Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sianipar, Imelda Rosalyn
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker payudara adalab salab satu kanker yang paling sering terjadi pada wanita. Dalam perkembangannya, sel kanker payudara membutubkan vsairularisasi baru. Sel kanker mampu menginisiasi pembentukan pembulub darab baru bagi dirinya sendiri dengan cara mengubah keseimbangan antara faktor proangiogenik dan antiangiogenik. Kurkumin adalab molekul yang pleiotropik, dapat memodulasi berhagai target pada sel kanker, tennasuk aktivasi berbagai faktor transkripsi, reseptor, protein kinase, reseptor, sitokin, enzim dan faktor pertumbuban yang diperlukan dalam pertumbuhan sel kanker payudara. Tujuan: Untuk mengetabui pengaruh pemberian kurknmin kadar tinggi temadap kadar VEGF pada kultur jaringan sel kankar payudara MCF-7. Metode: subkultur jaringan kanker payudara MCF-7 dalam medium RPMI komplit+ FBS I 0% sejumlah 9 sampal tiap kelompok perlakuan. lnkubasi 72 jam. Cairan kultur diambil, kadar VEGF diperilc!a secara kuantitatif dengan ELISA. Basil: kadar VEGF kelompok MCF-7+kurknmin O,OSmM berbeda bermakua dengan kadar VEGF kelompok MCF-7 tanpa kurkumin (1'= 0,0 14). Kadar VEGF kelompok perlakuan MCF-7+kurknmin O,lmM juga berbeda bermakua dibandingkan dengan kelompok MCF-7 tanpa kurknmin (1'=0,001 ). Namun kadar VEGF kelompok MCF-7+kurkumin 0,05mM jika dibandingkan dengan kelompok MCF-7+kurkumin O,lmM tidak berbeda bermakua (1'=0,262). Kesimpulan: Kurkumin kadar O,05 mM dan 0,1 mM dapat menurunkan kadar VEGF pada kultur jaringan kanker payudara MCF-7. Kurkumin kadar 0,05 mM dan O,1 mM dapat menghambat proliferasi sel yang diikuti dengan penurunan kadar total VEGF pada kultur jaringan kanker payudara MCF-7.

Abstract
Background: Breast cancer is one of the most prevalent cancer in women. In order to grow, the tumor cells require new vascularization, New vascularization is initiated by the tumor cells themselves by recruitment of their own blood supply by shifting the balance between proangiogenic and antiangiogenic factors. Curcumin is a p1eiotropic factor which can modulate various targets on cancer celts, including activation of transcription fuctors, receptors, protein kinase&, cytokines, enzymes, and growth factors needed for breast cancer cells' growth. Objective: To identify the influence of high dose curcumin towards VEGF level in breast cancer cell line MCF-7. Method: In this study, breast cancer cell line MCF-7 was subcultured in complete RPM! medium + FBS 10%, with 9 samples for each treatment group; then incubated for 72 hours. VEGF concentration was measured with ELISA from the supernatant of the cell culture. Result: The VEGF levels of both MCF-7 + curcumin 0.05 mM treatment group and MCF-7 + curcumin 0.1 mM treatment group are significantly lower than the VEGF level of MCF-7 without curcumin treatment group (p = 0.014 and p = 0.001). The VEGF level of MCF-7 + curcumin 0.05 mM treatment group is not significantly different from the VEGF level of MCF-7 + curcurnin 0.1 mM treatment group (p = 0.262). Conclusion: Corcurnin dose of 0.05mM and O.lmM lower the VEGF level in breast cancer cell line MCF-7. Corcurnin dose of 0.05 mM and 0,1 mM lower !he proliferation of breast cancer cell line MCF-7. "
2009
T32835
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tri Jauhari Puspitasari
"Latar belakang: Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal di Indonesia. Preeklampsia juga menyebabkan pertumbuhan janin terhambat dan kelahiran prematur. Etiologi preeklampsia belum jelas, diduga berhubungan dengan penurunan perfusi plasenta yang menyebabkan hipoksia plasenta. Hipoksia ini menginduksi aktivitas angiogenesis pada plasenta yang bertujuan untuk memperbaiki mikrosirkulasi plasenta.
