Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabilah Anika
"Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kedudukan hukum bagi kreditur atau penerima fidusia yang beritikad baik, namun objek jaminannya dirampas oleh negara melalui putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Dalam melakukan penulisan, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif atau penelitian kepustakaan dan tipologi yang bersifat deskriptif. Putusan yang berkaitan dengan tulisan ini ada dalam Putusan No. 32 No. 32/PDT/2019/PT.BDG jo. Putusan No. 872 K/PDT/2020, para pihak dalam putusan tersebut adalah BCA Finance dan Kejaksaan Republik Indonesia. Permasalahan dalam skripsi ini dimulai dari tidak bisanya BCA Finance melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusianya atas pembiayaan konsumen yang dilakukannya dengan Sabilal Rusdi selaku Debitur. Hal ini dikarenakan Sabilal Rusdi telah melakukan tindak pidana yang mana melibatkan objek jaminan fidusianya dengan BCA Finance dan membuat benda tersebut harus dirampas oleh negara melalui Putusan No. 428 / Pid.Sus / 2017 / PN.Dpk. Perlindungan hukum belum diberikan kepada BCA Finance selaku kreditur karena objek jaminan fidusia nya tetap dirampas oleh negara, padahal selaku kreditur penerima fidusia seharusnya BCA Finance memiliki hak yang dilindungi atas objek jaminan dan kedudukan yang diutamakan selaku pemegang jaminan fidusia dalam undang-undang terkait. Oleh karena itu BCA Finance perlu melakukan upaya lebih lanjut supaya bisa memperoleh kembali utang yang belum dibayarkan oleh debitur dan bisa melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusianya.

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kedudukan hukum bagi kreditur atau penerima fidusia yang beritikad baik, namun objek jaminannya dirampas oleh negara melalui putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Dalam melakukan penulisan, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif atau penelitian kepustakaan dan tipologi yang bersifat deskriptif. Putusan yang berkaitan dengan tulisan ini ada dalam Putusan No. 32 No. 32/PDT/2019/PT.BDG jo. Putusan No. 872 K/PDT/2020, para pihak dalam putusan tersebut adalah BCA Finance dan Kejaksaan Republik Indonesia. Permasalahan dalam skripsi ini dimulai dari tidak bisanya BCA Finance melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusianya atas pembiayaan konsumen yang dilakukannya dengan Sabilal Rusdi selaku Debitur. Hal ini dikarenakan Sabilal Rusdi telah melakukan tindak pidana yang mana melibatkan objek jaminan fidusianya dengan BCA Finance dan membuat benda tersebut harus dirampas oleh negara melalui Putusan No. 428 / Pid.Sus / 2017 / PN.Dpk. Perlindungan hukum belum diberikan kepada BCA Finance selaku kreditur karena objek jaminan fidusia nya tetap dirampas oleh negara, padahal selaku kreditur penerima fidusia seharusnya BCA Finance memiliki hak yang dilindungi atas objek jaminan dan kedudukan yang diutamakan selaku pemegang jaminan fidusia dalam undang-undang terkait. Oleh karena itu BCA Finance perlu melakukan upaya lebih lanjut supaya bisa memperoleh kembali utang yang belum dibayarkan oleh debitur dan bisa melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusianya.

