Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Isabella Magdalena
"Corporate charitable giving is growing up in Indonesia. It can be classified into 3 (three) motives which are first a strategy to raise profits, second as a compliance because they are forced to do so, and third as beyond compliance as the company is part of the community. Those three motives do reflecting the income tax treatment on charitable giving. PT X as one of the company also does charity. The charitable giving done by PT X becomes unique since PT X is a Contract of Work (CoW) holder. But practically, the CoW results in law uncertainty. The tax auditor adjusted the charitable giving by PT X which were fund contribution and donation to Aceh and Sumatera Utara.
The researcher focuses on charitable giving by PT X with qualitative approach. The researcher would like to identify how PT X does the charitable giving and the law certainty of income tax treatment on those charitable giving. With regards to that, the researcher uses a study-case. The researcher obtains the data from interview, field research and library research.
Based on the field and library research, there are situations of charitable giving generally in Indonesia and specifically in PT X. On those charitable giving, there are income tax treatment in income taxation law and the regulations underneath. Spesifically, the researcher observes the income tax treatment of charitable giving done by PT X, which can be gathered from the tax audit cases of OT X.
From the situations above, it can be analyzed that the charitable giving done by PT X is divided into 3 (two) kinds which are philanthropy and charity. Besides that, there are three motives of charitable giving, as previously mentioned, practiced by PT X, which are related to the income tax treatment. And the focus of this research is the law certainty of income tax treatment on charitable giving of PT X."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Christine S.T. Kansil
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002
338.74 KAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Sasongko
"Pada hakikatnya manusia itu merupakan makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Ada kecenderungan setiap manusia itu selalu hidup dengan manusia lain, karena di dalam diri manusia ada naluri-naluri untuk selalu mengadakan interaksi dan hubungan sosial. Bahkan timbul keinginan atau hasrat untuk selalu hidup bersama-sama dengan manusia lain dalam suatu kelompok.
Adanya hasrat untuk selalu hidup dengan orang lain itu semakin dirasakan penting dan mendesak karena hal itu akan memudahkan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan hidup, khususnya dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) secara bersama-sama. Misalnya: pengadaan pangan, sandang, papan, keselamatan terhadap diri pribadi, dan harta benda. Interaksi sosial yang terjadi antar individu tersebut condong akan membentuk kelompok-kelompok sosial tertentu.
Sebagai makhluk pribadi, manusia cenderung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang bersifat mendasar. Sebagai makhluk sosial, setiap orang menyadari bahwasanya mereka adalah bagian dari kelompoknya. Maka timbul hubungan-hubungan yang bersifat sosial dan tolong menolong. Bentuk-bentuk dari kumpulan-kumpulan manusia itu ada yang berupa perkumpulan ekonomi atau asosiasi modal misalnya perseroan terbatas, namun ada pula yang bertujuan untuk mencapai kepentingan-kepentingan yang bersifat sosial, misalnya yayasan.
Secara, konseptual antara perseroan terbatas dengan yayasan dapat dibedakan dari aspek tujuannya, yaitu bahwa perseroan terbatas didirikan untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya sedangkan yayasan didirikan untuk mencapai tujuan sosial dan kemanusiaan. Dengan demikian dapat saja terjadi, apabila seseorang menganggap dirinya telah berhasil mencapai taraf kemakmuran tertentu melalui kegiatan komersial, kemudian ingin menolong sesama manusia melalui kegiatan sosial dan kemanusiaan, yaitu dengan Cara memisahkan sejumlah kekayaan tertentu untuk kepentingan sosial yang dikelola oleh yayasan. Dalam hubungan ini F. Emerson Andrews mengatakan bahwa: "A foundation is an instrument for the contribution of private wealth to public purposes".
Dasar-dasar pemikiran seperti itu mempengaruhi pertumbuhan yayasan, sehingga tidaklah heran jika kemudian bermunculan yayasan-yayasan yang bercirikan sosial dan kemanusiaan seperti yayasan yatim piatu, yayasan pendidikan, yayasan rumah sakit, dan lain sebagainya. Begitu pula dengan pertumbuhan yayasan di Indonesia, yang pada awalnya banyak diwarnai oleh gagasan-gagasan sosial dan kemanusiaan. Namun ternyata, sekarang ini banyak dijumpai di dalam masyarakat munculnya yayasan yang tidak hanya bergerak di bidang sosial atau kemasyarakatan dan kemanusiaan tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan yang komersial. Kendati pun secara formal, dalam status pendiriannya mencantumkan bertujuan sosial.
