Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Contamination of mined soil and water affects not only to agriculture system but also food chains and epidemiological problem. As soil metal can not be biodegraded, remediation of soil heavy metal risks has been a difficult and expensive goal...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The partial toxicity test of copper (Cu2+),zinc (Zn2+) and cyanide (CN-) for young cobia (Rachycentron canadum) fishes 45 days-ld were conducted in Doson station during ten days (Yr 2005)...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Zipora
"Struktur kompleks logam transisi yang mengandung gugus -N=6-6=N- dan ikatan tidak jenuh pada ligan yang membentuk kromofor ditemukan pada logam besi (II) dengan ligan 1,10-fenantrolin (fen) dan derivatnya (4,7-dimetilfenantrolin). Kompleks ini sangat stabil dan memberikan warna-warna yang tajam sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai indikator warna, Ligan sianida merupakan ion medan sangat kuat, sehingga diharapkan dapat menggantikan kedudukan salah satu ligan feroin. Dari basil penelitian penentuan stoikiometri berdasarkan perbandingan mol diperoleh hasil Fe(II) fen dan dmfen = 1:3, sedangkan untuk masing-masing kompleks [Fe(fen)312 dan [Fe(dmfen)3]2+: ligan ion CN- = 1:2 maka molekul kompleks yang terbentuk adalah (Fe(L)2(CN)2]. Dari penelitian tentang momen magnet dan spektrum serapan ultraungu-tampak menghasilkan tentang bagaimana terbentuknya ikatan dalam kompleks. Molekul kompleks [Fe(L)2(CN)2} adalah oktahedral dan hibridisasinya d2sp3. Spektrum serapan-tampak pada variasi pelarut berdasarkan bilangan akseptor (BA) elektron terhadap kompleks menunjukkan transisi terjadi pada orbital t2g--t*. Spektrum serapan menunjukkan bahwa semakin besar BA pelarut, penurunan tingkat energi orbiral tea akan semakin besar pula, sehingga transisi t2g-st* membutuhkan energi yang lebih besar. Senyawa kompleks dengan variasi pelarut memberikan warna-warna tertentu kecuali pada pelarut asam format memberikan warna yang sama, yaitu kuning. Aplikasi kompleks dalam penentuan komposisi etanol-air menunjukkan bahwa kompleks dapat digunakan sebagai indikator warna dan dari selisih AXinaks ditemukan bahwa kompleks [Fe(fen)2(CN)2] lebih baik digunakan sebagai indikator warna daripada kompleks [Fe(dmfen)2(CN)2).

The structure of transition metal complexes containing functional group of -N=6-6=N- and of unsaturated bonds for ligand forming cromophore is found in iron (II) metal and in 1,10-phenantrolin ligand and in its derivatives (4,7--dimetilphenantrolin)_ These complexes are very stable and can produce specific colors, so they are potential to be used as color indicators. Cyanide ligand is a very strong field ion and that it is expected to be able to replace the position of any pheroin ligand. The result of stoichiometry study based on mole comparisons was Fe(II): phen and dmphen = 1 : 3, whereas for each complex of [Fe(phen)312+ and [Fe(dmphen}312+ : ligand CN- ion = 1 : 2, formed complex molecules [ Fe (L) 2 (CN) 2 ] . Study of mdyiietiu moment. and uv--V is spectrums showed 'how bonds .iii complexes are rormeu. Complex molecules [Fe(L)2(CN)2) is octahedral-and is the hibridi sation of d2sp3. Visible-spectrum absorbtion for varied solvents based oIl acceptor dumber (AN)) of electrons for complex occured at a transition of t2g-n orbital. Visible-spectrum absorbtion showed that the more acceptor number of solvents, the less the orbital energy level of t2g, therefore t2g-n* orbital will need more energy. Complex compounds with varied solvents produce specific colors except for format acid solvents which produce the same color, yellow. The application of complexes in determining the composition of ethanol-water showed that the complex can be used as color indicators and from its &.max showed that (Fe (fen) 2 (CN) 2) complex is better than [Fe(dmfen)2(CN)21 complex as color indicators.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diding Fahrudin
"Penelitian kepustakaan mengenai penokohan dalam novel Sparkling Cyanide telah dilakukan di Jakarta dari bulan Juni 1989 sampai bulan Desember 1989. Tujuannya ialah untuk mengetahui penggunaan verba (frase verbal) baik yang termasuk ke dalam proses mental ataupun proses material dan ajektiva (frase ajektival) yang menerangkan aktivitas mental dan fisik tokoh utama novel Sparkling Cyanide, Iris Marie. Juga, penulis menganalisis modalitas, percakapan, penyajian pikiran tak langsung babas dan pungtuasi yang mendukung keadaan mental tokoh utama tersebut, baik berupa ketegangan, keragu-raguan, kepastian, ataupun dorongan mental yang kuat untuk menyingkap misteri pembunuhan kakaknya.
