Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 2003
649.33 IND i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Widiani
"Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang vertebrae sampai tulang costae kelima-keenam yang dapat merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan. Pijatan ini berfungsi untuk meningkatkan hormon oksitosin yang dapat menenangkan ibu, sehingga Air Susu Ibu ASI keluar dengan lancar. Pasien berusia 38 tahun dengan status multipara. Berdasarkan pengkajian, pasien memiliki riwayat menyusui yang belum berhasil pada anak sebelumnya. Masalah keperawatan utama yang muncul adalah kesiapan peningkatan menyusui. Masalah yang terjadi pada proses menyusui sebelumnya, salah satunya yaitu kurangnya produksi ASI. Tujuan dari karya ilmiah ini adalah untuk menganalisis asuhan keperawatan pada ibu postpartum dengan riwayat masalah kurangnya produksi ASI. Hasil analisis setelah diberikan intervensi pijat oksitosin menunjukan adanya peningkatan produksi ASI dengan indikator berat badan bayi, frekuensi menyusu, frekuensi Buang Air Kecil BAK , dan lama tidur setelah menyusu. Karya tulis ini diharapkan dapat dijadikan data yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada ibu postpartum dengan masalah ketidakberhasilan dalam pemberian ASI.
The massage of oxytocin is a massage along the spine to the fifth-sixth costae bone that can stimulate the prolactin and oxytocin hormone after delivered. This massage works to increase the oxytocin hormone that can calm the mother, so that the breastmilk come out smoothly. A 38-year-old patient with multiparous status. Based on the assessment, the patient has a history of breastfeeding that she had not been successful in the previous child. The main nursing problem that arises is the increased readiness of breastfeeding. Problems that occur in previous breastfeeding process, one of which is the lack of milk production. The purpose of this scientific work is to analyze nursing care in postpartum mothers with a history of problems of lack of breastmilk production. The results of the analysis after the intervention of oxytocin massage showed an increase in breastmilk production with indicator of infant weight, frequency of suckling, frequency of urination, and duration of sleep after breastfeeding. This paper is expected to be used as data related to nursing care in postpartum mothers with the problem of non-success in breastfeeding."
2020
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ismu S. Suwelo
"ABSTRAK
Sampai saat ini program penggunaan ASI (Air Susu Ibu) sampai usia dua tahun masih digalakkan pada masyarakat ASI untuk bayi ini biasa dikatakan ASI eksklusif, karena ASI tersebut sangat panting bagi bayi untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, intelegensia dan penangkal pelbagai penyakit Keberhasilan pemberian ASI sangat bergantung pada peranan ibu. Oleh karena itu penelitian tentang ASI yang mendukung program tersebut perlu diperhatikan dan didukung.
Karies gigi pada anak merupakan masalah utama dan selalu menjadi persoalan keluarga. Anak yang sakit gigi akan menderita dan terganggu kesehatannya dan akan menyebabkan kualitas pertumbuhan dan perkembangannya akan mengalami gangguan. Keadaan ini dengan sendirinya akan menyebabkan peningkatan kualitas sumber daya manusia mendatang juga akan mengalami gangguan.
Pemberian ASI pada bayi sampai dua tahun memang perlu digalakkan, namun perlu juga diketahui bagaimana dampaknya terhadap kesehatan gigi dan mulut anak. Dengan demikian pemberian ASI secara terpadu dapat dilaksanakan dengan memperhatikan kesehatan secara keseluruhatinya termasuk kesehatan gigi, sehingga peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia mendatang dapat tercapai.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tenting seberapa besar peranan ibu atau berapa banyak ibu yang memberikan ASI pada anaknya dan bagaimana status kesehatan gigi dan mulut (karies gigi) anak baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan. Selain itu juga ingin mengetahui seberapa besar dampak pemberian ASI terhadap karies gigi anak. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan asupan dalam rangka peningkatan kualitas somber daya manusia yang akan datang.
Akhir-akhir ini ASI menjadi perhatian para ahli karena ASI juga bisa menyebabkan baik karies biasa maupun karies botol. Hal ini mungkin karena ASI mengandung laktosa cukup tinggi. Banyak laporan tenting adanya penderita karies botol pada anak yang dari bayi minum ASI (Kotlow, 1977; Gardner dkk, 1977; Brains dan Maloney, 1983; Johnsen, 1984; dan Roeters, 1977). Dapat dikatakan bahwa sebenarnya anak yang dari bayi minum ASI juga dapat terserang karies, sampai karies yang berat (karies botol) pada gigi sulungnya.
