Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iris Rengganis
"Pada pengobatan asma bronkial diperlukan penilaian derajat berat asma. Hal tersebut
biasanya dilakukan dengan mengukur hiperreakfrfitas bronkus. Tetapi oleh karena sarana tersebut di rumah sakit tipe C belum tersedia, maka salah satu cara yang digunakan adalah menghitung jumlah eosinofil total darah tepi. Hal ini dilakukan atas dasar adanya hubungan antara eosinofil dan hiperreaktifitas bronkus. Arus Puncak Ekspirasi berhubungan dengan derajat berat asma. Oleh karena itu diteliti apakah eosinofil total darah tepi berhubungan dengan Arus Puncak Ekspirasi. Sebagai langkah pendahuluan
dilakukan penelitian pada 60 penderita asma bronkial untuk melihat apakah eosinofil total darah tepi dapat menjadi tolok ukur derajat berat asma. Penelitian ini bersifat cross-sectional, dilakukan pada 30 penderita asma daiam serangan
yang datang ke Instalasi Gawat Darurat Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit dr.
Cipto Mangunkusumo dan 30 penderita asma yang tidak dalam serangan yang berobat
jalan ke Poliklinik Alergi-lmunologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, untuk melihat hubungan antara eosinofil total darah tepi dan Arus
Puncak Ekspirasi. Pada kelompok penderita asma tidak dalam serangan dilakukan
pengamatan selama empat minggu dan pada kelompok penderita asma dalam serangan
hanya dilakukan satu kali pemeriksaan mengingat tingginya angka drop-out. Setiap
penderita diperiksa eosinofil total darah tepi dan Arus Puncak Ekspirasi. Jumlah eosinofil pada penderita asma dalam serangan berkisar antara 290-382/pl
(335,67+127,31) dan pada penderita asma tidak dalam serangan antara 162-182/pl
(172,65+27,79). Nilai Arus Puncak Ekspirasi pada penderita asma dalam serangan
berkisar antara 22-32% (27,35±13,18) dan pada penderita asma tidak dalam serangan
antara 68-71% (69,73±4,52). Terdapat hubungan terbalik antara eosinofil total darah tepi dengan Arus Puncak Ekspirasi, tetapi korelasinya lemah (r=-0,53 , R2=0,28 dan p<0,001). Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meyakinkan hubungan eosinofil total darah tepi dengan Arus Puncak Ekspirasi pada asma bronkial dengan sampel yang lebih besar dan diikuti secara longitudinal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Maharani
"Penyakit asma telah dikenal secara luas namum belum pernah dijelaskan secara mendetil. Tomografi komputer resolusi tinggi (HRCT) dapat mendeteksi struktur tidak normal pada penderita asma. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik lesi asma dan hubungannya dengan data klinis pada hasil Tes kontrol asma (ACT).
Penelitian dilakukan secara prospektif dengan metode potong lintang terhadap penderita asma yang berobat ke poli asma RSUP Persahabatan Jakarta selama bulan Januari ? Februari 2014, mereka kemudia di rujuk untuk menjalani pemeriksaan HRCT setelah pemeriksaan awal dan mengisi ACT.
Dari 34 kasus, 33 (97%) mengalami penyempitan lumen bronkial, 21 (61,7%) mengalami penebalan dinding bronkial, 15 (44,1%) mengalami gambaran mosaik, 5(5,8%) mengalami bronkiektasis dan seluruhnya (100%) mengalami emfisema. Hasil ACT yang didapat adalah pasien terkontrol sebagian (35,2%) dan tidak terkontrol (64,7%). Ketika dihubungkan dengan hasil ACT, maka penyempitan lumen bronkial (p=0,970), penebalan dinding bronkus (p=0,488), gambaran mosaik (p=0,882), bronkiektasis (p=0,137) dan emfisema tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Lesi lainnya yang ditemukan dan berkaitan dengan ACT adalah tuberkulosis (11,8%; p=0,273), granuloma (2,9%; p=1,000), aspergiloma bronkopulmonari alergik (5,9%; p=0,529) dan bronkitis (5,9%; p=1,000).
Gambaran lesi karakteristik penderita asma bronkial pada HRCT merupakan hal yang penting, karena dapat memperlihatkan komplikasi lain yang menyertai asma, namun karakteristik lesi tersebut tidak berkaitan dengan hasil ACT.