Tujuan: Menilai aktivitas angiogenesis pada plasenta preeklampsia dan dibandingkan dengan plasenta ibu hamil normal.
Rancangan penelitian: Merupakan studi komparatif potong lintang. Dua belas plasenta preeklampsia dan 13 plasenta ibu hamil normal sebagai kontrol diperoleh dari ibu bersalin yang mendonorkan plasenta di satu rumah sakit. Aktivitas angiogenesis dinilai dengan pemeriksaan migrasi sel-sel endotel Untuk menganalisis perbedaan aktivitas angiogenesis antar kelompok digunakan tes Mann-Whitney.
Hasil: Aktivitas angiogenesis pada plasenta preeklampsia lebih tinggi bermakna secara statistik dibanding dengan plasenta ibu hamil normal (p<0.05).
Kesimpulan: Hipoksia plasenta meningkatkan aktivitas angiogenesis pada plasenta preeklampsia. Pada penelitian k d respons lokal tidak optimal dalam meningkatkan mikrosirkulasi, karena terdapat 2 kasus berat bayi lahir rendah pada kelompok preeklampsia.

Angiogensesis Activity Of Preeclamptic PlacentaBackground: Preeclampsia/eclampsia is a major cause of maternal morbidity and mortality in Indonesia. Preeclampsia also a major cause of fetal growth retardation and premature delivery. The etiology of preeclampsia is unclear. It is suggested that reduce placental perfusion leads to placental hypoxia, and then induced placental angiogenic activity. The purpose of the activity enhances the placental vascular bed.
Objective: To study angiogenic activity in preeclamptic placentas and compare those with placenta from normal pregnant women.
Study design: Comparative cross sectional study was used. Mothers who were delivered their baby in the same hospital donated their placentas. Twelve placentas from preeclampsia and 13 from controls were examined. The angiogenic activity was assayed using an endothelial cell migration assay. Differences in placental angiogenic activity between two groups were analysed using the Mann Whitney test.
Result: The angiogenic activity in the placenta from women with preeclampsia were significantly greater than that from women with normal pregnat. (p<0.05).
Conclusion: Placental hypoxia increased angiogenic activity in the placenta from women with preeclampsia. In this study, the local respons is not optimal in enhacing vascular bed, because 2 low birth weight babies was delivered in preeclampsia group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pentagamavunon-0 or [2,5-bis-(4-hydroxy-3-methoxy- benzylidene), was determined on its on its cytotoxicity,antiproliferative and antiangiogenesis effects in comparation to the effect of its analogue,curcumin(1,7-bis-(hydroxy-3-methoxyphenyl)-1,6 heptadiena-3,5-dion) againts 17-b-estradiol(E) induced human breast cancer cells T47D"
610 SKJ 19:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
"Banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas angiogenesis plasenta, misalnya VEGF dan oksigenasi dalam plasenta. Pada awal kehamilan normal b-hCG meningkatkan aktivitas VEGF untuk merangsang angiogenesis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar b-hCG pada kultur plasenta dengan aktivitas angiogenik plasenta preeklampsia. Sampel plasenta diambil dari 10 plasenta wanita dengan preeklampsia dan 10 kontrol (wanita dengan kehamilan normal). Semua subjek bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dan menandatangani informed consent. Konsentrasi b-hCG dalam supernatan kultur plasenta diukur dengan Microparticle Enzyme Immunoassay (MEIA) dan aktivitas angiogenik plasenta diukur dengan mengukur migrasi sel endotel menuju eksplan plasenta (skor 0-4). Hasil menunjukkan median skor aktivitas angiogenik plasenta pada preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dari kontrol (p<0,05). Konsentrasi b-hCG dalam kultur plasenta preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dari plasenta kehamilan normal (p<0,001). Konsentrasi b-hCG mempunyai korelasi positif dengan aktivitas angiogenik plasenta baik pada preeklampsia (r=0,50) maupun kehamilan normal (r=0,57). Walaupun korelasi ini lemah, bagaimanapun juga b-hCG merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas angiogenik plasenta. (Med J Indones 2004; 14: 67-70)

