Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudi Saptono
"ABSTRAK
Kegiatan ekonomi dunia di era globalisasi saat ini membawa dampak pada transaksi lintas negara atas sumber daya serta modal baik melalui partisipasi langsung maupun tidak langsung. Dari transaksi-transaksi kegiatan usaha antar negara tersebut berpotensi menimbulkan Bentuk Usaha Tetap.
Bentuk usaha tetap (BUT) merupakan suatu bentuk usaha yang digunakan oleh wajib pajak luar negeri untuk mewakili kegiatan atau kepentingannya di suatu negara (sumber) Konsep BUT dalam model persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) dimaksudkan untuk menenlukan hak pemajakan negara sumber agar dapat mengenakan pajak atas laba usaha yang diterima atau diperoleh oleh subjek pajak dari negara lainnya.
Permasalahan dalam menentukan keberadaan suatu BUT atau dapat disebut dengan identifikasi BUT menjadi hal yang sangat penting terutama bagi negara sumber, karena dapat mencegah hilangnya potensi penerimaan pajak yang ditimbulkan dari transaksi kegiatan usaha intemasional.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan identifikasi BUT adalah terbalasnya data dan infomasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (DIP) dan kurangnya kerjasama antar instansi, sehingga link data dan informasi dari instansi lain ke DIP belum terwujud. Selain itu pemahaman tentang perpajakan internasional terutarna mengenai BUT dan Tax Treaty dari para pegawai pajak maupun pihak wajib pajak juga menjadi kendala tersendiri.
Pada sistem administrasi perpajakan modem (SAPM), terdapat Account Representative (AR) dibawah koordinasi Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi. Keberadaan AR akan mempermudah komunikasi antara pihak kantor pajak dengan wajib pajak. AR bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan secara langsung, edukasi, asistensi, mendorong dan mengawasi pemenuhan hak dan kewajiban wajib pajak. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, AR harus dapat melakukan analisa data dan informasi wajib pajak baik dari segi jenis usahanya (nature of business) maupun penerapan suatu peraturan perpajakan kaitannya dengan identifikasi BUT.
Terciptanya suatu kerjasama antar instansi seperi Imigrasi, BKPM dan juga Departemen Luar Negeri yang dapat memberikan dukungan data dan informasi yang selalu up to date dan dapat diakses langsung oleh DIP akan sangat mendukung pelaksanaan identifikasi BUT atas transaksi internasional. Disamping itu, peningkatan kemampuan analisa kegiatan usaha wajib pajak dan peningkatan pemahaman perpajakan internasional dari parat pajak periu ditingkatkan dengan melakukan pendidikan dan pelatihan yang rutin dan berkesinambungan.
Jadi bersinerginya antara data dan infomaasi yang lengkap atas transaksi intemasional dengan kemampuan analisa serta pamahaman mengenai BUT yang dikemas dalam SAPM akan sangat mendukung identifikasi BUT secara cepat yang pada akhirnya dapat mencegah hilangnya potensi penerimaan pajak dari transaksi internasional.

ABSTRACT
The global economic transactions has been leading to the exchange of goods and services and movements of capital, technology and person. Those international transactions may cause the existence of a permanent establishment of an enterprise of one country in another country.
The permanent establishment generally is a place of business through which an enterprise of one country carries on its business in another country. The main concept of a permanent establishment is to determine the right of a source country to tax the proiits of an enterprise ofthe other country.
The identification of a permanent establishment plays an important role in a source country since the source country shall only tax the profits of an enterprise if it derives from a permanent establishment. Otherwise, the potential tax revenue fiom the international transactions may be lost.
There are several obstacles in determination of a permanent establishment, namely a lack of data and information and a lack of coordination between department especially data link from the Directorate General of Taxes to and from other department, and also the limitation of the taxpayer?s and tax official?s knowledge of international taxation.
In a Modem Tax Administration System (SAPM) there is an Account Representative (AR) who is responsible and authorized to provide services, consultation, assistance for taxpayer and to supervise a taxpayer in term of taxpayer's right and obligation, The existence of AR hopefully may make the taxpayer easy to communicate to the tax oflice since the function of AR is a liaison officer of taxpayer in the tax office.