The coexistence of asthma is widely recognized but has not been well described. High resolution computed tomography (HRCT) can detect the structural abnormalities in asthma. This study attempts describe the characteristic lesion of asthma and to correlate these abnormalities with clinical and asthma control test (ACT) data.
We perfomed a prospective cross sectional study of 34 asthma patients who were attending outpatient Persahabatan Hospital, Jakarta from January-February 2014, that were subjected to HRCT after initial evaluation and ACT.
Thirtythree subjects (97%) had narrowing of bronchial lumen, 21 (61.7%) had bronchial wall thickening, 15 (44.1%) had mosaic attenuation, 5 (5.8%) had bronchiectasis and 34 (100%) had emphysema. The ACT result were partial controlled patients (35.2%) and not controlled (64.7%). When correlated with ACT result, the narrowing of bronchial lumen (p=0.970), bronchial wall thickening (p=0.488), mosaic attenuation (p=0.882), bronchiectasis (p=0.137) and emphysema showed no significant association. Another HRCT findings that correlate with ACT were tuberculosis (11.8%; p=0.273), granuloma (2.9%; p=1.000), aspergilloma bronchopulmonary allergica (5.9%; p=0.529) and bronchitis (5.9%; p=1.000).
HRCT findings of characteristic lesion are important in bronchiale asthma patients, because they can describe other complication / comorbidity eventhough they were not correlate well with ACT.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kami menganalisa kadar eosinofil sputum induksi dan eosinofil darah tepi pada 106 pasien asma bronkial dalam serangan di RSUP Persahabatan Jakarta, sejak bulan Januari sampai Juli 1996. Dari 17 penderita dalam serangan derajat ringan, rata-rata APE 89,48% nilai dugaan, persentase eosinofil sputum 12,56%, dan jumlah eosinofil darah tepi 429,77. Dari 31 penderita dalam serangan derajat sedang, rata-rata APE 72,86% nilai dugaan, persentase eosinofil sputum 14,31%, dan jumlah eosinofil darah tepi 544,60. Dari 58 penderita dalam serangan derajat berat, rata-rata APE 46,38%, persentase eosinofil sputum 16,66%, dan jumlah eosinofil darah tepi 304,04. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara persentase APE dengan persentase cosinofil sputum disaat serangan. Kami menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini belum dapat membuktikan hubungan antara persentase cosinofil sputum dengan derajat serangan asma bila hanya berdasarkan indikator APE saja.

We analyzed level of eosinophils in sputum induced and peripheral cosinophil in 106 asthmatic patients who experiencing exacerbation (asthma attack), in Persahabatan Hospital Jakarta from January to July 1996, In 17 of patients with mild asthma attack, the mean PEFR is 89,48% of predicted, mean percentage of sputum eosinophil is 12,56%, and the mean of peripheral cosinophils count is 429,77 respectively. In 31 of patients with moderate asthma attack, the mean PEFR is 72,86 % of predicted, mean percentage of sputum eosinophils is 14,31%, and the mean of peripheral eosinophils count is 544,60 respectively. In 58 of patients with severe asthma attack, the mean PEFR is 46,36% of predicted, mean percentage of sputum eosinophils is 16,66%, and the mean of peripheral eosinophils count is 304,04 respectively. The percentage of PEFR did not correlated with the mean percentage of sputum eosinophils in asthma attack. We conclude that this analysis did not improved correlation between percentage of sputum eosinophils with degree of asthma attack, if we used percentage of PEFR predicted only."
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Widodo
"ABSTRAK
Asma merupakan penyakit kronis yang memengaruhi fisik, psikis, emosi dan kualitas hidup penderitanya. Asma tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol dengan menjaga pola hidup sehat melalui latihan fisik senam asma . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan keteraturan mengikuti senam asma dan kualitas hidup penderita asma anggota klub asma di Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah analitik korelatif dengan desain cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 59 orang. Alat ukur yang digunakan yaitu kuesioner tentang keteraturan mengikuti senam asma dan AQLQ Asthma Quality of Life Questionnaire Standardised . Analisa data yang digunakan yaitu Pearsons correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keteraturan mengikuti senam asma dengan kualitas hidup penderita asma p value < 0,05 . Penelitian ini menyimpulkan bahwa senam asma yang dilakukan secara teratur dapat memengaruhi kualitas hidup penderita asma. Rekomendasi dari penelitian ini adalah senam asma dapat dijadikan sebagai terapi tambahan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita asma.

ABSTRACT
Asthma is a chronic disease that may affect individual rsquo s physical, psychological, emotional, and quality of life. Asthma is incurable yet controllable by maintaining health lifestyle through exercise asthma gymnastic . This study aimed to identify relationship between asthma gymnastic routinity and quality of life of asthma club members in Jakarta. The study design was analaytical correlative with cross sectional approach. Total sample was 59 respondents. Questionnaire of asthma gymnastic regularity and Asthma Quality of Life Questionnaire Standardised AQLQ were employed in this study. Data were analyzed by using Pearson analysis. The result indicated that there was significant correlation between asthma gymnastic regularity and quality of life of patient with asthma p value"
2017
S68723
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library