Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lisa Andriani Lienggonegoro
"ABSTRAK
Kanker kolorektal merupakan salah satu jenis kanker yang paling banyak
menyebabkan kematian di dunia dan berada di peringkat tiga terbanyak setelah
kanker paru dan kanker payudara. Inflamasi merupakan predisposisi kanker
kolorektal melalui berbagai mediator proinflamasi dan antiinflamasi yang dihasilkan
sel-sel inflamasi. Pengobatan kanker kolorektal secara konvensional dengan terapi
bedah, kemoterapi maupun radioterapi belum dapat memberikan hasil yang
memuaskan karena angka kekambuhan kanker yang tinggi dan terjadinya inflamasi
akibat terapi. Annona muricata Linn. (AML), atau sirsak memiliki zat aktif
asetogenin,yang selain bersifat anti-oksidan, antiinflamasi juga memiliki efek
sitotoksik karena mampu menginduksi apoptosis dengan mengurangi kadar cAMP
dan cGMP pada sel-sel kanker manusia. Dua puluh lima subyek penderita kanker
kolorektal yang sudah direseksi dibagi menjadi dua kelompok dan mendapatkan
tambahan terapi berupa ekstrak etanol daun AML atau maltosa selama 8 minggu, dan
dilakukan pemeriksaan kadar TNF-α, IL-10, IFN-γ, COX-2 serta cleaved caspase
CK18 melalui serum subyek sebelum dan setelah terapi selesai dilakukan. Pemberian
ekstrak etanol AML tidak menimbulkan perubahan signifikan dari kelima parameter
dibandingkan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Terdapat korelasi bersifat
positif yang signifikan antara mediator proinflamasi TNF-α dan IL-10 setelah
perlakuan yaitu 0,641 (p = 0,009) dan juga korelasi positif antara TNF-α dan ccCK18
yaitu 0,817 (p = 0,002). Berdasarkan hasil di atas ekstrak etanol AML memiliki peran
untuk meregulasi homeostasis proinflamasi dan antiinflamasi serta berperan dalam
proses apoptosis.

ABSTRACT
Colorectal cancer is one type of cancer which causes the most deaths in the world and
is the third highest after lung cancer and breast cancer. Inflammation is one of
colorectal cancer predispotition, mediated by a variety of inflammatory cytokine
produced by inflammatory cells. Treatment of colorectal cancer include surgical
therapy, chemotherapy or radiotherapy had not given a satisfactory result for the high
recurrence rate of cancer, even resulted inflammation as a side effect of therapy.
Annona muricata Linn. (AML), or soursop has asetogenin as one of its active
substances, which have antioxidant potency, anti-inflammatory and cytotoxic effect
because it can induce apoptosis by reducing levels of cAMP and cGMP in human
cancer cells. Twenty-five post-resection colorectal cancer patients divided into two
groups and get ethanol fraction of leaves of AML or maltose as an additional therapy
for 8 weeks. Levels of TNF-α, IL-10, IFN-γ, COX-2 and caspase cleaved CK18
serum subjects before and after treatment was examined. Ethanol fraction of AML
did not make a significant change from the five parameters which were compared
between treatment and kontrol groups. TNF-α and IL-10 serum after treatment had a
positive correlation with R= 0,641 (p = 0.009). TNF-α and ccCK18 also had positive
correlation with R = 0.817 (p = 0.002). Based on results the ethanol fraction of AML
plays a role to homeostasis of proinflammatory and antiinflammatory as well as
apoptosis regulation."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ngurah Widyawati
"Telah dilakukan penelitian peran n-acetlylcsteine (NAC) dosis tinggi jangka pendek pada perubahan klinis dan kadar protein C-reaktif (CRP) penderita penyakit paru obstruksi kronik eksaserbasi akut di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain completely randomized experiment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran n-acetylcysteine dosis tinggi jangka pendek terhadap perubahan kiinis dan nilai CRP penderita PPOK eksaserbasi akut.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua penderita PPOK eksaserbasi akut tanpa disertai gagal jantung, penyakit hepar, batu ginjal dan gagal ginjal, kanker paru, infeksi di Iuar saluran pernapasan, diabetes melitus dan pemakai kortikosteroid oral. Semua penderita dinilai skala klinis dan CRP sebelum dan 5 hari setelah periakuan. Penilaian skala klinis berupa kesulitan mengeluarkan dahak dan auskultasi paw. Pemeriksaan nilai CRP menggunakan metode kuantitatif high sensity CRP.
