Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan menggunakan deteksi
UV untuk analisis natrium diklofenak dalam urin telah dilakukan. Asam mefenamat
digunakan sebagai baku dalam dan pemisahan isokratik dilakukan pada suhu 40°C
pada kolom C18 Supelcosil (25 cm x 4.6 mm; 5 μm). Sampel dielusi dengan fase
gerak yang terdiri dari asetonitril-natrium asetat 0,01 M (30 : 70, v/v) (pH 6,3) dan
laju alir 1,0 ml/menit. Deteksi dilakukan menggunakan detektor ultraviolet pada
panjang gelombang 278 nm. Hasil validasi metode menunjukkan linearitas (r =
0,9993) pada rentang konsentrasi 1,0-30,0 μg/ml. Preparasi sampel sederhana dan
cepat (tanpa ekstraksi) dan batas kuantitasi terendah (LLOQ) adalah 1,004 μg/ml.
Metode ini valid dan reliable karena akurasi dan presisi berada di dalam batas
penerimaan (≤ 15%). Selanjutnya, metode ini diaplikasikan pada penetapan kadar
natrium diklofenak 100 mg dosis oral tunggal dalam urin."
Universitas Indonesia, 2007
S32605
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhasanah Widiatuti
"Natrium diklofenak adalah obat antiinflamasi yang agak sukar larut dalam air, dapat mengiritasi lambung, dan mengalami metabolisme lintas pertama, untuk mengatasi hal tersebut, natrium diklofenak dibuat dalam bentuk sediaan mikroemulsi topikal.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan mikroemulsi yang jernih dan stabil, serta diharapkan dapat meningkatkan kelarutan zat aktif dan diabsorbsi dengan baik di kulit. Formulasi menggunakan dua jenis fase minyak, yaitu Virgin Coconut Oil (formula A) yang dibandingkan dengan isopropil laurat (formula B) dengan natrium diklofenak sebagai model obat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroemulsi yang menggunakan isopropil laurat sebagai fase minyak lebih stabil secara fisik selama penyimpanan 2 bulan pada suhu kamar dibandingkan form.

Diclofenac sodium is poorly soluble anti-inflammatory drug, that can irritate the gastrointestinal tract and has first pass effect, to overcome this problem, diclofenac sodium was made in topical microemulsion dosage form.
The aim of this study was to make a good microemulsion, increase the solubility of diclofenac sodium, and can be absorbed through the skin. Formulation using two types of oil phase, Virgin Coconut Oil (VCO) and isopropyl laurat with diclofenac sodium as a model of drug.
The result showed that the microemulsion with isopropyl laurat as oil phase was more physically stable during two months in room temperature than formulation using isopropyl laurat. The penetration test using franz diffusion cell for 8 hour, showed 969,6822 ± 5,3533 to formulation A and 929,8052 ± 1,6524 to formulation B.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S33160
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lailan Azizah
"Penghambatan enzim siklooksigenase merupakan dasar efikasi dan toksisitas obat anti inflamasi non steroid. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi jenis obat anti inflamasi non steroid yang digunakan di poliklinik penyakit saraf Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta dan mengevaluasi tolerabilitas meloxicam 15 mg dengan natrium diklofenak 100 mg terhadap saluran cerna. Metode penelitian ini observasi cross-sectional dan cohort prospektif pada periode Desember 2010?Maret 2011. Pengambilan data mengenai keluhan dispepsia terkait penggunaan obat anti inflamasi non steroid terdiri dari nyeri abdomen atas, mual, muntah, kembung abdomen dan cepat kenyang dilakukan melalui wawancara berdasarkan kuesioner PADYQ (The porto alegre dyspeptic symptoms questionnaire) yaitu sebelum, setelah 2 minggu, dan setelah 4 minggu pengobatan. Hasil penelitian menyatakan obat anti inflamasi non steroid paling banyak diresepkan di poliklinik penyakit saraf Rumkital Dr. Mintohardjo adalah meloxicam (48,21%), selanjutnya natrium diklofenak (31,07%), asam mefenamat (15,36%), piroxicam (3,93%) dan asetaminofen (1,43%). Meloxicam secara bermakna menunjukkan resiko yang lebih kecil terhadap insiden saluran cerna daripada natrium diklofenak setelah 2 minggu pengobatan dalam hal keluhan nyeri abdomen atas dan kembung abdomen dengan nilai kebermaknaan pengujian masing-masing sebesar 0,020 dan 0,037. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui meloxicam memiliki tolerabilitas saluran cerna lebih baik daripada natrium diklofenak setelah 2 minggu pengobatan.

Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) are associated with a high incidence of gastrointestinal side-effects. Inhibition of the cyclooxygenase (COX) enzyme is the basis for both the efficacy and toxicity of NSAIDs. The aim of this study was to avaluate the nonsteroidal anti-inflammatory drugs were used in neuro polyclinic hospital of Dr. Mintohardjo Jakarta, and to evaluate gastrointestinal tolerability of meloxicam 15 mg compared with diclofenac sodium 100 mg. The methode of this study was cross-sectional observation and cohort prospective on December 2010-March 2011. The data of dyspepsia associated were used non-steroidal anti-inflammatory drugs consist of pain in upper abdomen, nausea, vomiting, upper abdominal bloating and early satiety collected with PADYQ (The porto alegre dyspeptic symptoms questionnaire) were assessed at baseline and after 2 and 4 weeks of treatment. The non-steroidal anti-inflammatory drugs used in neuro polyclinic hospital of Dr. Mintohardjo Jakarta were meloxicam (48.21%), diclofenac sodium (31.07%), mefenamic acid (15.36%), piroxicam (3.93%) dan acetaminophen (1.43%). Insiden of adverse event after 2 weeks treatment was significantly lower in the meloxicam group compared with diclofenac sodium group in pain in upper abdomen and upper abdominal bloating (p=0.020 and p=0.037). These result suggest that meloxicam was much better tolerated than diclofenac sodium after 2 weeks treatment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suesti Devi Purnamasari
"Natrium diklofenak adalah obat antiinflamasi yang dapat mengiritasi lambung dan mengalami metabolisme lintas pertama. Untuk mengatasi hal ini, natrium diklofenak dibuat dalam bentuk sediaan transdermal. Dalam penelitian ini dibuat dua bentuk sediaan transdermal yaitu emulsi dan mikroemulsi, guna membandingkan perbedaan jumlah kumulatif natrium diklofenak yang terpenetrasi. Formulasi sediaan emulsi dan mikroemulsi menggunakan Virgin Coconut Oil sebagai fase minyak dengan natrium diklofenak sebagai model obat. Daya penetrasi sediaan emulsi dan mikroemulsi melalui kulit diuji secara in-vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus galur Spraque-Dawley. Jumlah kumulatif natrium dikofenak yang terpenetrasi selama 8 jam dari sediaan emulsi dan mikroemulsi berturut-turut adalah 911,00 ± 3,67 μg/cm2 dan 445,41 ± 6,14 μg/cm2. Fluks natrium diklofenak pada sediaan emulsi dan mikroemulsi berturut-turut adalah 107,42 ± 1,25 μg/cm2.jam dan 49,29 ± 0,63 μg/cm2.jam. Persentase kumulatif jumlah natrium diklofenak dalam sediaan emulsi dan mikroemulsi yang terpenetrasi berturut-turut adalah 15,68 ± 1,17 % dan 8,80 ± 0,12 %. Selain itu juga dilakukan uji stabilitas fisik meliputi cycling test, uji sentrifugasi dan pengamatan pada penyimpanan selama 8 minggu pada suhu kamar (28° ± 2°C), suhu rendah (4° ± 2°C) dan suhu tinggi (40° ± 2°C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan mikroemulsi memiliki stabilitas fisik yang lebih baik daripada sediaan emulsi.

