Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Yani Basuki
"Meskipun TNI telah berubah dengan melakukan redefinisi, reposisi, dan reaktualisasi peran serta merumuskan paradigma barunya, tetapi (sebagian) masyarakat masih banyak yang belum memahaminya. Benarkah perubahan tersebut telah membuat TNI lebih fungsional ?
Permasalahan tersebut penulis pandang penting untuk diteiliti karena persamaan visi dan persepsi antara masyarakat dan TNI. Tentang peran TNI adalah merupakan aspek penting dalam tata kehidupan nasional.
Ditinjau dari aspek fungsional, fenomena tuntutan terhadap penghapusan Dwifungsi ABRI dapat dikatakan sebagai tuntutan agar ABRI dapat kembali Iebih fungsional. Oleh karena itu analisa fungsional akan digunakan untuk memahami permasalahan tuntutan pembubaran Dwifungsi ABRI dan konsepsi serta implementasi Paradigma Baru/ Reformasi Internal TNI. Dalam hal ini penulis bependapat bahwa teori fungsionalisme Robert K. Merton dan Niklas Luhmann merupakan teori yang tepat untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini.
Untuk memperoleh data penelitian seperti yang dimaksudkan, ditetapkan 10 orang informan yang terdiri dari para pengamat/ pakar dengan 2 Surat Kabar Harian sebagai subyek penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik : wawancara mendalam (depth interview), content analisis dan studi dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisa secara kuantitatif dengan bantuan tabel-tabel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas informan (80% lebih) yang terdiri dari para pakar/ pengamat menilai bahwa baik konsepsi maupun implementasi Paradigms Baru/ Reformasi Internal TNI adalah langkah dan proses perubahan internal TNI yang sangat positif. langkah-Iangkah perubahan dalam Reformasi internal TNI tersebut dipandang sebagai Iangkah nyata yang responsif dan akomodatif terhadap tuntutan perkembengan yang ada.
Tentang pemberitaan media massa, Secara umum media massa telah memberikan perhatian terhadap Paradigma Baru/ Reformasi Internal TNI. Nilai pemberitaan pada dua media massa ibukota menunjukkan bahwa 48,7% benilai positif (informatif positif). Lainnya sebanyak 32,2% bernilai negatif (kritik negatif). Sedang sebagian kecil (19%) pemberitaannya bersifat netral (kritik positif).
Dari data yang ada menunjukkan bahwa secara prinsip tidak ada gap persepsi antara pandangan pakar dengan konsepsi maupun implementasi Pradigma Baru TNI, Seluruh informan menilai proses perumusan konsepsi dan penyusunan program implementasi Pradigma Baru/ Reformasi Internal TNI telah memperhatikan dan mengakomodasi aspirasi dan pandangan publik.
Kesenjangan terjadi antara nilai pandangan para pakar dan nilai pemberitaan pada media massa. Hal ini bisa terjadi karena para pakar memiliki konsistensi dalam pengamatan intensif terhadap proses Reformasi Internal TNI. sementara media massa cenderung mengangkat fenomena-fenomena yang muncul khususnya yang bernuansa polemis.
Ditinjau dari aspek fungsional, berdasarkan fakta yang ada menunjukkan bahwa mayoritas informan (80%) menilai (bahwa setelah melakukan Reformasi internal dan meninggalkan Dwifungsinya, keadaan TNI dipandang menjadi mergarah pada keadaan yang lebih fungsional yang demikian ini karena TNI telah meninggalkan peran Sospol yang implementasinya dimasa lalu dipandang telah menimbulkan ekses dan bias-bias yang merusak netralitas dan profesionalisme TNI. Ada beberapa indikasi penting yang dipandang para pakar telah mengarah pada proses pembentukan TNI lebih fungsional.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah, bahwa upaya-upaya TNI merumuskan dan mengimplementasikan Paradigma Baru/Reformasi Internalnya telah menunjukkan adanya perubahan signifikan yang mengarah pada peningkatan profesionalisme dan meningkatkan perannya yang iebih fungsional. "
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T1004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhsan Yosarie
"Reformasi TNI telah mengamanatkan TNI kembali ke barak sebagai upaya memfokuskan TNI dengan tugas utamanya sebagai alat negara di bidang pertahanan, setelah sebelumnya pada masa Orde Baru militer terlibat aktif pada urusan sosial-politik. Sejumlah Peraturan Perundang-Undangan, di antaranya Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menjadi payung hukum untuk memastikan reformasi TNI berjalan semestinya. Akan tetapi, nyatanya pascareformasi perluasan posisi militer pada jabatan sipil justru kembali terjadi. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penempatan prajurit TNI pada jabatan sipil di luar ketentuan UU TNI yang terjadi pascareformasi secara nyata kontradiktif dengan upaya reformasi TNI. Tiga faktor yang teridentifikasi menjadi penyebabnya adalah: (1) faktor kepemimpinan, (2) faktor struktur negara, dan (3) faktor organisasi militer. Melalui penempatan tersebut pemerintah membuka kembali keterlibatan TNI pada ruang-ruang sosial-politik, serta merupakan bentuk kontrol sipil subjektif sebagaimana dijelaskan Huntington (2003). Penempatan militer aktif pada sejumlah jabatan sipil tersebut bukan lagi bentuk intervensi militer, tetapi justru pejabat sipil yang menariknya kembali.

TNI reform has mandated that the TNI return to barracks in an effort to focus the TNI on its main task as an instrument of the state in the defense sector, after previously, during the New Order era, the military was actively involved in socio-political affairs. A number of laws and regulations, including Law No. 34 of 2004, concerning the Indonesian National Armed Forces, have become the legal umbrella to ensure TNI reform runs as it should. However, in fact, after the reformation, the expansion of military positions into civilian positions has reoccurred. This study uses a type of qualitative research with a case study approach. The results of this study indicate that the placement of TNI soldiers in civilian positions outside the provisions of the TNI Law that occurred post-reform is clearly contradictory to efforts to reform the TNI. Three factors were identified as the cause: (1) the leadership factor, (2) the state structure factor, and (3) the military organizational factor. Through this placement, the government reopened TNI involvement in socio-political spaces, which was a form of subjective civilian control, as explained by Huntington (2003). The placement of the active military in a number of civilian positions is no longer a form of military intervention; instead, civilian officials are withdrawing them."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library