Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Monique Ida Batuna
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48095
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Rosabella Arianto
"Manggarai Community Center hadir sebagai wadah bagi masyarakat kampung wadas dan masyarakat pendatang yang akan tinggal disekitar daerah TOD manggarai untuk memiliki ruang publik yang dapat mewadahi berbagai-macam kegiatan kemasyarakatan. Hal ini dikarenakan Mangarai akan berkembang menjadi kawasan TOD dimana berdasarkan data kependudukan, kepadatan penduduk di kawasan manggarai sendiri telah mencapai kurang lebih 42 ribu orang per km2. Sehingga dengan padatnya penduduk dalam kawasan tersebut menyebabkan keterbatasan ketersediaan lahan yang berujung pada minimnya ruang publik yang dapat mewadahi kegiatan kemasyarakatan. Bangunan ini diharapkan dapat mewadahi kegiatan komunal masyarakat sekitar, seperti: tempat kumpul bagi masyarakat, rapat RT/RW, bakti sosial, posyandu, bukber, acara kebersamaan warga, pemilu, donor darah dan lain sebagainya. Fasilitas yang ditawarkan dalam bangunan antara lain, ruang serbaguna, ruang membaca dan belajar, meeting room, ruang komunal dan mushola.

The Manggarai Community Center is a space designed for the residents of Kampung Wadas and newcomers who will live in the TOD Manggarai area to have a public space that can accommodate various community activities. This is because Manggarai will develop into a TOD area where, based on population data, the population density in the Manggarai area itself has reached approximately 42,000 people per km2. As a result, the dense population in the area has led to limited land availability, resulting in a lack of public spaces that can accommodate community activities. This building is expected to be able to accommodate communal activities for the surrounding community, such as: a gathering place for the community, RT/RW meetings, social services, posyandu, bukber, community events, elections, blood donation and so on. The facilities offered in the building include a multipurpose room, a reading and study room, a meeting room, a communal room and a mushola.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riena J. Surayuda
"Pusat komunitas adalah ruang publik bagi komunitas untuk melakukan aktivitas
sosial, berinteraksi, rekreasi, dan menyalurkan hobinya yang dalam beberapa kasus
dapat menanggulangi permasalahan sosial. Beberapa kajian membahas aspek fungsional
pusat komunitas dari segi pelayanan sosial karena manfaat fungsionalnya, tetapi
pembahasan mengenai pusat komunitas tidak dapat dilihat dari pelayanan sosial saja.
Tulisan ini melihat pusat komunitas, melalui studi kasus RPTRA Kenanga, Cideng,
Jakarta Pusat, memiliki aspek disfungsional yang menimbulkan eksklusivitas melalui
kontestasi memori kolektif antara Pemerintah dan Masyarakat. Dengan menggunakan
kerangka analisis yang mengacu pada konsep ruang publik dan memori kolektif, tulisan
ini melihat perubahan sebelum adanya pusat komunitas yang berupa kepemilikan privat
dan setelah adanya pusat komunitas yang membentuk memori kolektif baru berupa
kepemilikan publik. Dari studi kasus di RPTRA Kenanga, tulisan ini menunjukkan
bahwa pembentukan memori kolektif baru menyebabkan kontestasi memori kolektif
antara negara (pemerintah provinsi DKI Jakarta)dan masyarakat (warga sekitar RPTRA
Kenanga) yang kemudian menimbulkan eksklusivitas di ruang publik tersebut.
Community center is a public space for the community that has a function for social
activities, such as recreation and interaction, which in particular cases may diminish
social problems. This study want to examines community center as Public Space and its
memory collective to see the relevance of the theory and its significance to urban policy.