Gigi berlubang (karies) pada anak merupakan masalah yang sangat penting dan utama dari penyakit gigi dan mulut anak. Anak dengan gigi berlubang akan mengalami gangguan dalam pengunyahan makanan, apalagi kalau kerusakannya sudah parah. Anak akan menderita sakit dan akan menjadi persoalan keluarga. Anak menderita sakit namun tidak mau dibawa ke dokter gigi karena takut, dan ibu juga segan membawa anaknya ke dokter gigi karena alasan tertentu. Sampai sekarang ini masyarakat masih menganggap bahwa gigi sulung pada anak tidak perlu dirawat karena nantinya akan diganti dengan gigi tetap. Perawatan gigi sulung masih dianggap tidak perlu karena akan memakan waktu dan dana. Padahal kerusakan gigi sulung anak di Indonesia sudah meluas dan parah.
Karies gigi adalah suatu penyakit yang multifaktorial, yang penyebabnya tidak terlepas dari kebudayaan manusia. Sejak muncul di dalam rongga mulut kemungkinan gigi menderita karies selalu ada dan umumnya bergantung pada faktor-faktor yang ada pada manusia dan lingkungannya. Proses karies pada gigi sulung agak berbeda dengan gigi tetap pada orang dewasa. Karena beberapa faktor yang ada pada anak itu sendiri serta keadaan jaringan giginya, karies pada gigi sulung berjalan lebih cepat dan mudah terjadi karies yang rampant. Massler (dalam Mc. Donald & Avery 1978) serta Levine dan Hill (1978); mendefinisikan karies rampant sebagai karies yang akut dan penyebarannya cepat secara menyeluruh pada gigi. Demikian pula pada gigi yang umumnya tahan terhadap karies. Beberapa ahli percaya bahwa pada karies rampant, pertambahan terjadinya karies baru rata-rata 10 setiap tahunnya.
Dari beberapa data yang telah dilaporkan, frekuensi karies gigi sulung di Indonesia cukup tinggi. Hal ini mungkin karena kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya gigi sulung untuk dirawat, dan anggapan bahwa keberadaan gigi sulung hanya sementara yang nantinya akan diganti oleh gigi tetap masih mengakar. Bukti mengenai kurangnya perhatian terhadap gigi sulung ini dibuktikan oleh Suwelo (1988) dalam penelitiannya terhadap 1099 anak usia prasekolah di Jakarta dan sekitarnya. Dari sejumlah subyek tersebut, ternyata hanya 6 gigi dan 3 anak yang telah ditumpat
Mengenai frekuensi karies gigi sulung di Indonesia beberapa laporan dapat diutarakan. Dari 7 lokasi di Yogyakarta penelitian pada anak-anak umur 3-5 tahun, frekuensi karies adalah sebesar 75 % dengan indek def t=5.2 (Supartinah 1978). Selanjutnya penelitian tahun 1985 pada Taman Kanak-kanak di Yogyakarta dilaporkan frekuensi sebesar 85% (Rinaldi dan Iwa Sutarjo 1985). Lira dan Situmorang (1985) dalam penelitiannya pada gigi anak balita di beberapa Puskesmas di Medan mendapatkan frekuensi sebesar 61%. Sedang Suwelo (1992) melaporkan frekuensi karies pada anak prasekolah di Jakarta dan sekitarnya sebesar 85.17% dengan rata-rata def-t = 6.03. Anak yang tinggal di daerah pedesaan def-t rata-rata lebih rendah.
Penelitian Soemartono (1994) di daerah pedesaan (Tangerang) menunjukkan 80% anak usia sate sampai dengan lima tahun menderita karies dengan def-t rata-rata meningkat dari 1 sampai 8.35 pada anak usia lima tahun. Penelitian Anita dan Suwelo (1994) pada anak usia dua tahun sampai dengan lima tahun di klinik kesehatan anak (Jakarta Utara) menunjukkan bahwa anak yang diberi tablet fluor hanya 49.12% yang menderita karies, dengan def-t 0.24. Pada penelitian itu juga ditunjukkan bahwa 83.33% anak yang tidak diberi tablet fluor menderita karies, dengan def-t 6.81.
Penelitian merupakan penelitian observasi cross-sectional. Subyek penelitian anak usia 1 s/d 5 tahun, jumlah subjek: 500 anak dan lokasi: 300 anak di Posyandu di Pedesaan, 200 anak di Posyandu di Perkotaan. Pelaksanaan penelitian pemeriksaan status kesehatan gigi (karies) dan kuesioner yang ditujukan pada ibu anak-anak yang diperiksa untuk mengetahui kebiasaan minum ASI sejak lahir.
