah menjatuhi hukuman disiplin kepada 12 orang petugas yang telah melakukan pelanggaran disiplin. Selain itu terdapat seorang Petugas Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang yang sampai pada saat ini sedang dalam proses penjatuhan hukuman disiplin karena menjadi tersangka terlibat dalam pengedaran narkoba yang terjadi pada bulan Desember 2007 (www.radarbanten.com). Oleh karena itu pengembangkan budaya organisasi sangat diperlukan bagi Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang untuk memenuhi kebutuhan akan petugas yang profesional yang memiliki kedisiplinan yang tinggi serta mengantisipasi peluang terjadinya pelanggaran disiplin di masa yang akan datang untuk mencapai sasaran yang diinginkan.
Dalam penulisan tesis ini, pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian diskriptif. Pendekatan ini dipilih untuk erusaha menggali lebih dalam mencoba memberikan gambaran kondisi konkrit dari obyek penelitian dan menghubungkan variable-variabel dan selanjutnya akan dihasilkan deskripsi tentang Pengembangan Budaya Organisasi Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Disiplin Petugas Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang Untuk efektifitas Organisasi. Dalam penelitian ini ditemukan penerapan budaya kerja tertib dalam bekerja kepada para petugas Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang yang disosialisasikan dengan nama Catur Tertib yang tertera dalam Surat Edaran Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : 05.01 Tahun 1984. Selain itu terdapat juga delapan etos kerja yang diungkapkan oleh Sinamo (2002:39) dijadikan sebagai pendukung catur tertib. Kedua hal tersebut diharapkan dapat dihayati oleh seluruh petugas Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang sebagai pedoman dalam bertugas. Akan tetapi secara empirik di Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang masih terjadi gap yang jauh antara yang seharusnya (das sollen) yang menjadi indikator keberhasilan dengan kenyataannya (das sein). Bahkan selain itu terdapatnya pelanggaran-pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh petugas.
Dengan demikian hal ini dapat disimpulkan bahwa Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang memerlukan pengembangan budaya organisasi untuk mengoptimalkan keefektifan budaya kerja yang ada. Pengembangan Budaya Organisasi terutama Dalam Rangka Meningkatkan Disiplin Petugas Di Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang dapat dilakukan dengan mengadakan program pendidikan dan latihan bagi petugas Lapas yang dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan yang bertujuan untuk mensosialisasikan pandangan bahwa memperluas wawasan dan pengetahuan perlu terus-menerus ditingkatkan karena hal tersebut dapat dijadikan sebagai sarana untuk lebih menghayati nilainilai disiplin yang sudah sepatutnya menjadi nilai-nilai utama yang menjadi bagian penting dari budaya kerja, Oleh karena itu pengadaan program pendidikan dan latihan ini diharapkan menjadi budaya Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang sebagai budaya untuk terus belajar dan berlatih bagi petugasnya agar menjadi petugas yang memiliki disiplin dalam bekerja. Selain itu terdapat Hambatan-Hambatan Dalam pengembangan Budaya Organisasi dan Efektifitas Budaya Kerja Yang Telah Diterapkan di Lapas KLas IIA Pemuda Tangerang.
Oleh karena itu disarankan untuk mengantisipasi permasalahan yang ada seperti terjadinya over kapasitas di Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang, adalah dengan cara melakukan penambahan atau perekrutan petugas-petugas yang baru, selain itu perlu juga memperluas mekanisme dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan latihan, perlunya mengadakan sosialisasi tentang pentingnya pengembangan budaya organisasi, serta lapas Klas IIA Pemuda Tangerang perlu juga memperluas Informasi mengenai peluang pendidikan dan pelatihan. Di samping itu, menghilangkan adanya penilaian terhadap faktor kedekatan dengan pimpinan untuk menjaga kepercayaan petugas Lapas terhadap manajemen kepegawaian Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang dan mengoptimalkan anggaran pada pengembangan sumber daya manusia merupakan hal yang tidak kalah penting untuk mendukung berjalannya rencana pengembangan budaya organisasi dan penerapan budaya kerja.

