Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York, N.Y. : The Free Press , 1959
658.152 MAN (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Natsir
Bandung: W. Van Hoeve, 1954
340.02 NAT c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dharmojono
Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2001
610.8 DHA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Remy Sjahdeini
"On law enforcements in Indonesia."
Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006
363.23 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Guritno Wahyu Wijanarko
"Salah satu pendorong terjadinya konvergensi pendapatan per kapita adalah ketersediaan dalam kualitas modal manusia yang sama antar wilayah. Untuk melihat pola konvergensi pendidikan dalam kaitannya dengan konvergensi pendapatan per kapita, dilakukan proses dekomposisi dari pendapatan per kapita yang dibagi dalam tiga komponen, yaitu : kuantitas pendidikan, harga pendidikan dan residu. Dengan pembagian komponen tersebut maka dapat dilihat kontribusi dari masing-masing komponen terhadap perubahan distribusi pendapatan per kapita. Pada konvergensi pendidikan yang dianalisis dalam tesis ini menggunakan dua tinjauan yaitu untuk tingkat pendidikan SMP dan SMA. Dari analisis didapatkan hasil kalau di wilayah Indonesia terjadinya konvergensi pendapatan per kapita ternyata tidak diikuti dengan konvergensi kuantitas pendidikan. Pada tingkat regional di Kawasan Barat Indonesia (KBI) terjadinya konvergensi pendapatan per kapita ternyata tidak diikuti dengan konvergensi kuantitas pendidikan sedangkan Kawasan Timur Indonesia (KTI) tidak terjadi pola konvergensi pendapatan per kapita namun terjadi konvergensi harga pendidikan pada tingkat pendidikan SMP serta konvergensi kuantitas pendidikan pada tingkat pendidikan SMA. Jika ditinjau dari sebelum pelaksanaan otonomi daerah (1993 - 1999) dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah (2000 - 2004) dapat dilihat bahwa di Indonesia sebelum pelaksanaan otonomi daerah terjadi pola konvergensi pendapatan per kapita dan konvergensi harga pendidikan pada tingkat pendidikan SMA namun setelah pelaksanaan otonomi daerah tidak terjadi konvergensi pendapatan per kapita maupun konvergensi pendidikan. Di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sebelum pelaksanaan otonomi daerah terjadi konvergensi pendapatan per kapita yang diikuti dengan konvergensi harga pendidikan pada tingkat pendidikan SMA dan setelah pelaksanaan otonomi daerah terjadi konvergensi pendapatan per kapita yang diikuti konvergensi pada harga pendidikan untuk tingkat pendidikan SMP. Sedangkan Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebelum pelaksanaan otonomi daerah tidak terjadi konvergensi pendapatan per kapita namun terjadi konvergensi kuantitas pendidikan pada tingkat pendidikan SMP dan setelah pelaksanaan otonomi daerah terjadi konvergensi pendapatan per kapita serta konvergensi kuantitas pendidikan pada tingkat pendidikan SMA."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangemanan, Lyndon
"Penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan pendapatan penduduk periode tahun 1980 -1996 (PelitaIII -Pelita V), atau semasa kepemimpinan orde baru. Berdasarkan studi Iiteratur dan penelitian - penelitian yang telah dilakukan, maka di putuskan untuk dianalisa dan dibahas selanjutnya adalah faktor -faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan pendapatan di Philipina oleh Esiudilo .1.P. (1997) akan direplikasikan di Indonesia, Selanjutnya dikomhinasikan dengan faktor komponen ekonomi berdasarkan studi .literatur.