Subyek penelitian berjumlah 42 orang, secara random dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol, NAG 600 mg dan NAC 1200 mg, masing-masing kelompok terdiri dari 14 orang. Semua subyek penelitian mendapatkan terapi standar berupa aminofilin drip, cefotaxim 1 gram 1 12 jam IV, metilprednisoion 62,5 mg 1 8 jam IV, nebulizer ipratropium bromida 4x20 µg/hari dan fenoterol 4x200 µg/hari. Penelitian diikuti selama 5 hari dan tiap hari dinilai skala klinis. Data yang diperoleh dianalisis uji beda dengan ANOVA dan uji korelasi dengan uji pearson, dikatakan bermakna bila p < 0,05.
Hasil penelitian didapatkan perbedaan penurunan skala klinis antara kelompok kontrol dengan NAC 600 mg 1,21 (p=0,001), kelompok kontrol dengan NAC 1200 mg 3,71 (p=0,000), dan kelompok NAC 600 mg dengan NAC 1200 mg 2,50 (p=000). Perbedaan penurunan rata-rata kadar CRP antara kelompok kontrol dengan NAC 600 mg 16,93 (p=0,266), kelompok kontrol dengan NAC 1200 mg -14,97 (p=0,39). Lama perawatan di rumah sakit kelompok kontrol adalah 6-14 hari, rata-rata 7 hari (SD 2,287), kelompok NAC 600 6-12 hari, rata-rata 6,71 hari (SD 1,637) dan kelompok NAC 1200 6-10 hari, rata-rata 6,50 hari (SD 1,160). Uji korelasi antara kadar CRP dengan hitung leukosit didapatkan korelasi sedang dan bermakna. (r=0,402; p=0,08), dan korelasi antara kadar CRP dan hitung jenis neutrofil adalah korelasi sedang dan bermakna. (r-0,423; p=0,05). Hasil penelitian di atas menunjukkan perbedaan skala klinis lebih besar pada penderita PPOK eksaserbasi akut dengan pemberian NAC dosis tinggi jangka pendek dibandingan tanpa pemberian NAC. Perbedaan nilai CRP tidak lebih besar pada penderita PPOK eksaserbasi akut dengan pemberian NAC dosis tinggi jangka pendek dibanding tanpa pemberian NAC. Perbedaan skala klinis lebih besar pada penderita PPOK eksaserbasi akut dengan pemberian NAC dosis tinggi jangka pendek dibanding dengan pemberian NAC dosis lazim. Perbedaan nilai CRP tidak lebih besar pada penderita PPOK eksaserbasi akut dengan pemberian NAC dosis tinggi jangka pendek dibanding dengan pemberian NAC dosis lazim.
Kesimpulan penelitian adalah pemberian NAC dosis tinggi jangka pendek dapat memberikan perbaikan klinis pada penderita PPOK eksaserbasi akut, tetapi tidak terdapat perubahan nilai CRP yang bermakna.

Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is an obstructive airway disorder characterized by slowly progressive and irreversible or only partially reversible. Oxidative stress is increased in patients with COPD, particularly during exacerbations and reactive oxygen species contribute to its path physiology. These suggest that antioxidants may be use in the treatment of COPD. Other studies have shown that nacetylcysteine (NAC) has antioxidant and antiinflamatory properties. In vitro, NAC inhibit neutrophil chemotaxis, interleukin (1L)-8 secretion and other pro-inflammatory mediators such as the transcription nuclear factor (NF)-izB, which is directly correlated with the production of the systemic inflammatory marker C-reactive protein (CRP).
The aim of this study was to evaluate the role of high dose-short course n-acetylcysteine in clinical improvement and C - reactive protein's patients with exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease. Forty two patients exacerbations of COPD participated in this study. The subjects were randomly assigned, divided by three treatment groups: placebo (n=14), NAC 600 mg/day (n=14) and NAC 1200 mg/day (n=14). Concomintant use of inhaled B2-agonist and anticholinergics, aminophylline drip, cefotaxim 1g/12h, methylprednisolon 62,5mg/8h were permitted during the study, while the use of antitussive and mucolitic were prohibited. Clinical symptoms were scored on 2-point scales, difficulty of expectoration and auscultation breath sound. CRP level are determined by high sensitivity C-reactive protein (HS-CRP). All measurements would be taken in baseline and were repeated after 5 days.
The results of this study showed that clinical outcomes were improved significantly in patients treated with NAC compared to placebo and clinical outcome of patients treated with NAC 1200 mg/day were more frequently significant than treated with NAC 600 mg/day. There was no significantly reduction in CRP level.
The conclusion was treatment with high dose short course NAC improving clinical outcomes in patients exacerbations of COPD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18029
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library