Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Seoul: Yoo Jin-hwan Korean Culture and Information Services,
050 KOR
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Gelfer, Marylou Pausewang
New York: McGraw-Hill, 1996
616.855 GEL s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fogle, Paul T.
"Synopsis
  1. Essentials of Communication and Its Disorders.
  2. Speech-Language Pathologists and Audiologists.
  3. Anatomy and Physiology of Speech and Language.
  4. Speech and Language Development.
  5. Articulation and Phonological Disorders in Children.
  6. Language Disorders in Children.
  7. Literacy Disorders in Children.
  8. Fluency Disorders.
  9. Voice Disorders in Children and Adults.
  10. Cleft Lip and Palate.
  11. Neurological Disorders in Adults.
  12. Swallowing Disorders / Dysphagia.
  13. Special Populations with Communication Disorders.
  14. Hearing Disorders in Children and Adults.
Epilogue.
Glossary
Index"
Clifton Park, NY : Delmer, 2013
616.855 FOG e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Yulianti
"Museum dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan dan perkembangan, mengikuti perkembangan masyarakat. Jika sebelumnya museum bersifat ekslusif atau terbatas, dan berorientasi kepada penyajian objek semata, maka museum saat ini telah berkembang menjadi lebih terbuka bagi siapa saja dan berorientasi kepada masyarakat. Pemikiran David Dean mengenai museum di abad-21 adalah museum yang memiliki beragam aspek, multi fungsi dan tujuan, serta merupakan lembaga yang multi dimensi. Museum pascamodern, haruslah dapat memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berpartisipasi. Peran museum juga meningkat menjadi tempat berkumpul, dimana masyarakat dapat bertemu, berdiskusi dan bertukar pikiran. Tata pamer yang sesuai dengan konsep museum pascamodern adalah tata pamer yang informatif, komunikatif dan interaktif. Oleh karena itu tata pamer museum juga harus memperhatikan alur cerita, penyajian koleksi dan informasinya agar masyarakat dapat memahami makna dan nilai apa yang ingin disampaikan oleh museum. Melaui tata pamer museum pascamodern, diharapkan pengunjung mendapatkan pengetahuan dan merasakan pengalaman baru.

Museum always change and development, following the development of society. If the previous museum exclusive or limited, and purely object-oriented presentation, the museum has now grown to more open to anyone and oriented to the community. David Dean thinking about museums in the 21st century is a museum that has a multifaceted, multi function and purpose, and is a multi dimensional institution. Postmodern Museums, it must be able to provide the broadest access to communities and allowing the public to participate. The role of museums is also increased to a gathering place, where people can meet, discuss and exchange ideas. The exhibit in accordance with the concept of post-modern museum is the exhibition layout is informative, communicative and interactive. Therefore order to show off the museum must also pay attention to the storyline, the presentation of collections and info meaning and value of what is to be conveyed by the museum. Governance through postmodern museum exhibition, is expected visitors gain knowledge and new experiences.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28565
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cummings, Louise
"Summary:
Designed for students of speech-language pathology, audiology and clinical linguistics, this valuable text introduces students to all aspects of the assessment, diagnosis and treatment of clients with developmental and acquired communication disorders through a series of structured case studies. Each case study includes questions which direct readers to important features of the case that will facilitate clinical learning. A selection of further readings encourages students to extend their knowledge of communication disorders. Key features of this book include: -48 detailed case studies based on actual clients with communication disorders -25 questions within each case study -Fully-worked answers to every question -105 suggestions for further reading. The text also develops knowledge of the epidemiology, aetiology, and linguistic and cognitive features of communication disorders, highlights salient aspects of client histories, and examines assessments and interventions used in the management of clients.
"
Cambridge: Cambridge University Press, 2016
410 CUM c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"The Web plays an increasingly important role in the communication strategies of political parties and movements, which increasingly utilize it for promoting ideas and ideologies as well as mobilization and campaigning strategies. This book explores the role of the Web for right-wing populist political parties and movements across Europe. Analyzing these groups' discourses and practices of online communication, it shows how social media is used to spread ideas and mobilize supporters whilst also excluding constructed 'others' such as migrants, Muslims, women or LGBT persons. Expert contributors provide evidence of a shift in the strategies of mainstream parties as they also engage in 'Internet populism' and suggest ways that progressive movements can and do respond to counter these developments. Topics are explored using a cross-country analysis which does not neglect the particularities of the national contexts. This work will appeal to researchers and students working in the fields of media and communication studies, political theory, policy analysis, studies of populism, racism and nationalism, gender, LGBT, migration, Islam and welfare."--Provided by publisher."
