Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fisch, Michael J.
New York: McGraw-Hill, Medical, 2007
616.994 FIS c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Suwandy
"Nyeri kanker timbul pada sekitar 40% pasien kanker dan meningkat hingga 75-80% saat kankernya menyebar. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis dengan opioid dapat menimbulkan efek samping, toleransi dan adiksi, sehingga diperlukan modalitas lain dalam mengatasi nyeri kanker. Akupunktur merupakan suatu modalitas terapi yang banyak digunakan untuk membantu kondisi ini. Penelitian terhadap penggunaan akupunktur aurikular sebagai terapi untuk nyeri kanker masih sedikit, dan belum terdapat suatu tinjauan sistematis untuk menilainya. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui efektivitas akupunktur aurikular pada nyeri kanker. Tinjauan sistematis ini menggunakan daftar periksa PRISMA. Dari 3 studi yang dianalisis, semuanya menunjukkan penurunan intensitas nyeri dan terdapat luaran tambahan berupa pengurangan dosis analgesik harian, jumlah obat, dan posisi dalam WHO analgesic ladder. Kualitas studi yang dinilai dengan Cochrane Risk of Bias Tool terbaru dan GRADE mengungkapkan bahwa meski terdapat risiko bias yang digunakan pada dua studi, namun masih termasuk dalam rekomendasi Moderate, sementara studi oleh Ruela dkk (2018) mendapat rekomendasi High. Dapat disimpulkan, meskipun studi yang dianalisa masih sedikit, namun kualitasnya cukup baik dalam memaparkan efektivitas akupunktur aurikular pada nyeri kanker.

Cancer pain occurs in about 40% of cancer patients and increases to 75-80% when the cancer spreads. Pharmacological pain management with opioids can cause side effects, tolerance and addiction, so other modalities are needed in dealing with cancer pain. Acupuncture is a widely therapeutic modality to help this condition. There is little research of auricular acupuncture as a therapy for cancer pain, and there is no a systematic review to assess it. The purpose of this paper is to determine the effectiveness of auricular acupuncture on cancer pain. This systematic review uses the PRISMA checklist. Of the 3 studies analyzed, all showed a decrease in pain intensity and additional outcomes that is a reduction in the daily analgesic dose, drug amount, and position in the WHO analgesic ladder. The quality of the study assessed by Cochrane Risk of Bias Tool and GRADE revealed that although there was a risk of bias used in the two studies, it was still included in the Moderate recommendation, while the study by Ruela (2018) received a High recommendation. It can be concluded, although the studies analyzed are still few, they are of good quality in describing the effectiveness of auricular acupuncture in cancer pain."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina Patricia Chandra
"Kanker paru-paru menduduki posisi ketiga jenis kanker tertinggi di Indonesia. Nyeri kanker adalah salah satu gejala paling umum yang terjadi pada pasien kanker. Pemberian opioid sebagai pereda nyeri memiliki banyak efek samping yang dapat bersifat fatal seiring meningkatnya dosis opioid. Oleh sebab itu, alternatif yang dapat dilakukan adalah mengombinasikan adjuvan pada terapi opioid. Gabapentin adalah antikonvulsan yang sering dipakai sebagai adjuvan terapi opioid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian gabapentin sebagai adjuvan opioid terhadap dosis opioid dan intensitas nyeri kanker pada pasien kanker paru-paru. Jumlah sampel yang diperoleh untuk kelompok terapi opioid adalah 43 pasien dan jumlah sampel yang diperoleh untuk kelompok opioid dengan gabapentin adalah 34 pasien. Tidak menemukan adanya perbedaan dosis opioid dan intensitas nyeri yang signifikan antara kelompok pasien yang menerima opioid saja dan yang menerima opioid dengan gabapentin. Mayoritas pasien (44,15%) dari keseluruhan pasien mengalami bebas nyeri pada akhir terapi. 79,06% pasien yang diterapi dengan opioid dan 88,24% pasien pada kelompok opioid dengan gabapentin mengalami penurunan intensitas nyeri > 50% pada akhir terapi. Peran gabapentin dalam menurunkan dosis opioid dan menurunkan intensitas nyeri pasien kanker paru-paru masih perlu diteliti lebih lanjut.

