Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sukamta
"Hak Asasi Manusia yang telah manjadi komitmen pemerintah untuk dihormati, dipenuhi, dimajukan dan dilindungi guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera, pelaksanaannya memerlukan mekanisme kerja yang melibatkan semua elemen dalam bentuk Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM). Rencana Aksi NasionaI Hak Asasi Manusia merupakan panduan dan rencana umum untuk meningkatkan penghormatan, pernenuhan, pemajuan dan perlindungan HAM. Kekurangberhasilan RANHAM I tahun 1998-2003 yang antara lain dibebabkan oleh tidak adanya kepanitiaan didaerah telah disempurnakan dengan RANHAM lanjutan tahun 2004-2009. Kepanitiaan tingkat Nasional RANHAM tahun 2004-2009 yang dibentuk dengan Keppres No.40 tahun 2004 pada 11 Mei 2004, telah ditindaklanjuti dengan pembentukan kepanitiaan pelaksanaan didaerah pada tingkat Provinsi dan seluruh Kab/Kota di Provinsi Banten pada tahun 2005. Masing-masing panitia pelaksana di daerah telah dibekali dengan 5 (lima) tugas pokok yang meliputi: 1. Pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM, 2. Persiapan harmonisasi peraturan daerah, 3. Diseminasi dan pendidikan Hak Asasi Manusia, 4, Penerapan norma dan standar Hak Asasi Manusia, dan 5. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Pelaksanaan kegiatan di daerah baik oleh panitia Provinsi maupun panitia Kabupaten/Kota dibebankan pembiayaannya kepada masing-masing daerah (pasal 6 ayat 3 Keppres). Adapun pemerintah daerah dalam melakukan pembiayaan suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi dari satuan kerja maing-masing. Pada Pemerintah Daerah provinsi tugas dan fungsi tersebut telah terdapat pada Bagian Hukum dan HAM, yaitu jabatan eselon III dibawah Biro Hukum, Berdasarkan struktur yang ada tersebut usulan anggaran biaya yang diajukan untuk kegiatan HAM di tingkat Provinsi telah disetujui pengalokasiaannya pada tahun 2005-2006. Tetapi seluruh pemerintah kabupaten/kota dalam Provinsi Banten belum memiliki uraian tugas dan fungsi dibidang HAM, namun pelaksanaan tugasnya berada pada Bagian Hukum masing-masing. Ketiadaan uraian tugas mengenai HAM tersebut menjadi kendala besar dalam mencari dasar pengalokasian dana kegiatan di bidang HAM. Sehingga dari 6 (enam) kabupaten/kota baru 1 (satu) kabupaten yang telah dapat menyediakan anggaran untuk kegiatan RANHAM yaitu Kab. Tangerang. Keberhasilan Kab. Tangerang tersebut lebih ditentukan oleh wawasan dan pemahaman pejabat Bagian Hukum di bidang HAM sehingga mmpu meyakinkan para penentu kebijakan untuk mendukung kegiatan RANHAM melalui pengalokasian biaya. Kanwil Dep. Hukum dan HAM Banten sebagai instansi tingkat vertikal yang secara kelembagaan bertanggungjawab di bidang Hukum dan HAM menjadi tumpuan dari masing-masing Kab/Kota baik dalam pembiayaan maupun dalam melakukan memobilisasi pelaksanaan program RANHAM di daerah. Padahal uraian jabatan yang didukung tugas dan fungsi di bidang HAM juga baru ada pada tahun 2005, sedang anggaran yang sangat terbatas baru tersedia pada tahun 2006. Melalui penulisan tesis yang berjudul "Implementasi Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia di Daerah" ini, kiranya dapat menjadi gambaran bahwa keberhasilan pelaksanaan RANHAM di daerah masih membutuhkan kerja keras yang saling bersinergi dari para pemegang kebijakan untuk membuat dasar pijakan yang lebih kuat bagi para pelaksana di lapangan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Malvin Turangan
"Balanced scorecard merupakan pengukuran kinerja yang tidak hanya mempertimbangkan faktor finansial sebagai tolak ukurnya, melainkan juga melibatkan perspektif pelanggan. Dengan Balanced scorecard, pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan dapat memandang perusahaan dari berbagai perspektif secara simultan serta menghubungkan antar tolok ukur bisnis dengan strategi perusahaan sehingga tercipta apa yang disebut dengan organisasi yang berfokus pada strategi (strategy focused organization).