New York : Routledge, Taylor & Francis Group, 2018
320.566 2 POP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mulgan, G.J. (Geoffrey J.)
Cambridge, UK: Polity Press , 1991
384.3 MUL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Lestari
"Fokus penelitian ini adalah pengukuran kompetensi komunikatif dalam soal bahasa Inggris Ebtanas tingkat SLTP. Adapun tujuan penelitian ini yakni mengukur kadar kesahihan isi Ebtanas bahasa Inggris tingkat SLTP dan mengukur kadar kesahihan konstruk soal membaca dalam Ebtanas bahasa Inggris tingkat SLTP dari segi kompetensi komunikatif.
Untuk mengetahui kadar kesahihan isi Ebtanas bahasa Inggris tingkat SLTP dari segi kompetensi komunikatif yaitu dengan menganalisis seluruh butir soal Ebtanas tahun 1999-2001 (180 butir soal) dengan prinsip kompetensi komunikatif. Dan untuk pengujian kesahihan konstruk soal membaca dalam Ebtanas bahasa Inggris SLTP dilakukan secara empirik atas dasar perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan rumus Momen-Produksi Pearson. Pengumpulan data yang berupa skor diperoleh melalui pengetesan soal membaca dalam Ebtanas bahasa Inggris SLTP dan tes isi rumpang pada 50 siswa SLTP kelas 3 semester akhir di SLTP Negeri 30 Jakarta.
Temuan dari hasil analisis terhadap 180 butir soal bahasa Inggris Ebtanas tingkat SLTP tahun 1999-2001 menunjukkan bahwa Ebtanas bahasa Inggris SLTP hanya menguji keterampilan membaca, tidak menguji seluruh keterampilan berbahasa (keterampilan berbicara, menulis, dan menyimak). Hal ini dikarenakan siswa harus membaca dengan teliti terlebih dahulu sebelum menentukan jawaban yang benar. Selanjutnya hasil analisis Ebtanas tersebut dari segi kampetensi komunikatif memiliki kadar kesahihan isi yang rendah. Demikian pula kadar kesahihan konstruk pada soal membaca bahasa Inggris Ebtanas SLTP 1999-2001 berkadar rendah. Secara keseluruhan Ebtanas bahasa Inggris tingkat SLTP 1999-2001 tidak dapat berfungsi sebagai alat uji yang mengukur kompetensi komunikatif siswa SLTP.
This study focuses on measuring English Ebtanas junior high school in competency communicative. The objectives of this study are to measure content validity of English Ebtanas junior high school and to measure construct validity of reading problems in English Ebtanas junior school seen from competency communicative.
To know the content validity of English Ebtanas junior high school seen from competency communicative is by analyzing all of problems English Ebtanas periodic 1999-2001 (180 problems) using competency communicative principles. And to examine the construct validity of reading problems in English Ebtanas is done empirically based on analysis correlation using Moment-Production Pearson. Data which are score are obtained through examining the reading problems of English Ebtanas and cloze test to 50 junior high school students grade 3rd on last semester at SLTP Negeri 30 Jakarta.
The result of this study shows that English Ebtanas junior high school just examining reading skill; it's not examining all of language skills (speaking, writing, and listening). Since students have to read all of the problems carefully before they decide the right answer. Furthermore this research fords out that degree of the content validity English Ebtanas seen from competency communicative is low. Likewise degree of the construct validity reading problems in English Ebtanas is low. So English Ebtanas periodic 1999-2001 can't be used as an instrument to measure competency communicative junior high school students.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Surtiati Hidayat
"ABSTRAK
Latar Belakang
Ancangan Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa Asing
Pengetesan(1) kemampuan berkomunikasi di dalam bahasa asing sama tuanya dengan pengajarannya. Memang pengajaran(2) bahasa asing telah dilakukan sejak 25 abad yang lalu (Kelly 1969), namun apakah kemampuan yang akan dicapai dalam pengajaran itu adalah kemampuan berkomunikasi seperti yang dimaksud sekarang, masih harus ditinjau lebih lanjut. Sejalan dengan itu, masalah pengetesan kemampuan berkomunikasi di dalam bahasa asing menjadi menarik. Agar masalah pengetesan itu menjadi jelas, marilah kita tengok terlebih dahulu riwayat ancangan komunikatif di dalam pengajaran bahasa asing.