Lung cancer is the third most prevalent cancer in Indonesia. Cancer pain is one of the most common symptoms experienced by cancer patients. Opioids as treatment of cancer pain has numerous adverse effects which may be fatal along with the increase of its doses. Therefore, combining opioids with its adjuvant serves as an alternative to minimize its negative effects. This study aims to determine the effects of gabapentin as opioid adjuvant on opioid dose and pain intensity in lung cancer patients. The sample size obtained for the opioid group is 43 patients and 34 for the opioid with gabapentin group. No significant difference of opioid dose and pain intensity between patients who received opioid and patients who received opioid with gabapentin. The majority of patients (44,15%) of all included patients are pain-free at the end of their therapy. 79,06% of patients with opioid therapy and 88,24% patients with opioid and gabapentin have a > 50% decrease of pain intensity at the end of their therapy. The role of gabapentin in decreasing opioid dose and pain intensity in lung cancer patients need to be studied further."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hubert Andrew
"Kanker payudara adalah kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Dengan prevalensi sebesar 30–50%, nyeri kanker adalah salah satu komplikasi kanker tersering yang dapat menurunkan mutu hidup penderitanya. Nyeri kanker, yang merupakan sejenis nyeri campuran, dapat diakibatkan oleh perjalanan penyakit atau terapi antikanker. Umumnya nyeri kanker ditangani dengan pemberian opioid dengan/tanpa adjuvan. Namun, opioid memiliki efek samping yang bersifat dose-dependent sehingga penggunaannya harus tepat guna agar memaksimalkan manfaatnya sekaligus meminimalisasi risikonya. Studi ini meneliti efek dari pemberian adjuvan gabapentin terhadap intensitas nyeri dan dosis opioid pasien dengan nyeri kanker payudara. Data rekam medis dari 58 pasien dengan nyeri kanker payudara dari dua rumah sakit rujukan di Jakarta diinklusi untuk studi kohort retrospektif ini. Data yang diambil meliputi profil klinis pasien, derajat nyeri, dan dosis opioid. Analisis statistik tidak menemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam median intensitas nyeri maupun median dosis opioid antara kelompok pasien dengan nyeri kanker payudara yang menerima adjuvan gabapentin dengan yang tidak. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan peran gabapentin sebagai adjuvan dalam tata laksana nyeri kanker. Penelitian-penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak jumlah pasien dan mengendalikan faktor-faktor perancu seperti status opioid dan pemberian adjuvan lain.

Breast cancer is the most prevalent cancer in Indonesia. With a prevalence of 30–50%, cancer pain is a frequent complication of cancer which may lower patient quality of life. Cancer pain, a type of mixed pain, may develop from cancer progression or anticancer therapy. Opioids with/without adjuvants are usually administered to manage cancer pain. However, opioids are associated with dose-dependent side effects. Hence, the administration of opioids should be efficient to maximize benefit and minimize risks. This research studied the effect of adjuvant gabapentin administration on the severity of pain and opioid dose of patients with breast cancer pain. This retrospective cohort study included medical records from 58 patients with breast cancer pain from two tertiary hospital in Jakarta. Patients’ clinical profile, pain severity level, and opioid doses were collected. Statistical analyses did not find a significant difference in median pain severity level and median opioid dose between patients with breast cancer pain who received gabapentin and those who do not. Further research is warranted to determine the role of gabapentin as adjuvant in the management of cancer pain. Future studies should increase the sample size and control confounders such as opioid status and the administration of other adjuvants."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alma Milania Djamal