Numerous factors, such as VEGF and intra-placental oxygenation, can influence placental angiogenic activity. Early in the normal gestation period, b-hCG enhance VEGF activity to induce angiogenesis. The aims of this study were to identify the correlation between b-hCG concentration in placental culture and placental angiogenic activity in pre-eclampsia. Ten placenta samples from women with pre-eclampsia and 10 from controls (normal pregnancy) were collected. All subjects agreed to participate in this study and signed an informed consent form. b-hCG concentration in supernatant of placental culture was measured by Microparticle Enzyme Immunoassay (MEIA) and placental angiogenic activity was measured by endothelial cell migration toward placental explant (score 0-4). The results showed that the median score of placental angiogenic activity in pre-eclampsia was significantly higher than in normal pregnancy (p<0.05). Concentration of b-hCG in pre-eclampsia was significantly higher than in normal pregnancy (p<0.001). hCG concentration in placental culture was positively correlated to placental angiogenic activity both in pre-eclampsia (r=+0.50) and in normal pregnancy (r=+0.57). Although the correlations were weak, b-hCG is considered one of the factors that influence placental angiogenic activity. (Med J Indones 2004; 14: 67-70)"
2005
MJIN-14-2-AprJun2005-67
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Grestyasanti Wimasan
"Latar Belakang: Adanya stimulus yang diterima oleh dentin akan direspon oleh kompleks dentin-pulpa melalui reaksi inflamasi. Perkembangan terapi endodontik regeneratif melalui rekayasa jaringan melibatkan eksosom sebagai salah satu komponen pendukung yang esensial. Wharton’s Jelly (WJ) merupakan salah satu sumber sel punca mesenkim yang telah terbukti memiliki kemampuan berdiferensiasi menjadi adiposit, osteosit, dan kondrosit di bawah stimulasi yang sesuai. Belum ada studi yang mempelajari potensi eksosom WJ pada regenerasi kompleks dentin-pulpa.
Tujuan: Mengetahui potensi angiogenik dan odontogenik eksosom WJ melalui ekspresi FGF-2 dan DSPP pada regenerasi kompleks dentin-pulpa.
Metode: Untuk mengetahui potensi angiogenik, pada kultur hDPSC primer dilakukan penambahan eksosom WJ 0,5%, 1%, dan 5% dibandingkan dengan kontrol pada waktu observasi 3 dan 7 hari, kemudian dilakukan analisis ekspresi FGF-2 dengan uji ELISA. Selain itu, dilakukan analisis ekspresi marker diferensiasi odontogenik yaitu ekspresi DSPP dengan uji ELISA pada waktu observasi 7 dan 14 hari, serta pengamatan kualitatif sel dari pewarnaan Alizarin Red pada hari ke-21. Uji statistik dilakukan menggunakan one-way Anova.
Hasil: Terdapat peningkatan ekspresi FGF-2 dan DSPP yang menunjukkan potensi eksosom WJ berbagai konsentrasi (0,5%, 1%, dan 5%) pada media kultur hDPSC, serta terlihat gambaran nodul berwarna merah menunjukkan deposisi mineral yang berasal dari sel punca pulpa yang terdiferensiasi
Kesimpulan: Eksosom WJ memiliki potensi untuk diferensiasi angiogenik dan odontogenik.

Background: The stimulus received by dentin will be responded by dentin-pulp complex through inflammatory reaction. The development of regenerative endodontic therapy through tissue engineering involves exosomes as one of the essential supporting components. Wharton's Jelly (WJ) is one of the sources of mesenchymal stem cells that have been proven to have the ability to differentiate into adipocytes, osteocytes, and chondrocytes under appropriate stimulation. There has been no study on the potential of WJ exosomes on dentin-pulp complex regeneration.
