Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Yuliana
"Pragelatinisasi pati singkong fosfat (PPSF) adalah hasil modifikasi fisik dan kimia dari pati singkong. Pati singkong dimodifikasi menjadi pragelatinisasi pati singkong (PPS). PPS dapat mengalami retrogradasi yang akan menyebabkan terjadinya sineresis sehingga PPS perlu dimodifikasi secara kimia. Pada penelitian ini, PPS dimodifikasi kimia dengan pereaksi natrium tripolifosfat, dengan konsentrasi 5% (b/b) dan pH 9-10, selanjutnya dikeringkan dengan drum dryer. PPSF yang dihasilkan dikarakterisasi yang meliputi karakterisasi fisika, kimia dan fungsional. Derajat substitusi yang dimiliki PPSF sebesar 0,05% (%P). Gel PPSF yang diletakkan pada suhu ruang masih stabil serta tidak mengalami sineresis sampai hari ke-11.
Indeks mengembang PPSF selama 8 jam menunjukkan hasil terbesar pada medium aquadest yaitu 235,85% dan tekecil pada larutan HCl pH 1,2 yaitu 182,50%. Viskositas PPSF dengan konsentrasi 15% sebesar 2645 cps dan kekuatan gel PPSF dengan konsentrasi 30% sebesar 8,70 gF. Karakteristik film PPSF dengan konsentrasi 15% memiliki elongasi 31,67%, tensile strength 3,56x106 N/m2 dan modulus elastis 0,62x106 N/m2. Berdasarkan karakteristik yang dimiliki, PPSF mungkin dapat dimanfaatkan dalam formulasi tablet sebagai pengikat, matriks dalam sediaan sustained release, bahan penyalut baik salut film maupun salut gula, bahan pembentuk film untuk penutup luka, basis gel, bahan pengental dan bahan pensuspensi.

Pragelatinized cassava starch phosphate (PCSP) is a result of physical and chemical modification from cassava starch. Cassava starch was modified into Pragelatinized cassava starch (PCS). PCS may experience retrogradation that will cause syneresis therefore PCS was modified chemically. In this research, PCS was modified by reacting it with 5% sodium tripolyphosphate (w/w) at pH 9-10, then dried using drum dryer. PCSP produced was then characterized by means of physical, chemical and functional characterizations. Substitution degree of PCSP was 0,05% (%P). PCSP gel which was placed in room temperature was not syneresis until the 11th day.
Swelling index of PCSP during 8 hours showed the highest in aquadest was 235,85% and the lowest in HCl solution pH 1,2 was 182,50%. Viscocity of PPSF with concentration 15% was 2645 cps and gel strength of PPSF with concentration 30% was 8,70 gF. Characterizations of PCSP film with concentration 15% were 31,67% elongation, 3,56x106 N/m2 tensile strength and 0,62x106 N/m2elastic modulus. Based on PCSP characterizations, it may be applied in formulation of pharmaceutical dosage forms, such as tablet binder, matrix in sustained release tablet, tablet coating material either film coating or sugar coating, film forming for wound dressing, gel base, thickening agent and suspending agent.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S42399
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arfi Rianes Febri
"Metode semi interpentrating polymer network (semi-IPN) merupakan metode yang digunakan untuk mensintesis hidrogel kitosan-poliNNDMAA. Pada metode ini, jaringan kitosan akan terikat silang dengan agen ikat silang lalu berinteraksi dengan jaringan polimer NNDMAA secara linear. Hasil sintesis memperlihatkan bahwa variasi penambahan monomer NNDMAA, agen ikat silang dan waktu reaksi akan menurunkan daya swelling dan meningkatkan derajat ikat silang. Rasio swelling dan derajat ikat silang optimum hidrogel kitosan poli NNDMAA semi-IPN terikat silang formaldehida didapatkan sebesar 545,64% dan 75,02% pada penambahan 25% berat NNDMAA dan waktu optimum pada 2 jam. Hidrogel kitosan poli NNDMAA semi-IPN terikat silang formaldehida memilki derajat ikat silang yang lebih besar jika dibandingkan terikat silang glutaraldehida maupun asetaldehida. Karakterisasi dilakukan dengan spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR), Differential Scanning Calotimetry(DSC) dan Scanning Electron Microscope (SEM).