This writing aims to find out and analyze the legal position for creditors or recipients of good faith fiduciaries, but the object of the guarantee has been taken away by the state through a criminal ruling with permanent legal force. In doing writing, the author uses juridical-normative research methods or literature and typology research that is descriptive. The Judgement related to this writing is in Judgement No. 32 No. 32/PDT/2019/PT. BDG jo. Judgement No. 872 K/PDT/2020, the parties in the ruling are BCA Finance and the Prosecutor's Office of the Republic of Indonesia. The problem in this thesis starts from the inability of BCA Finance to execute the object of its fiduciary guarantee on consumer financing that it does with Sabilal Rusdi as Debtor. This is because Sabilal Rusdi has committed a criminal act involving the object of his fiduciary guarantee with BCA Finance and making the object must be taken away by the state through Judgement No. 428 / Pid.Sus / 2017 / PN.Dpk. Legal protection has not been given to BCA Finance as a creditor because the object of its fiduciary guarantee is still deprived by the state, even though as a creditor and fiduciary recipient the object should be given to BCA Finance. BCA Finance has a protected right to the object of guarantee and position that is prioritized as the holder of the fiduciary guarantee in the relevant law. Therefore, BCA Finance needs to make further efforts in order to recover debts that have not been paid by the debtor and can execute the object of his fiduciary guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Ghinaa S. Putri
"Penelitian ini membahas mengenai pertanggungjawaban pejabat pembuat akta tanah (PPAT) akta pemberian hak tanggungan (APHT) kepada pembeli terakhir/ pembeli yang beritikad baik (pembeli) dan perlindungan terhadap PPAT atas gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada pembeli tersebut. Tujuan pertanggungjawaban PPAT dan perlindungan kepada pembeli adalah memberikan analisis terkait permasalahan pertanggungjawaban dan perlindungan tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pertanggungjawaban PPAT terhadap APHT kepada pembeli yang dibatalkan dan perlindungan hukum terhadap PPAT atas gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada pembeli. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data kualitatif melalui data sekunder. Analisis dilakukan secara eksplanatoris. Analisis berdasarkan literatur dan studi kepustakaan untuk menjawab permasalahan sebelumnya. Hasil analisa yang diperoleh dalam penelitian ini menyatakan bahwa PPAT dapat bertanggungjawab secara administratif, yaitu pertanggungjawaban atas akta yang dibuatnya, karena dalam pembuatan APHT tersebut PPAT telah memenuhi sikap ketelitian dan memenuhi prinsip kehati-hatian, maka PPAT dapat mengajukan perlindungan hukum berdasarkan Permen ATR/BPN Nomor 2 tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah serta memberikan hak jawab nya kepada Hakim di tingkat peradilan untuk melindungi Pembeli tersebut dari gugatan PMH.

This research discusses the accountability of official leand dead maker (PPAT) deed of granting dependent rights (APHT) to the last buyer / buyer in good faith (buyer) and protection against PPAT for lawsuits against the law (PMH) to the buyer. The purpose of PPAT accountability and protection to buyers is to provide analysis related to the issue of accountability and protection. The issues raised in this study are about ppat liability to canceled buyers and legal protection against PPAT for lawsuits against the law (PMH) to buyers. This study uses normative juridical research method with qualitative data analysis through secondary data. The analysis is carried out explantically. Analysis based on literature and literature studies to answer previous problems. The results of the analysis obtained in this study stated that PPAT can be administratively responsible, namely accountability for the deed it makes, because in the manufacture of the APHT PPAT has fulfilled the attitude of thoroughness and meets the principle of prudence, then PPAT can apply for legal protection based on Permen ATR / BPN No. 2 of 2018 on The Construction and Supervision of the Land Deed Officials and give their right to answer to the Judge at the judicial level to protect the Buyer from pmh lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Elizabeth Taruli Lestari
"ABSTRAK
Pembeli lelang yang telah memenuhi prosedur lelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan seyogianya dilindungi oleh hukum. Namun, ternyata terdapat putusan yang mengalahkan pembeli lelang karena sertifikat hak milik yang dijadikan objek lelang seharusnya dimusnahkan oleh kantor pertanahan. Terhadap tanah yang sama telah muncul dua sertifikat berbeda yang masing-masing didapatkan melalui jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dan melalui mekanisme lelang. Tesis ini akan membahas mengenai bagaimanakah perlindungan pembeli lelang yang telah memenuhi prosedur sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta perlindungan hukum bagi kreditor yang telah menerima pembayaran dari pembeli lelang dalam dalam perkara Nomor 300 PK/Pdt/2009. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari kepustakaan. Dari pembahasan tesis ini, pembeli lelang dilindungi dengan cara mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pihak yang menerima pembayaran lelang melalui pengadilan negeri. Dalam kasus ini, kreditor tidak mendapatkan perlindungan. Untuk itu, ia dapat mengajukan gugatan ganti kerugian kepada kantor pertanahan terkait akibat timbulnya sertifikat ganda.