Penelitian dilakukan di. pedesaan (Posyandu) Tangerang, pada 355 anak usia 2-5 tahun, di perkotaan DKI Jakarta (Posyandu) pada 233 anak usia yang sania. Ternyata dari semua anak baik di pedesaan maupun di perkotaan 85,82% menderita karies dan di perkotaan lebih tinggi (89,27%) dibanding anak di pedesaan (78,59%). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Suwelo (1988) dengan lokasi dan objek yang sama. Demikian juga dengan def-t, di pedesaan def-t rata-rata = 5,48 + 4,77, perkotaan + 7,63 + 5,23. Pada penelitian ini sedikit lebih tinggi. Dad basil penelitian ini terlihat bahwa jumlah penderita karies dan jumlah gigi yang terkena karies tetap tinggi. Anak dengan karies yang cukup banyak dan sering sakit gigi; akan mengakibatkan anak tidak mau makan dan dengan sendirinya akan mengurangi "in-take" makanan.
Keadaan tersebut perlu segera ditangani sehubungan dengan akibat dari kerusakan gigi sulung pada anak yang akan berakibat pada kesehatan umum anak yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Akibat selanjutnya akan menghambat peningkatan sumber daya manusia yang akan datang.
Dari 588 anak yang diteliti 68,09% anak diberi susu ibu sedikitnya selama satu tahun, di pedesaan 84,18%, dan di perkotaan 43,53%. Hasil ini menunjukkan bahwa kurang dari setengah jumlah ibu-ibu yang memberikan ASI. Hal ini bisa dimengerti karena karena banyak ibu-ibu di perkotaan lebih banyak mempunyai kesibukan, antara lain bekerja dan kesibukan lain dalam menunjang kesejahteraan keluarga.
Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa peranan ibu dalam pemberian ASI di pedesaan hampir dua kali lipat dibanding di perkotaan. Atau dalam perkotaan lain peranan ibu dalam pemberian ASI di perkotaan sudah sangat berkurang dibanding di pedesaan.
Namun demikian, bila dilihat dari jumlah anak yang menderita karies (pedesaan 83,67%; perkotaan 88,27%) tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Demikian juga dengan jumlah gigi yang terkena karies (def-t pedesaan 5,51 ± 4,74, perkotaan 7,91 + 5,74). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa walaupun jauh lebih banyak ibu di pedesaan yang memberi ASI, namun kesehatan gigi dan mulut (karies) tidak menunjukkkan perbedaan yang menyolok. Atau dengan perkataan lain, peranan ibu dalam pemberian ASI kurang ada kaitannya dengan kesehatan gigi dan mulut (karies).
Walaupun demikian peranan ibu perlu ditingkatkan melalui pemberian ASI atau NON ASI untuk menghambat lajunya kenaikan jumlah karies pada anak sehingga anak dapat ditingkatkan kualitasnya sebagai sumber daya manusia yang akan datang.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan, hampir sembilan dari sepuluh anak di Jakarta menderita kerusakan gigi, dan jumlah gigi yang terkena karies cukup tinggi, peranan ibu dalam pemberian ASI di pedesaan hampir dua kali lipat dibanding ibu di perkotaan dan tidak terlihat perbedaan yang mencolok dari jumlah penderita karies dan jumlah gigi yang terkena karies pada anak di pedesaan di banding di perkotaan."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Anes Mella Pratama
"Keberhasilan perkembangan seorang bayi ditentukan oleh keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan otak bayi. Hal ini dipengaruhi oleh nutrisi terbaik dan ASI merupakan nutrisi terbaik untuk perkembangan otak bayi. Jika perkembangan otak bayi optimal, maka perkembangan motorik, bahasa,kemandirian sosial bayi akan optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan perkembangan pada bayi yang diberikan ASI Eksklusif dan ASI tidak Eksklusif. Desain penelitian analitik komparatif dengan metode cross sectional. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner menggunakan convenience sampling dengan total 60 sampel. Bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif beresiko 9,5 kali mengalami penyimpangan perkembangan daripada bayi yang diberikan ASI eksklusif.

