Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Baker, Sidney MacDonald
Chicago: Contemporary Books, 2003
613 BAK d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Hana
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat kesintasan IDU yang melaknkan konseling dan detoksifikasi terhadap kepatuhan berobat metadon di puskesmas kecamatan Jatinegara. Dengan demikian dapat diketahui seberapa besar pengaruh konseling dan detoksifikasi terbadap kepatuhan berobat metadon. Studi kohort retrospektif dilakuken dengan menggunakan data yang terdapat dalarn catatan medis, register pasien dan catatan harian minum metadon. Digunakan pendekatan analisis Cox Regression untuk melihat kesintasan IDU yang melakuken konseling dan detoksifikasi terhadap kepatuhan berobat metadon. HR (hazard ratio) digunakan sebagai estimasi RR (risiko relative) [ untuk pengaruh konseling dan detoksifikasi terhadap kepatuhan berobat metadon,
Analisis multivariat digunakan untuk mengendalikan variabel-variabel perancu.Sebanyak 259 data IDU di puskesmas Kecamatan Jatinegara dianalisis dalam penelitian ini, Probabilitas kesintasan secara keseluruhan pada IDU yang berobat metadon di puskesmas Kecarmatan Jatinegara berkisar antara 64,86 %, sampai dengan 0,04%. Sedangkan Median kesintasan IDU adalah 219 hari. Artinya setengah dari IDU bertahan dalam program selama 219 hari. Terdapat !DU yang melaknkan konseling 10 x sebanyak 68 orang dan IDU yang melaknkan konseling >I 0 x sebanyak 191 orang. Sedangkan IDU yang melakuken Detoksifikasi <2 x sebanyak 149 orang dan IDU yang melakuksn detoksifikasi 2:: 2x sebanyak 110 orang, Universitas Indonesia Dari analisis multivariate-cox Regresi, didapatkan nilai HR untuk IDU yang melakukan konseling sehesar 1. 3(95% nilai p=\),00 I. Sedangkan untuk IDU yang melakukan detoksifikasi didapat nilai HR sebesar 1,80 (95% CI: 1,29-2,52) dengan !>"' 0,001 setelah dikendaliksn dengan variabel umur,pendidikan den riwayat rehabilitasi.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pengaruh konseling terhadap kepatuhan berobat setelah dikontrol dengan variabel riwayat rehabilitasi, ditemukan hahwa IDU yang tidak melakukan konseling beresiko 7,93 kali untuk tidak patuh daripada IDU yang melakukan konseling. Sedangkan pengaruh detoksifikasi terhadap kepatuhan berobat setelah dilakukan interaksi dan dikontrol dengan variable umur, pendidikan dan riwayat rehabilitasi, ditemukan bahwa IDU yang tidak melakukan detoksifikasi baresiko 1,80 kali lebih tinggi untuk tidak patuh daripada IDU yang melakukan detoksifikasi.

This study was aimed to observe IDU survival rates that had counseling and detoxification to methadone treatment obedience in health center at Jatinegara sub-district As for that. influences of counseling and detoxification to methadone treatment obedience with be known. Retrospective cohort study was done by using data obtained from medical record, patient's registry and methadone consumption dally notes. Cox Regression approaches was used to assess IDU that had counseling survival and detoxification to methadone treatment obedience. HR (Hazard ratio) was used as estimation value of RR (Relative risk) for counseling influences and detoxification to methadone treatment obedience.
Multivariate analysis was used to minimize confounding variables. In this study there were 259 IDU's data analyzed in health center a:t Jatinegara sub--district. Survival probability of whole IDU that had methadone treatment in health center at Jatinegara sub-district was ranged at 64.86%0.04%. In the other hand survival IDU median is 219 days. It means that half of iDUs were survived in this program for 219 days. There were 68 IDUs that had eounseling S 10 times and 191 IDUs had counseling> 10 time(s), Moreover, there were 149 IDUs who had detoxification <2 time(s) and 110 1DUs had detoxification::?; 2 times. from multivariate analysis - interaction Cox proportional Hazard. HR score obtain for 1DU who had counseling and was 8.5 I (95% Confidence inteJVal - CI: 5.98 - 12.13) with p value= 0.001. Whereas IDUs that had detoxification, HR scores obtained was L80 (95% Cl:1.29 - 2.52) with p value 0.00! after controlled by acces, education and rehabilitation variables.