Hasil penelitian diperoleh kerangka Balanced scorecard yang terdiri dari sasaran strategis, tolok ukur, target yang ingi dicapai dan action plan yang akan dilakukan untuk perspektif finansial, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.

Balanced scorecard is performance measurement that not only consider financial factor as its yardstick but also entangle in perspective customer in perspective internal business process and in company can look into company from various of in perspective simutaneous and connective between business measuring rod and corporate strategy so its created what are called and organization that focus at strategy (strategy focused organization).
Research result is obtained balanced scorecard framework that consist of strategic target, measuring rod, goals that wish reached by nad action plan that will be conducted company for in perpective financial customer, internal bussiness process, and study and growth.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T27054
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bimantoro Whisnu Aji
"Latar belakang penelitian ini adalah fenomena transfer pricing TP abuse yang sering dilakukan oleh PMA. Permasalahan yang diangkat terkait kesesuaian proses pemeriksaan TP dengan konsep dan regulasi, hambatan yang ada, dan melihat dari sisi BEPS Action 8-10. Penelitan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dengan jenis penelitian studi kasus PT XYZ. Hasil penelitian terdapat ketidaksesuaian praktik dengan konsep dan juga regulasi berupa ambiguitas penggunaan checklist, proses penetapan perusahaan pembanding, dan penetapan operating margin PT XYZ di titik median. Hambatan dalam proses pemeriksaan TP yaitu assymetrical information, pemahaman TP yang beragam, dan keterbatasan waktu. BEPS Action 8-10 memberikan lima langkah penilaian risiko pada analisa FAR dengan tetap berpedoman pada control over risk dan financial capacity.Kata Kunci : harga transfer, Analisa Fungsi, Asset, dan Risiko, BEPS
AbstractsBackground for this research is the phenomenon of transfer pricing TP abuse that often used by MNE rsquo s. The problem that brought up on this research were the conformity between tax audit practice according to TP rsquo s concept and regulation, the obstacle that faced during tax audit, and the perspective on BEPS Action 8 10. This research used qualitative approach with depth interview data collection using case study in PT.XYZ. This research found that there are non conformity such as ambiguities of Per 22 rsquo s checklist, process for comparabled selection, and adjustment on median level for PT XYZ OM. The obstacles that faced during Tax Audit were asymmetrical information, various understanding on TP, and time constrain. BEPS Action 8 10 provide five step of risk analysis on FAR that still guided by control over risk and financial capacity approaches. "
2017
T48006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muzakkir
"Topik keuangan daerah selalu menarik lantaran keuangan daerah menjadi suatu variabel utama untuk mengukur derajat otonomi daerah. Banyak sudah observasi yang sampai pada pendapat bahwa lemahnya pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia hampir semuanya akibat dari rendahnya pendapatan asli daerah sendiri, sehingga daerah-daerah menjadi tertinggal karena tidak mampu mengadakan sendiri komoditas publiknya. Minimnya PADS berawal dari terbatasnya kekuasaan atau kewenangan daerah menguasai aset produktif setempat, dan ini seolah given bagi daerah, terufama Dati II. Ini berkait langsung dengan pelaksanaan UU No.32/1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara dan Daerah Otonom yang sedemikian rupa membatasi ekstensifikasi jenis PADS kecuali yang telah ditentukan oleh undang-undang tersebut. Undang-undang itu memang telah dicabut bulan Mei 1999 dan diganti dengan UU PKPD yang baru, namun pada tataran praktis belum ada tanda-tanda yang menunjukkan adanya progress, sehingga daerah tetap saja seperti masih berada di era lama.