"Latar Belakang Kanker nasofaring menduduki peringkat keempat kanker terbanyak di Indonesia. Di antara gejala-gejalanya, sakit kepala sering dilaporkan dan terkadang menjadi satu- satunya keluhan. Opioid telah lama menjadi pendekatan utama untuk mengatasi nyeri kanker neuropatik; namun efektivitasnya sering kali dianggap kurang optimal. Akibatnya, obat-obatan tambahan, termasuk Gabapentin, sering kali diintegrasikan ke dalam rejimen pengobatan untuk meningkatkan manajemen nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kemanjuran terapi opioid saja dan terapi kombinasi dalam pengobatan nyeri kanker. Metode Sebuah studi kohort retrospektif dilakukan dengan meninjau rekam medis dari dua rumah sakit di Jakarta, Indonesia. Penelitian ini mencakup sampel 139 pasien yang didiagnosis menderita kanker nasofaring. Ekstraksi data meliputi demografi pasien, resep opioid awal dan akhir, intensitas nyeri awal dan akhir yang dinilai dengan Numerical Rating Scale (NRS), jenis kanker nasofaring, dan peresepan gabapentin. Hasil Analisis statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam rata-rata penurunan NRS. Pasien dalam kelompok terapi kombinasi, termasuk gabapentin sebagai bahan pembantu, mengalami penurunan rata-rata skor Numerical Rating Scale (NRS) sebesar 2,141, sedangkan pasien pada kelompok opioid saja mengalami penurunan rata-rata skor NRS sebesar 0,894. Kesimpulan Studi ini menyoroti penurunan signifikan secara statistik pada rata-rata skor NRS, yang menegaskan potensi kemanjuran gabapentin sebagai bahan tambahan opioid dalam mengurangi nyeri kanker di antara pasien kanker nasofaring.

Introduction Nasopharyngeal cancer ranks as the fourth most prevalent cancer in Indonesia. Among its symptoms, headaches are frequently reported and, at times, can be the sole complaint. Opioids have long been the primary approach to managing neuropathic cancer pain; nonetheless, their effectiveness is often considered suboptimal. As a result, adjuvant medications, including Gabapentin, are frequently integrated into treatment regimens to augment pain management. This study aims to compare the efficacy of opioid-only and combination therapy in the treatment of cancer pain. Method A retrospective cohort study was undertaken by reviewing medical records from two hospitals in Jakarta, Indonesia. The study encompassed a sample of 139 patients diagnosed with nasopharyngeal cancer. Data extraction included patient demographics, initial and final opioid prescriptions, initial and final pain intensity assessed by the Numerical Rating Scale (NRS), type of nasopharyngeal cancer, and the prescription of gabapentin. Results Statistical analysis demonstrated a significant difference in mean NRS reduction. Patients in the combination therapy group, including gabapentin as an adjuvant, experienced a mean reduction of 2.141 in Numerical Rating Scale (NRS) scores, while those in the opioid-only group had a mean reduction of 0.894 in NRS scores. Conclusion The study highlighted the statistically significant reduction in mean NRS scores, affirming the potential efficacy of gabapentin as an adjuvant to opioids in alleviating cancer pain among nasopharyngeal cancer patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Sulistyowati
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh aromaterapi dengan cara masase dalam menurunkan tingkat persepsi nyeri kanker dengan menggunakan quasi eksperiment, yang menggunakan sampel 17 responden, masing-masing responden menjalani tahap periode kontrol selama 6 hari dan periode intervensi selama 6 kali. Instrumen yang digunakan untuk mengukur nyeri adalah Visual Analog Scale (VAS) yang dikombinasikan dengan Numeric Rating Scale (NRS) dengan skala 0-10. Pengumpulan data dilakukan dengan bantuan kolektor data. Data yang terkumpul dan yang memenuhi kriteria dianalisa secara univariat dan bivariat dengan menggunakan paired t-test dan independent t-test. Hasil penelitian menunjukkan walaupun pada periode kontrol dan periode intervensi tingkat persepsi nyeri responden sama-sama menurun, tetapi pada periode intervensi penurunan tingkat persepsi nyeri lebih bermakna
(p= 0,00, α=0,05). Kombinasi terapi analgetik ditambah aromaterapi secara masase lebih efektif jika dibandingkan dengan responden yang hanya mendapatkan terapi analgetik sebagai terapi tunggal untuk menurunkan tingkat persepsi nyeri kanker. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi peningkatan pelayanan, pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan serta bagi pengambil kebijakan untuk menggunakan aromaterapi dalam praktek keperawatan profesional. Penelitian lanjut mengenai terapi ini disarankan untuk menggunakan terapi ini pada penurunan kecemasan, peningkatan pola tidur dan penurunan nyeri pasca bedah melalui penelitian kuantitatif.

