Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fera Wahyuni
"

Latar belakang: Penggunaan aminofilin intravena masih merupakan terapi pilihan untuk mengatasi apnea of prematurity (AOP) pada bayi prematur di Indonesia karena obat tersebut lebih mudah diperoleh dan harganya lebih murah walaupun mempunyai jendela terapi yang sempit. Pemeriksaan kadar teofilin serum perlu dilakukan untuk menilai efektifitas dan keamanan obat tersebut. Faktor-faktor yang memengaruhi efektifitas dan keamanan penggunaan aminofilin intravena pada bayi prematur dalam pengobatan apnea of prematurity di unit Neonatologi belum jelas. 

Tujuan: Mengetahui efektifitas dan keamanan penggunaan aminofilin sebagai terapi apnea of prematurity dan faktor-faktor yang memengaruhinya.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cohort prospektif. Subjek penelitian adalah 40 bayi prematur dengan usia gestasi kurang atau sama dengan 30 minggu di Unit Neonatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta pada bulan April 2019 hingga Oktober 2019. Bayi tersebut mendapat terapi aminofilin intravena dosis rumatan sebanyak lima kali dan dilakukan pemeriksaan kadar teofilin serum dengan menggunakan metode reversed phase high performance liquid chromatography diode array detector (RP-HPLC-DAD). Selanjutkan dilakukan pemantauan efektifitas dan efek samping yang terjadi selama pemberian aminofilin intravena. Analisis data dengan uji Kai kuadrat dan regresi logistik, hasil signifikan bila nilai p < 0,05.

Hasil: Pemberian aminofilin intravena 67,5% efektif sebagai terapi AOP pada bayi usia gestasi kurang dari 30 minggu. Faktor-faktor yang memengaruhi efektifitas penggunaan aminofilin intravena sebagai terapi AOP adalah berat lahir dan kadar teofilin serum dengan nilai p = 0,006 dan 0,022. Efek samping yang ditemukan pada pemberian aminofilin intravena adalah takikardi (37,5%) dan peningkatan diuresis (27,5%) pada kadar teofilin serum lebih dari 12 mg/mL. Faktor yang memengaruhi keamanan penggunaan terapi aminofilin intravena pada bayi prematur adalah kadar teofilin serum dengan nilai p < 0,001. 

Simpulan: Pemberian aminofilin intravena sebagai terapi AOP pada bayi prematur dengan usia kurang dari 30 minggu efektif dan aman. Namun perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin serum mengingat pemberian aminofilin intravena sering menimbulkan efek samping.

 

Keywords: apnea of prematurity, aminofilin, efektifitas dan keamanan


Background: Intravenous aminophylline still plays the role as the therapy of choice for apnea of prematurity (AOP) in Indonesia because the drug is easier
to obtain and the price is cheaper despite having a narrow window of therapy. An examination of serum theophylline levels needs to be performed to assess the effectiveness and safety of the drug. Factors that influence the effectiveness and safety in the treatment of apnea of prematurity in the Neonatology Unit remain unclear.
Aim: To determine the effectiveness and safety of using aminophylline as apnea of prematurity therapy and their influencing factors.
Methods: This research is an analytical study with a prospective cohort design. Subjects were 40 premature infants with gestational age less than or equal to 30 weeks in the Neonatology Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) in Jakarta from April 2019 to Oktober 2019. The infants received intravenous
aminophylline maintenance dosages five times and the levels of serum theophylline were examined using the reversed phase high performance liquid chromatography diode array detector (RP-HPLC-DAD) method. The follow up was set to monitor the effectiveness and side effects that occur during intravenous aminophylline administration. Data were analyzed using the Chi-square test and logistic regression. The results were considered significant if the p-value < 0,05.
Results: The administration of intravenous aminophylline 67.5% was effective as AOP therapy in infants of less than 30 weeks gestation. Factors that
influence the effective use of intravenous aminophylline as AOP therapy are birth weight and serum theophylline levels with p = 0,006 and 0,022. Side effects that occurred were tachycardia (37.5%) and increased diuresis (27.5%) in serum theophylline levels of more than 12 mcg/mL. Factors that influence the safety of the use of intravenous aminophylline therapy in preterm infants are serum theophylline levels with p < 0,001.
Conclusion: Administration of intravenous aminophylline as AOP therapy in premature infants less than 30 weeks of age is effective and safe. However, it is necessary to monitor serum theophylline levels due to its frequent side
effects occurence.

 