Institut of correctional should has officers with high disciplinary and responsibility closes to organizational effectivity. Crisis that appeals in institute of correctional is officer?s disciplinary crisis which related to the institute of correctional?s main culture. One of them happens in Tangerang Classification IIA for Younger Institute Of Correctional that possible to effect the organizational culture development. The changes of organizational culture could be happen because of one or another crisis. This thing force organization to develop the same way with the development cycle ( Dyer in Pabundu Tika, 2006:97)
Another situation and condition that can make crisis is over capacity problem. In Institute of Correctional, this kind of situation is very risky to cause indisciplinary act. In disciplinary guel, Tangerang Classification IIA for Younger Institute of Correctional had been punishing 12 officer who are conducted in making indisciplinary act. Besides, There is one officer who is suspected as a part of a drug dealing network. Therefore, organizational culture development much more needed by Tangerang Classification IIA For Younger Institute Of Correctional to fulfil the needs having a high discipline and professional officer. It needs to anticipate the possibilities making indisciplinary act in the future.
This Tesis, is using a descriptive-qualitative research. In order to supply more information of objects research concrete condition and relating variables to get a description of the organizational culture development in increasing the quality of officers disciplinary in the Tangerang Classification II A for Younger Institute of Correctional for organizations effectivity. In this research, it is found that there is guidances to control the officer attitude while doing their job. It is called Catur Tertib (The Letter of Indonesian Republic Justice and Law Ministry No. 05.01-1984). besides, Sinamo (2002:39) is giving ?eight working etich as a Catur Tertib supporting system. Tangerang Classification IIA for Younger Institute Of Correctionals officers is expected to understand and use these two guidances while doing their jobs. But in to reality, there is empirically gap between what should be done (das Sollen) and what is done (das sein). It is proved by so many indisciplinary act made by the offier.
Therefore, it can be concluded whether Tangerang Classification IIA for Younger Institute Of Correctional need an organizational culture development to optimize the working culture. (the organizational culture development in creasing the quality of officers disciplinary in the Tangerang classification IIA for younger institute of correctional for organizations effectivity can be done by helding a routine continuously educational program and training. This activity is expected as a media for the officer to remind them selves what should and could be done and what is shouldnt and coudnt be done. Because of there are resistances in the organizational culture development in creasing the quality of officers disciplinary in the Tangerang classification IIA for younger institute of correctional for organizations effectivity, it is recommended to anticipate the main problems, such as : minimize the overcapcity possibility, recruit new professional and high discipline officers, give all officers the same chances to attend educational program and training, socialize the importance of organizational culture development, and last but not least is socialize the importance and the benefits of attending the educational program and training. The most importang things to support the organizational culture development plan is maintaining the trust between the officer and the officers management in Tangerang Classification IIA For Younger Institute Of Correctional and also optimize the budget in developing human resources the officers."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24596
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Putri
"ABSTRAK
Upaya pemerintah Indonesia untuk menciptakan ruang publik terbuka sebagai wadah sosial dan interaksi yang lebih baik, dapat dilakukan melalui penerapan disciplinary design. Disciplinary design merupakan desain yang memiliki kemampuan untuk mengontrol perilaku manusia sesuai dengan keinginan sang desainer, agar designed environment dapat tercipta. Salah satu contohnya merupakan penerapan disciplinary design pada elemen fisik ruang publik terbuka. Penerapan disciplinary design pada elemen fisik dipengaruhi oleh beberapa variabel di antaranya: bentuk, dimensi, permukaan, jarak, jumlah pada elemen fisik serta stimulus dari luar. Dengan melakukan studi kasus pada Taman Cikapundung dan Lapangan Gasibu, penulis ingin mengetahui pengaruh apa saja yang disciplinary design berikan baik terhadap perilaku manusia di dalamnya dan juga ruang publik terbuka. Serta keterkaitan variabel yang digunakan pada disciplinary design terhadap fungsi ruang publik terbuka.