Pengumpulan data dilakukan setelah penulis membaca novel Sparkling Cyanide sebanyak tiga kali. Pengumpulan data tersebut dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama, penulis mencatat semua data yang menerangkan kondisi mental dan fisik tokoh utama novel tersebut. Kemudian, penulis membagi data tersebut menjadi enam kelompok, yakni: verba (frase verbal), ajektiva (frase ajektival), modifikasi, percakapan, penyajian pikiran tak langsung, dan penggunaan pungtuasi. Untuk lebih terinci, verba (frase verbal) dikelompokkan lagi ke dalam dua kelompok, yakni verba (frase verbal) yang termasuk ke dalam proses mental dan proses material, modalitas ke dalam might dan must, dan pungtuasi ke dalam tanda pisah (--), tanda elipsis (...) dan tanda seru (!). Setelah dikelompokkan, data tersebut dianalisis.
Hasilnya menunjukkan bahwa verba (frase verbal) yang menerangkan aktivitas mental tokoh utama lebih banyak daripada verba (frase verbal) yang menerangkan aktivitas fisik tokoh utama, bahkan verba (frase verbal) yang menerangkan aktivitas fisik tokoh utama adalah verba (frase verba) yang justru memproses subjek gramatikalnya. Juga, ajektiva (frase ajektival), percakapan, penyajian pikiran tak langsung bebas, dan penggunaan pungtuasi dalam novel tersebut sangat mendukung kondisi mental dan fisik Iris. Dalam skripsi ini, penulis hanya menganalisis data yang ada dalam novel tersebut (text-based analysis)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S13952
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Puspita Sari
"Reaksi penggantian nukleofilik merupakan salah satu reaksi yang memerlukan katalis untuk mempercepat reaksi, biasanya digunakan katalis transfer fasa. Katalis transfer fasa yang digunakan seperti eter mahkota tidak ramah lingkungan sehingga diganti dengan cairan ionik. Cairan ionik bisa digunakan sebagai pelarut sekaligus katalis pada reaksi katalitik. Cairan ionik memiliki banyak keuntungan sebagai katalis, misalnya mudah diregenerasi. Pada penelitian ini, digunakan cairan ionik [BMIM]PF6 yang diimobilisasi ke dalam silika gel sebagai katalis. Katalis cairan ionik ini merupakan katalis heterogen yang mudah dipisahkan dari reaktan. Karakterisasi silika gel dan [BMIM]PF6-silika gel dilakukan menggunakan FTIR. Spektrum FTIR pada [BMIM]PF6-silika gel menunjukkan adanya puncak serapan pada 846.75 cm-1 yang merupakan puncak serapan PF6-.
Dalam penelitian ini, dilakukan uji katalisis [BMIM]PF6–silika gel pada reaksi penggantian nukleofilik SN-2 antara benzil klorida dan kalium sianida. Pada reaksi SN-2 ini, dipilih aseton sebagai pelarut polar aprotik. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan waktu dan berat katalis optimum pada suhu 30oC. Karakterisasi hasil reaksi dilakukan menggunakan GC dan GC-MS. Dari hasil GC, diketahui bahwa kondisi optimum reaksi tercapai pada waktu 15 jam dengan % berat katalis/substrat sebesar 7%. Untuk perbandingan, katalis cairan ionik [BMIM]PF6 digunakan pada reaksi penggantian nukleofilik SN-2 antara benzil klorida dengan kalium sianida dan diperoleh bahwa katalis [BMIM]PF6 yang diimmobilisasi dalam silika gel lebih efektif.

Nucleophilic substitution is the one reaction that requires a catalyst to accelerate the reaction, usually phase transfer catalyst was used. Phase transfer catalyst such as crown ethers are not environmental friendly so are replaced by ionic liquids. Ionic liquids can be used as a solvent as well as catalyst in the catalytic reaction. Ionic liquids have many advantages as catalyst, such as easily regenerated. In this study, ionic liquids [BMIM] PF6 was immobilized into silica gel and was used as catalyst. This ionic liquid catalyst [BMIM]PF6-silica gel is a heterogeneous catalyst that easily separated from the reactants. Characterization of silica gel and [BMIM] PF6-silica gel were performed using FTIR. The FTIR spectrum of [BMIM] PF6-silica gel showed peak absorptions at 846.75 cm-1 which is the peak absorption of PF6-.