The method of this article is qualitative using case study of Children-Friendly Integrated
Public Space-Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kenanga, Cideng,
Central Jakarta. This article argues there has been a dysfunctional aspect that results
in exclusiveness through collective memory contestation between the Government and
Local Community. The study find that other than the changes from private property to
public property, the establishment of RPTRA Kenanga creates new collective memory
that has resulted in collective memory contestation between the government of DKI
Jakarta and the local people, which led exclusivity in the public space."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Pusat Kajian Sosiologi, LabSosio, 2016
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Susan Wandasari
"DKI Jakarta sudah mulai memperbanyak pembangunan ruang publik, terutama dengan munculnya program pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak RPTRA. Menurut akademisi tujuan dibangunnya RPTRA adalah untuk membentuk pusat komunitas yang berbasis community based development CBD.
Studi-studi sebelumnya telah membahas tentang manfaat pusat komunitas dan keterlibatan komunitas dalam mencapai keberhasilan program CBD. Studi ini akan membahas mengenai pembangunan pusat komunitas yang tidak hanya melihat peran masyarakat tetapi juga peran pemerintah, bisnis, dan akademisi pada proses pra-pembangunan, pembangunan dan implementasi.
Argumentasi peneliti adalah untuk membangun pusat komunitas berbasis CBD perlukan peran dan keterlibatan keempat stakeholder yang dikenal dengan istilah quadruple helix pada tiga tahap pembangunan tersebut. Penelitian ini dilakukan di RPTRA Sungai Bambu, Jakarta Utara dengan pendekatan kualitatif.
Hasil dari studi menunjukkan bahwa keempat stakeholder ikut berperan dalam proses pra-pembangunan dan pembangunan. Namun pada tahap implementasi terdapat ketidakselarasan antara peran pemerintah dengan akademisi sehingga menimbulkan terbatasnya peran dan keterlibatan komunitas dan juga akademisi

DKI Jakarta has started to increase the development of public space, especially with the emergence of the Integrated Child Friendly Public Space RPTRA development program. According to academics, the purpose of RPTRA is to establish community center based on community based development CBD.
Previous studies have discussed the benefits of community centers and community involvement in achieving the success of the CBD program. This study will discuss the development of community centers that not only look at the role of society but also the role of government, business and academia in the process of pre development, development and implementation.
The researcher's argument is to build CBD based community centers for the roles and involvement of all four stakeholders known as quadruple helix at the three stages of development. This research was conducted at RPTRA Sungai Bambu, North Jakarta with qualitative approach.
The results of the study show that the four stakeholders participate in the pre development and development process. However, at the implementation stage there is a lack of synchronization between the role of government and academia, resulting in limited role and involvement of the community as well as academics.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tenouye, Elly
"Proses perencanaan pembangunan melalui Lembaga Masyarakat Adat Suku Mee (Lemasme) di kampung Kebo wilayah adat Pantai Utara, distrik Pantai Timur, kabupaten Pantai pasca otonomi daerah merupakan langkah awal dari pemerintah yang responsif dan bertanggung jawab. Hal ini dirasakan bagi mereka/orang-orang yang seakan-akan telah lama dipaksa tunduk/takluk dan baru merasa/menikmati alam demokrasi karena mereka diberikan kebebasan bersuara menurut keinginan mereka tanpa intervensi dari pihak lain. Sebelum dikeluarkan UU Otonomi Daerah No. 25 Tahun 1999 sistim perencanaan yang partisipatif, aspiratif yang ditetapkan melalui permendagri No 09 Tahun 1982 rupanya telah dimanipulasi oleh pusat untuk kepentingan tertentu yang kemudian telah menempatkan masyarakat hanya sebagai objek yang diam dan bisu dimana mereka jarang diajak untuk menunjukkan/menyampaikan keinginan, aspirasinya dalam setiap usulan program pembangunan sebagai hak warga negara untuk memperoleh manfaat dari pembangunan bahkan pemerintah di daerahpun menerima dan menjalankan keinginan dari atas. Bentuk partisipasi umumnya dimobilisasi dalam melaksanakan dan menerima kehendak luar tanpa diikutkan dalam perencanaan oleh sebab itu sifat partisipasi hanya mendukung keinginan pusat dengan falsafahnya masyarakat yang baik adalah masyarakat yang mendukung dan mengikuti apa yang dirancang oleh Pusat melalui Bappenas. Meskipun telah dikeluarkan UU Otonomi Daerah No. 25 Tahun 1999 dimana sistim perencanaan yang partisipatif, aspiratif dipandang perlu dibangun sesuai dengan keberadaan sosial budaya lokal dengan melibatkan stakeholder dan grassroot namun dalam belum dapat diwujudkan pemerintahan yang bersih (good governance).