The development of infants is determined by their brains’ growth and development. This depends on the quality of nutrition that the infants get, and breastmilk is known as the best nutrition for brain development. Optimal development of brain in infants fosters optimal development of their motor skills, language, and social independency. The objective of this research is to investigate the difference between infants that received exclusive breast eeding treatment and ones that received nonexclusive breastfeeding. Using analytical research design and cross-sectional method. Data were collected using questionnaire, and the samples were selected using convenience sampling method, with the total of 60 samples. The result shows that there is a significant correlation between the act of exclusive breastfeeding and infant's development. Infants that received nonexclusive breastfeeding are 9,5 times more likely to experience deviation development than infant that received exclusive breastfeeding."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S45852
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Mustika
"Periode pemberian makanan pendamping ASI merupakan waktu meningkatnya jumlah prevalensi gizi kurang yang dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan yang buruk pada anak. Menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi stunting di Indonesia sekitar 35-40% dan underweight 15-20% untuk anak usia bawah 5 tahun. Pada negara berkembang, praktik pemberian MP ASI masih bermasalah dalam ketidakcukupan jumlah zat gizi makro dan mikro, frekuensi makan yang sedikit, dan rendahnya kemampuan serta variasi bahan lokal yang digunakan untuk MP ASI. Penelitian ini bertujuan untuk membuat alternatif MP ASI dan mengetahui kualitas organoleptik cookies panambahan tepung tulang ceker ayam dan tepung ampas tahu. Penelitian dengan desain eksperimental yang dilakukan dengan membuat enam formulasi yaitu satu kontrol dan lima cookies formulasi. Pembuatan tepung dengan ukuran partikel 100 mesh dan dilakukan analisis kandungan gizi tepung dan cookies. Uji hedonik dilakukan pada 50 panelis yaitu ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan di Depok untuk melihat pengaruh rasa, aroma, warna, tekstur, after taste, dan keseluruhan cookies. Penelitian membuktikan adanya perbedaan signifikan terkait penilaian warna, aroma, rasa, after taste, dan keseluruhan cookies (p < 0,05) namun tidak pada variabel tekstur (p > 0,05). Cookies formulasi yang paling disukai adalah cookies 849 dengan komposisi 12 gram tepung tulang ceker ayam dan 28 gram tepung ampas tahu. Penambahan tepung tersebut memberikan peningkatan kandungan protein, kalsium, air, abu, dan zat besi.
Infants complementary feeding period can determine undernutrition prevalence for children in the future which later can lead to poor growth and development. Based on data RISKESDAS 2013, Indonesia has 35 ? 40% occurrence in stunting and 15?20% in underweight among children aged under 5 years old. In developing countries, most of complementary feeding practice still lacks in micronutrients and macronutrients adequacy, eating frequencies, and the use of local food variations. This study aims to made an alternative complementary food and determine the organoleptic quality of the cookies by adding of chicken feet bone flour and tofu waste flour. Research with experimental design were done by making six formulations: one control and five formulations cookies. Manufacture of flour with a particle size of 100 mesh and analysis of the nutrient content of the flour and cookies is done. The hedonic test conducted on 50 panelists are mothers with babies aged 6-12 months in Depok to see the effect of flavor, aroma, color, texture, after-taste, and overall cookies. Research shows significant differences related to the assessment of color, aroma, taste, after-taste, and overall cookies (p<0.05) but not in the variable texture (p>0.05). Most-favored formulation is found in code 849 cookies which contains 12 grams of chicken feet bone flour and 28 grams of tofu waste flour. The addition of chicken feet bone flour and tofu waste flour can improve the content of protein, calcium, water, ash, and iron.;;;"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Erdawita
"The majority of previous studies found that breastfeeding has an important effect on children rsquo s cognitive score. However, recent studies indicate that the effect of breastfeeding depends on the influence of confounding factors including mother rsquo s socioeconomic status. This study aims to examine the effect of mother rsquo s socioeconomic status in enhancing the effect of breastfeeding to children rsquo s cognitive score. This study uses Indonesia Family Life Survey IFLS 2014 and examines the breastfeeding history of children aged 7 to 14 years old using probit regression model. The results confirm the latest studies where the duration of breastfeeding is significant in affecting children rsquo s cognitive score after it is controlled by mother rsquo s socioeconomic status. The analysis also shows that any exposure to breastfeeding has a positive effect on children rsquo s cognitive score.

