Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Kaswanti Purwo
"Penelitian yang saya lakukan semenjak bulan Juli 1976 ini merupakan usaha saya untuk mendalami dan memahami bahasa Indonesia; apa yang saya lihat dalam bahasa Indonesia itu kemudian saya tuangkan dalam karya tulis yang terdiri dari tujuh bab. Ada berbagai alat yang dapat dipergunakan untuk melihat atau mengamati sesuatu. Dalam mengamati bahasa Indonesia ini saya memilih memakai kerangka teori deiksis. Namun, kecondongan penelitian ini tidak saya tujukan pada usaha untuk mengembangkan teori deiksis itu sendiri (dengan memakai bahan-bahan yang ada dalam bahasa Indonesia) melainkan lebih saya arahkan pada pemergunaan teori deiksis sebagai alat untuk menyingkapkan seluk-beluk yang ada dalam bahasa Indonesia. Untuk tujuan penyingkapan itu saya perbandingkan pula beberapa fenomena dalam bahasa Indonesia dengan yang ada dalam bahasa-bahasa tak serumpun (seperti bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Latin, Rusia) dan bahasa-bahasa serumpun (seperti bahasa Tagalog, Batak Toba, Sunda, Jawa, Aceh).
Saya memulai penelitian dengan mengkhasanahkan leksem-leksem persona, ruang, dan waktu dalam kaitannya dengan deiksis. Kata-kata yang berhubungan dengan persona, ruang, dan waktu itu saya daftar dan saya perikan aspek semantis leksikalnya dalam Bab II. Uraian dalam Bab II membatasi diri pada bidang semantis leksikal karena yang dibahas dalam bab ini adalah masalah deiksis luar-tuturan (eksofora). Pembatasan bidang yang dianalisis ini membawa akibat adanya beberapa persoalan-antara lain hubungan antara bentuk verbal di- dengan kata ganti persona--yang tidak dapat diuraikan lebih lanjut dalam Bab II; persoalan-persoalan itu kemudian dipaparkan secara terpisah dalam bab lain.
Kalau dalam Bab II yang dibicarakan adalah deiksis luar-tuturan (eksofora), dalam Bab III yang dibahas adalah deiksis dalam-tuturan (endofora). Uraian dalam Bab III menyangkut salah satu aspek sintaksis, yaitu perihal koreferensi. Salah satu akibat dari penyusunan konstituen﷓konstituen bahasa secara linear adalah kemungkinan adanya konstituen tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya.mengalami penyebutan ulang, Kedua konstituen tersebut karena kesamaannya lazim dinyatakan sebagai dua konstituen yang berkoreferensi (memiliki referee yang sama). Ada tiga macam strategi dalam peristiwa koreferensi ini: {i) mempronominalkan salah satu konstituennya (masalah anafora termasuk ke dalam jenis pertama ini), (ii) melesapkan (menghilangkan) salah satu konstituennya, dan (iii) menyebut ulang konstituen yang telah disebutkan sebelumnya. Bahasa Indonesia menempuh strategi yang berbeda dengan strategi yang ditempuh oleh bahasa lain yang tak serumpun (misalnya bahasa Inggris). Bahasa seperti bahasa Inggris lebih banyak menempuh strategi daripada bahasa Indonesia; bentuk-bentuk pronominal dalam bahasa Indonesia tidak sebanyak yang ada dalam bahasa seperti bahasa Inggris. Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sama-sama dapat menempuh strategi tetapi kendala (constraint) yang mendasari struktur ini berbeda. Strategi lazim ditemukan dalam bahasa Indonesia tetapi tidak dalam bahasa seperti bahasa Inggris. Masalah seperti ini-karena menyangkut bidang sintaksis yang lebih luas-tidak diuraikan lebih lanjut pada Bab III melainkan pada Bab VII.
Percampuran antara deiksis luar-tuturan dan deiksis dalam-tuturan diuraikan dalam Bab IV; peristiwa percampuran ini dalam penelitian ini termasuk dalam apa yang disebut pembalikan deiksis (deictic reversal). Pembalikan deiksis dalam hal persona dapat dijumpai misalnya dalam kalimat kutipan tidak langsung bahasa Rusia (Brecht 1974:513 ff.). Pembalikan deiksis dalam hal waktu dapat ditemukan misalnya dalam fenomenon yang lazim disebut epistolary tense (misalnya dalam bahasa Latin Klasik) dan historical present (misalnya dalam bahasa Inggris). Bahasa Indonesia selain menunjukkan adanya fenomenon pembalikan deiksis dahal persona dan waktu, juga memperlihatkan adanya fenomenon pembalikan deiksis dalam hal ruang, seperti yang dapat dijumpai dalam pembicaraan dengan telepon dan dalam penulisan surat.
Aspek semantis situasional dari kata ganti persona dalam bahasa Indonesia yang belum dibahas dalam Bab II (karena dalam bab itu kerangka pembicaraannya terbatas pada aspek semantis leksikal saja) dipaparkan dalam Bab V. Aspek semantis situasional yang disoroti dalam Bab V ini dikritkan dengan masalah kepekaan-konteks (context-sensitivity) yang dapat dijumpai dalam struktur yang bermodus imperatif, adhortatif, dan dubitatif.