Objective: To investigate the angiogenic and odontogenic potential of WJ exosomes through the expression of FGF-2 and DSPP towards regeneration of pulp-dentine complex.
Methods: To determine the angiogenic potential, the primary hDPSC culture was added with 0.5%, 1%, and 5% WJ exosomes compared to the control at the observation time of 3 and 7 days, then analysed the expression of FGF-2 by ELISA test. In addition, the expression of odontogenic differentiation markers, namely DSPP expression, was analysed by ELISA test at 7 and 14 days of observation, as well as qualitative observation of cells from Alizarin Red staining on day 21. Statistical tests were performed using one-way Anova.
Results: There was an increase in the expression of FGF-2 and DSPP indicating the potency of WJ exosomes at various concentrations (0.5%, 1%, and 5%) in the hDPSC culture medium, and red nodules were seen indicating mineral deposition derived from differentiated pulp stem cells.
Conclusion: WJ exosomes have potential for angiogenic and odontogenic differentiation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Pratami Septiara
"ABSTRAK
Latar Belakang: Luka bakar adalah kerusakan dan kehilangan jaringan akibat suhu yang sangat tinggi atau rendah. VEGF-A adalah faktor pertumbuhan yang berperan penting dalam proses angiogenesis dan mempertahankan permeabilitas pembuluh darah. Angiogenesis sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka karena pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan yang rusak, membawa sel-sel imun, dan mempersiapkan area luka untuk regenerasi dan perbaikan jaringan. Penggunaan hADSC dalam collagen gel diharapkan menghasilkan ekspresi mRNA VEGF-A dan jumlah pembuluh darah yang lebih tinggi.Metode: Penelitian ini menggunakan 20 tikus jantan Spargue Dawley, dibagi menjadi empat kelompok hari pengamatan hari ke 7, 14, 21 dan 28 . Setiap tikus menerima tiga luka dengan perlakuan berbeda kontrol, hADSC dalam collagen gel dan collagen gel . Pembuatan luka bakar deep dermal dilakukan dengan menempatkan pelat logam dengan suhu 250 C selama 15 detik di dorsal. Pengukuran ekspresi mRNA VEGF-A dilakukan dengan dengan metode qRTPCR. Jumlah pembuluh darah dihitungan dari jaringan luka bakar dengan pewarnaan hematoksilin-eosin.Hasil: Pada hari ke 7, tingkat ekspresi mRNA VEGF-A pada luka yang diberikan oleh hADSC dalam collagen gel berbeda signifikan dibandingkan kelompok collagen gel dan kontrol (p<0,05), sedangkan kelompok scaffold collagen gel dengan kontrol tidak berbeda signifikan. Pada hari ke-14, 21, dan 28 tidak terdapat perbedaan signifikan ekspresi mRNA VEGF-A di ketiga perlakuan. Terjadi penurunan ekspresi mRNA VEGF-A pada hari ke-7 sampai hari ke-28 di semua perlakuan. Jumlah pembuluh darah tidak berbeda signifikan diantara ketiga perlakuan, namun terjadi peningkatan jumlah pembuluh darah sampai hari ke-21. Kesimpulan: Pemberian hADSC dalam collagen gel meningkatkan ekspresi mRNA VEGF-A di awal proses penyembuhan luka dibandingkan kelompok tanpa hADSC.