Setelah dilakukan sludi-studi awal, mengenai ketersediaan data dan kondisi wilayah Indonesia, maka dilakukan beberapa modifikasi, mengenai variabel dan model, .sehingga diduga variabel-varabel berikut ini; 1) proporsi penduduk yang berusia > 60 tahun(X2) ; 2) proporsi jumlah anggota rumah tangga yang terdidik/ tingkat keahlian (X3) ,- 3) proporsi jumlah anggota rumah tangga yang bekerja di sektor industri ( X4) ; 4) pertumbuhan ekonomi ( X5) ; dan 5) kontribusi pendapatan dari sektor industri pengolahan terhadap total pendapatan(X6). Selanjutnya dari variabel diatas maka variabel ,(1),(2) dan (3) dikelompok dalam komponen demograf/ kependudukan serta variabel (I) dan (5) dikelompokan dalam komponen ekonomi. Untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak dari penelitian maka digunakan adanya keragaman wilayah Indonesia sebagai informasi untuk dianalisa dan dibahas."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T20640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Indriawan
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T23994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widayati
"[ABSTRAK
Persoalan kerusakan lingkungan semakin meningkat dengan terjadinya penurunan luas lahan hutan ke non hutan. Cadangan luas hutan yang semakin terbatas menimbulkan permasalahan dari sisi suplai dan berimplikasi pada peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Sebagai gambaran, pada tahun 2005 sebesar 62,8% emisi GRK Indonesia dihasilkan dari perubahan penggunaan lahan dan kehutanan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2010). Emisi karbon dari perubahan lahan hutan memiliki keterkaitan erat dengan perekonomian (PDB) suatu wilayah. Salah satu model yang sering digunakan untuk menganalisis hubungan indikator kerusakan lingkungan dan indikator ekonomi di suatu wilayah adalah Environmental Kuznets Curve (EKC). Secara umum di 7 (tujuh) wilayah terjadi penurunan emisi karbon dari perubahan penutup lahan pada periode 1997-2013. Wilayah Sumatera adalah wilayah dengan emisi karbon/tahun tertinggi yaitu 148,08 juta ton CO2, selanjutnya wilayah Kalimantan 130,51 juta ton CO2, wilayah Papua sebesar 66,34 juta ton CO2, dan wilayah Sulawesi sebesar 62,97 juta ton CO2. Sedangkan 3 (tiga) wilayah lainnya yaitu wilayah Maluku sebesar 16,21 juta ton CO2, wilayah Jawa sebesar 9,13 juta ton CO2, dan wilayah Bali dan Nusa Tenggara sebesar 5,44 juta ton CO2. Hasil estimasi data panel, hubungan emisi karbon per kapita dari perubahan penutup lahan dan PDRB per kapita di Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua digambarkan dengan bentuk kurva U yang berarti bahwa emisi karbon per kapita akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita, sedangkan wilayah Jawa dan Maluku digambarkan dengan bentuk kurva U terbalik sesuai dengan hipotesis EKC yang berarti bahwa setelah mencapai titik balik emisi karbon per kapita akan terus menurun seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita.

ABSTRACT
The issues of environmental damage increases with changing of forest land to non-forest. Reserve forest area is more limited caused supply side problems and the implications of this is increased of Green House Gas (GHG emissions). As an illustration, in 2005, 62,8% Indonesia's GHG emissions resulting from land-use change and forestry (Ministry of Environment, 2010). Carbon emissions from changes in forest land are closely related to the economy of a region (GDP). One model that is commonly used to analyze the relationship between indicators of environmental damage and economic in a region is the Environmental Kuznets Curve (EKC). Generally in 7 (seven) region, carbon emissions from changes in land cover in the period 1997-2013 is decreased. Sumatra region is the region with carbon emissions/year is 148,08 million tonnes of CO2, Kalimantan 130,51 million tonnes of CO2, Papua is 66,34 million tonnes of CO2, and Sulawesi region is 62,97 million tonnes of CO2. While the 3 (three) other areas, namely the Moluccas with a value of 16,21 million tons CO2, Java is 9,13 million tonnes of CO2, and Bali and Nusa Tenggara region is 5,44 million tons of CO2. Relationship between emissions of carbon per capita from land cover change and GDP per capita in Sumatra, Bali and Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, and Papua described by U curve shape which means that the carbon emissions per capita will continue to increase along with the increase in income per