Apa yang dapat dilakukan pemerintah (Pusat Dati I dan Dati II) adalah menggelar kebijakan perpajakan daerah yang bersifat teknis, dalam hal ini memperbaiki metode pemungutan pajak dan retribusi, seperti aplikasi RIAP. Dengan demikian, ada asumsi bahwa rendahnya pendapatan asli Dati II bukan semata soal kurangnya kewenangan namun juga karena ketidakmampuan aparat perpajakan daerah. Kinerja aparat daerah, dengan demikian. dianggap lemah. Alasannya, teori mengatakan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi atau semakin maju suatu negara dan daerah maka semakin besar proporsi sektor formal yang depat dikenakan pajak. Semakin linggi pendapatan per kapita akibat pertumbuhan ekonomi itu maka semakin besar proporsi pendapatan yang dibelanjakan di sektor jasa. Kenyataannya pertumbuhan ekonomi daerah rata-rata tergolong tinggi selama Orde Baru, namun ada gap yang menganga antara tingginya perlumbuhan ekonomi itu dengan rendahnya PADS. Berarti terdapat kapasitas pajak (tax capacity) yang besar namun tidak dapat dijangkau oleh aparat daerah karena rendahnya kapasitas dan kapabilitas mereka. Untuk itu aparat perpajakan daerah harus diberdayakan secara teknis melalui suatu program usistensi.
Lantas sejauhmana dampak dan asistensi itu dalam rangka meningkatkan kemampuan aparat birokrasi perpajakan daerah? Lebih tepat lagi seberapa efektifkah RIAP mampu meningkatkan PADS, pajak daerah dan retribusi daerah? Tesis ini mengukurnya dari berbagai segi atau kriteria yang merupakan ukuran relaiif untuk menjawab pertanyaan itu dengan lokasi penelitian Kotamadya Bogor, suatu Dati II yang diasumsikan memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi . Ukuran tersebut adalah (i) revenue adequacy ratio (ratio kecukupan) yakni perbandingan antara penerimaan asli daerah baik secara total maupun individual dengan pengeluaran total APBD maupun pengeluaran rutin APBD; (ii) administrative efficiency ratio (rasio efisiensi administrasi) yakni perbandingan anfara biaya rutin dinas penghasil jenis PADS tertentu dengan jumlah penerimaan PADS yang berhasil dipungutnya; (iii) effectivity ratio (ratio efektivitas) yakni perbandingan antara realisasi pungutan PADS dengan target yang tercantum dalam APBD: (iv) elasticity (elastisitas) dan buoyancy yakni respon atau perbandingan antara persentase perubahan penerimaan PADS terhadap persentase perubahan PDRB dan persentase perubahan PDRB termasuk efek diskresioner RIAP.