In their function as a supervisory, an AR is required to have better knowledge of nature of business of taxpayer, and to analyze the consequence of taxation of every single transaction the taxpayer made. Finally AR could identify the existence of permanent establishment from the taxpayer?s transaction.
It is suggested to create the coordination between government agencies such as Immigration, Investment Coordinate Board and Foreign Affair Ministry to support data and information which will be very useful in identifying the existence of permanent establishment. Such exchange of infomation should always be update and the DGT should have the direct access to the information. Moreover, the capability of AR in international taxation and analyses of tax payer?s nature of business should be increased by providing them regular and continue training.
In conclusion, the synergy between the availability data and information of international transaction and the ability of tax officer to analyze the taxation of international transaction in Modern Tax Administration System may support the accurate determination of a permanent establishment, and finally may prevent the lost of tax revenue from international transaction."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Bernard Mangatas
"The relation between taxation system and tax dispute constitutes an unpreventable phenomenon, there is an opinion saying that with more taxation disputes (objections) indicates the weakness of taxation system mainly Tax Laws and without support by good Tax Administration.
The submission of tax objection constitutes a reflection of dissatisfaction from Tax Payer against the stipulation of tax that must be carried out by Tax Payers as their obligation. That based on the existing data there are still sufficiently high figure of submission of tax objection, so that the writer has assumption that there are still many Tax Payers that have negative perception against the implementation of tax imposition.
In this investigation, the measurement of perception of Tax Payers against the implementation of tax imposition is taken from Four Maxims Theory from Adam Smith i.e., equality, certainty, convenience of payment and economy of collection. While perception of Tax Payer itself will cause a kind of behavior, where the variable of behavior is measured based on the level of submission of objection.
The result of investigation shows that four principles of Four Maxims Theory provide influence to Tax Payers for submitting tax objection. Or in other word, the application of the whole Four Maxims Theory continually will provide influence to the level of submission of objection.
Based on the above fact, the writer can make conclusion that if Government really applies this Four Maxims Theory in the implementation of tax imposition, it will provide positive influence to the perception of Tax Payers which means will cause smooth process of tax imposition in Indonesia so that ultimately will provide influence against State's income that is used to implement development program in our Country.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Wimayo
"ABSTRACT
The purpose of this study was to determine differences in compliance cost incurred before and
after the use of E-Filing applications for corporate tax payers E-Filing users.E-Filing Tax Return is
a reporting system created by the DGT which makes it easy for taxpayers in the manufacture and
delivery of Tax Return report to the Director General of Taxation. The hypothesis in this study was
tested using the Wilcoxon test match pairs. The type of data used in this study is quantitative data.
The research method used is a survey and the instrument used to collect data is a questionnaire.
The results show that compliance cost after the use of e-filing in contrast to earlier, where the
compliance cost will be lower.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan compliance cost yang dikeluarkan sebelum
dan sesudah penggunaan aplikasi E-Filing bagi wajib pajak badan pengguna E-Filing. E-Filing adalah
sistem pelaporan SPT yang dibuat oleh Dirjen Pajak yang memberikan kemudahan bagi wajib pajak
dalam pembuatan dan penyerahan laporan SPT kepada Dirjen Pajak. Hipotesis dalam penelitian ini
di diuji menggunakan Wilcoxon match pairs test. Tipe data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dan dan instrument yang
dipakai untuk mengumpulkan data adalah kuesionair. Hasilnya menunjukkan bahwa compliance
cost sesudah penggunaan e-filing berbeda dengan sebelumnya, dimana compliance cost menjadi
lebih rendah."
Jakarta : Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis , 2019
657 ATB 12:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maharsi Dewanto
"Transfer pricing sering digunakan perusahaan multinasional untuk kepentingan strategi bisnisnya secara global dengan cara memanipulasinya. Manipulasi transfer pricing ini berpotensi mengurangi basis pajak suatu negara yang berasal dari grup perusahaan multinasional yang beroperasi di negara tersebut.
