Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Hanif Fiansyah
"Penelitian ini bertujuan menganalisis dan membandingkan kerangka hukum perdagangan karbon di Uni Eropa, China, dan Indonesia dengan fokus pada dua aspek utama: kerangka hukum dan kebijakan karbon di UE dan China, serta potensi adopsi dan penyempurnaan regulasi Indonesia berdasarkan pembelajaran dari kedua entitas tersebut. Menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia telah membangun fondasi regulasi perdagangan karbon melalui Peraturan Presiden No. 98/2021, UU No. 7/2021, UU No. 4/2023, dan Permen LHK No. 21/2022, dengan fokus utama pada sektor kehutanan dan penerapan nilai ekonomi karbon. UE, dengan EU Emissions Trading System (EU ETS) yang mapan sejak 2005, menawarkan model komprehensif multisektor dengan mekanisme penyesuaian karbon lintas batas/carbon border adjustment mechanism (CBAM). Sementara itu, China meluncurkan ETS nasional pada 2021 dengan pendekatan berbasis intensitas karbon (carbon intensity), fokus awal pada sektor pembangkit listrik, dan rencana perluasan bertahap. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun Indonesia telah membuat kemajuan signifikan, masih ada ruang untuk penyempurnaan regulasi perdagangan karbon. Adopsi praktik terbaik dari UE dan China, disesuaikan dengan konteks nasional, dapat memperkuat efektivitas sistem perdagangan karbon Indonesia dalam mendukung pencapaian target pengurangan emisi dan pembangunan berkelanjutan. Rekomendasi ini diharapkan berkontribusi pada pengembangan dan penegakan hukum perdagangan karbon di Indonesia yang lebih komprehensif, efektif, dan selaras dengan tren global.
This research aims to analyze and compare the legal frameworks for carbon trading in the European Union, China, and Indonesia, focusing on two main aspects: the current carbon trading legal frameworks in the EU, China, and Indonesia, and the potential adoption and improvement of Indonesian regulations based on lessons learned from these two entities. The research findings indicate that Indonesia has established a foundation for carbon trading regulations through Presidential Regulation No. 98/2021, Law No. 7/2021, Law No. 4/2023, and Ministry of Environment and Forestry Regulation No. 21/2022, with a primary focus on the forestry sector and the implementation of carbon economic value. The EU, with its well-established Emissions Trading System (EU ETS) since 2005, offers a comprehensive multi-sector model with a Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM). Meanwhile, China launched its national ETS in 2021 with a carbon intensity-based approach, initially focusing on the power generation sector, with plans for gradual expansion. This study concludes that although Indonesia has made significant progress, there is still room for improvement in carbon trading regulations. Adopting best practices from the EU and China, adapted to the national context, can strengthen the effectiveness of Indonesia's carbon trading system in supporting emission reduction targets and sustainable development. These recommendations are expected to contribute to the development and enforcement of more comprehensive, effective, and globally aligned carbon trading laws in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Budi Aji Purwoko
"Tren pertumbuhan jumlah pengguna aplikasi mendorong transportasi online menjadi transportasi modern pilihan masyarakat perkotaan. Disatu sisi permasalahan lingkungan di Jakarta tidak terlepas dari permasalahan pencemaran udara yang salah satunya disebabkan oleh sektor transportasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesadaran dan partisipasi pengguna transportasi online sebagai penghasil emisi karbon dari perjalanan yang dilakukan menggunakan transportasi online terhadap kesediaan membayar penyeimbangan karbon. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah responden sebanyak 954 dari pengguna transportasi online aktif yang beraktivitas di Jakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 633 responden atau 62,51% responden bersedia untuk membayar (WTP) dengan rata-rata rupiah yang dibayarkan sebesar Rp. 2.042 dan faktor yang signifikan berpengaruh dalam menentukan besaran nominal (WTP) pengguna transportasi online adalah Faktor Demografi meliputi jenis pekerjaan dan Pendapatan, faktor karakteristik perjalanan meliputi frekuensi perjalanan, waktu tempuh dan jarak tempuh selanjutnya sikap peduli terhadap udara bersih menjadi variabel tunggal yang berpengaruh dalam faktor pengetahuan dan sikap.
The growing trend of the number of application users is pushing online transportation to become the modern transportation of choice for urban people. On the one hand, environmental problems in Jakarta are inseparable from air pollution problems, one of which is caused by the transportation sector. This research was conducted to determine the awareness and participation of online transportation users as carbon emitters from trips made using online transportation to the willingness to pay for carbon offsetting. This study uses a quantitative approach with the number of respondents as many as 954 active online transportation users in Jakarta. The results showed that as many as 633 respondents or 62.51% of respondents were willing to pay (WTP) with an average rupiah paid of Rp. 2,042 and a significant factor that had an effect in determining the nominal amount (WTP) of online transportation users was demographic factors including the type of work and income, travel characteristic factors including travel frequency, travel time and mileage then the attitude of caring about clean air became variable a single that is influential in knowledge and attitude factors."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library