ABSTRACT
Indonesian rsquo s Government efforts to provide better public open spaces and accommodate social interactions and activities, can be done through the application of disciplinary design. Disciplinary design is a way to manipulates and controls human behavior as how the designer desired by applying a specific design. One of the example is the application of disciplinary design on physical elements such as furniture. It rsquo s success in creating designed environment is heavily influenced by several factors such as its shape, dimension, surface, distance, amount and also external stimulus. Through the observation at Taman Cikapundung and Lapangan Gasibu this study will examine further the impact of disciplinary design towards human behavior and public open spaces, along with the relation of previous factors of disciplinary design with the function of public open spaces. "
2017
S67579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Maulana
"ABSTRAK
Thomas Samuel Kuhn menggagas bahwa perkembangan ilmiah bersifat revolutif. Gagasannya disampaikan lewat bukunya yang berjudul lsquo;The Structure of Scientific Revolutions rsquo; lsquo;SSR rsquo; . Dalam SSR, kata lsquo;paradigma rsquo; bermakna ambivalen. Akibatnya, penjelasan Kuhn tentang revolusi ilmiah menjadi inkonsisten. Ada revolusi ilmiah yang disebabkan krisis, ada revolusi ilmiah yang terjadi tanpa krisis. Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan bahwa revolusi ilmiah terjadi tanpa krisis. Pembuktian dilakukan dengan menganalisis ambivalensi makna lsquo;revolusi ilmiah rsquo;, dengan memetakan pemaknaan Kuhn berdasarkan teori heteronim dari W. V. O. Quine. Kemudian, menguji konsistensi argumen Kuhn. Revolusi ilmiah terjadi tanpa krisis karena pelakunya adalah individu, dan anomali bersifat terantisipasi oleh ilmu.

ABSTRACT
Kuhn's notion of scientific revolution are contained by his book ldquo The Structure of Scientific Revolutions rdquo . In his book, lsquo paradigm rsquo has an ambivalent meaning. That ambivalent meaning is the cause of Kuhn rsquo s inconsistency for explaining scientific revolution. In one aspect, scientific revolution can be happened with crises. In another aspect, scientific revolution can be happened without crises. The ambivalent meaning of lsquo paradigm rsquo is analyzed through Quine rsquo s theory of heteronymity. The aim of this research is to prove that ldquo scientific revolution can be happened without crises rdquo is the most consistent explanation for scientific revolution, because the agent of scientific revolution is individual, and anomalies is always anticipated by sciences."
2017
S69522
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Rusdi Aiyub
"Menyadari bahwa manusia merupakan kekuatan utama pembangunan dan sekaligus tujuan pembangunan, maka harus ditingkatkan kualitas manusia sebagai sumber daya insani. Sejalan dengan itu dikembangkan suasana yang makin membangkitkan peranan yang efektif dan dinamis dari seluruh masyarakat dalam pembangunan.
Pegawai memegang peranan penting dan menentukan dalam suatu organisasi, karena berfungsinya organisasi sangat tergantung pada pegawai dalam mencapai tujuan. Para pegawai dituntut melaksanakan tugas dengan disiplin, yaitu dengan penuh kesadaran, mentaati segala ketentuan organisasi dan penuh tanggung jawab. Mengingat pentingnya disiplin, maka merupakan keharusan bagi pimpinan organisasi untuk menanamkam disiplin yang baik terhadap pegawainya, Lebih-lebih dalam organisasi pemerintahan karena menyangkut kepentingan negara dan masyarakat.
Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, berusaha menegakkan disiplin dilingkungan Pegawai Negeri, dengan berpedoman kepada peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun. 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Dari hasil penelitian pendahuluan ternyata masih banyak hukuman disiplin dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil di DKI, dimana dalam 5 Tahun terakhir terdapat 564 kasus. Faktor penyebab adanya pelanggaran Disiplin tersebut terutama kurangnya pembinaan Pegawai Negeri Sipil, dimana masalah kesejahteraan merupakan masalah utama.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bagian terbesar 45 % pegawai yang dikenakan hukuman disiplin, adalah pelanggaran meninggalkan tugas, keadaan ini menunjukkan indikasi bahwa menurunnya tingkat kepuasan Pegawai Negeri Sipil mewarnai suasana kerja Sekretariat Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Disisi lain berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa ada tiga faktor yang dapat menunjang disiplin Pagawai Negeri Sipil, yaitu kesejahteraan, keteladanan, dan ketegasan. Mengacu kepada hasil pengamatan dan tinjauan teoritis penelitian, maka pokok permasalahan yang ingin dikaji adalah bagaimanakah pengaruh Peraturan Disiplin sebagai salah satu usaha Pembinaan Pegawai Negri Sipil.
Berdasarkan telaahan teoritis, dan pendapat para sarjana dapat diungkapkan bahwa, pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat didefinisikan secara bervariasi. Dalam rangka upaya pembinaan, maka definisi yang digunakan adalah definisi yang dinamis, memberikan peluang dalam kaitan dengan fungsi merencanakan, mengatur, dan
Berdasarkan pada telaahan ini, maka hipotesis yang dapat dikemukan adalah :
1. Ada pengaruh positif antara efektivitas pelaksanaan peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan usaha pembinaan pegawai.
2.Semakin efektif Penerapan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka akan semakin menunjang keberhasilan pembinaan pegawai.
Untuk menguji kebenaran dari kedua hipotesis diatas dilakukan penelitian lapangan, dua variabel yang diteliti adalah Penerapan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, sebagai variabel bebas dan keberhasilan usaha pembinaan pegawai sebagai variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari 2 sub variabel, ketaatan dan penjatuhan hukuman, sedangkan variabel terikat terdiri dari 3 sub variabel. ketertiban, hasil kerja, serta aparat yang bersih dan beribawa.
Dari hasil kajian diperoleh imformasi bahwa hipotesis pertama teruji kebenarannya, bahwa terdapat pengaruh positif antara Pelaksanaan Peraturan Disiplin dengan usaha. pembinaan dengan nilai 0,12416, walaupun dalam kategori yang rendah sekaii, diantara 0 - 0,20. Akan tetapi dari hasil pengujian signifikansi ternyata nilai yang diperoleh bahwa to < t tab yaitu 1,76047, menunjukkan bahwa hubungan tidak signifikan antara penerapan Peraturan Disiplin dengan keberhasilan Pembinaan Pegawai.
Dari hasil persamaan Regresi, V = - 0.51609 + 1,25296 X, maka sumbangan variabel bebas terhadap usaha pembinaan pegawai, hanya 0.01541, berarti hanya 1,5 %. Angka prosentase ini menunjukkan bahwa sedikit sekaii pengaruh Penera- ' pan Peraturan Disiplin Pegawai terhadap keberhasilan Pembinaan, walaupun demikian pengaruhnya positif dan terbukti hipotesa kedua teruji kebenarannya.
Sejalan dengan temuan lapangan dan hasil pengujian hipotesa tersebut diatas maka untuk membina Pegawai Negeri Sipil di Daerah Khusus Ibukota Jakarta disarankan :
1. Supaya dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil, di Sekretariat Daerah Khusus Ibukota Jakarta memberikan peranan yang lebih besar kepada pimpinan-pimpinan unit kerja, di samping itu pimpinan unit kerja.harus memberikan tauladan yang baik untuk bawahannya.
2. Pendekatan pembinaan tidak difokuskan pada penerapan Peraturan Disiplin saja, akan tetapi pembinaan harus dilakukan melalui, pendekatan keseiahteraan, pemerataan pendapatan, pemerataan kesempatan dan sebagainya.
3. Prinsip keadilan dalam penjatuhan hukuman disiplin harus benar-benar diperhatikan
4. Peranan Korpri harus lebih nyata dalam pembinaan Pegawai, baik karir pegawai, mental pegawai maupun kesejah teraan Pegawai.