Manipulasi transfer pricing memiliki banyak implikasi, terutama yang terkait dengan ketidak sepahaman antara otoritas pajak dan wajib pajak. Salah satunya dan yang paling sering terjadi adalah perbedaan pendapat pada saat dilakukan audit tentang apakah penentuan harga transfer telah memenuhi prinsip harga pasar wajar. Dan jika masalah tersebut muncul, maka "alat" yang paling tepat untuk menyelesaikannya adalah dokumentasi transfer pricing.
Regulasi tentang dokumentasi transfer pricing yang baik adalah suatu kebutuhan, karena diperlukan oleh kedua belah pihak. Di satu sisi, otoritas pajak harus memiliki batasan tentang dokumen yang secara wajar harus tersedia jika melakukan audit, karena tidak bisa secara sepihak meminta semua dokumen yang "diinginkannya" tanpa memperhatikan biaya kepatuhan yang harus ditanggung wajib pajak. Di sisi lain Wajib Pajak memiliki banyak manfaat yang bisa diperoleh, karena dokumentasi transfer pricing adalah dasar bagi penentuan harga transfer yang benar, sebagai bahan untuk pengisian Lampiran 3A SPT Tahunan PPh Badan, sebagai media untuk menjelaskan hubungan istimewa antar pihak yang bertransaksi, sebagai pendukung untuk menghadapi pemeriksaan pajak, atau sebagai referensi jika mengajukan keberatan/banding/kasasi, dan yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai alat bukti jika berperkara di pengadilan.
Berangkat dari kajian terhadap OECD Guidelines, PATA Documentation Package dan EU TPD, serta analisis perbandingan terhadap enam (6) negara dan dilengkapi informasi dari nara sumber, diperoleh beberapa poin yang dapat dijadikan pedoman dalam menyusun regulasi dokumentasi transfer pricing di Indonesia, yaitu : perlunya mengadopsi OECD Guidelines sebagai rujukan agar regulasi memiliki konteks global, memberi penegasan tentang saat dokumentasi transfer pricing harus tersedia, memberi kejelasan tentang siapa yang harus menanggung beban pembuktian apakah harga transfer yang ditentukan wajib pajak telah memenuhi prinsip harga pasar wajar, memastikan bahwa isi/ketentuan dari regulasi dokumentasi transfer pricing memberi keseimbangan antara kebutuhan otoritas pajak dan beban yang harus ditanggung wajib pajak, memberi kejelasan apakah wajib pajak yang tidak membuat dokumentasi transfer pricing perlu diberi sanksi.

Transfer pricing is often used by multinational company for the interests of its global business strategies by manipulating it. This manipulation is potential to reduce a country tax basis that come from a group of multinationals company operating in that country.
Transfer pricing manipulation has many implications, especially related to disagreement between tax authority and tax payers. One of them and the most often occurred is a dispute between the two parties during the audit process, whether the transfer pricing decision has met the arm's length principle or not. And if that problem arises, then one of the appropriate tools is to resolve it by the transfer pricing documentation.
A regulation of transfer pricing documentation is a must because it is needed by both parties. On the one side, tax authority must have a guideline on the documents that must be reasonably available when performing audit because tax authority can not unilaterally asking all the documents without considering the tax payer's compliance cost. On the other side, tax payer has many benefits that can be obtained because the transfer pricing documentation is the basis for the legal transfer pricing decision ; as a substantial data to fill Appendix 3A of the Annual Tax Return of Corporate Income Tax ; as a media to explain the transaction between related parties ; as a supporting document to face the tax audit ; or as a reference when applying for an objection / appeal / cassation, and last but not least, is for evidence when the two parties have a case in the court.