In this research, catalyst [BMIM] PF6-silika gel was used for the nucleophilic substitution SN-2 between benzyl chloride and potassium cyanide. In this SN-2 reaction, acetone was chosen as aprotic polar solvents. This research was conducted to determine the optimum condition for reaction time and the weight of catalyst at the temperature of 30oC. The reaction products were characterized using GC and GC-MS which showed that the optimum reaction was achieved in 15 hours and weight ratio of catalyst/substrate 7 %. For comparison, ionic liquids catalyst [BMIM] PF6 was used for the nucleophilic substitution SN-2 between benzyl chloride and potassium cyanide and it was found that the immobilized ionic liquid catalyst [BMIM] PF6-silica gel was more effective.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S30724
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rustikawati
"Ligan 2- 1,5-difenil-4,5-dihidro-1H-pirazol-3-yl piridin telah berhasil disintesis melalui reaksi kondensasi Claisen Schmidth dan reaksi Wolf Kischner. Hasil yang diperoleh berupa endapan berwarna kuning kemerahan dengan yield 45,75 . Ligan dikarakterisasi menggunakan 1HNMR, FT-IR dan spektrofotometer UV-Visible. Ligan berhasil dikomplekskan dengan logam transisi Fe3 dan Cu2 dengan rasio mol terbaik ligan dengan logam 3:1.
Analisis kompleks ligan dengan spektrofotometer UV-Visible menunjukkan terjadinya pergeseran panjang gelombang kearah yang lebih besar pada kompleks Fe3 red shift yakni dari 375 nm menjadi 412 nm. Sedangkan pada kompleks ligan dengan logam Cu menunjukkan pergeseran panjang gelombang kearah yang lebih kecil blue shift yakni dari 229 nm menjadi 212 nm. Aplikasi kompleks ligan dengan logam transisi sebagai fluorosensor untuk ion sianida dilakukan dengan menggunakan spektroflurometer.
Hasil studi menunjukkan bahwa kompleks ligan Fe dapat dijadikan fluorosensor tipe turn off untuk ion sianida karena penambahan ion ini menyebabkan penurunan intensitas fluoresens dan pergeseran puncak serapan maksimum ligan. Ligan dapat mendeteksi ion CN- pada konsentrasi 10-6 M. Komplek ligan dengan logam Cu juga dapat dijadikan sebagai fluorosensor tipe turn on untuk ion sianida karena penambahan ion ini menyebabkan peningkatan intensitas fluoresensi seiring meningkatnya konsentrasi ion sianida. Kompleks Fe-Ligan dan Cu-Ligan mampu mendeteksi ion sianida dengan konsentrasi sekitar 10-6 M.

Ligand 2 1,5 diphenyl 4,5 dihydro 1H pyrazole 3 yl pyridine has been synthesized used Claisen Schmidth method and Wolf Kischner reaction. the result was white yellowish precipitate with yield 45.75 . The ligand was characterized by HNMR, FT IR, and UV Visible. Ligand was complexation with metal transitions Fe and Cu by chelating method, with the best mole ratio chelating is 0.15 1 mole mole.
Ligand complexes with Fe analysis by UV Visible spectrophotometer shows the wavelength shift towards greater red shift, ie from 375 nm to 412 nm. While the ligand complexes with Cu shows a wavelength shift toward smaller blue shift , ie from 229 nm to 212 nm. Applications ligand complexes with transition metals as fluorosensor for cyanide ions by using spektroflurometer.