Banyak studi sebelumnya yang menemukan bahwa ASI memiliki dampak penting ke kognitif anak. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa efek menyusui bergantung pada pengaruh faktor perancu termasuk status sosial ekonomi ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh status sosial ekonomi ibu dalam meningkatkan efek pemberian ASI terhadap nilai kognitif anak. Studi ini menggunakan data Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga SAKERTI 2014 dan meneliti riwayat ASI dari anak umur 7-14 tahun dengan menggunakan model regresi probit. Hasil studi mendukung studi terbaru dimana durasi ASI signifikan mempengaruhi nilai kognitif anak setelah dikontrol dengan status sosial ekonomi ibu. Hasil analisa juga menunjukkan bahwa setiap paparan ASI memiliki dampak positif pada nilai kognitif anak."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68569
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Assyifa Fauzia
"Latar belakang: Karies merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang umum terjadi, termasuk pada anak-anak di Indonesia. Salah satu faktor yang mempengaruhi karies gigi pada anak adalah pola pemberian makan, yaitu ASI dan PASI.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara pola pemberian makan dengan Early Childhood Caries ECC pada anak usia 3-5 tahun di Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama.
Metode: Desain cross-sectional secara analitik observasional. Metode pengambilan sampel adalah dengan convenience sampling. Data pola pemberian makan dan perilaku membersihkan gigi diambil melalui wawancara dengan ibu subjek oleh pewawancara yang telah dikalibrasi. Pemeriksaan karies gigi anak dengan menggunakan indeks defs dan pemeriksaan indeks plak dilakukan oleh dua orang dokter gigi yang telah dikalibrasi.
Hasil: Prevalensi karies gigi sulung pada 165 anak adalah sebesar 83. Terdapat perbedaan bermakna antara pemberian kolostrum p=0,017, ASI eksklusif p=0,028, frekuensi ASI p=0,001, dan lama kontak gigi dengan ASI p=0,049 terhadap skor karies gigi sulung anterior. Tidak ada variabel ASI yang menunjukkan perbedaan bermakna terhadap karies gigi sulung posterior p ge;0,05. Usia awal diberikannya PASI menunjukkan perbedaan bermakna terhadap karies gigi sulung anterior dan posterior p=0,001; p=0,041. Terdapat perbedaan bermakna antara jenis makanan atau minuman setelah gigi erupsi p=0,020 dan frekuensi susu formula p=0,005 dengan karies gigi sulung anterior. Frekuensi MP-ASI tidak menunjukkan perbedaan bermakna dengan karies gigi sulung anterior dan posterior p=0,963; p=0,591.
Kesimpulan: Pola pemberian makan anak yang meningkatkan skor karies gigi sulung anterior maupun posterior adalah usia awal diberikannya PASI, yaitu sebelum usia 6 bulan.

Background: Caries is one of the most common oral problems, including in children in Indonesia. One of the factors that influence the occurrence of caries is child's feeding methods, like breastfeeding and complementary feeding.
Aim: To obtain information about the relationship between child's feeding method and early childhood caries in children aged 3 5 years old.
Method: Analytic observational with cross sectional design. The sampling method is convenience sampling. The data of child's feeding method and oral hygiene behavior was obtained through interviewing the mother. Caries examination was done using defs assessment.
Result: The prevalence of ECC in 165 children is 83. There are significant differences between colostrum p 0,017, exclusive breastfeeding p 0,028, breastfeeding frequency p 0,001, and length of contact time between teeth and breastfeeding milk p 0,049 with anterior primary teeth caries. None of the breastfeeding methods has significant difference with posterior primary teeth caries p ge 0,05. Age of initiation of complementary feeding has a significant difference with anterior and posterior primary teeth caries p 0,001 p 0,041. There are significant differences between the type of complementary food after first tooth eruption p 0,020 and frequency of infant formula p 0,005 with anterior primary teeth caries. Frequency of complementary feeding has no significant difference with anterior and posterior primary teeth caries p 0,963 p 0,591.