Ada kecenderungan populasi yayasan semakin meningkat dan beragam, bukan saja dalam arti kuantitas populasinya tetapi juga besaran dalam arti aset yayasan juga meningkat. Maka tidak heran apabila ada yayasan yang sedemikian besar organisasinya sehingga mampu mendirikan bentuk-bentuk usaha yang lain. Keadaan ini sudah berkembang sedemikian rupa dan secara empiris tumbuh-kembang yayasan sudah meliputi jaringan yang luas dan kompleks. Karena tidak hanya di bidang sosial tetapi juga bidang dan sektor lain, misalnya bidang ekonomi yaitu dengan membeli saham atau mendirikan perseroan terbatas. "
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Bila seseorang atau beberapa orang akan melakukan kegiatan yang penuh idealisme serta bertujuan sosial dan kemanusiaan, biasanya bentuk organisasi yang dipilih adalah yayasan. Kegiatan sosial yang dipilih terutama menyangkut bidang kesehatan (rumah-sakit), pendidikan (sekolah), dan panti-panti asuhan yang memelihara anak yatim-piatu. Wadah yayasan dipergunakan oleh para pengambil prakarsa/pendiri untuk melakukan berbagai kegiatan sosial untuk kepentingan umum. Para pengurusnya adalah orang-orang yang tidak hidup dari mengurus yayasan itu melainkan dari pekerjaan lain. Para pengurus ini ingin memberikan sumbangsihnya bagi masyarakat luas. Terlihat di sini baik pendiri maupun pengurus membaktikan dirinya bagi kepentingan umum tanpa mengharapkan suatu kontra prestasi. Para pengurus bekerja untuk yayasan tanpa dibayar. Waktu dan tenaga serta pikiran yang disumbangkan pada yayasan diberikan dengan cuma-cuma, tanpa hak atas kenikmatan materiel apapun juga, termasuk hak atas keuntungan yayasan. Seperti diketahui pemerintah memang menyelenggarakan dan menyediakan sarana pendidikan, kesehatan, dan berbagai kegiatan sosial lainnya dengan cuma-cuma ataupun dengan biaya yang sangat rendah sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat luas. Sedangkan permintaan jauh lebih tinggi dari apa yang dapat diberikan oleh pemerintah.
Bila semula mereka yang bergerak dalam kegiatan pendidikan dan kesehatan ini semata-mata bertujuan sosial, maka dengan berubahnya jasa pendidikan dan kesehatan menjadi komoditi komersial, mulailah kegiatan ini dijadikan bidang usaha yang bertujuan menghasilkan laba, dan yang terakhir ini juga memilih yayasan sebagai wadahnya. Di sini dipersoalkan apakah yayasan diperkenankan mengejar laba/keuntungan, di samping itu dipermasalahkan pula mengenai penyalahgunaan bentuk yayasan yang dipergunakan untuk kegiatan usaha. Seringkali yayasan didirikan dengan modal kekayaan yang dipisahkan oleh para pendirinya dalam jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan tujuan sosial yang akan dicapai, sehingga kehidupan yayasan itu sangat tergantung dari sumbangan para donatur dan bantuan dana baik dari pemerintah maupun dari lembaga-lembaga internasional. Besarnya dana yang diperoleh membuka peluang bagi penyalahgunaan dana dimaksud."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
D90
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Chairul Fachry
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh performance expectancy, effort expectancy, social influence, facilitating conditions, sense of trust, dan experience expectation terhadap intensi donor untuk menyumbang pada proyek charitable crowdfunding di Indonesia. Sampel penelitian adalah pengguna situs web charitable crowdfunding di Indonesia dengan jumlah responden yang didapatkan sebanyak 72 responden. Data diolah dengan metode structural equation modeling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat faktor, yaitu effort expectancy, social influence, facilitating conditions, dan sense of trust terbukti berpengaruh positif terhadap intensi donor untuk menyumbang pada proyek charitable crowdfunding di Indonesia. Dua variabel lainnya, yaitu performance expectancy dan experience expectation tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap intensi donor untuk menyumbang pada proyek charitable crowdfunding.