Method semi interpentrating polymer network (semi-IPN) is a method used to synthesize the chitosan hydrogel-poliNNDMAA. In this method, chitosan will crosslinked with a crosslink agent then interacts with the polymer network NNDMAA linearly. Synthesis results show that the variation of the addition of monomer NNDMAA, crosslink agents and reaction time will reduce swelling and increase the degree of crosslink. Swelling ratio and the degree of crosslink optimum chitosan hydrogel poly NNDMAA crosslinked semi-IPN formaldehyde obtained by 545.64% and 75.02% on addition of 25% by weight NNDMAA and optimum time at 2 hours. Chitosan hydrogel poly NNDMAA crosslinked semi-IPN formaldehyde have the degree of cross belt larger than glutaraldehyde cross-linked or acetaldehyde. Characterization is done by spectrophotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR), Differential Scanning Calotimetry (DSC) and Scanning Electron Microscope (SEM)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S58772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Liya Haryuni
"Kitosan merupakan polimer alam yang bersifat polikationik sehingga dapat berinteraksi dengan bahan lain yang bermuatan negatif. Dalam penelitian ini, natrium tripolifosfat digunakan sebagai penaut silang untuk kitosan. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi kitosan-tripolifosfat (KTPP) yang akan digunakan sebagai basis gel dalam sediaan topikal serta mengevaluasi sediaan gel yang dihasilkan. Larutan kitosan 3% b/v dan natrium tripolifosfat 0,145% b/v dicampur dengan perbandingan 5:1. Karakteristik KTPP ditunjukkan dengan indeks mengembang, kekuatan gel, dan viskositas.
Hasil dari sintesis KTPP menunjukkan kemampuan mengembang dalam aquadest sebesar 100% selama 8 jam. Kekuatan gel dari polimer yang disintesis bernilai 10,89 g/cm2 pada konsentrasi 3,5% dan memiliki viskositas rata-rata sebesar 16050,70 cps. KTPP kemudian diformulasikan dalam sediaan gel dengan atau tanpa penambahan HPMC.
Pada penelitian ini, kofein digunakan sebagai model obat. Gel yang dihasilkan berupa warna kuning namun tidak homogen. Daya penetrasinya diuji secara in vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus. Berdasarkan uji penetrasi diperoleh bahwa formula dengan kombinasi KTPP 3% dan HPMC 0,25% dengan adanya menthol 0,25% memiliki nilai fluks -1 tertinggi dengan nilai 381,62 ± 0,05 µg cm-2 jam -1.

Chitosan, a natural cationic polymer, can interact with negatively charged materials. In this research, sodium tripolyphosphate was used as anionic substance that interact ionically crosslink with chitosan. The aim of this research was to synthesize and characterize chitosan-tripolyphosphate (ChTPP) which would be used as a gel base in topical dosage form. The solutions of chitosan 3% w/v and sodium tripolyphosphate 0.145% w/v were mixed in ratio 5:1.
Characteristics of ChTPP were indicated by swelling index, gel strength and viscosity. ChTPP showed swelling index up to 100% in distilled water within 8 hours. Gel strength and viscosity from ChTPP were 10.89 g/cm2 and 16050.71 cps, respectively. the obtained ChTPP was then formulated in to a gel dosage form with or without the addition of HPMC.