Untuk hal terakhir diajukan hipotesis, bahwa ada pengaruh yang signifikan antara perubahan PDRB dan kebijakan diskresioner RIAP terhadap penerimaan PADS. Keempat prinsip itu akhirnya digabung secara matriks dan diberi skor, untuk mendapatkan jumlah total penilaian sehingga diketahui angka indikasi jenis atau kelompok pendapatan asli daerah sendiri mana yang paling banyak mendapatkan dampok positif dengan adanya aplikosi RIAP. Ternyata pajak hotel dan restoran merupakan jenis PADS yang paling bagus kinerjanya setelah mendapat asistensi RIAP, diikuti penerimaan Total pajak daerah, pajak penerangan jalan, pajak hiburan dan pajak perusahaan. Menjadi menarik, bahwa penelitian ini membuktikan bahwa semua retribusi menerima dampak negatif dari aplikasi RIAP, baik penerimaan total maupun individual. Dalam hal ini kila dapat membangun kesan bahwa metode RIAP tidak begitu cocok untuk diterapkan pada retribusi. Oleh karena itu direkomendasikan agar RIAP disempurnakan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldhayavira Julia Rahman
"Community Action Plan sebagai program prioritas pemerintah dalam penataan kawasan permukiman menggunakan metode kolaborasi dengan masyarakat untuk membuat rencana pembangunan. Hal ini merupakan upaya terbarukan dari kegiatan tata kota yang implementasinya diwujudkan melalui Kepgub 878 Tahun 2018 dan Pergub 90 Tahun 2018. Namun sebelum menjadi program yang bermanfaat, awal terbentuknya program CAP berasal dari kontrak politik yang disepakati oleh anggota JRMK dengan Anies Baswedan sebelum Pilkada 2017. Atas proses tersebut, muncul banyak spekulasi bahwa program CAP adalah programnya anggota JRMK karena pada saat program ini diresmikan, hanya Kepgub 878 Tahun 2018 yang baru disahkan. Sedangkan isi dari Keputusan Gubernur tersebut mengatur tentang penerapan CAP di 21 kampung prioritas dengan rincian; 16 kampung anggota JRMK dan 5 diantaranya kampung Abdi Rakyat. Tiga bulan setelahnya, Pemprov Jakarta baru mengeluarkan Pergub 90 Tahun 2018 sebagai tindak lanjut dari penataan kawasan permukiman kumuh di seluruh titik wilayah DKI Jakarta. Namun, belum banyak masyarakat yang menyadari proses ini terutama makna substansi dari Pergub 90 Tahun 2018. Oleh karena itu tulisan ini dibuat untuk menambah pengetahuan baru terkait program CAP melalui beberapa temuan penelitian. Penelitian ini mengungkap adanya transformasi sumber daya dari yang bersifat klientelistik menuju programatik dengan menggunakan teori politik distributif Susan C. Stokes. Selain itu ditemukan juga peran organisasi masyarakat yang sangat berpengaruh dalam mendorong upaya transformasi ini, meskipun posisi mereka hanya sebagai kelompok pendamping warga kampung.

Community Action Plan as the governor priority program in structuring residential areas, uses the method of collaboration with the community to make development plans. This is a renewable effort from urban planning activities whose implementation is realized through Governor Decree Number 878 of 2018 and Governor Regulation Number 90 of 2018. However, before becoming a useful program, the initial formation of the CAP program came from a political contract agreed by JRMK members with Anies Baswedan before the 2017 DKI Jakarta Election. Due to this process, there has been much speculation that the CAP program is a program for JRMK members because when this program was inaugurated, only the Governor Decree Number 878 of 2018 had just been passed. While the contents of the Governor Decree regulates only the application of CAP in 21 priority villages in details; 16 JRMK member villages and 5 of them Abdi Rakyat villages. Three months later, the Jakarta Provincial Government has just issued Governor Regulation Number 90 of 2018 as a follow-up to the arrangement of slum areas in all points of the DKI Jakarta area. However, not many people are aware of this process, especially the meaning of the substance of the Governor Regulation Number 90 of 2018. Therefore, this paper is made to add new knowledge related to the CAP program through several research findings. This research reveals the existence of a resource transformation from clientelistic to programmatic by using Susan C. Stokes distributive politics theory. In addition, it was also found that the role of community organizations was very influential in encouraging this transformation effort, even though their position was only as a companion group for village residents."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Adi Satria Prakasa
"Tesis ini mengkaji permasalahan yang terjadi pada masyarakat pedesaan di daerah Pangaloan yang cenderung subsisten. Disatu sisi terdapat SDM dan SDA yang potcnsia] namun peningkatan kualitas kescjahteraan keluarga tidak tcrjadi clan proses pembangunan perekonomian pedesaan tidak juga beqialan karcna pemantaatan SDA yang tidak optimal (masyarakat tidak produktif). Pada penelitian kualitatif ini digambarkan kondisi dari sisi kualitas kcsejahteraan keluarga setempat saat ini. Ditemukan bahwa penyebab stagnasi pembangunan serta rendahnya produktivitas masyarakat adalah berasal dari internal warganya sendiri. yakni tidak adanya kemauan untuk berubah, hal ini terkait dengan Icmahnya modal sosial yang mereka memiliki terutama tidak adanya rasa mutual trust (kemampuan bridging lemah). Hal ini menjadi akar masalah terkait masalah- masalah mendasar Iainnya. Masalah-masalah tersebut antara lain taktor kesehatan lingkungan, pendidikan dalam kcluarga, gender dan lain-lain. Atas dasar pengkajian tcrsebut kemudian disusun suatu skenario rencana aksi yang dapat digunakan untuk mengentaskan masalah yang tcijacli di masyarakat setempat.