ABSTRACT
Introduction Burn injuries are damage and loss of tissue with very high or low temperatures. VEGF A is growth factor that plays important role in the angiogenesis and maintains the permeability of blood vessels. Angiogenesis is indispensable to the wound healing because the blood vessels carry oxygen and nutrients to the damaged area, carry immune cells, and prepare the wound area for tissue regeneration and repair. The use of hADSC in the collagen gel is expected to result higher level of mRNA VEGF A expression and large number of bloodvessels.Methods This study used 20 male Spargue Dawley rats, divided into four groups of observation days day 7, 14, 21 and 28 . Each rat received three wound with different treatments control, hADSC in collagen gel and collagen gel . The making of deep dermal burn injury on the dorsal by placing metal plate with 250 C for 15 seconds. Expression level of mRNA VEGF A measurement with qRTPCR methode. The number of blood vessels calculated from the burn tissue with hematoxylin eosin staining.Results At day 7, the expression level of mRNA VEGF A in the wound treated by hADSC in collagen gel was significantly different from the collagen gel and control (p<0.05), whereas the collagen gel with the control group were not significantly different. On days 14, 21, and 28 showed no significant expression of mRNA VEGF-A between the three treatments. There was decrease in mRNA VEGF-A expression on day 7 to day 28 in all treatments. The number of blood vessels did not differ significantly between the three treatments, but there was increase the number of blood vessels to day 21.
Conclusion: The provision of hADSC in collagen gel increased the expression of mRNA VEGF-A at the beginning of the wound healing process compared to the group without hADSC. The number of blood vessels increased to the 21st day."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nissia Ananda
"Latar Belakang: Pembentukan jaringan parut terkait dengan fibroblast yang dihasilkan selama fase proliferasi dan salah satu strategi untuk menekan pembentukannya yang berlebihan adalah dengan menggunakan bahan perawatan luka. Penggunaan obat herbal saat ini diminati karena menghindari efek samping obat sintetik dan Hydnophytum formicarum berpotensi sebagai antioksidan dan anti inflamasi. Tujuan Penelitian: Menganalisis pengaruhekstrak Hydnophytum formicarum terhadap kerapatan kolagen, angiogenesis, panjang luka, dan reepitelisasi penyembuhan luka. Metode Penelitian: 24 ekor tikus Sprague Dawley dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Luka dibuat menggunakan biopsy punch. Empat ekor tikus dari tiap kelompok di nekropsi pada hari ke 4, 7 dan 14. Analisa kerapatan kolagen, angiogenesis, panjang luka, dan reepitelisasi dilakukan menggunakan pemeriksaan hematoksilin eosin dan masson’s trichrome. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada angiogenesis, panjang luka, reepiteliasasi antar kelompok. Angiogenesis pada kelompok perlakuan memiliki jumlah yang lebih sedikit namun lebih matur. Selain itu terdapat interaksi antara pengaplikasian ekstrak Hydnophytum formicarum dan hari nekropsi terhadap kerapatan kolagen dan tingkat reepitelisasi. Kesimpulan: Penggunaan ekstrak Hydnophytum formicarum mempengaruhi pembentukkan jaringan parut yang ditunjukkan kerapatan kolagen, angiogenesis, reepitelisasi, dan panjang luka pada fase granulasi. Tidak terdapat kelainan spesifik pada luka pada kelompok perlakuan. Inhibisi angiogenesis pada aplikasiHydnophytum formicarum berhubungan dengan pembentukan jaringan parut pada luka.