The study results show that Fe ligand complexes can be used as a type fluorosensor turn off for cyanide ions because of the addition of these ions cause a decrease in fluorescence intensity and the shift of the maximum absorption peak ligand. Ligands can detect CN ions at a concentration of 5x10 6 M. Cu ligand complexes can also be used as a type fluorosensor turn on for cyanide ions because of the addition of these ions causes an increase in fluorescence intensity with increasing concentrations of cyanide ion ligands are able to detect the concentration of cyanide ion with 5x10 6 M
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T47107
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Arief Ismanto
"ABSTRAK
Industri pertambangan emas sekarang ini mengalami berbagai tantangan di tengah situasi ekonomi global yang melemah, harga bahan produksi tambang yang relatif pada posisi di level bawah dan kesulitan menemukan cadangan berkadar emas tinggi di dekat permukaan.Cadangan bijih emas tipe sulfidasi tinggi merupakan pilihan yang ekonomis dengan kadar emas relatif rendah hingga menengah cut-off 0.3 g/t hingga 0.5 g/t namun memiliki bulk-density yang luas. Cadangan emas tipe sulfidasi tinggi dengan level ketebalan bijih oksidasi yang signifikan 70m-125m akan menjadikan suatu bisnis penambangan yang menguntungkan. Hal ini dikarenakan proses metalurgi ekstraksi emas dapat dilakukan dengan metode cyanide-leach yang biaya produksinya relatif murah dibanding proses-proses ekstraksi emas lainnya.Walaupun ekonomis dan berbiaya murah, namun penambangan cadangan bijih emas tipe sulfidasi tinggi ini memiliki beberapa tantangan seperti genesa mineralisasi sulfidasi tinggi yang memiliki zonasi bijih mengandung alterasi mineral clay lempung yang menghambat proses irigasi cyanide leach liquid, asosiasi dengan mineral sulfida dan adanya gangue mineral mengandung tembaga Cu yang akan bereaksi dengan sianida membentuk kimiawi komplek Cu-Cn sehingga meningkatkan konsumsi sianida.Studi Geometalurgi yang menggabungkan analisis mikro petrologi terkait mineralogi, tekstur bijih dan mineral gangue dengan berbagai variasi uji metalurgi dan pengelompokan domain bijih dengan bantuan teknologi spectrometer akan membantu mengantisipasi kendala dan meningkatkan optimisasi metalurgi ekstraksi bijih emas

ABSTRACT
The gold mining industry is currently facing challenges amid a weakening global economic situation, relatively low prices of mining production materials and the difficulties in finding high grade gold deposits near the surfaceHigh sulfidation gold ore deposits are an economical choice with relatively low to medium grade gold cut off 0.3 g t up to 0.5 g t but have large bulk density. High sulfidation gold deposits with significant oxidation ore thickness levels 70m 125m will make a profitable mining business. This is because the metallurgical process of gold extraction can be processed by cyanide leach method which is relatively cheap production cost compared to other gold extraction processes.Although economical and low cost, this high sulfidation gold ore reserve has some challenges in extraction such as high sulphidation mineralization origin that have ore zonation containing mineral clay alteration that inhibits the cyanide leach liquid irrigation process, associated with sulphide minerals and the presence of mineral gangue containing copper Cu which will react with cyanide to form Cu Cn complex chemicals thus increasing cyanide consumption.Geometallurgical studies that combine mineralogy related petrology analyzes, ore textures and gangue minerals with varying metallurgical test and ore domain groupings with the help of spectrometer technology will help to anticipate constraints and improve metallurgical optimization of gold ore extraction"
2017
T47865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Wahyu Riansyah
"ABSTRAK
Dosis optimum penggunaan flokulan kationik pada sirkuit gold pre-leach thickening serta pengaruhnya terhadap proses carbon-in-leach CIL telah berhasil diinvestigasi. Dipelajari mengenai mekanisme penyerapan senyawa kompleks aurocyanide dan silver cyanide pada karbon aktif. Pengaruh konsentrasi kation terhadap kapasitas muatan emas karbon aktif dan laju pengendapan suspensi dibahas secara detail. Pengujian carbon-in-leach, settling test, dan aktivitas karbon dilakukan pada dosis flokulan yang berbeda.Analisis uji X-ray diffraction menunjukkan bahwa terdapat unsur alkali dan alkali tanah di dalam flokulan dengan urutan H > Na > Ca2 > Mg2 . Penambahan larutan flokulan saat proses carbon-in-leach berdampak pada meningkatnya konsentrasi kation di dalam suspensi sehingga kapasitas muatan emas pada karbon aktif meningkat. Sebaliknya, peningkatan konsentrasi kation di dalam suspensi mempunyai pengaruh yang berbanding terbalik pada pengujian settling test, dimana semakin besar konsentrasi kation maka laju pengendapan suspensi akan semakin lambat pada 40 menit pertama.Perhitungan recovery menunjukkan bahwa penggunaan flokulan dengan dosis 320 ppm memiliki recovery emas dan perak tertinggi sebesar 89,86 dan 79,70 . Aktivitas karbon yang rendah pada barren carbon hasil pengujian carbon-in-leach menggunakan flokulan dengan dosis 320 ppm menunjukkan bahwa kapasitas muatan emas sudah penuh terisi oleh senyawa kompleks aurocyanide dan silver cyanide.Hasil studi pada penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam meningkatkan laba perusahaan dan menurunkan biaya produksi.