ABSTRACT
This quasi experimental research was aimed to identifying the effect of aromatherapy massage on cancer pain by reducing the perception level of pain. Seventeen participants was employed, each has control period for 6 days and intervention period for 6 times. The tool used for measuring pain was Visual Analogue Scale (VAS) combined with Numeric Rating Scale (NRS) in 1-10 scales. Aromatherapy product used in this study was essential oil mixed with base oil, the mixture comparation was 8 drops of essential oil and 15 ml base oil. The data was collected by data collector and analized in univariate and bivariate approach using paired t-test and independent t-test. The result showed eventhough the pain perception level was reducing at both periods, the pain reduction was significant at intervention period than control period (p= 0,00, α=0,05). Analgesic therapy combined with aromatherapy massage is more effective compared to analgesic therapy as a single therapy in reducing cancer pain perception level. This study is expected to give benefit for the improvement in nursing service, education and nursing science development. It is suggested to the policy maker to use aromatherapy in professional nursing practice. It is recommended for further research in this therapy to use this therapy in anxiety reduction, sleep pattern improvement and post surgery pain relief in quantitative and qualitative study."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Okki Kardian
"ABSTRAK
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) penyakit infeksi paru yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 yang sudah menyebar kehampir seluruh negara di dunia. SARS-CoV-2 menyebar sangat cepat dan progresif melalui droplet baik itu ketika penderia batuk, bersin atau berbicara. Kematian akibat Covid-19 paling banyak terjadi pada pasien usia lanjut dan pasien yang memiliki komorbid seperti diabetes mellitus, penyakit jantung dan kanker. Penurunan sistem imun (immunocompromised) pada pasien kanker baik akibat kondisi kankernya atau akibat dari terapi anti kanker yang pasien jalani, dapat mengakibatkan pasien rentan terpapar Covid-19 yang akan memperparah kondisi pasien. Pasien kanker stadium lanjut dengan Covid-19 merupakan pasien terminal dan perlu pendekatan asuhan keperawatan peacefull end of life (PEOL) untuk merawatnya. Namun kondisi yang mengharuskan pasien dirawat di ruang isolasi, yang membuat penerapan perawatan PEOL tidak dilakukan secara optimal dan dapat membuat masalah psikologis. Studi kasus ini melibatkan pasien perempuan berusia 43 tahun, dengan kanker payudara metastasis multiple tulang dan suspek covid-19. Masalah nyeri kronis dan ansietas muncul pada pasien, sehinga perlunya intervensi keperawatan untuk mengatasinya. Setelah diberikan terapi murottal selama 3x24 jam, maka pasien dapat mengontrol nyeri, tidak terdapat renjatan nyeri, dan ansietas berkurang. Penerapan terapi murottal dinilai efektif untuk menurunkan nyeri dan cemas sehingga pasien terbebas dari nyeri dan klien dapat lebih siap mengahadapi fase akhir kehidupan.

ABSTRACT
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) is a lung infection disease caused by the SARS-CoV-2 virus that has spread to almost all countries in the world. SARS-CoV-2 spreads very fast and progressively through droplets whether the person is coughing, sneezing or talking. Deaths from Covid-19 are most common in elderly patients and patients who have comorbidities such as diabetes mellitus, heart disease and cancer. Decreased immune system (immunocompromised) in cancer patients either due to the condition of the cancer or as a result of anti-cancer therapy that the patient is undergoing, can result the patient being able to be infected by SARS-CoV-2, which will worsen the patient's condition. End-stage cancer with suspect covid-19 are terminal patients and need a Peaceful End of Life (PEOL) nursing care approach to treat them. However, conditions that require patients to be treated in isolation ward, which makes the application of PEOL is not carried out optimally and can create psychological problems. This case study involved a 43-year-old female patient, with multiple metastatic breast cancer and a suspect covid-19. The problem of chronic pain and anxiety arises in patients, so the need for nursing intervention to overcome it. After patient was being given murottal therapy, the pain scale decreases, the patient can control the pain, there is no shock pain and anxiety decrease. The application of murottal therapy is considered effective in reducing pain and anxiety so that patients are free from pain and the client can be better prepared for the final phase of life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fandy Erlangga Putra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Di Indonesia diperkirakan ada 100 pasien kanker baru per 100.000 penduduk setiap tahun dan nyeri menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi pasien dengan kanker. Paint Management Index (PMI) adalah suatu instrumen untuk menilai tingkat kesesuaian terapi nyeri kanker yang dibuat berdasarkan panduan terapi nyeri kanker WHO dan Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR). Kesesuaian terapi nyeri dinyatakan baik bila pemberian obat analgesik sesuai dengan kualitas nyeri yang dikeluhkan pasien.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan latar belakang dokter PPDS dengan tingkat kesesuaian terapi nyeri pada pasien kanker berdasarkan PMI.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Populasi penelitian adalah pasien kanker yang berobat rawat jalan maupun rawat inap di RSCM. Sampel diambil dengan metode consecutive. Data penelitian didapatkan melalui wawancara Subjek penelitian. Data dianalisis menggunakan uji chi-square dan nilai p yang dianggap bermakna apabila kurang dari 0,05.
