Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ali Aspar Mappahya
"Pemeriksaan invasif dengan arteriografi koroner selektif dapat memberi informasi akurat tentang lokasi dan luasnya proses aterosklorosis sekaligus memungkinkan visualisasi kolateral. Dengan pemeriksaan ventrikulografi kiri dapat diketahui kemampuan kontraksi ven trikel kiri dengan menganalisa kontraktilitasnya baik Secara regional maupun global.
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data awal tentang gambaran morfologi arteri koronaria termasuk distribusi, lokasi dan derajat stenosis serta hubungannya dengan beberapa parameter yang berkaitan erat pada penderita Penyakit Jantung Koroner di Indonesia umumnya dan di Rumah Sakit Jantung Hara pan Kita khususnya; dan menilai peranan sirkulasi kolateral pada penderita infark miokard anterior dengan obstraksi total dan subtotal pada arteri desendens anterior kiri.
Dilakukan penelitian retrospektif terhadap 821 penderita yang dirujuk ke Unit Pelaksana Fungsionil Invasif RSJHR dengan suspek atau pasti menderita PIK selama periode 1 Januari 1986 sampai dengan 31 Desember 1988. Terdapat 126 penderita dengan arteri koronaria yang normal dan sisanya, 695 penderita dianalisa lebih lanjut. Secara keseluruhan dari 821 penderita ditemukan 44,7% distribusi dominan kanan, 40,1% distribusi seimbang, dan 15,2% distribusi dominan kiri. Dari perhitungan berat dan luasnya stenosis ditemukan korelasi bermakna (p <0,01) antara skor stenosis cara AHA dan jamlah pembuluh yang sakit cara GLH. Dari segi umur tidak ada perbedaan skor stenosis yang bermakna antara kelompok umur dengan rata-rata keseluruhan (p>0,05). Tetapi ada perbedaan bermakna (
p <0,05) antara kelompok dibawah 39 tahun dan kelompok 40-69 tahun. Juga tidak ada perbedaan bermakna (p >0,05) diantara kelompok umur pada mereka dengan penyakit satu maupun dua dan tiga pembuluh.Berdasarkan jenis kelamin tidak banyak perbedaan distribusi jumlah pembuluh yang sakit. Obstruksi total lebih banyak dijumpai pada ke tiga arteri koronaria utama dibanding obstruksi subtotal pada semua kelompok umur kecuali pada kelompok diatas 70 tahun untuk Cx terjadi sebaliknya. Secara umum hipotesis tentang makin banyaknya faktor risiko koroner makin tinggi skor stenosisnya tidak terbukti pada penelitian ini dan hanya hipertensilah satu-satunya terbukti mempunyai pengaruh jelas terhadap beratnya stenosis . Dari gambaran radiologis, terbukti bahwa berat stenosis merupakan salah satu penyebab yang penting untuk timbulnya kardiomegali; selain itu adanya kardiomegali pada penderita PJX bisa meramalkan adanya asinergi dengan sensitivitas 64% dan spesifitas 57%. Berdasarkan gambaran EKG penderita yang diteliti lebih banyak yang telah mengalami infark (56,7%) dibanding yang tanpa infark; dan ada kecenderungan persentase penyakit satu pembuluh lebih dominan pada penderita tanpa infark dan persentase penyakit tiga pembuluh lebih dominan pada penderita infark, sementara penyakit dua pembuluh paling tinggi persentasenya pada kedua kelompok. Tidak ada perbedaan skor stenosis yang bermakna antara penderita infark transmural dan penderita infark non-Q meskipun skor stenosis pada infark transmural lebih tinggi. Stenosis bermakna pada LMCA lebih banyak ditemukan pada penderita PJK tanpa infark (55%) dibanding yang telah infark, juga persentase bermakna pada LMCA lebih banyak dijumpai.pada penyakit tiga pembuluh. Terdapat 5 (20,8%) dari penderita dengan aneurisma ventrikel yang menunjukkan elevasi. ST dan hany,a 11 (45,8%) yang disertai kolateral. Hasil ULJB pada 267 penderita memperlihatkan kecenderungan hasil positif ringan lebih banyak pada penyakit satu pem buluh dan hasil positif berat lebih banyak pada penyakit tiga pembuluh; sensitivitas pemeriksaan ULTB adalah 85%. Dari beberapa parameter yang berhubungan dengan ventrikulografi terlihat gambaran asinergi lebih sering dijumpai pada penyakit yang lebih luas sedangkan normokinesis lebih sering pada mereka dengan stenosis yang tidak begitu luas. Tnsufisiensi mitral sering dijumpai pada pemeriksaan ventrikulografi dan pada penelitian ini lebih banyak dijumpai (40,8%) pada asinergi inferior; juga paling sedikit ditemukan pada penyakit satu pembuluh.
