Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tanzil, Antonia
"ABSTRAK
Kerja atau olahraga merupakan salah satu pencetus yang efisien untuk menimbulkan serangan asma. Dalam batas-batas tertentu penderita asma dapat melakukan olahraga tanpa menimbulkan bronkokonstriksi yang membahayakan sewaktu dan sesudah olahraga. Pada penderita asma, gerakan olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan otot pernafasan, sangat penting, sebab penderita asma kronis umumnya mengalami penurunan kekuatan otot pernafasan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai parameter fungsi paru serta kekuatan otot pernapasan pada penderita asma, sebelum dan sesudah 3 bulan mengikuti senam asma. Metoda yang digunakan adalah dengan mengukur FEV1, PEFR dan tekanan ekspirasi maksimal pada 30 penderita asma sebelum dan sesudah 3 bulan mengikuti senam asma.
Hasil yang diperoleh adalah penurunan FEV1, peningkatan tekanan ekspirasi maksimal (bermakna) dan peningkatan PEFR (tidak bermakna) sesudah 3 bulan mengikuti senam asma.
,br>
Kesimpulannya setelah tiga bulan olahraga terjadi penurunan FEV1, peningkatan PEFR dan tekanan ekspirasi maksimal . Hasil pengukuran parameter fungsi paru tidak sesuai dengan yang diharapkan, kecuali hasil pengukuran tekanan ekspirasi maksimal.

ABSTRACT
The Effects Of Exercise On Lung Function In Asthmatic Patients It has been noted that exercise is a most efficient stimulus for inducing asthma. Asthmatics can exercise up to a certain limit without developing life-threatening bronchoconstriction during or after exercise. Exercises that strengthen the respiratory muscles are important because patients with severe chronic obstructive lung diseases have reduced respiratory muscle's strength.
The purpose of this study was to asses the effects of exercise on FEV1 (Forced Expiratory Volume one second), PEER (Peak Expiratory Flow Rate ) and maximal expiratory pressure in asthmatic patients.
FEV1, PEFR and maximal expiratory pressure were measured before and after three months exercise in 10 asthmatic patients. The results showed a significant decrease in FEV1, significant increase in maximal expiratory pressure, but no significant increase in PEER after 3 months exercise. These results were not as expected, except the maximal expiratory pressure."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Dwi Susanto
"Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai set infla nasi. Proses inflamasi ini menyebabkan peningkatan kepekaan (hipereaktiviti) saluran napas terhadap berbagai rangsangan sehingga timbul gejala-gejala pernapasan akibat penyempitan saluran napas difus dengan derajat bervariasi yang dapat membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Gejala asma dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsangan termasuk refluks gastroesofagus.
Penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) didefinisikan sebagai gejala dan atau kerusakan mukosa esofagus (esofagitis) akibat refluks abnormal isi lanibung ke dalam esofagus. Refluks gastroesofagus berhubungan erat dengan berbagai gejala dan kelainan saluran napas termasuk batuk kronik serta asma. Hubungan penyakit refluks gastroesofagus dan asma dipikirkan oleh William Oster pertama kali pada tahun 1912. Oster memperkirakan bahwa serangan asma mungkin disebabkan oleh iritasi langsung mukosa bronkus atau tidak langsung oleh pengaruh refleks lambung. Kekerapan penyakit refluks gastroesofagus pada asma secara pasti tidak diketahui, diperkirakan antara 34-89%.
Penelitian menunjukkan sekitar 55-82% pasien asma mempunyai gejala PRGE. Hasil pemeriksaan endoskopi pasien asma menunjukkan kekerapan esofagitis antara 27-43%. Peran pengobatan PRGE terhadap kontrol asma masih belum jelas. Pengobatan dengan antirefluks tidak konsisten dalam memperbaiki faal paru, gejala asma, asma ma'am ataupun penggunaan obat asma pada pasien asma tanpa reflux associated respiratory symptoms (RARS).
Rangkuman berbagai penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa terapi dengan obat-obat antirefluks mengurangi gejala asma, mengurangi penggunaan obat-obat asma tetapi mempunyai efek minimal atau bahkan tidak ada pada faal paru. Penghambat pampa proton (PPP) telah dikenal sebagai obat terbaik untuk tatalaksana PRGE. Penggunaan PPP pada pasien asma dengan PRGE terlihat penurunan gejala asma 43% setelah 2 bulan pengobatan serta 57% setelah 3 bulan pengobatan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library