Stepping from the analysis on OECD Guidelines, PATA Documentation Package and EU TPD, and comparative study on six (6) countries and provided with information from the key informant, several points that can be made as references in compiling the regulations on transfer pricing documentation in Indonesia are obtained, they are : the need on adopting OECD Guidelines as a reference for the regulations to have global context, giving confirmation on when the transfer pricing documentation must be available (contemporaneous documentation), giving clarity on who is responsible to bare the burden of proof concerning whether the transfer price has met the arm's length principle, assuring that the content of the regulations is giving a balance between the need of tax authority and the liability that must be borne by tax payer, and giving clarity about the penalty for not making the transfer pricing documentation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24545
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indrawan
"[ABSTRAK
Penelitian ini mengangkat permasalahan terkait lembaga yang baru dibentuk
berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011, yaitu Otoritas Jasa Keuangan yang
pada awal pelaksanaan tugasnya menemui banyak permasalahan yang dihadapi,
diantaranya terkait pertanggungjawaban pengelolaan keuangan yaitu status
kewajiban perpajakan OJK. Disatu sisi sebagai WAPU, dan lainnya sebagai WP.
Selanjutnya, Kementerian Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal
Perbendaharaan No. KEP-322/PB/2014, OJK ditetapkan sebagai Unit Badan Lainnya
(UBL) dalam konteks pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perlakuan
pengenaan pajak kepada OJK berdasarkan surat Direktorat Jenderal Pajak Nomor S-
28/PJ/2015 tanggal 4 Februari 2015? 2. Bagaimana status dan kewajiban perpajakan
yang tepat diterapkan kepada OJK?
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yaitu penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Data yang
digunakan dalam tesis ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan suatu kegiatan studi
dokumen terhadap data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pungutan pajak kepada OJK, tidak akan efektif
hingga ditetapkan dalam suatu produk perundang-undangan sebagaimana Pasal 23A
amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

ABSTRACT
This research raised issues related to the newly formed institutions under Indonesian
Law No. 21/2011, Otoritas Jasa Keuangan who is in the early exercise of their duties
encountered many problems faced, which were related to financial management
accountability, namely OJK status of tax obligations. On one hand as WAPU, and
others as WP. Furthermore, the Ministry of Finance through the Director General of
Treasury letter No. KEP-322 / NT / 2014, OJK sets as Other Board Unit (UBL) in
the context of financial management and accountability the state.
Issues examined in this research are: 1. How does the tax to OJK based on the letter
of the Directorate General of Taxation No. S-28 / PJ / 2015 dated February 4, 2015?
2. What is the status and tax obligations are applied to OJK?
The research using normative research method, it is law research conducted with
researching library materials or secondary materials. The materials using in this
research are primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal
materials. The collection of materials conducted with the study of documents for
secondary materials.
The results showed that the determination OJK as the subject of taxes and OJK
income as taxes objects, will not be effective until a law is defined as of Article 23A
of the third amendment to the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945;This research raised issues related to the newly formed institutions under Indonesian
Law No. 21/2011, Otoritas Jasa Keuangan who is in the early exercise of their duties
encountered many problems faced, which were related to financial management
accountability, namely OJK status of tax obligations. On one hand as WAPU, and
others as WP. Furthermore, the Ministry of Finance through the Director General of
Treasury letter No. KEP-322 / NT / 2014, OJK sets as Other Board Unit (UBL) in
the context of financial management and accountability the state.
Issues examined in this research are: 1. How does the tax to OJK based on the letter
of the Directorate General of Taxation No. S-28 / PJ / 2015 dated February 4, 2015?
2. What is the status and tax obligations are applied to OJK?
The research using normative research method, it is law research conducted with
researching library materials or secondary materials. The materials using in this
research are primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal
materials. The collection of materials conducted with the study of documents for
secondary materials.
The results showed that the determination OJK as the subject of taxes and OJK
income as taxes objects, will not be effective until a law is defined as of Article 23A
of the third amendment to the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, This research raised issues related to the newly formed institutions under Indonesian
Law No. 21/2011, Otoritas Jasa Keuangan who is in the early exercise of their duties
encountered many problems faced, which were related to financial management
accountability, namely OJK status of tax obligations. On one hand as WAPU, and
others as WP. Furthermore, the Ministry of Finance through the Director General of
Treasury letter No. KEP-322 / NT / 2014, OJK sets as Other Board Unit (UBL) in
the context of financial management and accountability the state.