Conclusion: Child's feeding method which increases early childhood caries'score in both anterior and posterior teeth is the age of initiation of complementary feeding, which is before six months old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firsty Amanah Prasetyaningsih
"ABSTRAK
Jenis asupan nutrisi pada neonatus merupakan determinan yang paling signifikan dari mikrobiota usus pada awal kehidupan. Faktor postnatal yang paling relevan mendukung kolonisasi mikrobiota adalah menyusui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan profil mikrobiota mekonium neonatus dan membandingkan profil mikrobiota mekonium sebagai perwakilan mikrobiota usus neonatus yang diberi ASI dengan yang diberi susu formula di Indonesia. Studi observasional dengan pendekatan cross sectional dilakukan dengan memilih tiga sampel neonatus yang diberi ASI dan tiga sampel neonatus yang diberi susu formula di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Mekonium neonatus dikultur secara mikrobiologi dan metode biologi molekuler dilakukan menggunakan Polymerase Chain Reaction-Sequencing. Hasil profil mikrobiota yang diperoleh adalah populasi mikrobiota yang dapat dikultur. Profil mikrobiota mekonium neonatus yang disusui meliputi kelimpahan relatif besar Filum Firmicutes dan kelimpahan relatif rendah Filum Actinobacteria. Dalam profil mikrobiota mekonium dari neonatus yang diberi susu formula, terdapat kelimpahan yang relatif tinggi dari Filum Firmicutes, kelimpahan yang relatif rendah dari Filum Proteobacteria, dan kelimpahan relatif yang sangat rendah dari Filum Actinobacteria. Perbedaan profil mikrobiota mekonium adalah adanya bakteri patogen dari filum Proteobacteria yaitu Pseudomonas Stutzeri dan Acinetobacter baumannii dengan kelimpahan yang relatif rendah yang hanya terdapat pada profil mikrobiota neonatus yang diberi susu formula. Hal ini menunjukkan bahwa menyusui, yang mengandung molekul bioaktif dan prebiotik yang dapat meningkatkan probiotik pada neonatus, diduga membantu melawan patogen umum di saluran pencernaan neonatus.
ABSTRACT
The type of nutritional intake in neonates is the most significant determinant of the gut microbiota in early life. The most relevant postnatal factor supporting microbiota colonization is breastfeeding. The purpose of this study was to obtain a profile of the meconium microbiota of neonates and to compare the microbiota profile of meconium as a representative of the gut microbiota of breast-fed neonates with formula-fed infants in Indonesia. An observational study with a cross sectional approach was conducted by selecting three samples of neonates who were breastfed and three samples of neonates who were fed formula milk at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Neonatal meconium was cultured microbiologically and molecular biology methods were performed using Polymerase Chain Reaction-Sequencing. The results of the microbiota profile obtained are microbiota populations that can be cultured. The microbiota profile of the meconium-fed neonates includes a relatively large abundance of Phylum Firmicutes and relatively low abundance of Phylum Actinobacteria. In the meconium microbiota profile of the formula-fed neonates, there was a relatively high abundance of Phylum Firmicutes, relatively low abundance of Phylum Proteobacteria, and very low relative abundance of Phylum Actinobacteria. The difference in the microbiota profile of meconium is the presence of pathogenic bacteria from the phylum Proteobacteria, namely Pseudomonas Stutzeri and Acinetobacter baumannii with relatively low abundance which is only found in the microbiota profile of neonates fed formula milk. This suggests that breastfeeding, which contains bioactive molecules and prebiotics that can increase probiotics in neonates, is thought to help fight common pathogens in the neonatal gastrointestinal tract."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Irma Rachmatika
"Persentase cakupan pemberian ASI ekslusif pada bayi usia 0 ? 6 bulan mengalami peningkatan sampai sekarang di Kecamatan Sawangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara asupan energi ibu menyusui dengan pemberian ASI predominan.Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan sampel penelitian sebanyak 135 ibu yang memiliki bayi usia 6 - 12 bulan yang berlokasi di Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Penelitian ini menemukan faktor yang berhubungan adalah: asupan energi bulan pertama dengan nilai OR sebesar 5,342 (95% CI: 2,352 - 12,132) dan asupan energi bulan keenam dengan nilai OR sebesar 2,429 (95% CI: 1,054 - 5,598) dengan pemberian ASI predominan setelah dikontrol dengan variabel konfonding, berupa usia dan kondisi fisik ibu.Penelitian ini merekomendasikan perlunya upaya kerja sama antara dinas terkait dalam meningkatkan cakupan pemberian ASI predominan kepada bayi di Kecamatan Sawangan, Kota Depok.

The percentage of coverage of exclusive breastfeeding in infants age 0-6 months has increased in Sawangan. The objective of this study to determine the relationship between energy intake of breastfeeding mothers with predominant breastfeeding.This study used cross sectional design with a sample of 135 mothers with babies age 6-12 months who are located in Sawangan, Depok. This study found factors associated are: energy intake at first month with OR of 5.342 (95% CI: 2.352 to 12.132) and energy intake at sixth month with OR of 2.429 (95% CI: 1.054 to 5.598) with predominant breastfeeding after controlled by confounding variables, such as age and physical condition of the mother. The study recommends the need for cooperative efforts among relevant agencies in enhancing the scope predominant breastfeeding to infants in Sawangan, Depok.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library