capita, while Java and Maluku depicted the shape of an inverted U curve according to the EKC hypothesis, which means that after reaching a turning point in carbon emissions per capita will continue to decrease with the increase of income per capita., The issues of environmental damage increases with changing of forest land to non-forest. Reserve forest area is more limited caused supply side problems and the implications of this is increased of Green House Gas (GHG emissions). As an illustration, in 2005, 62,8% Indonesia's GHG emissions resulting from land-use change and forestry (Ministry of Environment, 2010). Carbon emissions from changes in forest land are closely related to the economy of a region (GDP). One model that is commonly used to analyze the relationship between indicators of environmental damage and economic in a region is the Environmental Kuznets Curve (EKC). Generally in 7 (seven) region, carbon emissions from changes in land cover in the period 1997-2013 is decreased. Sumatra region is the region with carbon emissions/year is 148,08 million tonnes of CO2, Kalimantan 130,51 million tonnes of CO2, Papua is 66,34 million tonnes of CO2, and Sulawesi region is 62,97 million tonnes of CO2. While the 3 (three) other areas, namely the Moluccas with a value of 16,21 million tons CO2, Java is 9,13 million tonnes of CO2, and Bali and Nusa Tenggara region is 5,44 million tons of CO2. Relationship between emissions of carbon per capita from land cover change and GDP per capita in Sumatra, Bali and Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, and Papua described by U curve shape which means that the carbon emissions per capita will continue to increase along with the increase in income per capita, while Java and Maluku depicted the shape of an inverted U curve according to the EKC hypothesis, which means that after reaching a turning point in carbon emissions per capita will continue to decrease with the increase of income per capita.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronaldo Octaviano
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberadaan pengaruh asuransi kesehatan sosial untuk menyediakan proteksi finansial bagi pesertanya, dalam kerangka implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia. PBI-BPJS Kesehatan merupakan sebuah bentuk asuransi kesehatan sosial, yang mana iuran kepesertaan program tersebut ditanggung oleh pemerintah. Analisis cross-section terhadap data Susenas Maret 2016 dilakukan untuk mengetahui pengaruh kepesertaan PBI terhadap pengeluaran kesehatan OOP per kapita rumah tangga, secara kondisional terhadap penggunaan layanan kesehatan berupa rawat jalan dan rawat inap. Strategi empiris didahului dengan pencocokan sampel melalui propensity score matching PSM , untuk kemudian dilanjutkan dengan pemodelan dua bagian yang dilakukan secara terpisah untuk kedua jenis layanan kesehatan yang diteliti. Bagian pertama mencakup estimasi pengaruh kepesertaan PBI terhadap kecenderungan penggunaan kedua jenis layanan kesehatan melalui pemodelan probit dengan variabel instrumen IV ; sementara bagian kedua menggunakan pemodelan two-staged least square 2SLS dengan variabel instrumen IV untuk mendapatkan besaran pengaruh kepesertaan PBI terhadap biaya kesehatan OOP per kapita, secara kondisional terhadap penggunaan layanan kesehatan rawat jalan maupun rawat inap. Estimasi dengan menggunakan variabel instrumen ini dilakukan untuk mengatasi masalah endogenitas di dalam variabel kepesertaan PBI yang diduga terjadi tidak secara acak. Ditemukan indikasi bahwa peserta PBI memiliki kecenderungan yang lebih besar dalam menggunakan layanan kesehatan berupa rawat jalan maupun rawat inap, dengan besaran terbatas untuk keduanya, bila dibandingkan dengan non peserta PBI. Dalam konteks layanan rawat jalan, peserta PBI secara rata-rata membayar 13,87 lebih rendah daripada non peserta PBI. Sementara untuk layanan rawat inap, secara rata-rata peserta PBI teramati membayar 51,14 lebih rendah daripada non peserta PBI. Hasil estimasi juga menemukan peranan variabel kontrol seperti tingkat ekonomi rumah tangga, konsentrasi jumlah tenaga kesehatan di dalam masyarakat, dan status rumah tangga sebagai penerima program-program perlindungan sosial lain, sebagai kontributor besaran pengeluaran kesehatan OOP per kapita yang signifikan. Secara umum ditemukan bahwa proteksi finansial sudah didapatkan oleh peserta PBI dalam konteks utilisasi untuk kedua jenis layanan kesehatan.