Issues examined in this research are: 1. How does the tax to OJK based on the letter
of the Directorate General of Taxation No. S-28 / PJ / 2015 dated February 4, 2015?
2. What is the status and tax obligations are applied to OJK?
The research using normative research method, it is law research conducted with
researching library materials or secondary materials. The materials using in this
research are primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal
materials. The collection of materials conducted with the study of documents for
secondary materials.
The results showed that the determination OJK as the subject of taxes and OJK
income as taxes objects, will not be effective until a law is defined as of Article 23A
of the third amendment to the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945]"
2015
T44086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Sobo
"Perpajakan sangat erat kaitannya dengan akuntansi. Pembukuan merupakan sarana informasi bagi Wajib Pajak untuk mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan secara lengkap dan benar serta merupakan alat pembuktian apabila administrasi perpajakan melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan .Penghasilan yang dihitung menurut pembukuan Wajib Pajak yang didasarkan kepada standar akuntansi keuangan berbeda dengan penghasilan kena pajak yang dihitung berdasarkan ketentuan pajak.
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk memperjelas pendekatan akuntansi keuangan dan akuntansi pajak yang di anut Indonesia, dan apakah perbedaan antara ketentuan pajak dan standar akuntansi keuangan dapat dihilangkan atau setidak-tidaknya dapat dikurangi atau diperkecil.
Tipe penelitian yang digunakan pada penulisan tesis ini adalah tipe deskriptif analitis sedangkan teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan yang diperoleh melalui buku, laporan penelitian, informasi ilmiah, peraturan dan media ilmiah lainnya serta mengumpulkan data secara langsung dari otoritas pajak, konsultan pajak, pakar perpajakan, dan akuntan publik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan akuntansi keuangan dan akuntansi pajak yang dianut di Indonesia adalah ketentuan pajak dan ketentuan akuntansi berjalan secara independen dan pada prinsipnya tidak saling mempengaruhi. Akuntansi pajak tidak berdiri sendiri dan terlepas dari akuntansi keuangan tetapi merupakan suatu kesatuan. Apabila ketentuan pajak berbeda dengan standar akuntansi maka Wajib Pajak melakukan pencatatan dalam pembukuannya atas perbedaan tersebut dan membuat rekonsiliasi antara penghasilan kena pajak menurut akuntansi pajak dan penghasilan akuntansi menurut akuntansi keuangan meskipun hal tersebut tidak diwajibkan dalam ketentuan perpajakan.
Berdasarkan pengalaman Amerika Serikat, maka usaha untuk meningkatkan kesesuaian antara akuntansi pajak dan akuntansi keuangan tidak membawa hasil, karena terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara tujuan pajak dan tujuan akuntansi. Untuk tercapainya konsistensi ketentuan maka ketentuan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang diatur oleh pcraturan perundang-undang yang tingkatannya lebih tinggi."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T8638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernawati Khurnianingsih
"Sejak dikeluarkannya SE-I81PJ.12006 Tentang Key Performance Indicator maka penilaian kinerja unit kerja Direktorat Jenderal Pajak diukur dengan Key Performance Indicator ( KPI ) yaitu merupakan indikator kinerja non keuangan masing-masing unit kerja. Permasalahan yang timbul adalah apakah penilaian kinerja KPP WP Besar Satu sebagai salah satu unit kerja Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan KPI sudah selaras dengan nisi, misi dan strategi serta menggambarkan seluruh kinerja KPP WP Besar Satu secara keseluruhan dan bagaimana mengembangkan KPI menjadi Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerja di KPP WP Besar Satu yang Iebih seimbang.