This thesis tried to explore the subsistency problem that happen on the rural community of Pangaloan region. There are excessively potential human resources and natural resources in this region, in contrarily there are no improvement on economic productivity and households welfare quality. This qualitative research tried to describe the present condition on households welfare quality in the region. The research found that the cause of development stagnation are internal matter especially on the willingness of the community to change their habits. This matter related to the weakness of their social capital especially their low mutual trust (lack of bridging capacity). This concern has become the root of other basic problems. lt consists: environment health, family educationi gender etc. Based on this examination, an action plan scenario were arranged to eradicate the problems on the local community."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T34012
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Rizky Saputra
"

Penelitian ini membahas mengenai latar belakang perubahan entity approach menjadi transactional approach dalam CFC rules Indonesia. Penelitian ini menganalisis kelebihan dan juga kelemahan dari masing-masing pendekatan. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis CFC rules Indonesia ditinjau dengan six building blocks BEPS Action Plan 3.. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis data kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini adalah pertama, perubahan pendekatan dilatar belakangi kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pendekatan dan untuk mendorong transparansi, kepastian hukum, dan keadilan bagi wajib pajak. Kedua, terdapat beberapa rekomendasi dari BEPS Action Plan 3 baik yang sudah diterapkan, maupun belum diterapkan untuk dipertimbangkan, diantaranya mengatur lebih lanjut mengenai definsi CFC yang disertai dengan hybrid mismatch rule, mengatur lebih lanjut ketentuan trust, menerapkan tax rate exemption, meningkatkan kemampuan dan kapasitas pemerintah terkait penerapan transactional approach, memperjelas ketentuan untuk menggunakan ketentuan parent dalam menghitung penghasilan CFC, mengatur lebih lanjut ketentuan mengenai kerugian CFC, mengatur batas minimal kepemilikan bersama-sama, dan mengatur ketentuan atribusi penghasilan CFC yang berdasarkan periode kepemilikan


This research discusses about the background change of entity approach into transactional approach in CFC rules Indonesia by analyzing the advantages and disadvantages of each approach. In Addition, this research also discusses about the current CFC rules Indonesia reviewed by six building blocks Base Erosion and Profit Shifting Action Plan 3. The research method uses qualitative descrirptive method. This research concludes that first, the background change of entity approach into transactional approach is the advantages and disadvantages of each approach and to stimulate transparency, legal-certainty, and fairness. Second, there are some recommendation from six building blocks BEPS Action Plan 3 that have been or not been adopted that needs to be reconsidered  such as regulating the definition of CFC rules that also includes hybrid mismatch rule, regulating provision about trust, upgrading the capacity of DGT, regulating the provision to use parent provision for calculating CFC income, regulating provision about CFC losses, regulating the minimum threshold of joint ownership, and attributing the CFC income by considering period of ownership

"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baiduri Ismayanti Fitriana
"MAP merupakan cara yang paling efektif dalam upaya menghilangkan pajak berganda, oleh sebab itu, implementasi MAP yang baik sangat diperlukan, namun ketidakjelasan informasi dan pengetahuan mengenai MAP, membuat jalur penyelesaian sengketa internasional tersebut tidak dapat dimanfaatkan dengan efektif. Penerapan peraturan MAP yang berlaku semenjak 6 tahun yang lalu tidak menunjukan adanya peningkatan penyelesaian kasus sengketa melalui jalur MAP. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana Implementasi MAP di Indonesia berdasarkan BEPS Action Plan 14 yang berisikan prosedur tindakan yang direkomendasikan untuk membuat MAP berjalan lebih efektif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan metode pengumpulan data secara studi literature dan studi lapangan yang dilakukan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menggambarkan Implementasi Kebijakan Mutual Agreement Procedure (MAP) masih belum berjalan dengan baik, namun pihak pejabat berwenang masih terus melakukan perbaikan kinerjanya. BEPS Action Plan 14, tidak dapat diadopsi semuanya, karena memang harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.