Hasil: Sampel sebanyak 98 pasien kanker dengan rerata usia 47,2 ± 13,4 tahun dan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan (52%). Lokasi kanker tertinggi pada daerah genital (23,5%) dengan stadium kanker terbanyak pada stadium 3 (38,7%). Median intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi ada pada skala nyeri 4 (1-9) dan 1 (0-6). Latar belakang pendidikan dokter berasal dari 5 departemen dengan tahun pendidikan terbanyak pada tahun ketiga (54,1%). Proporsi kesesuaian terapi Antinyeri (Skor PMI ≥ 0) sebesar 54,1%. Hubungan antara kesesuaian terapi nyeri dengan latar belakang pendidikan dokter PPDS (p<0,001) dan tahun pendidikan (p=0,022).
Simpulan: Proporsi kesesuaian terapi nyeri pada pasien kanker di RSCM sebesar 54,1% dan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dan latar belakang pendidikan dokter PPDS dalam kesesuaian terapi nyeri kanker.

ABSTRACT
Background: In Indonesia, there are an estimated 100 new cancer patients per 100.000 populations every year and pain becomes one of the major problems faced by patients with cancer. Paint Management Index (PMI) is an instrument to assess the suitability of cancer pain therapy which is based on the WHO cancer pain treatment guidelines and Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR). Suitability of pain therapy is considered good when giving analgesics according to the pain quality which complained by the patient.
Aim: To know the relationship between level of education and background of doctors who participate in specialist medical education program with the suitability of pain therapy in cancer patients based on PMI.
Method: This study used a cross-sectional design. The study population was outpatients or inpatients with cancer at the RSCM. Samples were taken with consecutive sampling. Data were obtained through interview with the subjects. Data were analyzed using chisquare test and p values were considered significant if lower than 0.05.
Result: There were 98 cancer patients with a mean age of 47.2 ± 13.4 years and most were female (52%). Highest location of cancers was in the genital area (23.5%) and cancer stage mostly in stage 3 (38.7%). Median of pain intensity before and after the therapy were 4 (1-9) and 1 (0-6) respectively. Doctors? educational background came from 5 different departments with the highest level of education was in the third year (54.1%). Suitability of anti-pain therapy (PMI Score ≥ 0) was 54.1%. The relationship between the suitability of pain therapy by doctors who participate in specialist medical education program (p <0.001) and level of education (p = 0.022).
Conclusion: Suitability of anti-pain therapy in cancer patients in RSCM was 54,1% and there was association between the suitability of pain therapy by doctors who participate in specialist medical education program and level of education.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudirman
"ABSTRAK
Angka kejadian kanker payudara di Indonesia tertinggi diantara jenis kanker pada
wanita dengan prevalensi nyeri diperkirakan 40-89%. Tujuan penelitian ini adalah
mengembangkan model pengelolaan nyeri berbasis kenyamanan dengan strategi
coaching dan mengidentifikasi pengaruhnya terhadap derajat nyeri, kenyamanan, dan
kualitas hidup pasien kanker payudara. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap,
yaitu tahap 1 berupa penelitian deskriptif kualitatif dan pengembangan model, serta
tahap 2 berupa penelitian kuasi eksperimen pre-post test control group design.