Background: Formation of scar tissue associated with fibroblast and wound care material is used to suppress the formation of excessive scar tissue. Herbal medicine is currently popular because it avoids the side effects of synthetic drugs and Hydnophytum formicarum has antioxidant and anti-inflammation potential. Purpose: Analyzing the effects of Hydnophytum formicarum extract on collagen density, angiogenesis, wound length, reepithelialization in wound healing. Material and Method: 24 mice are divided in the control and treated group. Wounds were made using biopsy punch. Four rats from each group were necropsed on day 4, 7 and 14. Collagen density, angiogenesis, wound length, reepithelialization were then analyzed using hematoxylin eosin and masson’s trichrome staining. Results: There were significant differences in the results of the angiogenesis analysis, wound length, reepitheliasation between the groups. Angiogenesis in the treatment group had smaller number but more mature. There was interaction between the application of Hydnophytum formicarum extract and necropsy day on collagen density and reepithelialization rate. Conclusion: Hydnophytum formicarum extracts affected the formation of scar tissue as indicated by collagen density, angiogenesis, reepithelialization, wound length in granulation phases. Inhibition of angiogenesis in the application of Hydnophytum formicarum is related to the formation of scar tissue in the wound."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Permatasari
"Latar belakang: Ulkus kornea dapat menyebabkan kebutaan karena sikatriks kornea. Transplantasi kornea sebagai tatalaksana sikatriks kornea berisiko tinggi mengalami kegagalan dengan adanya neovaskular pada kornea resipien. VEGF-A diduga sebagai faktor angiogenik utama dalam terbentuknya neovaskular kornea. Berdasarkan pengamatan klinis, neovaskular kornea pada pasien ulkus kornea bakteri lebih luas dibandingkan ulkus kornea jamur, namun belum pernah dibandingkan secara ilmiah. Tujuan: Studi ini membandingkan VEGF-A air mata dan neovaskularisasi kornea antara ulkus kornea bakteri dan jamur. Korelasi antara VEGF-A dengan luas neovaskular juga dihitung. Metode: Penelitian dilakukan terhadap pasien ulkus kornea bakteri dan jamur dengan sampel foto kornea dan air mata. Pengambilan sampel dilakukan pada hari pertama kedatangan dan diulang pada minggu keempat. Analisis foto kornea menggunakan peranti lunak ImageJ® untuk menilai luas neovaskular kornea dan luas defek kornea. Analisis VEGF-A air mata menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Perbedaan dianggap signifikan jika p<0,05. Hasil: Didapatkan 12 subjek ulkus kornea bakteri dan 10 subjek ulkus kornea jamur dengan rerata usia 37 tahun. Bakteri terbanyak Pseudomonas aeruginosa. dan jamur terbanyak Fusarium sp. Defek kornea setara pada awal (bakteri 25,6% (1,8-81,5) vs jamur 22,7% (3,0-45,0), p = 0,644) dan membaik pada minggu keempat (bakteri 0,04% (0-30,5) vs jamur 2,5% (0-15,1), p=0,368). Luas neovaskular kornea pada hari pertama setara (bakteri 10,3% (2,3-37,5) vs jamur 8,0% (3,7-22,8), p = 0,262) namun pada minggu keempat lebih luas pada kelompok bakteri (bakteri 21,6% (2,3-58,0) vs jamur 11,0% (5,4-22,5), p=0,033). VEGF-A air mata setara pada hari pertama (bakteri 215,6 pg/ml (58,0-1111,6) vs jamur 339,3 pg/ml (22,7-1313,0), p=0,391) dan minggu keempat (bakteri 399,7 pg/ml (181,9-1496,3) vs jamur 743,8 pg/ml (78,7-1416,5), p=0,792). Tidak didapatkan korelasi VEGF-A terhadap luas area neovaskular kornea (hari pertama r -0,28, p=0,212, minggu keempat r -0,04 p=0,855). Kesimpulan: Perbedaan luas neovaskular pada minggu keempat diduga karena faktor proangiogenik pada bakteri yang jarasnya melalui VEGF-A serta faktor antiangiogenik pada jamur yang mengalahkan pengaruh VEGF-A. Diperlukan penelitian mendasar yang mencari faktor antiangiogenik tersebut pada jamur.