Kita semua tahu bahwa bahasa adalah alat yang digunakan oleh anggota masyarakat bahasa untuk saling berhubungan. Di dunia ini terdapat bahasa yang sama banyaknya dengan jumlah masyarakat bahasa, dan sering terjadi anggota suatu masyarakat bahasa berhubungan dengan anggota masyarakat bahasa lain. Dalam hal itu orang harus memilih: menggunakan bahasa masyarakat lain itu, atau menggunakan penerjemah sebagai perantara dalam komunikasi. Jika jalan pertama yang dipilih, orang harus belajar bahasa lain itu untuk dapat berkomunikasi. Jika jalan kedua yang dipilih, tenaga penerjemah dapat dimanfaatkan. Sebenarnya keinginan untuk berkomunikasi dengan anggota masyarakat bahasa yang lain timbul karena keperluan mengetahui hal-hal yang terdapat dalam masyarakat bahasa itu, misalnya budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh masyarakat itu. Di samping keperluan meraih hal yang tidak terdapat dalam masyarakatnya, orang yang belajar bahasa lain itu merasakan pula keperluan menyampaikan pikiran dan pengalaman kepada anggota masyarakat bahasa yang lain, sehingga terjadi pertukaran gagasan dan pengalaman.
Orang biasanya belajar pertama-tama bahasa masyarakat tempatnya berada, oleh karena itu bahasa yang diperolehnya disebut bahasa pertama atau, karena biasanya ibu yang mengajarkan bahasa itu, disebut pula bahasa ibu. Kemudian ia belajar bahasa yang digunakan oleh masyarakat lain. Karena dalam pembelajarannya(3), bahasa itu menduduki tempat kedua, maka lazim disebut bahasa kedua, nama yang mencakup pula bahasa lain yang diperoleh pada tahapan selanjutnya. Seringkali bahasa kedua itu datang dari negeri asing, maka disebut juga bahasa asing.(4).
Proses belajar-mengajar bahasa asing tidaklah sama dengan proses belajar-mengajar bahasa ibu. Proses yang terakhir itu dimulai sejak anak lahir, dan dilakukan setiap hari secara tidak sistematis. Tidak ada seleksi, penahapan, ataupun penjenjangan. Anak menangkap ujaran dari lingkungannya yang terdekat karena perlu berkomunikasi dengan orang lain. Unsur bahasa serta unsur luar bahasa direkamnya selama beberapa tahun, sedangkan ketepatan menggunakannya diperoleh berkat pengalaman dalam komunikasi.
Proses belajar-mengajar bahasa yang seperti itu, artinya di dalam situasi komunikasi yang sebenarnya, membuat penutur asli mampu menggunakan bahasa ibunya secara tepat dan benar, artinya sesuai dengan situasi komunikasi tertentu.
Pembelajaran bahasa asing biasanya dilaksanakan pada saat orang sudah menguasai bahasa ibunya, terkadang ia juga sudah menguasai bahasa lain. Singkatnya pelajar bahasa asing sudah memiliki sistem suatu bahasa di benaknya sebelum ia belajar bahasa asing. Proses pemerolehan kemampuan berbahasa asing sering kali juga terjadi dalam pendidikan formal ketika pelajar "di paksa" belajar unsure-unsur yang telah dipilih dan harus mengikuti tahapan belajar yang tertentu sehingga ia menghayati suatu bahasa yang kurang lebih "seragam". Meskipun demikian pengajaran bahasa asing tetap bertujuan agar pada masa mendatang pelajar mampu menggunakan berbagai variasi bahasa dalam berkomunikasi sesuai dengan keperluan komunikasi yang sejati."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
D75
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munby, John
Cambridge, UK: Cambridge Uniiversity Press , 1985
407 MUN c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>