In this study, caffeine was used as a model drug. Gel had yellow colour but not homogeneous. In vitro penetration study was determined with Franz diffusion cell using rat abdominal membrane. The penetration study revealed that the formula with combination of ChTPP 3% and HPMC 0.25% with the addition of menthol 0.25% had the highest flux value which was 381.62 ± 0.05 µ g cm -2 jam-1.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S937
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adisti Mutia Pradiyanti
"Metode semi-Interpenetrating Polymer Network (Semi-IPN) merupakan salah satu metode untuk mensintesis hidrogel. Pada metode semi-IPN, kitosan mengalami ikat silang dengan agen pengikat silang asetaldehida/ formaldehida/ glutaraldehida membentuk jaringan polimer kitosan terikat silang yang kemudian berinteraksi dengan polimer metil selulosa yang berbentuk linier. Umumnya derajat ikat silang dan rasio swelling hidrogel semi-IPN akan dipengaruhi oleh waktu reaksi, rasio komposisi kitosan-metil selulosa, dan jenis agen pengikat silang yaitu asetaldehida, formaldehida, dan glutaraldehida. Kemampuan swelling dan derajat ikat silang hidrogel kitosan-metil selulosa semi-IPN yang optimum didapat pada rasio kitosan/metil selulosa 60:40 (b/b), agen pengikat silang formaldehida 2% (b/b), dan waktu reaksi 3 jam yaitu persen rasio swelling 785,6 % dan derajat ikat silang 50,8 %. Hidrogel kitosan-metil selulosa dengan metode semi-IPN memiliki rasio swelling dan derajat ikat silang lebih besar dibandingkan dengan hidrogel kitosan nonkovalen. Karakterisasi hidrogel kitosan-metil selulosa semi-IPN dilakukan dengan instrumen Fourier Transfrom Infra Red (FTIR), Differential Scanning Calorimetry (DSC), dan Scanning Electron Microscope (SEM).

Semi-Interpenetrating Polymer Network (semi-IPN) method is one of many methods which used to synthesize hydrogels. In semi-IPN method, chitosan was crosslinked with crosslinking agent acetaldehyde/ formaldehyde/ glutaraldehyde to form crosslinked chitosan polymer network that will interracts with methyl cellulose polymer which have linear form. In general, degree of crosslinking and swelling ratio of semi-IPN hydrogels were influenced by reaction time, composition ratio of chitosan-methyl cellulose, and crosslinking agent acetaldehyde, formaldehyde, and glutaraldehyde. Swelling ability and degree of crosslinking of chitosan-methyl cellulose hydrogel with semi-IPN method optimally reach at chitosan/methyl cellulose ratio 60:40 (b/b) with formaldehyde crosslinking agent in 3 hours reaction time is 785,6 % swelling ratio and 50,8 % degree of crosslinking. Chitosan-methyl cellulose hydrogel with semi-IPN method has higher swelling ratio and degree of crosslinking compared to noncovalent chitosan hydrogel. Characterization of chitosan-methyl cellulose semi-IPN hydrogel using Fourier Transfrom Infra Red (FTIR), Differential Scanning Calorimetry (DSC), dan Scanning Electron Microscope (SEM) instrument.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S60402
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asron Ferdian Falaah
"Pada percobaan dilakukan proses pembuatan karet ebonit untuk material tabung roket yang dibuat dengan material karet alam, bentonit yang ditingkatkan surface activity, serta karet ethyene prophylene diene monomer (EPDM). Pada pembuatan komposit karet alam ebonit dilakukan perlakuan dengan variasi bentonit 0,2, 4, 6, 8 dan 10 phr yang ditambahkan pada matrik karet alam. Hasil yang paling tinggi pada sifat fisik dan mekanik berupa nilai kuat tarik dan modulus young dicapai pada kompon dengan variasi bentonit  4 phr. Pada uji coba pembuatan komposit karet alam - EPDM ebonit dilakukan variasi terhadap kompon variasi bentonit  4 phr dengan menambahkan 5, 10, 15 dan 20 phr karet EPDM. Hasil yang diperoleh terlihat kecenderungan menurun pada sifat mekanik terutama pada kuat tarik dan modulus young. Pada uji ketahanan panas yang dilakukan pada komposit dengan 5 dan 20 phr karet EPDM memberikan hasil bahwa semakin banyak karet EPDM yang ditambahkan maka modulus simpan akan mengalami kenaikan pada suhu lebih tinggi dibanding dengan komposit tanpa menggunakan EPDM karena adanya reaksi vulkanisasi lanjut.