ABSTRACT
An auction purchaser who has complied with the auction procedure in accordance with the laws and regulations should be protected by law. However, there was a verdict which defeated the auction purchaser because of title certificate of the auction object should be destroyed by the land office. Over the same plot of land, there were two different certificates, each of it obtained through a land sale drawn up up before a Land Deed Official PPAT and another one obtained through the auction. This thesis discusses on how the protection of the auction purchaser where the auction conducted in accordance with prevailing laws and regulations as well as legal protection for a creditor who has been received the payment from the auction purchaser in Case Number 300 PK Pdt 2009. The method of this research is normative judicial method with the type of explanatory research using secondary data obtained from the literature. From the discussion of this thesis, the purchaser can be protected by way of filing a compensation claim to Denpasar District Court addressed to the creditor who has been received the auction payment. In this case, no legal protection given to the creditor and accordingly, they can file a compensation claim to the relevant land office because of the existence of double certificates issued caused by their action negligence.
"
2017
T47632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Gede Yudi Putra Wibawa
"Penelitian ini membahas mengenai keabsahaan pengalihan harta bersama dengan isteri pertama melalui persetujuan isteri kedua dalam akta jual beli tanah serta implikasinya terhadap pembeli tanah yang bersangkutan sebagaimana hal tersebut terjadi dalam perkara yang diputus oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 2273K/PDT/2021. Secara garis besar harta bersama A berupa tanah telah dialihkan oleh almarhum suaminya semasa hidupnya tanpa persetujuan A tetapi dengan persetujuan isteri lain secara dibawah tangan yang melampirkan akta nikah dan akta-akta lainnya, namun A tidak pernah mengetahui perkawinan tersebut. A mengajukan gugatan terhadap C karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyatakan Akta Jual Beli batal demi hukum, namun Majelis Hakim menolak gugatan. Dalam membahas permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal dengan analisis kualitatif. Adapun pembahasan yang diperoleh yaitu keabsahan pengalihan tanah SHM Nomor 2588 terkesan menggantung, di satu sisi Majelis Hakim menyatakan A berhak atas tanah SHM Nomor 2588 sedangkan Majelis Hakim menyatakan harus ada putusan pengadilan yang menyatakan terjadi pemalsuan terhadap identitas penjual tanah SHM Nomor 2588 dan merekomendasikan menggugat kepada penjual yang tidak berhak, akan tetapi penjual yaitu suaminya telah meninggal, yang semestinya Majelis Hakim menangguhkan pemeriksaan perkara untuk diteruskan kepada pejabat yang berwenang menuntut dugaan pemalsuan tersebut berdasarkan Pasal 138 Ayat (7) HIR dan Pasal 138 Ayat (8) HIR untuk mengetahui pihak yang harusnya digugat oleh A. Kepada C diberikan perlindungan hukum karena telah beritikad baik dalam membeli obyek jual beli tanah yang sesuai dengan prosedur/tata cara yang berlaku sehingga jual beli dianggap sah.

This research discusses the legality of transferring joint asset with the first wife through the consent of the second wife in the deed of sale and purchase of the land and the implications for the purchaser of the land that happened in a case decided by the Supreme Court through Decision Number 2273K/PDT/2021. A's joint asset in the form of the land was transferred by her late husband during his lifetime without A's consent but with the consent of another wife who attached a marriage certificate and other certificates, but A never knew about the marriage. A filed a lawsuit against C because he had committed an unlawful act and declared the sale and purchase deed null and void, but the Judges rejected the lawsuit. In discussing these problems using doctrinal research method with qualitative analysis. The results of this research are the validity of the transfer of the land of SHM Number 2588, the Judges stated that A had the right of the land of SHM Number 2588, while the Judges stated that there must be a court decision stating that there was falsification of the identity of the seller of the land of SHM Number 2588 and recommending suing the seller who is not have the right, but the seller, namely her husband, had died, the Judges should have postponed the examination of the case to be forwarded to the official authorized to prosecute the alleged forgery based on Article 138 Paragraph (7) HIR and Article 138 Paragraph (8) HIR to find out which party should be sued by A. C is given legal protection because he has good faith in buying the land of SHM Number 2588 with the procedures, so that the sale and purchase are considered valid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafila Khairunnisa Baesyir
"Penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap hak pembeli yang melakukan jual beli tanah warisan dengan salah satu ahli waris tanpa adanya persetujuan dan sepengetahuan ahli waris lainnya. Hak pembeli sebagai pembeli beritikad baik yang harus mendapatkan perlindungan hukum seringkali tidak dapat dipertahankan oleh hakim, sehingga perlu diteliti mengenai bagaimana kriteria pembeli beritikad baik yang diakui oleh hukum dan bagaimana bentuk perlindungan terhadap pembeli beritikad baik terhadap sengketa tanah. Metode penelitian yang digunakan adalah secara yuridis normatif. Fokus penelitian ini adalah mengetahui apakah Tergugat I yang merupakan pembeli tanah warisan tersebut termasuk ke dalam kriteria pembeli beritikad baik dan dapat diberikan perlindungan hukum atau tidak dengan didasari dari teori-teori peraturan perundang-undangan mengenai itikad baik, serta apa saja bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada Tergugat I sebagai pembeli jika termasuk ke dalam kriteria beritikad baik, dan terakhir penelitian ini akan mengelaborasi mengenai pertimbangan hakim dalam putusan, apakah sudah tepat atau tidak. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa putusan hakim kurang tepat dilihat dari teori-teori hukum yang berkembang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Walaupun putusan hakim lebih mengedepankan keadilan dibandingkan kepastian hukum itu sendiri, namun seharusnya dalam memberikan putusan hakim dapat mencerminkan putusan yang adil dan sesuai dengan norma hukum secara seimbang.

This thesis discusses about legal protection of buyer’s rights who buy inherited land with one of the heirs without the consent and knowledge of the other heirs. The rights of a well-intentioned buyer, who should receive legal protection, are often challenging for judges to uphold. Hence, it is necessary to examine the criteria for a bona fide buyer recognized by the law and the forms of protection available to bona fide buyers in land disputes. This thesis using normative juridical method. The focus of this thesis is to find out whether first Defendant, who is the buyer of the inherited land is included in the criteria for a good faith buyer and can be given legal protection or not by supporting the theories of laws and regulations regarding good faith, as well as what forms of legal protection can be given to first Defendant as a buyer if it is included in the criteria of good faith, and finally this research will elaborate on the judge's considerations in the decision, whether it is appropriate or not. The final results of this study indicate that the judge's decision is not quite right according to the developing legal theories and applicable laws and regulations. Even though the judge's decision prioritizes justice rather than legal certainty itself, however in giving decisions, judge's should be able to reflect a fair decision and in accordance with legal norms in a balanced manner way. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nitama Farsia
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap akta autentik yang dibuatnya apabila pihak yang menghadap kepadanya bukanlah pihak yang berwenang dan menyebabkan terjadinya sengketa pertanahan sehingga status Akta Jual Beli dan Sertipikat Hak Milik yang dikeluarkan oleh Pejabat Umum dan Kantor Pertanahan terkait menjadi tidak berlaku dan tidak memiliki kekuatan hukum. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tanggung jawab dari Pejabat Pembuat Akta Tanah atas Akta Jual Beli yang dibuatnya apabila pihak yang telah menghadap kepadanya telah memberikan keterangan palsu sehinnga dapat dikatakan bukanlah pihak berwenang, kemudian perlindungan hukum terhadap pembeli beritikad baik karena kehilangan hak untuk menguasai objek tanahnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang menitikberatkan bahan pustaka sebagai sumber penelitiannya. Adapun analisis data dilakukan secara sekunder, yaitu data yang tidak diperoleh langsung di lapangan melainkan berdasarkan studi kepustakaan. Hasil analisa adalah bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah terkait tidak turut terlibat dalam Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh pihak penghadap, sehingga Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak dapat diminta pertanggungjawabannya namun dapat diberikan sanksi administrasif, sedangkan karena Negara Indonesia menganut sistem publikasi negatif yang bertedensi positif sehingga Negara tidak memberikan perlindungan kepada pembeli beritikad baik apabila objek tanah yang dikuasainya diakui oleh pihak lain yang berhak secara sah untuk menguasainya. Namun, pembeli beritikad baik dapat mengajukan gugatan baru baik secara perdata maupun laporan pidana kepada pihak yang merugikannya. Kata kunci: Pejabat Pembuat Akta Tanah, Sengketa Pertanahan, Pembeli Beritikad Baik.

