Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Mamora, Maria Kinara
"Indonesia merupakan negara yang sangat amat beragam dan kaya akan sumber daya hatinya. Bahkan, Indonesia merupakan negara megabiodiversity terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Akan tetapi, hingga saat ini peneliti Indonesia masih belum bisa menjadi pionir dalam bidang bioteknologi. Teknologi di Indonesia yang sangat tertinggal menjadi salah satu penyebab utama Industri bioteknologi sulit untuk bisa berkembang. Selama ini, Indonesia masih bergantung dengan negara luar dalam memanfaatkan sumber daya genetik yang menggunakan bioteknologi modern. Akibatnya Indonesia selama ini hanya menjadi negara penyedia sumber daya genetik untuk dimanfaatkan dan diolah bioprospektor asing. Permasalahan lain yang menyebabkan sulit berkembangnya bioprospeksi ialah masih terjadi praktek biopiracy di Indonesia. Peran dari pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini dan mendorong proses bioprospeksi untuk perkembangan industri bioteknologi di Indonesia sangatlah penting. Maka dari itu, diperlukan kerangka hukum yang ideal untuk bisa memajukan bioprospeksi oleh bioprospektor Indonesia dalam membangun industri bioteknologi yang mandiri.
Indonesia is a country that is very diverse and rich in its heart resources. In fact, Indonesia is the second-largest mega biodiversity country in the world after Brazil. However, Indonesian researchers have not yet been able to become pioneers in the field of biotechnology. Technology in Indonesia, which is very behind, is one of the main reasons why the biotechnology industry is difficult to develop. So far, Indonesia still depends on foreign countries in utilizing genetic resources using modern biotechnology. As a result, Indonesia has been the only country providing genetic resources to be utilized and processed by foreign bioprospectors. Another problem that makes it difficult is the practice of biopiracy in Indonesia. The role of the government in overcoming these problems and encouraging the bioprospection process for the development of the biotechnology industry in Indonesia is very important. Therefore, an ideal legal framework is needed to promote bioprospection by Indonesian bioprospectors in building an independent biotechnology industry. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Umar Badarsyah
"Masyarakat adat mendiami dan tersebar di seluruh dunia dari Kutub Utara sampai dengan Pasifik Selatan, mereka berjumlah sekitar 370 juta. Sebaran wilayah tempat tinggal mereka mencangkup 22 persen dari permukaan bumi yang secara kebetulan merupakan daerah di mana 80 persen konsentrasi keanekaragaman hayati dunia berada. Masyarakat adat memiliki keterikatan yang erat dengan alam. Keterikatan itu menjadikan mereka memiliki sikap hidup, cara pandang dan budaya yang sangat menghargai alam. Praktek kehidupan mereka selaras dengan upaya menjaga keanekaragaman hayati. Hukum Internasional melalui Konvensi Keanekargaman Hayati mulai mengapresiasi dan memberikan perlindungan kepada hak masyarakat adat atas keanekaragaman hayati. Meski demikian, praktek‐praktek perampasan hak atas tanah, wilayah, dan biopiracy masih marak terjadi. Masyarakat adat juga sampai saat ini masih berjuang untuk mendapatkan pengakuan penuh atas hak menentukan nasib mereka sendiri karena dengan adanya pengakuan hak inilah mereka tidak hanya dapat menjamin keberlangsungan mereka tetapi juga dapat meneruskan sumbangsih positif mereka dalam menjaga lingkungan dan keanekaragaman dunia. Melihat kesenjangan antara pengakuan dan perlindungan hukum dengan praktik yang terjadi atas hak masyarakat adat di bidang keanekaragaman hayati, skripsi ini berupaya memberikan gambaran bagaimana hukum internasional melindungi hak masyarakat adat di bidang keanekaragaman hayati? Bagaimana negara‐negara seperti Brazil, Kamerun, Australia dan Malaysia melindungi hak tersebut bagi masyarakat adat di negara mereka masing‐masing? Kemudian bagaimana Indonesia melindungi hak keanekaragaman hayati masyarakat adatnya?
Indigenous Peoples live and dwell stretch from north pole to southern pacific, approximately there are about 370 milions of them. They live in areas that cover 22 percents of earth surfaces, where apparently 80 percents of biological diversities concentrated. Indigenous peoples have strong and long ties with mother earth. The strong‐connection induces their ways of live, paradigms and cultures in so that they cherish, preserve and honor the nature. Their daily life practices intact with biodiversity preservation. Through the Convention of Biological Diversity, international law has begun to apreciate and protect Indigenous Peoples' Biodiversity Right. Nevertheless, practices of lands dispossession, miss‐appropriations of their traditional knowledges, biopiracy, existed until this very day. Meanwhile, Indigenous Peoples have been struggling to seek full acknowledgement of their self‐determination right, because with the recognition, they are not just may preserve their existance but also continue their positive contributions in preserving and protecting the environments and the world's biodiversity. Knowing the imbalance between the recognition, and protection of laws and negative practices against indigenous peoples right on biodiversity, this paper would like to draw how does international law protect indigenous peoples rights on biodiversity? How do international communities, specifically Brazil, Cameroon, Australia and Malaysia protect their Indigenous Peoples' Rights on biodiversity? Then, how Indonesia protecting such rights?"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S26246
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Albertus Jonathan Sukardi
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa pengetahuan tradisional telah digunakan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, terutama untuk tujuan komersial. Perusahaan-perusahaan besar telah memperoleh paten atas pengetahuan yang telah ada dan dipraktikkan selama berabad-abad, sehingga memicu reaksi negatif di kalangan masyarakat tradisional dari berbagai negara berkembang. Hal ini memperkuat opini publik mengenai ketegangan antara negara maju dan negara berkembang terkait pengaturan Hak Kekayaan Intelektual. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan untuk mengkaji penerapan paten terhadap pengetahuan tradisional. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengaturan khusus untuk melindungi pengetahuan tradisional belum memadai dan komprehensif, baik di tingkat domestik maupun internasional. Studi ini juga menunjukkan bahwa sistem paten perlu dimodifikasi untuk lebih melindungi pengetahuan tradisional, hal ini dapat dibuktikan dari kasus pembatalan paten dari berbagai yurisdiksi, termasuk kasus paten terhadap ayahuasca, tanaman mimba, dan jamu.
This research is motivated by the fact that traditional knowledge has been used in various aspects of human life, especially for commercial purposes. Big companies have obtained patents on knowledge that has existed and been practiced for centuries, sparking negative reactions among traditional societies from various developing countries. This strengthens public opinion regarding the tension between developed and developing countries regarding the regulation of Intellectual Property Rights. The author uses a normative juridical research method with a literature study to examine the application of patents to traditional knowledge. The results of the study show that special arrangements to protect traditional knowledge are not adequate and comprehensive, both at the domestic and international levels. This study also shows that the patent system needs to be modified to better protect traditional knowledge, this can be proven from patent cancellation cases from various jurisdictions, including patent cases against ayahuasca, neem, and herbal medicine."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library