Universitas Indonesia The study's result suggested that counseling influences of treatment obedience after controlled by rehabilitation histories variables, it could concluded that risks of not being obedience of IDUs who had not counseling were 7,93 times fold compared to IDUs had counseling. Whereas that detoxification influences of treatment obedience after interaction was done and controlled by age, education and rehabilitation histories variables, whereas risks of not being obedience of lDUs who had not detoxification were 1,8 tunes fold compared to IDUs had detoxification.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T32436
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jarnuzi Gunlazuardi
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian detoksifikasi air secara fotokatalisis dengan menggunakan lapisan tipis titanium dioksida yang dilekatkan pada permukaan logam titanium. Didalam penelitian yang dilaporkan telah dikembangkan cara pembuatan lapisan tipis titanium dioksida dengan teknik sol-gel dan pemanasan. Inovasi dilakukan dengan mengganti perkursor yang umum dipakai (titanium isopropoksida=TIPP) dengan prekursor lain, yaitu titanium diisopropoksi bis asetil asetonate (TAA) dan titanium diisopropoks bis asetil asetoasetat (TEA), yang memberikan kemungkinan diterapkannya suatu prosedur yang memberikan lapisan tipis yang homogen, terikat kuat, dan mempunyai bentuk kristalinitas yang dikehendaki. Keadaan ini dimungkinkan karena (tidak seperti TIPP) TAA dan TEA diudara terbuka cukup stabil sehingga hidrolisis dan pembentukan oksidanya dapat dikontrol. Dengan cara demikian kita mempunyai banyak kesempatan mengarahkan pelekatan titanium dikosida yang masih sangat kecil ukuran partikelnya dan menjamin diperolehnya lapisan-lapisan yang terikat kuat. Kenyataannya, prosedur yang cukup reliable dan mudah dikerjakan berhasil ditetapkan melalui penelitian ini.
Matrik katalis yang dikembangkan dengan cara tersebut diatas kemudian disusun dalam konfigurasi reaktor fotokatalisis. Inovasi konfigurasi reaktor dilakukan dengan pendekatan baru, yakni konfigurasi yang memungkinkan kita memberikan bias potensial pada permukaan lapisan tipis titanium dioksda. Dengan cara demikian tidak hanya proses fotokatalisis saja yang dapat dipelajari dan atau dijalankan, tetapi juga proses fotoelektrokatalisis.
Konfigurasi reaktor yang disusun telah dicobakan untuk mematikan e.Coli dan mendegradasi 2,4-diklorofenol didalam air. Dalam penelitian ini telah berhasil dikonfirmasi keberadaan fenomena fotoelektrokatalisis disamping fenomena fotokatalisis. Lebih jauh, dapat dikenali bahwa fotoelektrokatalisis mempunyai potensi yang lebih baik dalam hal menurunkan kualitas toksisitas air yang terkontaminasi."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Edvia Indrania
"Biji kapas mengandung protein cukup tinggi, tetapi penggunaannya sebagai makanan ternak dibcitasi olah adanya senyawa gossipol ydnçj bersifat racun terhadap hewan nonruminansia Kadar gossipol bebas dalam biji kapas dapat mencapai 1,7 %,sedangkon batas ambang yang diperkenankan untuk ternak unggas adalah 0,04 % 0leh karena itu sebelum biji kapas dipakai sebagai bahan pakan, maka perlu dilakukan suatu proses detoksifikasi untuk rnengurangi kadar gossipol yang ada.