This research discusses the responsibility of the Land Deed Official to the authentic deed he made if the party facing him is not the authority and causes a land dispute so that the status of the Deed of Sale and Ownership issued by the Public Official and the relevant Land Office becomes invalid and has no legal force. The problem raised in this research is the responsibility of the Land Deed Official for the Deed of Sale and Purchase that he made if the party who has faced him has given false information so that it can be said that it is not the authorities, then the legal protection of the buyer is in good faith because of the loss of the right to control the object of his land. To answer the problem is used normative juridical research method, which is a research that emphasized library materials as the source of research. The data analysis is done secondaryly, namely data that is not obtained directly in the field but based on literature studies. The result of the analysis is that the relevant Land Deed Official is not involved in the Unlawful Acts carried out by the accuser, so that the Land Deed Official cannot be held accountable but can be given administrative sanctions, while because the State of Indonesia adheres to a system of negative publications that have a positive effect so that the State does not provide protection to the buyer in good faith if the land object he controls is recognized by other parties who are legally entitled to control it. However, good-faith buyers can file new lawsuits both civilly and criminally to those who harm them. Keywords: Land Deed Official, Land Dispute, Good Faith Buyer.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
jessica Theda
"Secara hukum, hibah tidak dapat ditarik kembali akan tetapi ada beberapa pengecualian, dapat ditarik kembali dan dapat dihapuskan oleh penghibah, dalam Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pembatalan hibah terhadap barang yang telah dihibahkan harus dikembalikan kepada penghibah dalam keadaan bersih dari beban-beban yang melekat. Namun bagaimana apabila barang yang dihibahkan tidak berada di dalam kekuasaan penerima hibah. Penelitian dilakukan dengan penelitian hukum eksplanatori yang bersifat penjelasan dan bertujuan untuk menguji suatu teori atau hipotesis guna memperkuat atau menolak teori atau hipotesis hasil penelitian yang ada, guna mempertegas hipotesa untuk memperkuat teori yang ada. Penulisan tulisan ini pendekatan undang-undang, dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum terkait. Status kepemilikan daripada objek tanah tetap berada di dalam kekuasaan pembeli hal ini juga mengingat asas pembeli beritikad baik dilindungi oleh hukum. Berdasarkan hal tersebut kemungkinan penuntutan ganti rugi maka alternatif yang dapat diambil adalah ganti rugi atas kerugian dalam bentuk uang, dengan mengingat asas pembeli beritikad baik dan poin utama penuntutan adalah oleh karena tidak dinafkahinya pemberi hibah. penerima hibah yang telah menjual objek hibah tersebut tidak mengembalikan objeknya melainkan harga. Peralihan dialihkan dengan jual beli maka kita merujuk kepada ketentuan pembeli beritikad baik yang mana dilindungi oleh hukum, maka pengembalian keadaan pada keadaan semula sulit untuk dilakukan. Alternatif yang dapat dituntut pemberi hibah adalah ganti rugi secara materiil. Penerima hibah merupakan penjual dari objek memiliki kewajiban untuk mengembalikan harga dari objek kepada pemberi hibah sesuai dengan harga pada saat gugatan dimasukkan.