Penilaian peranan sirkulasi kolateral terhadap PJK umumnya terlihat tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) persentase pemendekan hemi dan longaxis diantara keempat kelompok derajat kualitas kolateral pada 38 penderita PIK dengan obstruksi total dan subtotal -
tanpa infark anterior. Juga tidak ada perbedaan bermakna dalam hal FE, TDAVK dan VDA pada kelompok ini. Adapun pada kelompok penderita yang telah mengalami infark anterior, ternyata ada perbedaan persentase pemendekan hemi dan longaxis yang bermakna, (p<0.01 ), khususnya aksis yang sesuai dengan perfusi LAD, sehingga dapat disimpulkan bahwa makin baik kualitas kolateral makin baik pula fungal ventrikel kiri, meskipun persentase pemendekan tersebut masih lebih rendah dibanding yang ditemukan pada kelompok kontrol. Demikian pula ada perbedaan bermakna (p 0,01) dalam hal FE,dan TDAVK diantara keempat kelompok derajat kualitas kolateral yang selanjutnya memperkuat kesimpulan diatas.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa peranan sirkulasi kolateral pada penderita PJK baik yang belum maupun yang telah mengalami infark sangat penting dalam menilai hubungannya dengan fungsi ventrikel k iri serta sangat berguna untuk menentukan tindak lanjut baik yang bersifat konservatif maupun yang bersifat intervensi angioplasti dan bedah pintas koroner.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T 4126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Komar
"Role of Collateral Circulation in MR Imaging-Verified Myocardial Infarct Size in Acute Phase of ST-Segment Elevation Myocardial Infarction Treated with Primary Percutaneous Coronary Intervention
Abstrak Berbahasa Indonesia/Berbahasa Lain (Selain Bahasa Inggris):
Latar Belakang. Intervensi koroner perkutan primer (IKPP) yang dilakukan segera oleh merupakan upaya reperfusi utama dalam tatalaksana infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST). Meskipun disadari betapa pentingnya diagnosis dan reperfusi dini pada pasien IMA-EST, keterlambatan waktu reperfusi seringkali tidak dapat dihindarkan. Selama waktu keterlambatan reperfusi ini sirkulasi kolateral koroner (SKK) menjadi sumber alternatif suplai darah yang penting ketika pembuluh darah utama gagal memberikan aliran darah yang cukup ke jaringan karena adanya oklusi. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh SKK terhadap luas infark dan myocardial salvage index (MSI) yang diukur dengan pencitraan resonansi magnetik jantung (RMJ) pada pasien IMA-EST dengan onset <12 jam yang menjalani IKPP.
Metode. Penelitian dirancang potong lintang melibatkan 33 pasien IMA-EST dengan onset <12 jam yang menjalani IKPP yang diambil secara konsekutif pada bulan November 2012 hingga April 2013 di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. Pasien dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan pembagian SKK menurut Rentrop, yakni grup A (Rentrop 0 atau 1) dan grup B (Rentrop 2 atau 3). Pasien menjalani pemeriksaan pencitraan RMJ untuk menilai luas infark dan MSI.
Hasil. Dalam studi ini, dua belas dari 33 (36%) pasien memiliki kolateral yang signifikan (Rentrop 2 atau 3). Angina pre-infark merupakan faktor klinis yang berhubungan dengan kemunculan SKK (p<0,001). Luas infark dihitung sebagai persentase massa infark terhadap massa ventrikel kiri (IS %LV). Dari analisa didapatkan IS %LV lebih kecil pada grup B dibandingkan dengan grup A (14,2% vs 23,3%, p=0,036). Hal ini sejalan dengan besarnya nilai MSI pada grup B dibandingkan dengan grup A (0,6 vs 0,1, p<0,001).
Kesimpulan. Sirkulasi kolateral koroner memiliki pengaruh dalam menurunkan luas area infark dan meningkatkan MSI yang diukur dengan menggunakan pencitraan RMJ pada fase akut IMA-EST yang menjalani IKPP.

Background. Primary percutaneous coronary intervention (PPCI) conducted immediately by an expert operator is a primary reperfusion strategy in acute ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI) patient. Although fully aware of the importance of early diagnosis and reperfusion in patients with STEMI, time delays are often unavoidable. During this period, coronary collateral circulation be an important alternative supply when the main blood vessels fail to provide adequate perfusion to myocardial tissues due to occlusion. This study aims to determine the effect of collateral circulation in MR Imaging-Verified Myocardial infarct size and myocardial salvage index (MSI) in the acute phase of STEMI treated with PPCI.
Methods. Study was designed as cross-sectional study involving 33 STEMI patients with symptoms < 12 hours who underwent successful PPCI. Samples were taken consecutively from November 2012 to April at the National Cardiovascular Center Harapan Kita Jakarta. Collateral flow was gradded regarding to Rentrop classification. Patients were divided into 2 groups; Group A had absent or weak collateral flow and group B had significant flow. All patients underwent cardiac magnetic resonance (CMR) to assess infarct size and MSI.
Result. In our study, 12 out of 33 (36%) patients had significant collateral circulation (Rentrop grade 2 or 3). Pre-infarction angina was a clinical factors associated with recruitable collaterals (p<0,001). Infarct size expressed as percent LV mass (IS %LV) was significantly smaller in group B (14.2% vs. 23.3%; p = 0.036). Extent of MSI was significantly higher in group B (0,6 vs 0,1; p<0,001).
Conclusion. Well-developed collaterals before reperfusion by PPCI in patients with STEMI are associated with a protective effect on infarct size and MSI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library