Background: Corneal ulcer can cause blindness due to corneal cicatrix. Corneal transplantation as the treatment of corneal cicatrix had higher risk for rejection or failure if the recipient’s cornea possessed neovascularization. VEGF-A was thought to be the major angiogenic factor in corneal neovascularization. Based on clinical observation, corneal neovascularization in bacterial corneal ulcers had more area than in fungal corneal ulcers, however it was never proved scientifically. Objective: This study aimed to compare tear fluid VEGF-A and corneal neovascularization between bacterial and fungal corneal ulcers. The correlation between VEGF-A and neovascular area was also measured. Methods: Corneal photograph and tear fluid samples of bacterial and fungal in corneal ulcer patients were studied. Sample was taken at the first visit and at the fourth week follow up. Corneal photograph was analyzed using ImageJ® software to measure neovascular area and defect area. Tear fluid VEGF-A was examined using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Difference was considered significant if p<0,05. Results: There were 12 bacterial corneal ulcer patients and 10 fungal corneal ulcer patients with mean age 37 years old. Most common bacteria was Pseudomonas aeruginosa and most common fungi was Fusarium sp. Corneal defect area between the groups was similar at the first visit (bacterial 25,6% (1,8-81,5) vs fungal 22,7% (3,0-45,0), p = 0,644) and improved at the fourth week (bacterial 0,04% (0-30,5) vs fungal 2,5% (0-15,1), p=0,368). Neovascular area was similar among the groups at the first visit (bacterial 10,3% (2,3-37,5) vs fungal 8,0% (3,7-22,8), p = 0,262), however bacterial group showed larger area at the fourth week (bacterial 21,6% (2,3-58,0) vs fungal 11,0% (5,4-22,5), p=0,033). Tear fluid VEGF-A was similar at the first visit (bacterial 215,6 pg/ml (58,0-1111,6) vs fungal 339,3 pg/ml (22,7-1313,0), p=0,391) and the fourth week (bacterial 399,7 pg/ml (181,9-1496,3) vs fungal 743,8 pg/ml (78,7-1416,5), p=0,792). No correlation obtained between VEGF-A and corneal neovascular area (first visit r -0,28, p=0,212, fourth week r -0,04 p=0,855). Conclusion: The difference of neovascular area at the fourth week could be due to proangiogenic factor of bacteria through its effect on VEGF-A and antiangiogenic factor in fungi that may overcome VEGF-A effect. Further study is needed to confirm the antiangiogenic factor that fungi possess."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ronald Winardi Kartika
"Luka kaki diabetes (LKD) adalah salah satu komplikasi diabetes melitus (DM). Terapi LKD adalah perawatan luka dan growth factor (GF) seperti advanced-platelet rich fibrin (A-PRF). Penyandang DM memiliki GF rendah, untuk mengoptimalkan GF yang dilepaskan oleh PRF, ditambahkan asam hialuronat (AH). Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh A-PRF + AH terhadap penyembuhan LKD dengan mengkaji VEGF, PDGF, IL-6, dan indeks granulasi. Desain penelitian randomized control trial, dilaksanakan pada bulan Juli 2019 −Maret 2020 di RSPAD Gatot Soebroto dan RSUD Koja, Jakarta. Subjek penyandang LKD yang mengalami luka kronik, kriteria Wagner II, luas luka < 40 cm2. Subjek diambil berdasarkan rule of thumb dan dibagi tiga secara acak yaitu kelompok terapi topikal A-PRF + AH (n = 10), A-PRF (n = 10) dan kontrol NaCl 0,9% (n = 10). Pada kelompok A-PRF + AH dan A-PRF dilakukan pemeriksaan VEGF, PDGF, IL-6 dari usap LKD dan fibrin gel sedangkan kontrol hanya diperiksa usap LKD. Biomarker dan Indeks Granulasi (IG) diperiksa hari ke-0, ke-3, ke-7. Khusus IG pengukuran ditambah hari ke-14. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 20 dengan uji Anova atau Kruskal Wallis.
Pada kelompok A-PRF + AH, kadar VEGF usap LKD hari ke-0 adalah 232,8 meningkat menjadi 544,5 pg/mg protein pada hari ke-7. Pada kelompok A-PRF tejadi peningkatan dari 185,7 menjadi 272,8 pg/mg protein, namun kelompok kontrol terjadi penurunan dari 183,7 menjadi 167,4 pg/mg protein. Kadar PDGF usap LKD kelompok A-PRF + AH hari ke-0 adalah 1,9 pg/mg protein, meningkat menjadi 8,1 pg/mg protein hari ke-7, kelompok A-PRF dari 1,7 meningkat menjadi 5,4 pg/mg protein dan kontrol dari 1,9 meningkat menjadi 6,4 pg/mg protein. Kadar IL-6 usap LKD kelompok A-PRF + AH hari ke-0 adalah 106,4 menjadi 88,7 pg/mg protein hari ke-7, pada A-PRF dari 91,9 menjadi 48,8 pg/mg protein dan kontrol dari 125,3 menjadi 167,9 pg/mg protein. IG kelompok A-PRF + AH hari ke-0 adalah 42,1% menjadi 78,9% dan 97,7% hari ke-7 dan ke-14, pada kelompok A-PRF dari 34,8% menjadi 64,6% dan 91,6%. Kelompok kontrol dari 35,9% menjadi 66,0% dan 78,7% hari ke-7 dan ke-14. Pada kelompok A-PRF + AH dibandingkan A-PRF dan NaCl didapatkan peningkatan bermakna kadar VEGF pada hari ke-3 (p = 0,011) dan hari ke-7 (p < 0,001). Kadar IL-6 menurun bermakna (p = 0,041) pada hari ke-7 saja. Namun persentase IG meningkat bermakna pada hari ke-3 (p = 0,048), ke-7 (p = 0,012) dan hari ke-14 (p < 0,001).