MAP is the most effective dispute resolution to prevent double taxation, but lack of information and knowledge about MAP, make this international dispute resolution is not can be utilized effectively. MAP Regulations are applicable since 6 years ago did not show any increase in the settlement of disputes through the MAP. This research is trying to analyze implementation of MAP policy in Indonesia based on BEPS Action Plan 14 containing procedure actions which is recommended to make MPA more effective. Descriptive qualitative data collection method is chosen to be approach of this study by collecting data from literature review and field studies using in-dept interview technique and observation. At the end of this study, researcher conclude that the implementation of Mutual Agreement Procedure in Indonesia is not running well but the competent authority still continue to improve its performance. BEPS Action Plan 14, can not be adopted all of them, because it must be adapted to the conditions in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T46766
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dealita Tiara Oktaviani
"Advance Pricing Agreement (APA) merupakan salah satu instrumen untuk meminimalisir sengketa transfer pricing. Di Indonesia ketentuan mengenai APA pertama kali diadopsi dalam UU Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dalam pasal 18 ayat (3a) kemudian dikeluarkannya peraturan pelaksana melalui PER Nomot 69/PJ/2010. Namun selama masa itu, perkembangan APA di Indonesia masih lambat dan sampai dengan tahun 2015 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum dapat menyepakati satu pun APA. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan pelaksanaan APA di Indonesia pasca penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.03/2015 memilki peningkatan. Berdasarkan statistik APA setelah tahun 2016 terjadi peningkatan pengajuan APA dan adanya beberapa APA yang dapat disepakati oleh DJP dan pelaksanaan APA di Indonesia berdasarkan rekomendasri BEPS Action Plan 14 telah menerapkan best practice 4 dan best practice 11. Namun, disamping itu dalam pelaksanaan APA di Indoensia masih memiliki beberapa kendala antara lain permasalahan mengenai transparansi dan kepastian mengenai penyelesaian APA. Menanggapi hal tersebut pemerintah telah melakukan beberapa upaya antara lain, peningkatan sumber daya manusia dan penyempurnaan peraturan.

Advance Pricing Agreement (APA) is one of the fiscal instruments for minimizing transfer pricing disputes. In Indonesia, the regulation of APA first adopted in UU Nomor 17 tahun 2000 about Income Tax, provision 18 (3a) and later issued implementation regulation through PER Number 69/PJ/2010. However, during that period the development of APA in Indonesia still passive. In 2015 Directorate General of Taxation (DGT) has not able to agree on any APA. This thesis is descriptive qualitative reasearch with data collection techniques through literature study and field study conducted by interviews with relevant parties.
