Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indri Savitri
"The focus of this study is application DIR Model from Greenspan and Wieder for autistic child to develop his functional emotional developmental capacities. When we want to intervention with autistic child, we consider 3 aspects are Developmental (focus on functional developmental level), Individual (sensory proiile and individual differences), and Relationship (means interact between children and parents). The rationale of this study is autism which pervasive developmental disorder so he has dysfunction in two main areas are sensory processing and social engagement. DIR Model can help autistic child to overcome sensory processing ditiiculties and communication and relating in social context. The purpose of this study is autistic child be able to share attention, engage with, and interact purpeselirl way which are basic skills from functional emotional developmental capacities.
This research is descriptive study case. Subject is 6,5 years old boy who has low functioning autistic disorder. Research duration for 3 months started from September tmtil December on 2006. Intervention was divided with 3 program were Sensory Integration Therapy, Diet Therapy and Floortime Tlierapy. Subject followed 8 sessions sensory integration therapy and joined with diet program to control his behavior. Sensory integration therapy was conducted by therapist and dict program was controlled by pediatrician. Third intervention started from December 14th until 20th. Researcher had two roles, first as a therapist playing with tloortime methods with subject and the second as an observer when subject and his mother were playing together. Recording data by audiovisual data taking and interviewing method as the process was taken place.
The main result from this research is l) sensory integration therapy help subject to start shared attention and regulate any kind of sensory information; 2) dict therapy also has positive effect to his digestive system and help the mother to manage feeding habit; 3). Floortime therapy can develop functional emotional capacities in 3 areas: shared attention, engagement, and purposeful emotional interaction; 4) Sensory integration therapy can improve subject?s sensory reactivity so he more is alert with environment and help him manage his behavior calmly; 5) to develop functional communication capacities, jlooriime session is useful strategy. The reason is Ileortime can enrich the subject behavior when relating with therapist. The sensitivity to the subject sensory preferences made the engagement come easily. Play activities still focused on sensory-motor play. This findings means sensory integration therapy and dict therapy both are important to make basic skill for subject. Floortime is a basic tool to make the subject want to relate intentionaly with others in fun context."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
TA34071
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Savitri
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada penerapan program intervensi berbasis
Developmental-Individual-Relationship (DIR) yang dikembangkan oleh
Greenspan dan Wieder (1998, 2000, 2006) bagi anak penyandang autis. Aspek
Developmental memfokuskan pada tahap komunikasi fungsional yang akan
dikembangkan pada anak. Aspek Individual menekankan pada penerimaan
keunikan anak. Aspek Relationship menitikberatkan pada fokus relasi yang
interaktif antara orangtua dan anak. Dasar pemikiran menggunakan pendekatan
tersebut adalah autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif sehingga
anak mengalami kendala dalam aspek pemrosesan sensorik dan mengembangkan
kapasitas dalam komunikasi dan menjalin relasi sosial (social engagement).
Pendekatan DIR sifatnya menyeluruh yang mencakup intervensi pada aspek
pemrosesan sensorik dan social engagement. Tujuan dari penelitian ini agar anak
penyandang autis dapat mengembangkan kemampuan untuk melakukan ’shared
attention’, ’engagement’, dan ’purposeful emotional interaction’ yang merupakan
tahap awal dari perkembangan komunikasi fungsional. Penelitian ini termasuk
penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah seorang anak laki-laki berusia 6,5 tahun yang
mengalami gangguan autis dengan derajat berat. Ia tergolong low funetioning.
Penelitian berlangsung selama 3 bulan dari Akhir September - Akhir Desember
2006. Program Intervensi pertama adalah pemberian terapi sensory intégration
yang diberikan oleh ahli terapi di bidangnya dari Awal Oktober hingga Minggu
kedua Desember 2006 di sebuah rumah sakit ibu dan anak selama 8 sesi.
Intervensi kedua adalah diet yang diawasi oleh seorang dokter ahli alergi yang
banyak menangani anak berkebutuhan khusus di rumah sakit yang sama. Program
diet dilakukan dari bulan Oktober Minggu ke 2 sampai pelaksanaan keseluruhan
intervensi selesai. Intervensi ketiga yaitu kegiatan floortime di rumah yang
dilakukan oleh peneliti selama 22 sesi yang berlangsung dari tanggal 14 Desember
- 20 Desember 2006. Dari 22 sesi tersebut, ibu dari Subjek juga dilibatkan untuk
bermain dengan pendekatan floortime bersama dengan subjek. Pengumpulan data
dilakukan dengan merekam proses intervensi secara audiovisual dan wawancara
dengan ibu. Analisis data secara kualitatif merujuk pada perilaku yang
menggambarkan masing-masing aspek dari komunikasi fungsional berdasarkan
panduan Greenspan dan Wieder. Dari analisis film dan wawancara dapat disimpulkan bahwa: 1) terapi sensory
intégration membantu S dalam melakukan shared attention atau pengembangan
kapasitas komunikasi fungsional tahap pertama. Terapi sensory intégration
memperbaiki fungsi pemrosesan informasi sensorik S sehingga S mulai dapat
menerima ragam sensasi dan mulai menyimak lingkungan; 2) Intervensi dengan diet memperbaiki fungsi pencernaan sehingga S mulai memiliki regulasi dalam
hal tidur. Diet juga membantu mengelola kebiasaan makan S menjadi teratur; 3)
Terapi Jloortime mempermudah S mengembangkan kapasitas komunikasi
fimgsionalnya baik dari shared attention, engagement, dan purposeful emotional
interaction. Dengan catatan: selama Jloortime peneliti juga memperhatikan profil
sensorik S sehingga terapis dapat mengatasi masalah perilaku yang terjadi dalam
proses terapi; 4) Terapi Sensory Integration saja tidak cukup kuat untuk
membantu S mengembangkan kapasitas komunikasi fungsionalnya. Terapi
sensory integration fokus pada kemampuan S menerima dan memproses berbagai
sensasi sehingga S dapat menyelesaikan tantangan selama terapi; 5) Terapi
Fioortime tanpa diawali dengan perbaikan integrasi sensorik dan fungsi
pencernaan juga sulit dilakukan karena perilaku S masih sulit diarahkan."
2007
T37866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library