Penelitian dilakukan pertama-tama dengan melakukan evaluasi terhadap KPI yang dijadikan sebagai alat pengukuran kinerja di KPP Wajib Pajak Besar satu. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan Balanced Scorecard oleh karena itu KPI akan dilihat dari 4 ( empat ) perspektif yang ada dalam Balanced Scorecard. Setelah itu dilakukan penyusunan dan perancangan Balanced Scorecard agar diperoleh keseimbangan dalam pengukuran kinerja KPP Wajib Pajak Besar Satu. Perancangan Balanced Scorecard diselaraskan dengan nisi, misi dan strategi KPP Wajib Pajak Besar Satu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari masing-masing penilaian dalam KPI yang digunakan sebagai ukuran kinerja di KPP Wajib Pajak Besar Satu, bisa dikatakan masih belum sesuai dan sejalan dengan visi, misi dan strategi yang ditetapkan. Beberapa tujuan strategis seperti melakukan reformasi moral, etika dari integritas dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak juga belum di dukung oleh ukuran kinerja yang tepat yang mendorong untuk tercapainya tujuan strategis tersebut. Ukuran kinerja yang ada dalam KPl lebih banyak mengukur keberhasilan KPP Wajib Pajak Besar Satu dalam menjalankan proses internalnya.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa KPI yang digunakan sebagai alat pengukuran kinerja KPP Wajib Pajak Besar Satu belum selaras dan sesuai dengan visi, misi dan strategi yang sudah ditetapkan. Selain itu KPI belurn memberikan keseimbangan dalam penilaian kinerja antara aspek keuangan dan non keuangan, aspek masa lalu dan mass depan, serta aspek internal dan aspek ekstemal.
Saran-saran yang dapat diberikan adalah agar KPP Wajib Pajak Besar Satu merancang dan membangun ukuran kinerja dengan Balanced Scorecard yang diselaraskan dengan visi, misi dan strategi untuk mendapatkan keseimbangan kinerja antara aspek keuangan dan non keuangan, aspek masa lalu dan masa depan, serta aspek internal dan aspek ekstemal. Implementasi Balanced Scorecard tersebut hendaknya dilaksanakan oleh seluruh pegawai KPP Wajib Pajak Satu dari Kepala Kantor sampai ke pelaksana. Agar terlaksana dengan baik maka KPP Wajib Pajak Besar Satu hams menyediakan sumber daya-sumber daya, pelatihan dan waktu yang memadai agar scorecard dapat dijalankan dengan baik. Komunikasi mengenai visi, misi dan tujuan strategis KPP Wajib Pajak Besar Satu perlu dilakukan secara berkesinambungan agar tercapai kesepahaman mengenai tujuan yang akan dicapai dan agar bisa diketahui apakah rancangan Balanced Scorecard sudah benar-benar sesuai dengan visi, misi dan tujuan strategis KPP Wajib Pajak Besar Satu.

Since the Issuance of SE-18IPJ.12006 regarding Key Performance Indicator, the Directorate General of Taxes (DGT) working units Performance Indicator is based of Key Performance Indicator (KPI). KPI is used for non financial indicator in each DGT's working units. The first problem arise is whether this performance indicator applied in Large Tax Payer Office (LTO) One as one of DGT's working units has met its vision, mission, and strategy and able to describe the whole performance of LTO One. Second is how to develop the KPI w become a Balance Scorecard, a more balanced performance indicator tool for LTO One.
The Research is first done by evaluating the application of KPI in LTO One. The Evaluation is performed from the Balance Scorecard point of view, so the KPI are seen from four perspectives. Then, the research is continued by composing and designing The Balanced Scorecard that meet the vision, mission, and strategy of LTO One.
The Result shows that KPI used as a performance Indicator in LTO One have not met the LTO Ones vision, mission, and strategy. Some strategic goals such are performing moral reform; ethics; and integrity, also improving the service to Tax Payers are not yet supported by the right performance indicators which can eventually fasten the achievement of those strategic goals. The Indicators in KPI are more concern about measuring the LTD One the internal process success.
The conclusions of this research are that KPI as a performance indicator tool in LTD One has not met LTO One's vision, mission, and strategy; the KPI has not also given the balance between the financial and non financial aspects; the current and past aspects; and the external and internal aspects of its object.