Cara detoksifikasi yang cukup mudah untuk dilakukan adalah dengan perendaman dalam air kapur. Perendaman daging biji kapas dalam air kapur jenuh selama 24 jammampu rnenurunkan kaddr gossipol babas darl 0,82 sarnpai 043 % (kehilanqan 84 %), Beberapa faktor yang meinpengaruhi proses detoksifikasi tersebut adalah pH larutan perendam, konsentrasi kalsium dan pengaruh pendidihan.
PH yang bervaniasi antara 3 sanpai 13 pada perendaman didalam air kapur menyebabkan kehilangan gossipol lebih besar daripada perendaman dalam air Konsentrasi kaisium juga mernpengaruhi gossipol yang hilangp dimana kehilangan terbesar diperoleb pada konsentrasi tartinggi yaitu pada air kapur jenuh Larutan air kapur mendidih dapat mempercepat kehilangan gossipol,dimana pendidihan selama 60 menit menyebabkan kehilangan gossipol sebesar 92 % Perendaman juga dapat menyebabkan kehilangan protein yang mudah 1arut erendaman daldm air kapur jenuh selarna 24 jam menurunkan kadar protein dari 386 % sampdi 33 % (kehilangan 14,4).
Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahua perendamdn biji kapas dalam air kapur jenuh siilama 24 jam de ngan perbdndlngan coi-itoh dan volume air kapur sebesar 2/20 (g/ml) menyebabkan kehilangan gossipol cukup tinggi tanpa menyebabkan kehilangan protein yang tenlalu besar Walaupun pendidihan dapat menyebabkan kehilangan gossipol yang lebih cepat dan J.ebih besar9 tetapil, pendidihan dapat mengurangi mutu protein karena terbentuknya kopolimer gossipol-protein yang sukar larut. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Savitri Eka Nur
"Filariasis yang disebarkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.7 Pemberantasan filariasis dengan menggunakan insektisida sintetis menyebabkan resistensi Cx. quinquefasciatus terhadap insektisida tersebut.44 Tujuan penelitian ini untuk menganalisis toksisitas senyawa camphor terhadap larva Cx. quinquefasciatus yang terfokus pada enzim detoksifikasi dan kelainan histopatologi midgut. Larva Cx. quinquefasciatus yang digunakan merupakan larva wild strain yang diperoleh dari lapangan. Bioassay larva mengikuti protokol WHO. Larva akan dipaparkan camphor dengan konsentrasi 0,5, 1,5, 10,5, 25,5, dan 50 ppm selama 24, 48, dan 72 jam dengan 5 kali pengulangan yang memperlihatkan mortalitas yang berbeda bermakna (p<0.05). Pada 50 ppm terjadi 100% mortalitas larva Cx. quinquefasciatus selama 48 jam. Nilai LC50 2,32 ppm dan LC90 sebesar 12,40 ppm Histopatologi midgut dengan pewarnaan hematoksilin eosin terjadi kerusakan masif. Enzim detoksifikasi yang diperiksa dengan metode CDC (Centers for Disease Control and Prevention) menunjukan AChE dan oksidase ialah enzim target dari camphor.