By law, grants are irrevocable but there are some exceptions, withdrawable and can be written off by the granter, in Article 1688 of the Civil Code. The cancellation of the grant on the goods that have been granted must be returned to the granter in a clean state of the inherent burdens. But what if the goods granted are not within the power of the grantee. Research is carried out with explanatory law research that is explanatory and aims to test a theory or hypothesis to strengthen or reject existing research theories or hypotheses, in order to reinforce hypotheses to strengthen existing theories. The writing of this paper approaches legislation, by examining all laws and regulations related to related legal issues. The ownership status of the land object remains within the buyer's power this is also considering the principle of a good faith buyer is protected by law. Based on this possibility of indemnity prosecution, the alternative that can be taken is compensation for losses in the form of money, keeping in mind the principle of a good faith buyer and the main point of prosecution is because of the non-endurance of the grant giver. The grantee who has sold the grant object does not return the object but the price. The transition is diverted by buying and selling then we refer to the provisions of good faith buyers which are protected by law, then the return of circumstances in the original state is difficult to do. The alternative that grantees can demand is material indemnity. The grantee is the seller of the object having an obligation to return the price of the object to the grantor in accordance with the price at the time the lawsuit is entered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maxwell Kurniadi
"Pipil adalah salah satu bentuk dari surat pengenaan pajak atas tanah yang dianggap sebagai hak lama terhadap kepemilikan atas tanah sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria oleh masyarakat adat. Hak lama atas tanah yang minim informasi kepemilikannya dan tidak tercatat di Badan Pertanahan Nasional sering kali menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan untuk menguasai tanah secara “legal” dengan melakukan penipuan dalam pada salah satu syarat pendaftaran tanah untuk pertama kali. Perbuatan melawan hukum ini dilakukan pelaku dengan tujuan untuk meraup keuntungan melalui jual beli tanah kepada pihak ketiga selaku pembeli beritikad baik yang tidak mengetahui kebenaran sesungguhnya atas tanah tersebut dan mengakibatkan kerugian baik kepada pembeli maupun pemilik tanah sebenarnya. Oleh karena itu, tulisan ini menganalisis bagaimana kedudukan pihak ketiga beritikad baik dalam suatu sengketa jual beli tanah serta akibat hukum terhadap Sertipikat Hak Milik No. 1073/Desa Bunga Mekar dan Sertipikat Hak Milik No. 1074/Desa Bunga Mekar yang cacat hukum akibat penipuan pada pendaftaran pertama kali pada studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3540M/Pdt/2019. Penelitian ini menggunakan metode penelitian ilmu hukum doktrinal yang bersifat preskriptif dengan menggunakan metode penelitian normatif kualitatif berdasarkan studi dokumen. Prinsip itikad baik memberikan suatu perlindungan hukum terhadap pihak yang menerapkannya dengan memenuhi persyaratan jual beli yang ditentukan oleh undang-undang telah dipenuhi walaupun pada kenyataannya jual beli tersebut mengandung cacat hukum. Hasil produk hukum berupa Sertipikat Hak Milik No. 1073/Desa Bunga Mekar dan Sertipikat Hak Milik No. 1074/Desa Bunga Mekar dibatalkan demi hukum karena terjadinya kecacatan hukum dan Pipil No. 936, Persil No. 127b, Klas III kembali menjadi satu-satunya hak atas tanah yang pada tanah tersebut.

Pipil is a form of tax imposition letter on land which is considered an old right to land ownership before the enactment of Law Number 5 of 1960 concerning Agrarian Principles by indigenous peoples. Old land rights with minimal ownership information and not registered with the National Land Agency often become easy targets for criminals to control land "legally" by committing fraud in one of the land registration requirements for the first time. This unlawful act was carried out by the perpetrator with the aim of making a profit through buying and selling land to a third party as a buyer in good faith who did not know the real truth about the land and resulted in losses to both the buyer and the actual land owner. Therefore, this paper analyzes the position of a third party in good faith in a land sale and purchase dispute and the legal consequences of the Certificate of Ownership No. 1073/Village Bunga Mekar and Certificate of Ownership No. 1074/Bunga Mekar Village which is legally flawed due to falsification of documents during the first registration in the case study of Supreme Court Decision Number 3540M/Pdt/2019. This research uses prescriptive doctrinal legal research methods using qualitative normative research methods based on document studies. The principle of good faith provides legal protection for parties who apply it by fulfilling the terms of sale and purchase determined by law even though in reality the sale and purchase contains legal defects. The resulting legal product is a Certificate of Ownership No. 1073/Village Bunga Mekar and Certificate of Ownership No. 1074/Desa Bunga Mekar was canceled by law due to legal defects and Pipil No. 936, Plot No. 127b, Class III again becomes the only land right on that land."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Amalia Jamhur
"Penelitian ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum dalam jual beli tanah berdasarkan akta hibah yang pada akhirnya berimplikasi kepada hak pembeli yang telah membeli tanah tersebut dengan itikad baik. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Fokus penelitian adalah untuk mengetahui apakah perbuatan Para Terbanding yang menjual tanah berdasarkan akta hibah tersebut adalah perbuatan melawan hukum, serta melihat bagaimana sebenarnya praktik maupun teori terkait perlindungan terhadap pembeli yang beritikad baik. Dimana meskipun pembeli beritikad baik pada prinsipnya harus dilindungi, namun ketika dimasukkan dalam keadaan tertentu, ternyata terdapat hak pembeli beritikad baik yang dapat dikesampingkan. Pada akhirnya penulis mengelaborasi dua fokus di atas untuk melihat apakah putusan hakim telah tepat atau tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan hakim kurang tepat dilihat dari peraturan perundang-undangan dan teori-teori hukum yang terkait.