The suggestions that can be given are that LTO One should design the performance indicator using Balance Scorecard that meet better with its vision, mission, and strategy and can also balance the performance between its financial and non financial aspects; its current and past aspects; and its external and internal aspects. Then, The Implementation of Balance Scorecard should be done by all employees from The Head Office as the top line officer to the lower line officer. In order The Performance Indicator to work well, LTO One should provide the resources, the training, and the time that best meet the standard. Communication about LTO One's vision, mission, and strategic goals need to be done continuously to develop the same understanding about the real goal and to know whether the design of Balance Scorecard has met the vision, mission, and strategic goals of LTO One."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Danang Dwiputranto
"Sebagai suatu implementasi e-Government, Modul Penerimaan Negara yang diluncurkan pada tanggal 2 Januari 2007 merupakan suatu kebijakan Pemerintah yang ditujukan untuk melakukan pencatatan penerimaan negara. Modul Penerimaan Negara memiliki sistem yang terintegrasi dengan sistem perbankan serta dengan adanya Central Database di Departemen Keuangan untuk transaksi penerimaan yang dapat diakses oleh unit-unit terkait di lingkungan Departemen Keuangan. Modul Penerimaan Negara tidak hanya bermanfaat bagi Pemerintah, namun dengan adanya fasilitas e-Banking dari pihak perbankan yang berteknologi tinggi dan terpercaya akan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya kapan saja dan dimana saja. Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai suatu implementasi e-Government, bagaimana pelaksanaan penerapan Modul Penerimaan Negara (MPN) terkait dengan pelayanan kepada Wajib Pajak ? Apakah yang menjadi hambatan dalam pelayanan kepada Wajib Pajak ? Apa yang menjadi pokok kebutuhan terkait adanya transaksi elektronik yang dilakukan oleh Modul Penerimaan Negara ? Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Konsep dan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah gabungan konsep dan teori perpajakan, pelayanan dan teknologi informasi. Wajib Pajak sebagai subjek dalam memenuhi kewajiban perpajakannya mengharapkan adanya pelayanan yang baik dengan menggunakan teknologi informasi. Penerapan Modul Penerimaan Negara memberikan pengaruh yang sangat signifikan terkait pelayanan kepada Wajib Pajak. Adanya hambatanhambatan yang terjadi dalam pelaksanaan membuat modul ini menjadi lebih baik lagi sejalan dengan waktu. Kebutuhan akan aturan dan regulasi yang mendukung pelaksanaan penerapan Modul Penerimaan Negara menjadi suatu hal yang penting. Kepastian hukum terkait pelaksanaan transaksi elektronik mendorong untuk segera disahkannya undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik. Dengan adanya kepastian hukum, Wajib Pajak akan merasa terlindungi dalam melakukan transaksi elektronik dengan berpegang bahwa informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik dapat menjadi alat bukti yang sah. Saran yang disampaikan adalah bahwa segala sesuatunya memerlukan persiapan yang baik sebelum dikeluarkannya suatu kebijakan yang diperuntukan kepada masyarakat. Persiapan meliputi segala hal mulai dari informasi untuk disosialisasikan, sumber daya manusia, hingga infrastruktur pendukung. Dengan baiknya persiapan, maka kebijakan yang dikeluarkan akan memberikan manfaat bagi masyarakat.