Beberapa leksem ruang dan waktu ada yang belum dapat dibahas secara tuntas dalam Bab II karena leksem-leksem yang bersangkutan memiliki permasalahan yang menyangkut salah satu aspek dalam bidang sintaksis, yaitu susunan beruntun (sequential order). Perihal pemetaan kronologis (chronological mapping), struktur beku (freezes), dan struktur korelatif ikut dibahas dalam Bab VI sehubungan dengan kaitannya pada susunan beruntun. Hal ini dilakukan demi pemahaman beberapa leksem ruang dan waktu yang perlu ditelusuri lebih lanjut.
Sebetulnya penulisan hasil penelitian saya dapat ditutup atau diakhiri pada Bab VI. Akan tetapi, karena ada beberapa masalah yang belum terselesaikan penguraiannya dalam bab-bab sebelumnya, dan. masalah tersebut hanya disinggung sepintas lalu saja, padahal masing-masing masalah tidak terkumpul menjadi satu karena pemaparannya tersebar ke dalam kelima bab terdahulu secara terpisah-pisah, maka kesemuanya itu saya kumpulkan menjadi satu dalam Bab VII. Beberapa masalah tersebut dikumpulkan menjadi satu dalam Bab VII karena mempunyai suatu kerangka kesatuan tersendiri, kerangka yang menyangkut bidang sintaksis yang lebih luas (daripada yang ditelaah dalam bab-bab sebelumnya). Penelusuran permasalahan bidang sintaksis yang lebih luas ini ternyata menyeret saya lebih jauh ke salah satu aspek sintaksis yang penting dalam linguistik, yaitu tipologi bahasa. Akan tetapi, persoalan ini tidak ditelaah untuk dipecahkan dalam Bab VII karena, apabila ditelusuri lebih lanjut, hasilnya dapat menjadi suatu disertasi tersendiri. Oleh karena itu, apa yang dipaparkan dalam Bab VII hanyalah pemerian permasalahannya saja. Persoalan ini perlu dipecahkan bukan hanya demi pemahaman dari sudut pandang deiksis (karena hanya sedikit sekali kaitannya dengan deiksis) tetapi terlebih-lebih demi penyingkapan "misteri" dalam bidang sintaksis (terutama dalam bahasa Indonesia), suatu bidang studi linguistik yang hingga kini masih merupakan daerah yang "rawan". "
Depok: Universitas Indonesia, 1982
D264
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Engelenhoven, Aone van
"Dialek Melayu yang dipakai para pendatang asal Maluku Selatan di Belanda ini memperlihatkan rangkaian demonstrativa dan endofora yang tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia baku. Makalah ini mengkaji semantik dari rangkaian unsur deiktik tersebut dalam kerangka linguistik kognitif dan menjelaskannya sebagai sesuatu yang muncul dari bahasa ibu penutur, dengan mencontohkan bahasa Meher dan Leti. Makalah ini ditutup dengan mengaitkan penemuannya dengan bahasa Melayu Tangsi yang diduga adalah nenek moyang dari dialek Melayu yang digunakan pendatang Maluku di Belanda. Dinyatakan bahwa pencarian asal-usul dialek turunan Melayu Pijin sejenis ini hanya bisa dilakukan dengan berfokus pada makna yang disampaikan lewat konstruksikonstruksinya."
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Thalia Amrita
"Deiksis atau ekspresi deiktik sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari tanpa menyadari tujuan yang lebih dalam. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi makna di balik setiap ekspresi deiksis yang digunakan dalam album SOUR karya Olivia Rodrigo (2021) dan menganalisis bagaimana setiap deiksis menggambarkan emosi remaja melalui lirik lagu dalam album tersebut. Penelitian ini menggunakan kerangka analisis dari Yule (2017) dan Saeed (2003) untuk menguji jenis dan makna masing-masing deiksis dan menggunakan narasi gabungan dari Berkum (2019), Foolen et al. (2012), dan Lakoff (2016) untuk menganalisis bagaimana deiksis mewakili emosi seseorang. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa lirik dalam album SOUR menggunakan lima jenis deiksis yaitu deiksis personal, spatial/tempat, temporal/waktu, sosial, dan discourse/wacana. Ungkapan deiktik tersebut terbukti tidak hanya menyampaikan makna substantif yang mempengaruhi lirik tetapi juga menyampaikan emosi pengarang melalui lirik. Oleh karena itu, penjelasan bagaimana emosi seseorang dapat direpresentasikan melalui deiksis menjadi hal baru dalam penelitian ini. Penelitian ini menekankan pentingnya penggunaan deiksis melalui bahasa.

Deixis or deictic expressions are used in daily communication often without one’s realization of its deeper purposes. This research aims to identify the meaning behind each deictic expression used in the album SOUR by Olivia Rodrigo (2021) and analyze how each deixis portrays the emotions of adolescents through the song lyrics in the album. This paper used Yule’s (2017) and Saeed’s (2003) framework to examine the types and the meaning of each deixis and used combined narratives from Berkum (2019), Foolen et al. (2012), and Lakoff (2016) to analyze how deixis represent one’s emotion. The study concludes that the lyrics in the album SOUR used five types of deixis which are person, spatial/place, temporal/time, social, and discourse deixis. Those deictic expressions were proven to not only convey a substantive meaning that affects the lyrics but also convey the emotions of the authors through the lyrics. Therefore, the explanation of how one’s emotion can be represented through deixis became the novelty of this study. This study emphasizes the importance of using deixis through language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library