Melalui pendekatan-pendekatan diatas keberhasilan pembinaan akan lebih terbuka peluangnya untuk mencapai tujuan organisasi Sekretariat Wilayah Daerah Pemerintah Daerah Khusus Ibukata Jakarta."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.A. Yunita Triwardani Winarto
"It is a reality that our environment has become degraded due to various human activities without any concerns for the long-term sustainable implication on both nature and the people who have for generations developed social-cultural institutions to protect their environment in a sustainable manner. The problems have been more severe due to the alienation of local people in their own habitat and the replacement of their roles by those who have power and authority in introducing various kinds of development programmes. There have been no linkages between the physical and natural processes as the consequences of those programmes with people?s empirical knowledge. It is now high time to ?humanize people? again in their own environment. An interdisciplinary approach is indeed necessary. Anthropology can play a significant role in providing the ?knot? in the network of science-technology-policy on the one hand, and people?s lives on the other hand. Trans-disciplinary research and collaboration with local people have to be developed further. Anthropologists can be the ?cultural translators? for various parties who have different objectives, knowledge, perspectives, and strategies in resource management. This inauguration paper addresses this issue by exemplifying the problems faced by farmers in Indonesia who have been alienated in their own lands since the onset of the Green Revolution in food crop production and how an anthropologist can contribute to the return of farmers? dignity and creativity."
2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Nafisah
"Subjektivitas adalah konsep identitas diri yang berkaitan dengan cara pandang mengenai diri dan relasinya dengan struktur sosial tempatnya berada. Disertasi ini mengungkapkan ambivalensi subjektivitas tokoh anak dalam empat film anak –Laskar Pelangi, Serdadu Kumbang, Lima Elang, dan Langit Biru. Melalui pendekatan strukturalisme dan analisis sistem formal dari Bordwell dan Thompson (2008), ditemukan ambivalensi  struktur teks dan strategi naratif yang di satu sisi memosisikan tokoh anak sebagai subjek, tetapi di sisi lain dibatasi dengan kondisi tertentu, yaitu ketidakhadiran atau campur tangan tokoh dewasa, keberadaan di ruang terbuka, serta kehendak yang berorientasi kelompok. Analisis lebih jauh dengan menggunakan teori kuasa disiplin Foucault (1995) menemukan bahwa walaupun keterampilan literasi dapat menggeser dominasi kuasa dewasa dan negosiasi posisi dimungkinkan untuk sementara waktu, subjektivitas tokoh anak pada umumnya dikonstruksi melalui pendisiplinan dalam praktik sosial. Pendisiplinan ini melatih anak untuk selalu memperhatikan aspek budaya yang dianggap penting. Akibatnya, subjektivitas yang dikonstruksi ini mendorong tokoh anak untuk mematuhi aturan yang berlaku, mengedepankan kepentingan kelompok, dan menghindari perbedaan. Subjektivitas yang ambivalen ini mengisyaratkan film anak Indonesia memandang anak-anak sebagai manusia yang defisien atau kurang sempurna sebagai manusia sehingga harus dibimbing dan diberi pengarahan, tetapi kurang memperhatikan potensi emosi dan intelektual yang dimiliki anak-anak.