ABSTRACT
The optimum dosage of cationic flocculant on pre leach thickening circuit and its effect on carbon in leach CIL have been investigated. Mechanism of aurocyanide and silver cyanide complex adsorption onto activated carbon was studied. The effect of cations on gold loading capacity of activated carbon and settling rate of suspension have been investigated in details. Carbon in leach process, settling test, and carbon activity test were tested in different dosages of flocculant. X ray diffraction analyses confirmed that there were alkaline and alkaline earth in flocculant in order to H Na Ca2 Mg2 . The adding of flocculant solution in carbon in leach process has an effect on increasing cations concentration in suspension so that gold loading capacity of activated carbon will be increased. On the other hand, the increase of cations concentration in suspension has an opposite effect on settling test, that the higher cations concentration the slower settling rate in first 40 minutes.Recovery percentage calculation confirmed that flocculant usage with 320 ppm of dosage has recovery of gold and silver in the amount of 89,86 and 79,70 . Low carbon activity on CIL barren carbon using 320 ppm of flocculant dosage showed that gold loading capacity has been filled of aurocyanide and silve cyanide complex compound.The achievement of this study can be used as reference on increasing company rsquo s profit and decreasing production cost. "
2017
S67115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Marciano
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T39811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarisa Amalia
"Indonesia merupakan produsen tepung tapioka terbesar kedua di Asia dengan ekspor mencapai 122 juta USD pada tahun 2021. Pertumbuhan industri ini meningkatkan masalah limbah cair, yang turut dihasilkan saat produksi tepung tapioka dilakukan. Limbah cair dapat mencapai 15-21 m³ per ton singkong dengan kadar sianida mencapai 44,40 mg/L. Berbagai teknologi telah digunakan untuk mendegradasi sianida dalam limbah cair tapioka, namun masih ada kekurangan dari segi teknis maupun ekonomi. Microbial Fuel Cell (MFC) adalah teknologi alternatif yang dapat mengatasi kekurangan ini. MFC dapat mendegradasi limbah sekaligus memproduksi listrik. Penelitian ini mengeksplorasi potensi degradasi sianida dalam limbah cair tapioka menggunakan MFC kompartemen ganda dengan variasi konsentrasi awal sianida dan jenis larutan elektrolit. Hasil menunjukkan degradasi sianida terbesar terjadi pada konsentrasi 20,50 mg/L sebesar 53,17 ± 14,85% dan degradasi terkecil pada konsentrasi 41,50 mg/L sebesar 23,13% ± 4,12%. Perbedaan degradasi disebabkan oleh keracunan bakteri oleh sianida. Produksi listrik bervariasi, pada variasi konsentrasi awal didapatkan tegangan maksimum 96,45 mV dan densitas daya 2048,82 μW/m² pada konsentrasi 20,50 mg/L. Sedangkan, pada variasi larutan elektrolit tegangan maksimum adalah 64,81 mV dengan densitas daya 925,04 μW/m² pada KMnO4. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknologi yang lebih efisien dalam mendegradasi sianida pada limbah cair tapioka.

Indonesia is the second-largest producer of tapioca starch in Asia, exporting 122 million USD in 2021. The industry's growth has led to an increase in wastewater production, reaching 15-21 m³ per ton of cassava used dan cyanide levels up to 44.40 mg/L. Various technologies have been applied to degrade cyanide in tapioca wastewater, dan still encountered technical dan economic limitations. A microbial fuel cell (MFC) offers an alternative technology that addresses the issues of waste degradation dan simultaneous production of electricity. This study investigates cyanide degradation in tapioca wastewater using a dual-chamber MFC, with variations in the initial cyanide concentration dan types of electrolyte solutions. The highest cyanide degradation occurred at the concentration of 20.50 mg/L, with a 53.17 ± 14.85%. In contrast, the lowest cyanide degradation was observed at 41.50 mg/L, with degradation percentage reaching 23.13% ± 4.12%. These differences of degradation are attributed to cyanide poisoning of the bacteria. The electricity produced varied within variation. At a cyanide concentration of 20.50 mg/L, the maximum voltage was 96.45 mV with a power density of 2048.82 μW/m². In contrast, with KMnO4 as the electrolyte, the maximum voltage was 64.81 mV with a power density of 925.04 μW/m². These findings may contribute to the development of a more efficient cyanide degradation technologies for tapioca wastewater."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>