In the experiment, the process of making ebonite rubber made with natural rubber material, bentonite with enhanced surface activity, and ethyene prophylene diene monomer (EPDM) rubber. In the manufacture of natural rubber ebonite composites, treatment with bentonite variations of 0.2, 4, 6, 8 and 10 phr was added to the natural rubber matrix. The highest results on physical and mechanical properties in the form of tensile strength and Young's modulus were achieved in the compound with bentonite variation of 4 phr. In the experiment of making natural rubber-EPDM ebonite composites, variations were carried out on 4 phr bentonite compounds by adding 5, 10, 15 and 20 phr EPDM rubber. The results obtained show a downward trend in mechanical properties, especially in tensile strength and Young's modulus. The thermal resistance test with DMA carried out on composites with 5 and 20 phr of EPDM rubber showed that the more EPDM rubber was added, the modulus would decrease at a higher temperature than the composite without using EPDM due to continues vulcanization.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Caesar Raja Mandala
"Pengemasan makanan penting dari produk makanan untuk melindungi kualitas makanan dan keamanan dari produk makanan. Material pembungkus makanan dengan ketahanan tarik, ketahanan panas, biodegradable, dan memiliki sifat antibakteri diperlukan untuk keamanan makanan dan memperpanjang waktu penyimpanan, terutama dari kontaminasi makanan akibat bakteri patogen makanan. Kini, plastik berbahan dasar minyak bumi digunakan dalam industri pengemasan makanan. Plastik ini sulit didegradasi sehingga menyebabkan masalah lingkungan yang serius. Oleh karena itu, plastik biodegradable dengan penambahan senyawa antibakteri dibutuhkan. PVA/pati crosslink sering digunakan sebagai material pengemasan makanan karena harganya murah, biodegradable, dan memiliki sifat mekanik yang baik. Daun kelor mudah dicari, harganya murah, dan memiliki sifat antibakteri yang baik. Inilah yang menyebabkan daun kelor sebagai kandidat yang baik sebagai senyawa antibakteri pada bioplastik. Oleh karena itu, pada penelitian ini dibuat bioplastik Poli(vinil alkohol) (PVA)/pati ter-crosslink dengan penambahan senyawa antibakteri dari ekstrak daun kelor. Bioplastik PVA/pati crosslink dibuat dengan terlebih dahulu daun kelor yang telah dicuci bersih dimaserasi, dikeringkan dan digerus hingga berukuran kecil dengan pelarut metanol, setelah itu ekstrak kemudian dipisahkan dengan pelarut etil asetat. Setelah dipisahkan, fasa organik dan fasa air dari ekstrak daun kelor diambil, lalu masing-masing diencerkan dengan air dengan konsentrasi 1:20 dan 2:20 (v/v), kemudian dibuat menjadi bioplastik dengan reaksi crosslink antara PVA dengan pati. Senyawa bioplastik yang terbentuk kemudian dikarakterisasi dengan instrumen FTIR, TGA, SEM, dan uji antibakteri terhadap bakteri Staphlyococcus aureus dan Escherichia coli. Bioplastik dengan ketahanan panas terbaik ialah bioplastik PVA/pati dengan ekstrak daun kelor pada fasa air dengan pengenceran 2:20, dengan ketahanan panas hingga suhu 190oC.

