Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Dwinta Nurul Puteri
"Indonesia dan Malaysia melakukan kesepakatan yang dinamakan kesepakatan Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia (Sosek Malindo) yang dibuat secara tertulis dan diatur oleh hukum yang diakui oleh kedua negara tersebut. Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010 Tentang Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang, Awak Sarana, Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman. Pada Pasal 19 Ayat 1 disebutkan bahwa Setiap Pelintas Batas yang membawa barang impor, wajib memiliki KILB. KILB adalah Kartu Identitas Lintas Batas yang dikeluarkan oleh Kantor Pabean yang membawahi Pos Pemeriksaan Lintas Batas yang diberikan kepada Pelintas Batas setelah dipenuhi persyaratan tertentu. Berdasarkan peraturan mengenai pembebasan membayar bea dan cukai berdasarkan Border Trade Agreement yang dibatasi hingga 600 RM yang diberlakukan bagi masyarakat perbatasan, menimbulkan berbagai dampak yang secara tidak langsung dirasakan, yaitu hilangnya rasa nasionalisme sebagai warga negara karena kurangnya perhatian dari pemerintah dan KILB juga dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang disebut “tengkulak” untuk memasukkan barang dari Malaysia dalam jumlah besar dan kemudian dijual kembali di wilayah perbatasan tanpa dikenai pajak. Penelitian ini merupakan penelitian hukum, yakni suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan kegiatan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu kemudian melakukan analisa maupun pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum. Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa pelanggaran KILB masih kerap terjadi pada wilayah perbatasan dan rasa cinta terhadap produk negara tetangga masih sangat tinggi. Pemerintah diharapkan hadir secara optimal dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat perbatasan, agar penyalahgunaan menggunakan KILB secara ilegal, dapat teratasi dan membantu perekonomian negara dengan lebih banyak ekspor daripada impor.
Both Indonesia and Malaysia had agreed to the Malaysia-Indonesia Socio-Economic Agreement (Sosek Malindo). The agreement is applied by The Ministry of Finance of Indonesia in Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010, concerning the Imported Goods Carried by Passengers, Crews of Facilities, Carriers, Border Crossers, and Shipments. Article 19 Section 1 states that every Border Crosser who carries imported goods is required to have a Cross-Border Identity Card (Kartu Identitas Lintas Batas, KILB) issued by the Customs Office in charge of the Cross-Border Checkpoint which is given to the Border Crosser after meeting certain requirements. The regulation regarding the exemption from paying customs and excise based on the Border Trade Agreement which is limited to 600 RM which is applied to border communities, causes various indirect impacts, namely reduced nationalism due to lack of government attention. KILB is also exploited by other parties, so-called “middlemen” (tengkulak) to import goods from Malaysia in large quantities and resell them in border areas without being taxed. This is a legal research, which is a scientific activity based on certain methods, systematics, and thought activities aimed at studying certain legal phenomena and then conducting in-depth analysis as well as examination of legal facts. It is found that KILB violations still occur in border areas. Therefore, the preference for the products of neighboring countries is still high. The government is expected to fulfill the needs of border citizen, so that the abuse of KILB can be stopped and help the country's economy by exporting more than importing."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Shella Hajura
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis hambatan pemerintah Indonesia menyelesaikan negosiasi pembaruan perjanjian perdagangan lintas batas Indonesia-Malaysia (BTA). Pertanyaan penelitian ini adalah mengapa pemerintah Indonesia belum menyelesaikan negosiasi pembaruan perjanjian BTA Indonesia-Malaysia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis kualitatif dengan menggunakan proses triangulasi untuk mengolah lebih dari satu jenis sumber data. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah studi dokumentasi dan wawancara. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, peneliti menggunakan teori Two-Level Games oleh Robert Putnam (1988). Alasan yang menyebabkan pemerintah Indonesia masih belum dapat menyelesaikan perjanjian perdagangan lintas batas Indonesia-Malaysia (BTA) adalah pemerintah Indonesia di tingkat domestik belum memiliki sikap dasar yang mengakibatkan negosiasi di tingkat bilateral Indonesia-Malaysia tidak berjalan. Terdapat empat kondisi yang mempengaruhi Indonesia di tingkat domestik belum memiliki sikap dasar, yaitu (1) Indonesia menghadapi berbagai kepentingan domestik yang menyulitkan Indonesia menghasilkan posisi dasar yang kuat, (2) Indonesia belum memiliki landasan hukum tentang perdagangan perbatasan yang lengkap sebagai pembahasan Indonesia menindaklanjuti pembaruan perjanjian BTA, (3) daya tawar pemerintah Indonesia yang rendah terhadap Malaysia, (4) Indonesia terjebak dilema kepentingan antara kepentingan domestik dan kepentingan Malaysia. Empat kondisi tersebut pada akhirnya mempengaruhi proses negosiasi di tingkat bilateral dan mengakibatkan pemerintah Malaysia memiliki sikap status quo terhadap perubahan perjanjian BTA.
This thesis aims to analyze obstacles for the Indonesian Government to complete negotiations on the renewal of the Indonesia-Malaysia Border Trade Agreement (BTA). The research question was on why the Indonesian Government had not yet completed negotiations on renewing the Indonesia-Malaysia BTA. This study used a qualitative analysis method with a triangulation process. Data collection techniques were documentation studies and interviews. To answer the research question, the Two-Level Games theory by Robert Putnam (1988) was used. The main argument of this research is that the Indonesian Government is still unable to complete the renewal of BTA because, at the domestic level, the Indonesian Government has not yet had an outlook on border trade, which has resulted in negotiations at the bilateral level not proceeding. This indicates four factors that contribute to the phenomenon. First, Indonesia faces various domestic interests that complicate the country to deliver a strong basic position. Second, Indonesia has not yet had a complete legal basis on border trade as a discussion to follow up on the BTA renewal. Third, the Indonesian Government’s bargaining power is low against Malaysia. Fourth, Indonesia has been trapped in a dilemma between domestic interests and Malaysian interests. These four conditions affect the negotiation process at the bilateral level and result in the Malaysian Government having a status quo towards the renewal of the BTA."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library