Disimpulkan penambahan AH pada A-PRF meningkatkan VEGF (marker angiogenesis) dan IG (tanda klinis penyembuhan luka), serta menurunkan IL-6 (marker inflamasi) secara bermakna sehingga mempercepat penyembuhan LKD.

Diabetic foot ulcer (DFU) is one of complications of diabetes mellitus (DM). Advance wound treatment in DFU such as growth factors (GF) including Advanced-Platelet Rich Fibrin (A-PRF) topical has been developed . People with DM have low GF, so to optimize GF hyaluronic acid (AH) is added. This study analyzed the combination of A-PRF + AH combination in DFU recovery by examining VEGF, PDGF, IL-6, and granulation index (IG).
The study used a randomized control design, done from July 2019−March 2020 at the Gatot Soebroto Army Hospital and Koja District Hospital, Jakarta. Subjects were DFU patients who had chronic wounds, area < 40 cm2 and Wagner II criteria. Subjects were recruited according to the rule of thumb and were randomly divided into three groups namely topical A-PRF + AH (n = 10), A-PRF (n = 10) and control NaCl 0.9% groups (n = 10). The A-PRF + AH and A-PRF groups underwent VEGF, PDGF, and IL-6 examinations of the DFS swabs and fibrin gel while the controls could only underwent the DFU swabs. Biomarkers and Granulation Index (GI) were measured on day 0, 3rd, 7th. Special GI measurements were added on day 14. Data were analyzed using SPSS version 20 with the Anova and Kruskal Wallis test.
In the A-PRF + AH group the VEGF level from swab DFU day 0 was 232,8 pg/mg protein increase to 544,5 pg/mg protein on day 7. In the A-PRF group VEGF increase from 185,7 to 272,8 pg/mg protein and control decrease from 183.7 to 167.4 pg/mg protein. Increasing of PDGF levels in group A-PRF + AH day 0 was from 1,9 pg/mg protein to 8,1 pg/mg day 7, group A-PRF from 1,7 increased to 5,4 pg/mg protein and control from 1,9 to 6,4 pg/mg protein. Decreasing of IL-6 level of DFU swab in group A-PRF + AH day 0 was 106,4 pg/mg protein to 88,7 pg/mg protein day 7, in group A-PRF from 91,9 to 48,8 pg/mg protein and control from 125,3 to 167,9 pg/mg protein. The granulation index of DFU group A-PRF + AH on day 0 was 42,1% increased to 78,9% and 97,7% days 7 and 14. In the A-PRF group increased from 34,8% to 64,6 % and 91,6%. and controls from 35,9% to 66,0% and 78,7% on days 7 and 14. On the 7th day the VEGF level of the A-PRF + AH group increased significantly (p < 0.001), while IL-6 decreased and the granulation index increased significantly with p level of p = 0.041 and p = 0.012 respectively, compare with other group.
It was concluded that on day 7 the AH to A-PRF increases VEGF (a marker of angiogenesis) and GI (a clinical sign of wound recovery), as well as a decrease in IL-6 (a marker of inflammation) which fully increase in DFU.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>