The research discusses the illegal act of buying and selling land based on the grant deed, which in turn has implications for the rights of buyer who have purchased the land in good faith. The research method used is normative juridical. The focus of the research is to find out whether the act of the Appealed who sold the land base on the grant deed is an act against the law, and to see how the actual practice and theory regarding the protection of buyer with good intentions. Although the buyer in good faith in principle must be protected, when it is included in certain circumstances, it turns out tha there is a right of the buyer in good faith which can be overridden. In the end the writer elaborates the two focuses above to see whether the judge’s decision has been correct or not. The result of the research show that the judge’s decision is not correct in view of the statutory regulations and related legal theories."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prisca Anabella
"Kegiatan jual beli tanah tidak selamanya berlangsung dengan baik meskipun di awal para pihak sudah mencapai kesepakatan. Permasalahan dalam jual beli tanah sering kali melibatkan pembeli yang merasa mempunyai niat baik karena telah membayar tanah yang diperjualbelikan. Kriteria pembeli seperti ini ialah pembeli beritikad baik. Di Indonesia, belum banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan terhadap pembeli beritikad baik sehingga seorang pembeli yang merasa dirugikan oleh penjual harus menggugatnya di muka pengadilan agar hak-haknya dapat dipenuhi melalui putusan pengadilan atau bahkan memohon kepada hakim untuk dinyatakan sebagai pembeli beritikad baik. Penulis mengambil contoh permasalahan Putusan Pengadilan No. 875/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt yang melibatkan pembeli beritikad baik. Dalam perkara ini, Tergugat sebagai penjual Objek Tanah SHGB No. 01541/Melawai tidak melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan perjanjian tertulis yang telah ditandatangani. Penggugat yang merasa dirinya pembeli beritikad baik memohon kepada Majelis Hakim untuk dinyatakan sebagai pembeli beritikad baik. Relevansi permasalahan yang terkandung dalam Putusan No. 875/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt dengan pembeli beritikad baik ialah dengan mengkaitkan antara asas-asas hukum dalam jual beli tanah secara KUHPerdata dan hukum adat. Penulis memaparkan pembeli beritikad baik menurut KUHPerdata dan hukum adat. Seseorang dinyatakan sebagai pembeli beritikad baik apabila memenuhi asas-asas hukum yang terkandung dalam perjanjian jual beli tanah baik secara KUHPerdata maupun secara adat. SEMA 4/2016 menegaskan bahwa pembeli beritikad baik seharusnya bisa mengidentifikasi apakah penjual yang akan berinteraksi dengannya merupakan orang yang berwenang untuk menjual.

The sale and purchase of land does not always go well even though the parties have reached an agreement at the beginning. Problems in buying and selling land often involve buyers who feel they have good intentions because they have paid for the land being traded. The criteria for a buyer like this is a buyer with good intentions. In Indonesia, there are not many laws and regulations governing the protection of buyers with good intentions so that a buyer who feels aggrieved by the seller must sue him before the court so that his rights can be fulfilled through a court decision or even ask the judge to be declared a buyer in good faith. . The author takes the example of the issue of Court Decision No. 875/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt involving buyers with good intentions. In this case, the Defendant as the seller of the Land Object SHGB No. 01541/Melawai does not carry out its obligations in accordance with the written agreement that has been signed. The plaintiff who feels that he is a buyer in good faith asks the Panel of Judges to be declared a buyer in good faith. The relevance of the problems contained in Decision No. 875/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt with buyers in good faith is to link between legal principles in buying and selling land in the Civil Code and customary law. The author describes buyers with good intentions according to the Civil Code and customary law. A person is declared a buyer in good faith if he fulfills the legal principles contained in the land sale and purchase agreement, both in the Civil Code and according to custom. SEMA 4/2016 emphasizes that a buyer with good intentions should be able to identify whether the seller who will interact with him is the person authorized to sell."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>