As an e-Government implementation, Modul Penerimaan Negara, established at January 2nd 2007, is a Government Regulation which is purposed as a registering of state revenue. Modul Penerimaan Negara has system integrated with banking system and Central Database at Finance Departement to register revenue transaction that be accessed by other units in Finance Departement. Modul Penerimaan Negara is not only useful to the Government, but with high techonlogy e-Banking facilities will give convenience to the citizen in doing his duties anytime and anywhere. The main problems discussed in this research are : As an e-Government implementation, How is the implementation of Modul Penerimaan Negara based on services to the Tax Payers ? What are the obstacles on services to the Tax Payers ? What is the main necessity based on electronic transactions in the Modul Penerimaan Negara ? The research methodology applied is descriptive methodology with qualitative approach. Concepts and theories that be used in this research are mixtures of taxation, services and information technology theories. Tax Payer as a subject in doing his tax duty hopes for good services with information technology base. Implementation of Modul Penerimaan Negara gives very significant impact on services to the Tax Payers. The obstacles on its implementation make this module getting better as time goes by. The needs of law and regulations that support the implementation of Modul Penerimaan Negara are the important things. Law assurance based on electronic transaction pushes the legal of the law of electronic information and transaction. By law assurance, Tax Payer will be protected in doing his electronic transaction based on electronic information, document signature that can be as legal proving tools. The suggestions is that everything needs a good preparation before the launched of civilization regulations. The preparations are consist of all kind of needs start from information that be socialized, human resources, and infrastructures. By good preparations, make regulations being useful for the citizen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24584
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Afrilyani
"Ekstensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi dilaksanakan oleh Seksi Ekstensifikasi Perpajakan yang terdapat pada KPP Pratama, yang sudah berjalan kurang lebih sepuluh tahun. Evaluasi kinerja Seksi Ekstensifikasi Perpajakan bertujuan untuk menganalisis kinerja dan mengidentifikasi hambatan yang dihadapi oleh Seksi Ekstensifikasi Perpajakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian murni, tujuan penelitian deskriptif, dan dimensi waktu cross-sectional. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, library research (studi kepustakaan), dan pengamatan. Hasil penelitian yang dilaksanakan adalah kinerja Seksi Ekstensifikasi Perpajakan sudah cukup baik. Hambatan terbesar adalah jumlah SDM yang belum mencukupi. Untuk mengatasinya dapat dilakukan penambahan jumlah personil.

The act to extend the scope of Individual Taxpayers has been done by Tax Extension Unit which has been a part of the Small Taxpayer office (STO) and operating for nearly ten years. Performance evaluation has the purpose to analyze the performance and to identify the hurdle faced by Tax Extension Unit. This research use quantitative approach. The research is classified as descriptive and cross-sectional research. Data collection method used in the research are interviews, library research, and observation. The research shows that the performance of Tax Extension Unit has already been fairly well, and the biggest hurdle which being faced by the Unit is the number of human resources which has not yet been adequate. Adding the personnel quantity up can be done to solve the problem."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S55524
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanullang, Eska S.
"Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan khususnya bagi wajib pajak orang pribadi sebagai kewajiban yang harus dijalankan dan ketentuannya telah diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Pelaporan SPT selama ini menimbulkan banyak permasalahan khususnya bagi wajib pajak orang pribadi yang telah berkeluarga (menikah) karena status pernikahan akan menentukan di dalam pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (SPT PPh OP). Sesuai dengan perubahan format yang baru melalui dikeluarkannya Peraturan Direkur Jenderal Pajak PER-19/PJ/2014 yang mewajibkan pengisian status kewajiban perpajakan bagi wajib pajak orang pribadi khusunya yang telah menikah maka hal tersbut akan menimbulkan implikasi perpajakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi perubahan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi literature dan wawancara mendalam. Implikasi yang timbul adalah kurang bayar maupun lebih bayar dalam pelaporan SPT PPh OP.

Reporting tax return for individual tax payers as an obligation that must be carried out which provisions have been set in accordance with the provisions of the existing legislation. Reporting SPT, has brought many problems, especially for individual taxpayers who have a family (married) because of marital status will determine in reporting personal income tax (SPT individual income tax). In accordance with the new format changes through the enactment of the DGT (Directorate General of Taxation) Regulation PER-19/PJ/2014 which requires the charging status of tax obligations for an individual taxpayer who has been married especially then it will lead to some tax implications. This study aims to analyze the implications of changes in the tax return for individual tax payers. This study used a qualitative approach. Data collection techniques done with literature studies and in-depth interviews. The implication that arises is underpayment or overpayment of the reporting individual income tax returns."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S60980
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>