The result of this research shows that the development of APA implementation after the issuance of Minister of Finance Regulation No 7/PMK.03/2015 has increased. Based on statistics of APA in Indonesia after 2016 there was an increase in the APA submissions and the DGT has sucsessfully conclude some APAs and the APA implementation in Indonesia based on BEPS Action Plan 14 shows that Indonesia has applied best practice 4 and best practice 11. However, there are problems that still occured in the implementations of APA such as transparency and certainty regarding the APA process. Responding to these matters DGT has made several attempts such as, improving human resources and strengthening the regulatory.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denti Kardeti
"Pertumbuhan permukiman kumuh di perkotaan menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat di wilayah tersebut, baik dilihat dari aspek sosial, ekonomi, maupun sarana-prasarana. ?Pemerintah? perlu memberdayakan masyarakat di wilayah tersebut sehingga masyarakat secara mandiri dapat ikut serta membangun wilayahnya. Untuk mengatasi permasalahan di permukiman kumuh Depkimpraswil mengudakan pilot project pendampingan masyarakat dalam penyusunan CAP. Pendampingan ini penting karena masyarakat belum slap untuk dilibatkan secara penuh dan adanya keterbatasan dalam mengembangkan diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tahapan pendampingan masyarakat dalam penyusunan CAP, yaitu mendeskripsikan tahapan kegiatan pendampingan masyarakat dalam penyusunan CAP dan menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam tesis ini adalah konsep pemberdayaan, pendarnpingan, permukiman kumuh, sebagai rujukan literatur yang digunakan untuk menganaiisis dan membandingkan dengan proses hasil penelitian dilapangan. Penelitian ini difokuskan pada tahap pendampingan masyarakat dalam penyusunan CAP yang terkandung dalam tahap-tahap yang dikemukakan Adi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif mengenai pelaksanaan CAP di Kelurahan Kebonjati Kecamatan Cikole Kota Sukabumi. Data diperoleh dari informan sebagai pelaku yang terlibat langsung pada proses pendampingan masyarakat dalam penyusunan CAP dan memahami kondisi kelurahan Kebonjati. Data dikumpulkan dengan menggunakan studi dakumen, wawancara mendalam dan pengamatan, kemudian dianalisis dengan reduksi data, penyajian data, pengambilan kesimpulan, dan interpretasi data melalui tema utama. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk narasi, kutipan-kutipan langsung dari hasil wawancara dan gambar-gambar kemudian dibuat pembahasannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pendampingan masyarakat dalam penyusunan CAP yang dilaksanakan melalui 10 tahap ini sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Depkimpraswil, yaitu tahap persiapan, tahap sosialisasi, tahap pembentukan TPM, tahap pelatihan TPM, tahap SKS , tahap penyusunan RPJM, tahap pelatihan IIEP, tahap penyepakatan RPJM, tahap evaluasi, dan tahap terminasi. Tahapan tersebut sejalan dengan tahapan yang dikemukakan oleh Adi.
Pendampingan masyarakat dalam penyusunan CAP, ada beberapa faktor
yang menjadi penghambat dan pendukung dilihat dal aspek internal dan ekstemal. Faktor penghambat internal terdiri dan kendala waktu, kurangnya pemahaman terhadap kondisi masyarakat, minimnya tenaga pendamping: Sedangkan faktor penghambat eksternal dapat dilihat dari persepsi masyarakat terhadap program CAP, trauma masyarakat terhadap program pemerintah, adanya kelompok masyarakat yang kurang setuju dengan program yang akan dilaksanakan, dan turunnya dana yang tidak tepat waktu. Di sisi lain pendampingan dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar karena didukung oleh pendidikan pendamping, pengalaman kerja dan pelatihan pendamping, pengalaman berorganisasi pendamping, keterampilan berkomunikasi, kemampuan.TPM menggerakkan masyarakat, menetap selama program, kredibilitas dan pengalaman tim konsultan.
Berdasarkan hasil penelitian maka. direkomendasikan kepada Depkimpraswil melalui Dinas Tata Ruang dan Permukiman Propinsi Jawa Barat, TPL, dan TPM di masyarakat sebagai pendamping untuk meningkatkan kualitas pendampingan, sehingga di masa yang akan datang pembercayaan menghasilkan masyarakat yang mandiri sesuai dengan kemampuannya.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>