Filariasis spread by Culex quinquefasciatus mosquitoes is still a public health problem in Indonesia.7 Eradication of filariasis by using synthetic insecticides causes resistance to Cx. quinquefasciatus.44 The purpose of this study was to analyze the toxicity of camphor compounds on Cx. quinquefasciatus focused on detoxifying enzymes and midgut histopathological abnormalities. The larvae of Cx. quinquefasciatus are wild-strain larvae obtained from the field. Larval bioassays followed WHO protocol. Larvae will be exposed to camphor with concentrations of 0.5, 1.5, 10.5, 25.5, and 50 ppm for 24, 48, and 72 hours with 5 repetitions showing significantly different mortality (p<0.05). At 50 ppm, there was 100% mortality of larvae of Cx. quinquefasciatus for 48 hours. The LC50 value was 2.32 ppm and the LC90 was 12.40 ppm. Midgut histopathology with hematoxylin-eosin staining showed massive damage. The detoxification enzymes examined by the CDC (Centers for Disease Control and Prevention) method showed that AChE and oxidase were the target enzymes of camphor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yahya Ayyash
"Latar belakang: Di Indonesia pedikulosis yang disebabkan oleh Pediculus humanus capitis (kutu kepala) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, namun tidak ada program penanganan khusus untuk memberantas pedikulosis tersebut Selama ini pengobatan pedikulosis menggunakan permetrin 1%, namun di berbagai negara dilaporkan bahwa P.h. capitis sudah mengembangkan resistensi terhadap permetrin. Pada penelitian ini akan dibandingkan efektivitas permetrin dengan efektivitas malation berdasarkan kemampuannya menghambat kerja enzim detoksifikasi pada P.h. capitis. Metode: : Stadium dewasa P. h. capitis dipaparkan dengan kertas filter yang ditetesi larutan permetrin (0,25%; 0,5%; dan 1%) dan malation (0,5%; 1% dan; 1,5%). Bioassay in vitro dilakukan selama 10, 20, 30, 45 dan 60 menit pada suhu ruang. Aktivitas asetilkolinesterase (AChE), glutation-S-transferase (GST), dan oksidase dianalisis menggunakan metode CDC (Centers for Disease Control). Hasil: Selama 60 menit, 100% (90/90) P. h. capitis mati dengan permetrin pada konsentrasi 0,25%; 0,5%; 1%. Sedangkan pada malation tidak mati sama sekali (0,0%). Dalam 60 menit P. h. capitis memiliki LT50 dan LT90 terendah pada permetrin dengan konsentrasi 1%. juga bahwa permetrin dengan aktifitas AChE, GST, dan oksidase menurun pada kelompok permetrin, sedangkan pada kelompok malation aktifitas AChE, GST, dan oksidase meningkat. Kesimpulan: Permetrin memiliki efikasi terhadap P. h. capitis yang lebih baik dibandingkan malation dan permetrin masih dapat digunakan sebagai pediculosida.

Background: In Indonesia, pediculosis caused by Pediculus humanus capitis (head louse) is still a public health problem, but there is no special treatment program to eradicate this pediculosis. So far, pediculosis is treated using 1% permethrin, but in various countries it has been reported that P.h. capitis has developed resistance to permethrin. In this study, we will compare the effectiveness of permethrin with the effectiveness of malathion based on its ability to inhibit the action of detoxification enzymes on P.h. capitis. Methods: Adult stage P. h. capitis exposed with filter paper dripped with a solution of permetrin (0,25%; 0,5%; and 1%) and malation (0,5%; 1%; and 1,5%). In vitro bioassays were carried out for 10, 20, 30, 45 and 60 minutes at room temperature. The activities of acetylcholinesterase (AChE), glutathione-S-transferase (GST), and oxidase were analyzed using the CDC (Centers for Disease Control) method. Results: For 60 minutes, 100% (90/90) P. h. capitis died with permethrin at a concentration of 0,25%; 0,5%; 1%. While the malation does not die at all (0.0%). In 60 minutes P. h. capitis had the lowest LT50 and LT90 in permethrin with a concentration of 1%. also that permethrin with AChE, GST, and oxidase activity decreased in the permethrin group, whereas in the malathion group the activity of AChE, GST, and oxidase increased. Conclusion: Permetrin has efficacy against P. h. capitis which is better than malation and permetrin can still be used as a pediculoside."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayleen Huang
"Minyak esensi dari tanaman telah terbukti dapat membunuh larva nyamuk. Penelitian ini mengevaluasi aktivitas larvisida dari minyak esensi eugenol dan piperin terhadap larva Aedes aegypti serta mekanismenya meliputi detoksifikasi enzim dan perubahan histopatologi. Bioassay larva Ae. aegypti instar III-IV terhadap eugenol dan piperin konsentrasi 1, 5, 10, dan 30 ppm dilakukan mengikuti protokol WHO selama 72 jam dengan ulangan 5 kali. Larva yang mati diperiksa dengan pemeriksaan histopatologi HE rutin. Evaluasi aktivitas enzim detoksifikasi: AChE, GST, dan oksidase dilakukan mengikuti protokol CDC. Piperin memperlihatkan toksisitas yang lebih baik dibandingkan eugenol dengan persentase mortalitas lebih tinggi serta nilai LC50 dan LC90 lebih rendah. Piperin dan eugenol terbukti menghambat aktivitas AChE dan oksidase (p < 0.05), sedangkan pengaruhnya terhadap GST tidak bermakna. Piperin dan eugenol mengakibatkan kerusakan masif pada midgut larva meliputi kerusakan food bolus dan membran peritrofik, terputusnya lapisan epitel, serta perubahan sel epitel dan mikrovili.