Keywords: apnea of prematurity, aminophylline, effectiveness and safety
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siringoringo, Victor Sahat
"Latar belakang
Teofilin merupakan bronkodilator yang efektif dalam pengobatan asma bronkial dan penggunaannya dalam bentuk garam etilendiamin sebagai bolus i.v. aminofilin merupakan terapi standar dalam penanggulangan penderita asma bronkial akut (1-3).
Dari beberapa hasil penelitian ditunjukkan bahwa baik efek terapi maupun efek toksik teofilin sangat berkaitan dengan kadar teofilin dalam serum. Untuk bronkodilatasi, lajak kadar teofilin serum terapetik adalah sempit yaitu 10 - 20 μg/ml (1,2,4-7). Disamping mempunyai efek terapetik yang rendah, variasi biotransformasi atau bersihan total teofilin, baik intraindividual maupun interindividual sangat berpengaruh pada kadar teofilin serum. Oleh karena itu pemantauan kadar teofilin serum dengan penerapan prinsip farmakokinetik sangat penting dalam optimasi penggunaan teofilin (1,8-12).
Dalam praktek, untuk menanggulangi serangan asma akut, seringkali penderita yang datang ke rumah sakit diberikan dosis awal bolus i.v. aminofilin dengan dosis muatan 5,6 mg/kg BB tanpa memperhitungkan apakah penderita ini telah mendapat teofilin dalam waktu sehari sebelumnya. Kemudian, apabila serangan dapat diatasi, penderita tidak mendapat infus aminofilin melainkan hanya mendapat resep dokter untuk membeli sediaan teofilin per oral di apotek sebagai kelanjutan terapi di rumah. Penatalaksanaan serangan asma bronkial akut yang dianjurkan dalam kepustakaan adalah pemberian bolus i.v. aminofilin dengan dosis muatan 5,6 mg/kg BB. Kemudian dosis awal ini harus dilanjutkan dengan pemberian infus aminofilin untuk mempertahankan kadar teofilin serum terapetik (1,2).
Interval waktu seteiah pemberian bolus i.v. aminofilin yang diberikan di rumah sakit sampai penderita minum sediaan teofilin per oral. di rumah diperkirakan 3 - 6 jam. Oleh karena itu kadar teofilin serum sebelum bolus injeksi aminofilin dan sesudahnya sampai 6 jam serta hubungannya dengan efek terapi dan efek sampingnya perlu diteLiti pada penderita asma bronkial akut yang hanya mendapat bolus i.v. aminofilin dengan dosis standar 5,6 mg/kg BB di rumah sakit?
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadyanti
"Banyak sediaan antiselulit yang beredar di pasaran dengan beragam zat aktif dan bentuk sediaan. Akan tetapi, belum diketahui bentuk sediaan dan zat aktif yang memberikan penetrasi yang lebih baik. Zat aktif yang digunakan umumnya golongan metilxantin, yaitu kafein dan aminofilin. Ada sediaan antiselulit yang menggunakan derivat vitamin A. Derivat vitamin A, tretinoin, selama ini secara topikal lazim digunakan sebagai antijerawat. Dalam penelitian ini ingin diketahui pengaruh tretinoin terhadap penetrasi kafein dan aminofilin secara in vitro menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus sebagai membran. Tahapan yang dilakukan adalah pembuatan dan evaluasi sediaan, serta uji penetrasi. Sediaan dibuat adalah krim, gel dan salep, mengandung kafein 3% atau aminofilin 2%, dengan atau tanpa tretinoin 0,05% pada krim dan salep serta tretinoin 0,01% pada gel. Fluks (μg.cm-2.jam-1) kafein yang terpenetrasi pada jam ke-8 dari sediaan krim, gel dan salep berturut-turut sebesar 70,10 ± 0,75; 444,67 ± 0,97 dan 55,39 ± 5,86 serta dengan adanya tretinoin berturut-turut sebesar 121,33 ± 1,55; 555,47 ± 4,27; dan 63,77 ± 1,04. Fluks (μg.cm-2.jam-1) aminofilin yang terpenetrasi pada jam ke-8 dari sediaan krim, gel dan salep berturut-turut sebesar 86,20 ± 0,32; 240,20 ± 3,00; dan 22,54 ± 1,25 serta dengan adanya tretinoin berturut-turut sebesar 140,33 ± 2,77; 379,45 ± 3,15; dan 27,05 ± 0,78. Hasil ini menunjukkan bahwa kafein dan aminofilin dengan tretinoin dapat digunakan untuk mengembangkan formula baru dengan penetrasi kafein dan aminofilin yang lebih baik.

There are many kinds of anti-cellulite products with various dosage forms and active ingredients. On the other hand, there is not enough information about dosage forms and active ingredients which give the best skin penetration. Subtances properly used in anti-cellulite products are methylxanthines, i.e caffeine and aminophylline. There are anti-cellulite products containing vitamin A derivatives but no informations enough describing its function as an anti-cellulite. So far, vitamin A derivate, tretinoin, in topical dosage forms is widely used as anti-acne agent. In this research, the effects of tretinoin on in vitro skin penetration of caffeine and aminophylline was investigated through rat skin as membrane using Franz diffusion cell. The steps of this research were formulating and evaluating dosage forms, and testing skin penetration. Formulas were made in three dosage forms, i.e cream, gel and ointment, containing 3% caffeine or 2% aminophylline, with 0,05% tretinoin in creams and ointments, and 0,01% tretinoin in gels. All investigations were compared to caffeine or aminophylline cream, gel, and ointment without tretinoin. Eighth-hour flux (μg.cm-2.hr-1) of penetrating caffeine from cream, gel, and ointment without tretinoin were 70,10 ± 0,75; 444,67 ± 0,97 and 55,39 ± 5,86; and with tretinoin became 121,33 ± 1,55; 555,47 ± 4,27; and 63,77 ± 1,04. Eighth-hour flux (μg.cm-2.hr-1) of penetrating aminophylline from cream, gel, and ointment without tretinoin were 86,20 ± 0,32; 240,20 ± 3,00; and 22,54 ± 1,25 and with tretinoin became 140,33 ± 2,77; 379,45 ± 3,15; dan 27,05 ± 0,78.. These results indicated that caffeine and aminophylline combined with tretinoin may be developed into a new formula to improve caffeine or aminophylline skin penetration.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32772
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library