Diclofenac sodium is a drug that can irritate the gastrointestinal tract and has first pass metabolisme, to overcome this problem, diclofenac sodium was made in transdermal dosage form. In the present study was formulated two kinds of transdermal dosage form in order to compare the differences in the total cumulative penetration of diclofenac sodium, i.e. emulsion and microemulsion using Virgin Coconut Oil as Oil Phase. Penetration ability through skin was examined by in-vitro Franz diffusion cell test using Sprague-Dawley rat abdomen skin. Total cumulative amount of diclofenac sodium penetrated from emulsion and microemusion were 911,00 ± 3,67 μg/cm2 and 445,41 ± 6,14 μg/cm2, respectively. Flux of diclofenac sodium from emulsion and microemulsion were 107,42 ± 1,25 μg/cm2.jam and 49,29 ± 0,63 μg/cm2.jam, respectively. The cumulative percentage of diclofenac sodium penetrated from emulsion and microemulsion were 15,68 ± 1,17 % and 8,80 ± 0,12 %, respectively. On the other hand, stability test including cycling test, centrifugation test and eight weeks storage at room temperature (28° ± 2°C), low temperature (4° ± 2°C) and high temperature (40° ± 2°C) was also done. The results showed that the microemulsion was more physically stable than emulsion.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43302
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Astriyani
"ABSTRAK
Kitosan merupakan polimer alam yang bersifat kationik, sehingga kitosan dapat berinteraksi dengan gugus anionik membentuk ikatan taut silang ionik. Dalam penelitian ini, natrium tripolifosfat digunakan sebagai agen penaut silang yang berinteraksi secara ionik dengan kitosan. Tujuan dari penelitian ini adalah preparasi kitosan-tripolifosfat yang akan digunakan sebagai eksipien dalam sediaan tablet enterik. Larutan kitosan 3% (v/v) dan natrium tripolifosfat 0,145% (b/v) direaksikan dengan perbandingan 5:1. Selanjutnya kitosan-tripolifosfat digunakan sebagai eksipien dalam sediaan tablet enterik dengan natrium diklofenak sebagai model obat. Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa kitosantripolifosfat dengan derajat substitusi 0,587% P kurang mampu menunda pelepasan natrium diklofenak selama dua jam dalam suasana asam, namun kitosan-tripolifosfat menunjukkan kemampuan yang baik dalam melepaskan zat aktif selama 45 menit dalam suasana basa. Tablet yang mengandung kitosantripolifosfat sebanyak 25%, 37,5%, dan 50% berturut-turut melepaskan obat sebesar 64,29%, 50,40%, dan 36,97% selama dua jam dalam suasana asam, sedangkan tablet dengan kombinasi kitosan-tripolifosfat dan hidroksipropil metilselulosa ftalat (HPMCP) dengan perbandingan 20% : 5% dan 16,65% : 8,35% melepaskan obat sebesar 19,54% dan 8,9% selama dua jam dalam suasana asam. Kombinasi kitosan-tripolifosfat dengan HPMCP dapat membantu menahan pelepasan natrium diklofenak dalam medium asam sehingga memenuhi persyaratan sebagai tablet enterik.

ABSTRACT
Chitosan is a natural cationic polymer, so that it can interact with anionic site in order to form ionic crosslink reaction. In this research, sodium tripolyphosphate was used as crosslinker that interact ionically with chitosan. The aim of this research was to synthesize chitosan-tripolyphosphate which would be used as excipient in enteric tablet dosage form. Solutions of chitosan 3% (v/v) and sodium tripolyphosphate 0.145% (w/v) were mixed in ratio 5:1. Chitosantripolyphosphate was then used as excipient in enteric tablet with diclofenac sodium as drug model. Results of dissolution study showed that chitosantripoliphosphate with degree of substitution 0.587% P could not retard the release of sodium diclofenac for two hours in acid medium, but chitosan-tripolyphosphate showed good capability in release sodium diclofenac for 45 minutes in base medium. Tablet that only contains chitosan-tripolyphosphate 25%, 37.5%, 50% released the drug 64.29%, 50.40%, and 36.97% for two hours in acid medium, while tablet that contain combination of chitosan-tripolyphosphate and HPMCP with ratio 5% : 20% and 16.7% : 33.3% release the drug 19.54% and 8.9% for two hours in acid medium. Chitosan-tripolyphosphate in combination with HPMCP could help retard the released of diclofenac sodium in acid medium, so it completed the requirement as enteric tablet."
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S657
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library