Metode sampling tahap 1 digunakan purposive sampling dengan 11 partisipan. Tahap
2 sampel dipilih secara consecutive sampling dengan jumlah 64 responden (32 pasien
kelompok intervensi dan 32 pasien kelompok kontrol). Hasil penelitian tahap satu
teridentifikasi 12 tema dan dihasilkan model pengelolaan nyeri berbasis kenyamanan
beserta perangkatnya. Hasil penelitian tahap dua membuktikan bahwa ada pengaruh
yang signifikan dari model pengelolaan nyeri berbasis kenyamanan dengan strategi
coaching terhadap penurunan derajat nyeri, peningkatan kenyamanan, peningkatan
status fungsional dan perbaikan status gejala pasien kanker payudara. Namun, tidak
ada pengaruh pada status kesehatan/kualitas hidup global. Rekomendasi penelitian
hendaknya perawat menerapkan model pengelolaan nyeri berbasis kenyamanan
sebagai bentuk nyata pengelolaan nyeri kanker secara holistik dalam pelayanan
keperawatan.

ABSTRACT
Incidence of breast cancer in Indonesia is still the highest among the other type of
cancer deseases on women with the prevalence of pain estimated from 40 ? 89
per cent. The purpose of this research was to develop model of pain management
based on comfort with coaching strategy and identify its effect on pain severity,
comfort, and quality of life patient breast cancer. This study was conducted in two
stages. The first stage was descriptive qualitative research and the development of
model. The second stage was quasi-experimental research with pre - post test control
group design. The sampling method that used to stage 1 was purposive sampling
with 11 partisipants. Sampling method on stage 2 this study was consecutive
sampling with 64 breast cancer patients (32 respondents as intervention group and 32
respondents as control group). The first stage of the study resulted 12 themes and has
resulted the model of pain management based on comfort and its devices. The second
stage of research proved that there were significance effects from the model of pain
mnagement based on comfort with coaching strategy toward decreasing pain
severity, increasing comfort and functional status, and repairing symptom status for
breast cancer patients. However, there was no effect on global health status/quality of
life. This study recommends that nurse should apply the model of pain management
based on comfort as a concrete holistic cancer pain management in setting practice of
nursing care."
2016
D2210
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Setyowati
"ABSTRAK
Nyeri merupakan masalah yang sering dihadapi anak dengan kanker. Penatalaksanaan nyeri saat ini belum optimal sehingga meningkatkan morbiditas pada pasien kanker khususnya pada anak. Karya ilmiah ini disusun dengan tujuan untuk menggambarkan aplikasi Theory of Unpleasant Symptoms (TOUS) pada anak yang mengalami nyeri kanker dan optimalisasi peran perawat dalam memberikan edukasi manajemen nyeri pada anak dan keluarga. TOUS memiliki tiga komponen yaitu gejala, faktor yang mempengaruhi dan penampilan akhir klien. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan serta dapat diintegrasikan dalam asuhan keperawatan anak. Aplikasi TOUS dan optimalisasi edukasi manajemen nyeri yang diberikan pada lima klien kelolaan efektif dalam meningkatkan kualitas hidup klien. Aplikasi TOUS pada asuhan keperawatan anak harus memperhatikan aspek tumbuh kembang dan psikologis anak.

ABSTRACT
Pain is a common symptom experienced by children with cancer. Currently pain management is not optimized thereby increasing morbidity in patients with cancer, particularly in children. The purpose of this final scientific writing is to give an overview of applications Theory of Unpleasant Symptoms (TOUS) in nursing care for cancer children with pain, this paper also described optimize the role of nurses in providing education management of pain in children and families. TOUS has three components: symptoms, and the factors that affect the final appearance of the client. The three components are interrelated and can be integrated in nursing care for children. Application of TOUS and optimizing pain management which was given for five patient show that was increasing quality of life in patient. Application TOUS on nursing care of children should pay attention to the psychological aspect of growth and development.
"
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>