The notion of subjectivity is a concept of personal identity which deals with the self and its relations to the social structures. This dissertation reveals the ambivalent construction of child character subjectivity in four Indonesian children’s films: Laskar Pelangi, Serdadu Kumbang, Lima Elang, dan Langit Biru. Employing structuralism approach and system formal analysis form Bordwell and Thompson (2008), it is found that textual structure and narrative strategies are ambivalent because they position child characters as subjects, but only under certain conditions: the absence or without involvement of adult characters, in open space, and group-oriented. Further analysis using Foucault theory of power and governmentality (1995) found that although literacy is the child's potential skill to shift adult's dominant power and negotiating positions take place temporarily, the child character's subjectivity is generally constructed through discipline in social practices in order to train children to take cultural aspects deemed important into consideration. Consequently, the constructed subjectivity is submissive children who obey the expected norms, prioritize group's interests, and avoid differences. This ambivalent subjectivity suggests that Indonesian children's films view children as deficient and so in need of guidance and instruction despite their emotional and intellectual potentials."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
D2657
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nella Putri Giriani
"Tesis ini membahas pendisiplinan dalam konstruksi keluarga pada tiga film Indonesia kontemporer, yaitu Kulari Ke Pantai (2018), Keluarga Cemara (2019), dan Dua Garis Biru (2019) melalui konsep Konsep keluarga menurut Alston (2008), Teori Foucault mengenai Disciplinary Power, dan Unsur Naratif Film dan Mise-en-Scene milik Bordwell dan Thompson (2008). Penelitian ini berupaya membongkar konstruksi keluarga melalui wacana dan ideologi yang dibangun dalam film. Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana tiga film karya Gina S. Noer sebagai representasi sineas perempuan masa kini memberikan kontribusi pada kajian film Indonesia dalam melihat transformasi konstruksi
keluarga di masa Reformasi yang merefleksikan perubahan wacana kuasa dan ideologi gender Orde Baru. Hasil analisis menunjukkan bahwa kuasa yang berkaita dengan wacana seksualitas, kelas/ruang, dan gender yang dimunculkan dalam ketiga korpus ini menimbulkan pendisiplinan yang tumpeng tindih melalui pengajaran, internalisasi, pengawasan, dan pelaksanaan disiplin lainnya yang produktif dalam keluarga.
Pendisiplinan ini menghasilkan dan melatih tokoh bapak, ibu, dan anak untuk menjadi
individu yang patuh dengan konstruksi keluarga yang sesuai dengan nilai agama dan
sosial dalam masyarakat. Analisis lebih jauh dengan teori kuasa disiplin Foucault
menemukan adanya resistensi tokoh dalam keluarga untuk melawan norma dan nilai yang
konvensional, walaupun tidak berjalan dengan lama dan signifikan. Posisi ideologis yang
ambigu tersebut mengindikasikan bahwa ketiga korpus mengalami pergulatan nilai.
Adanya dominasi ideologi patriarki dan paternalistik menunjukkan bahwa ketiga film
pada akhirnya belum mampu meninggalkan konvensi struktur sosial yang ada. Budaya
patriarki yang secara hierarkies mengekslusifkan kuasa ayah, menempatkan Ibu pada
peran prokreasi, dan memosisikan anak sebagai objek paling bawah dalam keluarga
masih menyisakan jejaknya pada film-film Indonesia kontemporer.

This thesis discusses disiplinary power of family construction in three contemporary
Indonesian movies, namely Kulari Ke Pantai (2018), Keluarga Cemara (2019), and Dua
Garis Biru (2019) through the concept of the concept of family according to Alston
(2008), Foucault's Theory of Disciplinary Power, and Bordwell and Thompson's (2008)
Film Narrative and Mise-en-Scene Elements. This research seeks to dismantle the family
construction through discourse and ideology in the movies. This aims to show how three
films by Gina S. Noer as representations of female filmmakers today contribute to
Indonesian film studies in seeing the transformation of family construction during the era
of Reformasi which reflects the changes in the discourse of power and gender ideology
of the Orde Baru. The results of the analysis show that the power related to sexuality,
class / space, and gender discourses that appear in these three corpuses causes overlapping
discipline through teaching, internalization, supervision, and the implementation of other
productive disciplines in the family. This discipline produces and trains father, mother,
and child figures to become individuals who are obedient to family constructions that are
in accordance with religious and social values in society. Further analysis with Foucault's
theory of disciplinary power found the resistance of figures in the family to go against
conventional norms and values, although not significant. This ambiguous ideological
position indicates that the three corpuses experience a value struggle. The dominance of
patriarchal and paternalistic ideologies shows that the three films in the end have not been
able to leave the existing convention of social structures. The patriarchal culture that
hierarchically excludes the power of the father, positions the mother in the role of
procreation, and the child as the lowest object in the family still leaves its traces in
Indonesian contemporary movies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Unversitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>