Essential oils from plants were proven to kill mosquito larvae. This research evaluates larvicidal properties of essential oils piperine and eugenol against Aedes aegypti larvae with its mechanism in detoxification enzymes and histopathological changes. Bioassay of III-IV instar Ae. aegypti larvaes exposed to eugenol and piperine with concentration of 1, 5, 10, and 30 ppm was conducted according to WHO protocol for 72 hours with 5 replications. The dead larvae went through routine histopathology H&E examination. Evaluation for detoxification enzymes activity: AChE, GST, and oxidase was conducted according to CDC protocol. Piperine exhibited better toxicity compared to eugenol with higher mortality percentage and smaller LC50, LC90 values. Piperine and eugenol were proven to inhibit AChE and oxidase activity (p < 0.05), but not GST activity. Both substances caused massive destruction to larvae midgut including degradation of food bolus and peritrophic membrane, discontinuity of the epithelium layer, irregular epithelium cell and microvilli shape."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmanin Aldilla
"Infestasi Pediculus humanus capitis banyak terjadi di negara berkembang namun masih terabaikan. P. h. capitis telah menjadi resisten terhadap insektisida umum di dunia. Sebagai alternatif, diperlukan senyawa aktif yang berasal dari ekstrak tanaman yang dapat memberantas infestasi P. h. capitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi toksisitas in vitro 6-paradol terhadap P. h. capitis dan mendeskripsikan mekanisme toksisitas tersebut yang dimediasi oleh pengamatan aktivitas enzim detoksifikasi dan perubahan ultrastruktur P. h. capitis. Stadium dewasa P. h. capitis dipaparkan dengan kertas filter yang ditetesi larutan 6 paradol (0,5; 1,0; 1,5 ppm) dan permethrin (1%). Perubahan ultrastruktur P. h. capitis diperiksa dengan scanned electrone microscope (SEM). Bioassay in vitro dilakukan selama 10, 20, 30, dan 60 menit. Aktivitas asetilkolinesterase (AChE), glutation-S-transferase (GST), sitokrom C-oksidase (COX) dianalisis menggunakan metode CDC (Centers for Disease Control). Berdasarkan hasil penelitian, 6-paradol menyebabkan kerusakan yang serius (bentuk kepala, toraks, abdomen tidak normal, kerusakan spirakel di bagian abdomen, kerusakan lapisan kitin, serta kerusakan rambut sensori). Permethrin tidak menyebabkan perubahan ultrastruktur yang berarti. 6-paradol memperlihatkan toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan permethrin. 6-paradol meningkatkan aktivitas AChE, GST dan COX. Permethrin meningkatkan aktivitas AChE, GST, dan COX. 6-Paradol bersifat lebih toksik dan lebih merusak ultrastruktur P. h. capitis dibandingkan permethrin melalui peningkatan aktivitas AChE, GST, dan COX.