ABSTRACT
This research aims to analyze the impact of performance expectancy, effort expectancy, social influence, facilitating conditions, sense of trust, and experience expectation on donors rsquo intention to donate to charitable crowdfunding project in Indonesia. The samples in this research are 72 users of charitable crowdfunding platform in Indonesia. Data are processed with structural equation modeling approach. This research found that four factors effort expectancy, social influence, facilitating conditions, and sense of trust positively affect donors rsquo intention to donate to charitable crowdfunding project in Indonesia. The other two variables performance expectancy and experience expectation don rsquo t have significant impact on donor rsquo s intention to donate to charitable crowdfunding project."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Wasis Mulyono
"Tesis ini dibuat untuk memenuhi prasyarat dalam rangka mencapai gelar Magister Kenotariatan pada Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Disamping itu untuk memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang perlindungan terhadap harta kekayaan Yayasan dan dampak pembatasan besarnya nilai penyertaan Yayasan yaitu paling banyak sebesar 25% dari seluruh nilai kekayaan Yayasan ditinjau dari segi perlindungan terhadap kekayaan Yayasan.
Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan penelitian melalui kepustakaan dan lapangan. Yayasan merupakan badan non-profit yang mendapatkan kekayaan awal dari pendirinya yang memisahkan kekayaannya. Selain itu, Yayasan dapat memperoleh kekayaan dari sumbangan-sumbangan donatur, wakaf, hibah, hibah wasiat, bantuan pemerintah, bantuan dari luar negeri dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kekayaan Yayasan yang telah dimasukkan ke dalam Yayasan menjadi milik publik yang harus digunakan untuk kepentingan publik di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan yang tertuang dalam anggaran dasarnya dan tidak boleh dialihkan atau dibagikan baik(secara langsung maupun tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan. Yayasan juga dapat mendirikan badan usaha dan/atau melakukan penyertaan di badan-badan usaha.
Yayasan harus berhati-hati memilih bentuk badan usaha dalam rangka melakukan penyertaannya karena tidak semua bentuk badan usaha memberikan jaminan perlindungan terhadap kekayaan Yayasan. Dengan adanya pembatasan penyertaan modal yaitu paling banyak 25% dari nilai seluruh kekayaan Yayasan yang maksudnya untuk melindungi harta kekayaan Yayasan maka Yayasan dalam penyertaannya harus memilih bentuk badan usaha yang dapat melindungi seluruh kekayaan Yayasan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16712
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Cara Riantoputra
"Using data from the Indonesia Family Life Survey IFLS and World Values Survey WVS, this study analyzes the factors that influence indicators of charitable behaviour in Indonesia, differentiating between monetary contributions and time contributions. We find an unexpectedly strong negative relationship between income and charitability, suggesting that those who have the least are those who give the most. We also find evidence of a positive relationship between education and charitability. Finally, we report an inconclusive relationship between religiosity and charitability, challenging the popularly accepted notion of the altruistic and benevolent nature of religious individuals. This study is the first nationwide study of its kind in Indonesia and provides valuable insights into not only the variables that affect charitable behaviour, but also the mechanisms through which these variables are effectual.

Studi ini menggunakaan data dari Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia SAKERTI serta World Values Survey WVS untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi indikator perilaku beramal charitable behaviour di Indonesia, dengan membedakan antara kontribusi uang dan kontribusi waktu. Penelitian ini menemukan hubungan negatif antara pendapatan dan perilaku beramal, yang menandakan bahwa orang yang memiliki harta paling sedikit justru merupakan yang memberi paling banyak. Penelitian ini juga menemukan hubungan positif antara tingkat pendidikan beramal. Terakhir, tidak ditemukan hubungan signifikan antara religiusitas dengan perilaku beramal; hal ini menentang asumsi yang diterima secara umum bahwa orang beragama pasti berperilaku secara altruis. Penelitian ini adalah studi nasional pertama yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruh perilaku beramal, dan juga menjelaskan mekanisme-mekanisme yang menggerakan faktor-faktor tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library