Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irzanova, Alicia
"Kalimat merupakan salah satu satuan sintaksis. Kalimat bukanlah deretan kata yang dirangkai sesuka hati pemakainya, melainkan merupakan rangkaian yang berstruktur. lni berarti untuk memahami suatu ujaran atau menghasilkan ujaran yang dapat dipahami lawan bicara, orang tidak saja memperhatikan kata-kata beserta maknanya, melainkan juga makna gramatikal rangkaian kata-kata. Salah satu yang menentukan makna gramatikal adalah bentuk kalimat. Bahasa pada umumnya memiliki dua bentuk kalimat, yaitu kalimat aktif dan kalimat pasif. Setiap bahasa memiliki perubahan yang khas yang terjadi pada transformasi kalimat aktif menjadi kalimat pasif. Dalam skripsi ini yang akan dibicarakan adalah kalimat pasif dalam Bahasa Mandarin. Skripsi ini juga membicarakan dan memberi informasi baru mengenai kalimat yang dalam beberapa buku tata bahasa Mandarin disebut sebagai kalimat pasif makna. Skripsi ini terdiri dari lima puluh empat halaman isi dan sepuluh halaman lampiran data"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlia Novita Azwardi
"Penelitian bahasa dalam karya sastra Melayu-Tionghoa masih sedikit sehingga banyak hal menarik dari bahasa ini belum tergali, padahal perkembangan karya sastra ini dianggap sudah berhenti sejak tahun 1942. Selain itu, bahasa karya sastra Melayu-Tionghoa juga berbeda dari bahasa karya-karya sastra Indonesia modern yang berkembang di saat yang bersamaan sehingga karya-karya sastra Melayu-Tionghoa semakin tersisihkan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, saya mencoba mengungkap keunikan bahasa karya-karya sastra Melayu-Tionghoa. Salah satu hal menarik yang dapat diungkap dari bahasa Melayu-Tionghoa adalah penggunaan konjungsi, khususnya konjungsi ekstrakalimat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah bahasa Melayu-Tionghoa khususnya penggunaan konjungsi ekstrakalimat-memang berbeda dari bahasa Indonesia. Perbedaan yang akan saya lihat difokuskan Iagi pada jenis-jenis, tugas, fungsi, posisi, dan kekhasan dari tiap-tiap konjungsi ekstrakalimat-konjungsi ekstrakalimat yang digunakan dalam karya sastra Melayu Tionghoa. Metode yang saya gunakan adalah metode deskriptif dan studi pustaka. Metode deskriptif saya terapkan saat menganalisis data dengan menjabarkan semua gejala penggunaan konjungsi ekstrakalimat apa adanya, sedangkan studi pustaka saya lakukan untuk memperoleh buku-buku acuan yang berhubungan dengan masalah penggunaan konjungsi ekstrakalimat serta menyaring data yang sangat banyak sehingga terpilihlah 3 novel yang saya gunakan. Novel-novel tersebut berjudul Nyai Alimah karya Oei Soei Tiong yang terbit tahun 1904, Peniti-Dasi Barlian karya Tan King Tjan yang terbit tahun 1922, dan Kaetoekannja Bunga Srigading karya Tan Boen Soan yang terbit tahun 1931. Dari analisis yang dilakukan, ditemukan bahwa fungsi, posisi, dan tugas konjungsi ekstrakalimat dalam bahasa Melayu-Tionghoa tidak jauh berbeda dari penggunaan konjungsi dalam bahasa Indonesia. Hanya saja, munculnya pengaruh bahasa Melayu (klasik) menambah jenis konjungsi ekstrakalimat yang digunakan di dalam karya sastra Melayu-Tionghoa seperti arkian, hatta, sabermula, dan syahdan yang di dalam bahasa Indonesia sekarang sudah dianggap arkais atau tidak digunakan lagi. Seiain itu, ada pula variasi penulisan dari beberapa konjungsi dan perbedaan frekuensi penggunaan dari tiap-tiap novel yang menjadi kekhasan tersendiri dari penggunaan konjungsi ekstrakalimat bahasa Melayu-Tionghoa ketiga novel tersebut"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11305
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Redha Ananda
"Penelitian ini membahas tentang bagaimana peranan Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) dalam pengembangan bahasa Mandarin di Batavia tahun 1900-1925 yang menunjukkan nasionalisme dan solidaritas ketionghoaan yang mengarah ke Tiongkok di kalangan etnis Tionghoa Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap bahwa peranan THHK dalam pengembangan bahasa Mandarin di Batavia tahun 1900-1925 merupakan satu bentuk nasionalisme dan solidaritas sesama etnis Tionghoa. Metode pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan sejarah yang pengumpulan datanya menggunakan teknik studi pustaka. Pada penelitian ini ditarik kesimpulan bahwa THHK nyatanya berperan besar sebagai pemrakarsa yang merubah arah pendidikan sekolah berbahasa Tionghoa tradisional menjadi sekolah berbahasa Mandarin di Batavia pada tahun 1900-1925. Tidak hanya itu, ia juga berperan aktif dalam memasifkan pengembangan organisasi ini yang dibuktikan dengan berhasilnya THHK menghimpun sekolah berbahasa Mandarin sepulau Jawa pada tahun 1925, yang mana berbagai upayanya ini menunjukkan satu bentuk nasionalisme dan solidaritas ketionghoaan itu sendiri. Kehadiran sekolah-sekolah ini bahkan membuat etnis Tionghoa di Indonesia masa itu yang kerap kali mendapat diskriminasi dari pemerintah Belanda bisa mendapatkan hak mengenyam pendidikannya dengan layak.

This research discusses the role of Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) in the development of the Chinese language in Batavia in 1900–1925, which shows nationalism and solidarity with China among ethnic Chinese Indonesians. The purpose of this research is to reveal that the role of THHK in the development of Mandarin in Batavia in 1900–1925 was a form of nationalism and solidarity among ethnic Chinese. The method in this research uses a qualitative method with a historical approach, whose data collection uses literature study techniques. In this research, it is concluded that THHK in fact played a major role as an initiator who changed the direction of traditional Chinese-language school education to Mandarin-language schools in Batavia in 1900–1925. Not only that, he also played an active role in intensifying the development of this organization as evidenced by the success of THHK in gathering Chinese-language schools throughout Java in 1925, where his various efforts showed a form of nationalism and solidarity of Chineseness itself. The presence of these schools even made ethnic Chinese in Indonesia at that time who often received discrimination from the Dutch government able to get the right to a proper education."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library