Pediculus humanus capitis infestation happens a lot in some developing country but still neglected. P. h. capitis has become resistant to common insecticides worldwide. As an alternative, bioactive compound from plant extracts are needed so that it can eradicate P. h. capitis. This study aims to evaluate the in vitro toxicity of 6-paradol against P. h. capitis and to describe the mechanism of the toxicity which mediated by detoxification enzymes activity and changes in the ultrastructure of the headlice. Adult stage of P. h. capitis were exposed to filter paper that has been dripped with 6-paradol (0.5, 1.0, 1.5 ppm) and permethrin (1%). Ultrastructural changes P. h. capitis was examined with scanned electrone microscope (SEM). In vitro bioassays were performed for 10, 20, 30, and 60 minutes. The activities of acetylcholinesterase (AChE), glutathione-S-transferase (GST), and cytochrome C-oxidase (COX) were analyzed using the CDC (Centers for Disease Control) method. As a result, 6-paradol caused serious damage (abnormalities in head, thorax, and abdomen, spiracle damage in the abdomen, chitin layer damage, and sensory hair damage). Permethrin did not cause significant ultrastructural changes. 6-paradol showed higher toxicity than permethrin. 6-paradol increases the activity of AChE, GST, and COX. Permethrin increases AChE, GST, and COX activity. 6-paradol is more toxic and causes more damage in the ultrastructure of P. h. capitis than permethrin by increasing the activity of AChE, GST, and COX."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafaella Shiene Wijaya
"Rimpang jeringau / dringo (Acorus calamus L.) dengan kandungan senyawa fitokimia aktif β- asaron diketahui memiliki aktivitas neuroproteksi dan antioksidan sehingga banyak digunakan sebagai obat tradisional. Selain itu, kandungan fitokimia dalam ekstrak tanaman juga berpotensi dimanfaatkan sebagai larvisida alternatif untuk pemberantasan Ae. aegypti sebagai vektor penyakit DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas larvisidal dari β-asaron dan ekstrak rimpang jeringau terhadap larva Ae. aegypti dengan mekanisme perubahan aktivitas enzim detoksifikasi dan histopatologi midgut. Larva Ae. aegypti instar III-IV dipajankan dengan β-asaron dan ekstrak rimpang jeringau dengan konsentrasi 0,25; 1,25; 6,25; dan 24,25 ppm. Pengamatan mortalitas dilakukan sesuai panduan WHO pada jam ke-24, 48, dan 72. Aktivitas asetilkolinesterase (AChE), glutation-S-transferase (GST), dan oksidase dianalisis dengan metode biokimia sesuai protokol CDC. Histopatologi midgut dievaluasi dengan metode pemeriksaan rutin menggunakan pewarnaan H&E. Penelitian ini membuktikan β-asaron dan ekstrak rimpang jeringau bersifat toksik dan mampu membunuh >50% larva Ae. aegypti pada konsentrasi rendah sekalipun (24,25 ppm). β-asaron memperlihatkan aktivitas larvisida yang lebih tinggi dibanding ekstrak rimpang jeringau dengan mekanisme menghambat enzim AChE dan oksidase serta mengakibatkan kerusakan masif pada midgut larva Ae. aegypti.