ABSTRACT
This study aims to investigate the effects of social health insurance in regards with financial protection for its rsquo participants, within the implementation of the National Health Insurance program rsquo s framework in Indonesia. PBI BPJS Kesehatan is a form of social health insurance, in which the membership dues of the program is borne by the government. Cross section analysis using March 2016 rsquo s Susenas was conducted to determine the effect of PBI participation on out of pocket OOP per capita health expenditure, conditional on the use of outpatient and inpatient health services. Empirical strategy of matching the relevant samples through propensity score matching PSM procedures was done in order to create the base of the analysis, which then followed by a two part model that was done separately for both types of health services. The first part includes estimating the effect of PBI participation on the probability of the use of both types of health services utilizing probit with instrument variables IV specifications while the second part make use of two staged least square 2SLS with IV to obtain the magnitude of effect from PBI participation on OOP per capita health expenditures, conditional on the use of each health services. Estimation using IV was performed to account the problem of endogenity within PBI membership variable which was suspected to occur not randomly. Estimation results indicated greater propensity for PBI participants to be accessing both type of outpatient and inpatient health services, both with limited positive effect, as compared with non PBI participants. For outpatient services, PBI participants on average paid 13.87 less than non PBI participants. Whereas for inpatient services, on average PBI participants paid 51.14 less than non PBI participants. The estimation result also found the role of control variables of secondary interest such as households rsquo economic level, health workers density within the community, and households rsquo status as recipients of other social protection programs, as significant contributors of OOP per capita health expenditures. In general, this study found that PBI participants have received some form of financial protection conditional on utilizing either types of health services."
2018
T51644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Paramita Bawie
"Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca GRK dibandingkan skenario Business As Usual BAU . Selama 2010-2014, Provinsi Riau adalah emiter terbesar 22,7 dari total emisi GRK Nasional sebesar 7.942,46 juta ton CO2e, sedangkan Provinsi Jawa Tengah memiliki tingkat emisi GRK per luasan wilayah dengan tingkat pertumbuhan tertinggi 145,2 dibandingkan rata-rata pertumbuhan emisi GRK Nasional sebesar 134,7. Dengan menggunakan regresi panel data tingkat provinsi, ditemukan bahwa pemberlakuan Peraturan Daerah mengenai RAD-GRK tidak efektif mengurangi emisi GRK serta hubungan negatif dan signifikan antara rasio gini terhadap emisi GRK sedangkan PDRB per kapita memiliki hubungan positif dan signifikan. Direkomendasikan untuk mengelola penggunaan sumber daya secara efektif untuk setiap satu satuan PDRB per kapita serta meningkatkan komitmen Pemerintah Daerah untuk mendukung pencapaian target penurunan emisi GRK nasional.

Indonesia is committed to reduce Greenhouse Gas GHG emissions compared to Business As Usual BAU scenarios. During 2010 2014, Riau was the largest emitter 22.7 of total GHG emissions of 7,942.46 million tons of CO2e , while Central Java had the highest GHG emission rate per area with 145.2 national GHG emissions growth average of 134.7. Using provincial data panel regression, it was found that the enactment of Local Regulation on RAD GRK has not been effective in reducing GHG emission and negative and significant relation between gini ratio to GHG emission while GRDP per capita has positive and significant relation. It is recommended to effectively manage the use of resources for each one per capita GRDP and increase the commitment of Local Government to support the achievement of national GHG emission reduction targets."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49960
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>