Food packaging is an essential part of food products to protect food quality and safety of food products. Food packaging materials with sufficient thermal stability, mechanical strength, and antibacterial properties is necessary for food safety and extending the shelf life of packaged foods, especially from food contamination by foodborne pathogens. Currently, petroleum-based plastics used to the food packaging industry. However, this kind of plastic is non-degradable and can cause a more serious environmental problem. Therefore, biodegradable plastic with the addition of antibacterial is needed. PVA/starch crosslinked bioplastic is commonly used as a food packaging material because its cheap, biodegradable and have excellent mechanical properties. Kelor (Moringa oleifera) leaf has an antibacterial ability due to its active compounds such as tannin and flavonoid. Kelor leaf is also cheap and easy to find in Indonesia, making it a right candidate for an antibacterial compound for food plastics. Hence, in this research, we made bioplastic PVA/starch crosslink with the addition of antibacterial compound from kelor leaf. Bioplastic PVA/starch crosslink made by maceration of kelor leaf with methanol solvent, then the product separated by extraction with a mixture of ethyl acetate concentrated and water solvent. After being separated, water and organic phase of each extract were diluted by distilled water with concentration 1:20 and 2:20 (v/v), and each concentration was made bioplastic by cross-linking poly(vinyl alcohol) and starch. Each plastic product was characterized by FTIR, SEM, and antibacterial test with S.aureus and E.coli. The best heat-resistant bioplastic was PVA/starch bioplastic with Kelor leaf extract in the water phase with a dilution of 2:20, which has heat resistance up to 190oC."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Lioner
"Hidrogel adalah pembalut luka modern yang dapat menangani eksudat luka sekaligus mempertahankan kelembaban yang optimal. Hidrogel yang hanya mengandung satu polimer memiliki kekuatan mekanik, elastisitas, dan stabilitas yang rendah. Oleh sebab itu, penggabungan dua jenis polimer dalam pembuatan hidrogel banyak diterapkan dalam aplikasi biomedik saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengarakterisasi dan membandingkan hidrogel yang dibentuk dari polimer kitosan dan gelatin yang ditaut silang menggunakan glutaraldehid dan genipin untuk pembalut luka. Kedua hidrogel dibuat menggunakan metode yang sama yaitu menggunakan agen penaut silang kimia. Morfologi, identifikasi gugus fungsi, pola difraksi sinar-X, stabilitas termal, sifat mekanik, kemampuan mengembang, dan evaporasi air dari hidrogel diuji. Hasil karakterisasi dari kedua hidrogel serupa karena glutaraldehid dan genipin memiliki mekanisme taut silang yang serupa terhadap polimer kitosan dan gelatin. Kemampuan mengembang metode taut silang glutaraldehid (63,07%) lebih tinggi daripada genipin (58,25%). Hasil uji sifat mekanik metode taut silang glutaraldehid lebih rendah yaitu 0,0061 MPa (mengembang) dan 0,0517 MPa (kering) dibandingkan genipin yaitu 0,0087 MPa (mengembang) dan 0,1187 MPa (kering). Laju evaporasi air metode taut silang glutaraldehid lebih tinggi (27,21%) daripada genipin (24,85%). Berdasarkan hasil karakterisasi dan evaluasi, hidrogel yang ditaut silang dengan genipin dapat menggantikan hidrogel ditaut silang glutaraldehid sebagai pembalut luka.

Hydrogels are modern wound dressings which have the ability to absorb wound exudates while providing an optimum moist environment for the wound. Hydrogels made up of just one polymer have poor mechanical properties, low elasticity, and thermal instability. Therefore, two or more different types of polymers were usually used in the fabrication of hydrogels for applications in biomedical areas. The purpose of this study is to prepare chitosan/gelatin hydrogels crosslinked with glutaraldehyde and genipin as well as to characterize and study their properties as a wound dressing. Both hydrogels were fabricated by chemical crosslinking using a crosslinker. Morphology, FT-IR analysis, X-ray diffraction, thermal stability, mechanical properties, swelling capability, and water evaporation were tested. Characterization of both hydrogels showed similar results because they have similar crosslinking mechanisms when added to chitosan and gelatin. Glutaraldehyde-crosslinked hydrogel has higher swelling capability (63.07%) than genipin (58.25%). Glutaraldehyde-crosslinked hydrogel has lower tensile strength which are 0.0061 MPa (swelling) and 0.0517 MPa (dried) than genipin which are 0.0087 MPa (swelling) and 0.1187 MPa (dried). Glutaraldehyde- crosslinked hydrogel has higher water evaporation rate (27.21%) than genipin (24.85%). Based on overall characteristics and evaluation, genipin-crosslinked hydrogel can be used to replace glutaraldehyde-crosslinked hydrogel as a wound dressing."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library