Sweet flag or jeringau rhizome, with β-asarone as its main phytochemical content, is known to have neuroprotective and antioxidant properties in traditional medication. In addition, phytochemical agents from plant extract are also known to have larvicidal potential. This study evaluates larvicidal activity of β-asarone and sweet flag rhizome extract against Ae. aegypti larvae with its mechanism in alternating detoxification enzymes activities and midgut histopathology. Ae. aegypti larvae instar III-IV were exposed to two different treatments, β- asarone and sweet flag rhizome extract, with concentrations of 0.25, 1.25, 6.25, and 24.25 ppm. Larval mortality was observed 24 h, 48 h, and 72 h post-treatment using WHO guideline. Acetylcholinesterase (AChE), glutathione-S-transferase (GST), dan oxidase enzyme activities were analyzed with biochemistry method using CDC guideline. Midgut histopathological changes were evaluated using H&E staining and light microscope. This study proved that both β-asarone and sweet flag rhizome extract were toxic towards Ae. aegypti larvae and were able to cause >50% larval mortality even with low concentration (24.25 ppm). β-asarone exhibited higher toxicity than sweet flag rhizome extract with mechanism of inhibiting AChE & oxidase enzymes along with causing massive injuries on larval midgut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harmanta
"Sorghum merupakan tanaman serealia yang sangat potensial untuk dibudayakan di Indonesia karena punya keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan yang lain. Di dalam limbah sorghum (malai dan tangkai) banyak terkandung hemiselulosa yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan monomermonomernya. Salah satu monomer yang dihasilkan adalah xilosa yang merupakan bahan baku pembuatan xilitol.
Pada penelitian ini digunakan malai dan tangkai sorghum mandau sebagai bahan untuk pembuatan xilitol. Bahan tersebut dihidrolisis menggunakan asam sulfat (H2SO4) 0,3M pada suhu 121°C dengan waktu optimum 35 menit. Hasil pengukuran kadar xilosa dalam hidrolisat pada kondisi optimum 25,70 % (w/w) untuk malai dan 20,56 % tangkai. Hidrolisat optimum ini yang akan digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi oleh Candida fukuyamaensis UICC Y-247 khamir penghasil enzim xilose reduktase. Hidrolisat kemudian detoksifikasi dengan menambahkan arang aktif 1% (w/v) untuk menghilangkan senyawa toksik yang dapat menghambat pertumbuhan khamir.
Produk xilitol hasil fermentasi tanpa kosubstrat, konsentrasi tertinggi didapatkan waktu fermentasi 12 jam dengan persen konversi xilitol 12,88% untuk malai dan 10,88% tangkai. Produk xilitol hasil fermentasi dengan kosubstrat 7,5%, konsentrasi tertinggi pada waktu fermentasi 12 jam dengan persen konversi xilitol 18,04 untuk malai dan 16,50 tangkai. Sedangkan produk xilitol hasil fermentasi dengan kosubstrat 15%, konsentrasi tertinggi waktu fermentasi 12 jam dengan persen konversi xilitol 8,22% untuk malai 4,88% tangkai.

Sorghum is plant which is potential to be cultivated in Indonesia since it has many advantages compared with other plants. Sorghum?s waste (stem and branch) contains which can be hydrolyzed giving its monomers hidrolized, to produce xylose. One of the monomers is xylose which the materials of xylitol.
In this research, stem and branch of sorghum are used as souce is the source for xylitol production. The material was hydrolyzed using sulfuric acid (H2SO4) 0,3M At 121 degree Celcius with optimal duration of 35 minutes. The result of measurement of xylosa contained in hydrolyzed at optimal condition 24,90 % for stem and 20,56 % for branch. This hydrolyzed was used as substrate for the process of fermentation by Candida fukuyamaensis UICC Y-247 khamir is the producer of "xylose reductate" enzyme. The hydrolyzed is then decolorized by adding active carbon 1 % (w/v) to remove toxin substance which can fermentation process by khamir growth. The product of xylitol fermentation without kosubstrat, from the highest fermentation duration 12 hours with percent coversion of xylitol 12,88 % for stem and 10,88 % or branch.
The product of xylitol from fermentation with kosubstrat 7,5 %, from the highest concentration on fermented duration 12 hours with percentage of xylitol convention 18,04 for stem and 16,50 for branch. Where as the product of xylitol fermentation with 15 % kosubstrat, with the highest yealds fermentation duration 12 hours with the percentage of xylitol convention is 8,22 % for stem and 4,88 % for branch.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29072
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>