Tesis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai bentuk, tingkat dan faktor pendorong, penghambat partisipasi suku Mee dalam proses perencanaan pembangunan melalui lembaga masyarakat adat dengan mengacu pada teori serta upaya atau mengetahui dan memahami cara apa yang telah dilakukan dan dapat dilakukan agar kesempatan masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan di kampung Kebo dan wilayah adat Pantai Utara dapat lebih terwujud.
Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber datanya ialah informan yang didukung oleh dokumen serta pustaka. Informan-informan penting yang menjadi sampel penelitian ini adalah mereka yang terlibat dalam musyawarah adat (MA), teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk partisipasi suku Mee dimobilisasi oleh pemerintah dan Lemasme (Lembaga Masyarakat Adat Suku Mee), dan dalam pelaksanaan musyawarah dan pengambilan keputusan masih didominasi oleh personil Lemasme (Lemasme Masyarakat Adat Suku Mee) yang disebut "Tonawi" yang merangkap beberapa jabatan. Sementara itu posisi masyarakat adat meskipun telah diberikan kesempatan untuk terlibat dalam mengusulkan aspirasi program pembangunan, mereka belum sepenuhnya memahami bahwa merekalah yang berhak mengambil berbagai keputusan.
Berangkat dari pemahaman diatas dan kondisi umum partisipasi suku Mee dalam perencanaan pembangunan di kampung Kebo dan wilayah adat Pantai Utara jika dinilai berdasarkan DELAPAN TANGGA PARTISIPASI MASYARAKAT menurut Arnstein menunjukkan bahwa tingkat partisipasi suku Mee dalam perencanaan pembangunan berada pada tangga pertama NON PARTICIPATION dan tangga ke dua TOKENISME. Dengan pengertian bahwa dua tangga pada Non Partisipasi adalah bentuk-bentuk peran serta yang dinamakan terapi dan manipulasi. Sedangkan di tingkat Tokenisme yaitu tingkat dimana peran serta masyarakat didengar dan berpendapat, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Peran serta pada tingkat ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan pada masyarakat. Pemahaman diatas dapat dirumuskan bahwa suku Mee telah menghadiri, mendengar dan mengusulkan program pembangunan tetapi mereka tidak memiliki jaminan bahwa apa yang diusulkan dapat diterima oleh pengambil keputusan.
Penyampaian aspirasi masyarakat melalui Lemasme (Lembaga Masyarakat Adat Suku Mee) wilayah adat dan kampung dapat berjalan karena masyarakat yang diundang telah hadir dan menyampaikan usulan program pembangunan. Usulan yang disampaikan lebih mengarah pada kepentingan umum wilayah khususnya pembangunan sektor sosial. Hambatan yang dihadapi selain didominasi oleh tokoh lokal, diantara masyarakat yang terlambat mengetahui informasi perencanaan pembangunan mudah merasakan dipasifkan dan cenderung mencurigai bahwa hasil musyawarah dapat merugikan dan hanya mementingkan kelompok tertentu (kerabat saja), namun demikian personality tokoh lokal dapat menetralisir. Oleh sebab itu yang terpenting disini adalah membangun komunikasi dan konsultasi terlebih dahulu dengan tetap melibatkan tokoh lokal yang merepresentasi tiap dusun dan marga di kampung Kebo dan wilayah adat dalam proses perencanaan pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library