Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Boer, P. M.
Den Haag: G. B. Van Goor Zonen, 1946
R BLD 439.313 BOE z
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Ayu Lestari
"ABSTRAK
Masalah risiko kerusakan fungsi kardiovaskuler semakin meningkat pada lansia yang tinggal di area perkotaan. Lansia di institusi perawatan jangka panjang termasuk populasi yang memiliki risiko tinggi terhadap masalah kardiovaskuler. Studi kasus ini bertujuan untuk menggambarkan hasil intervensi swedish massage yang dilakukan pada lansia dengan masalah risiko kerusakan fungsi kardiovaskuler. Pemberian intervensi swedish massage dilakukan sebanyak 12 sesi selama 5 minggu dalam durasi 10 menit. Hasil intervensi menunjukkan terjadi penurunan pada tekanan darah sistolik dan diastolik sebanyak 6 dan 5,8 mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa swedish massage merupakan intervensi yang efektif, aplikatif, berbiaya efisien, dan aman yang dapat digunakan dalam menurunkan tekanan darah pada lansia dengan risiko kerusakan fungsi kardiovaskuler. Studi ini menyarankan untuk pengaplikasian swedish massage dalam mengoptimalkan perawatan lansia dengan hipertensi di institusi perawatan jangka panjang.

ABSTRACT
The risk for impaired cardiovascular function increased in elderly in urban areas. Elderly in long term care institutions including populations at high risk for cardiovascular problems. This case study aims to describe the results of swedish massage interventions conducted in the elderly with the risk of impaired cardiovascular function. This intervention performed a total of 12 sessions over 5 weeks in duration of 10 minutes. The results of the intervention showed a decrease in systolic and diastolic blood pressure by 6 and 5.8 mmHg. This findings revealed that the swedish massage is an effective, applicable, cost efficient, and safe intervention, which can be used to lower blood pressure in older adults with risk for impaired cardiovascular functions. This study suggested for the application of swedish massage in optimizing treatment for the elderly with hypertension in long-term care institutions."
2016
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lelitasari
"Latar belakang : Terpajan pelarut organik merupakan kejadian sehari-hari yang dialami oleh banyak pekerja. Pelarut organik banyak digunakan dalam proses pembuatan alas kaki disektor formal maupun informal. Menurut beberapa penelitian beberapa jenis pelarut organik mempunyai sifat neurotoksik sehingga perlu deteksi gejala-gejala tersebut yang mungkin timbul pada para pekerja. Kuesioner Swedish Q16 adalah kuesioner deteksi dini yang paling sering digunakan untuk penupisan pekerja yang terpajan pelarut organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gejala neurotoksik akibat pajanan pelarut organik menggunakan Kuesioner Swedish Q16, serta mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi seperti : umur, pendidikan, masa kerja, status gizi, pemakaian APD, kebiasaan minum alkohol, merokok, cuci tangan, makan minum di tempat kerja dan hasil pemantauan kadar pelarut organik di lingkungan,kerja.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan subyek penelitian 138 orang pekerja alas kaki di sektor informal Ciomas Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung, sedangkan lingkungan kerja dilakukan dengan pengukuranpersonal sampling dan hasilnya diperiksa menggunakan teknik Gas Chromatography. Gejala neurotoksik dideteksi menggunakan kuesioner Swedish Q16. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September-Oktaber 2006. Hasilnya diolah menggunakan program statistik SPSS 11,5.
Hasil : Hasil identifikasi lem didapatkan lem kuning mengandung : toluen (45,3%), benzen (5,18%) dan metil etil keton (18,68%), lem putih mengandung : toluen (41,31%), benzen (3,52%) dan aseton (19,24%). Kadar toluen di lingkungan kerja rata-rata 1,12 ppm, tertinggi 2,48 ppm dan terendah 0,33 ppm. Keluhan terbanyak kesemutan (62,3%), sakit kepala (62,3%), mudah Ietih (56,5%). Prevalensi gejala neurotoksik pads subyek penelitian sebesar 55,8%. Pada analisis bivariat faktor umur, masa kerja dan IMT memiliki hubungan bermakna terhadap terjadinya gejala neurotoksik. Setelah dilakukan analisis multivariat didapatkan umur < 28 tahun memiliki risiko 6 kali lipat untuk mengalami gejala neurotoksik. (p = 0,000; OR = 6,235). Penieriksaan finger tapping test dilakukan secara sub sampling pada 53 subyek dan dipemleh basil tidak normal pada tangan kanan 47,2% dan tangan kiri 43,3%.
Kesimpulan : Prevalensi gejala neurotoksik pada pekerja industri alas kaki sektor informal , Ciomas , Bogor yang terpajan pelarut organik sebesar 55,8%. Faktor umur berhubungan dengan terjadinya gejala neurotoksik (OR = 6,235 ; p = 0,000).

Background : Exposured by organic solvent is form of occurrence day by day for many workers. Organic solvent is used in many process on footwear manufacture both formal and informal sector. According to several studies , many organic solvent has neurotoxic char tcterisl it:, so need to early detection for symptoms that influences to workers. The Swedish Q16 is a questionnaire that often use for workers screening from exposured by organic solvent. The goal of this study is to identification of glue, prevalence neurotoxic symptoms cause by organic solvent exposure, with Swedish Q16 Questionnaire, and to know factors of influences as : age, education, working periode, body mass index, using of PPE, drink of alcohol, washing hand, smoking, eat and drink at workplace and organic solvent level in workplace.
Method : The design of this study was cross sectionai,and the total number of sample were 138 footwear workers. Data collecting was conducted to interview, direct monitoring and measuring personal sampling at workplace which checking by Gas Chromatography technique. Neurotoxic symptoms detected by Swedish Q16 Quetionnaire. Data collecting was done on September-October 2006. All data research result processing by Statistic Program SPSS version 11.5.
Result : Identification of glue has result that content of yellow glue are toluene (45,3%), benzene (5,18%) dan metyl etyl ketone (18,68%), white glue content are : toluene (41,31%), benzene (3,52%) dan acetone (19,24%). Degree of toluene at workplace was average 1,12 ppm, and range 2,48 ppm to 0,33 ppm. Highest complaint from subject are : tingling ((62,3%), headache (62,3%), fatigue (56,5%). Study's subject neurotoxic symptoms prevalence was 55,8%. On bivariate analysis, age factor, work periode, body mass index, have related to neurotoxic symptoms outcome. On multivariate analysis be found that age < 28 years have risk six time to experience with neurotoxie symptoms, (p0,000; OR = 6,235). Examination on finger tapping test to be done as sub sampling on 53 subject and the result is unnormally on right hand 47,2% and left hand 43,3%.
Conclutions : Prevalence of neurotoxicity symptoms in informal sector footwear workers at Ciomas Bogor was 55,8%. Age factor was related to the neurotoxic symptoms (OR = 6,235 ; p = 0,000).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larsson, Ulf Lennart
"In this brief essay, I discuss some of the cultural and educational differences that I have experienced between Sweden and Japan, after having worked fi ve years as a Specially Appointed Associate Professor in Swedish at Osaka University. I also show how one can use food and food descriptions as a pedagogical tool in the teaching activity. Since food constitutes an important part of the cultural heritage of both Sweden and Japan, these kinds of descriptions not only improve the linguistic skills of the students but also teach them the importance of this rich part of Swedish culture."
Osaka: Graduate School of Language and Culture, Osaka University, 2018
400 FRO 1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Elvia Amelia
"Penyakit tidak menular masih menjadi persoalan penting bagi negara berkembang seperti Indonesia. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah masalah kesehatan yang umum terjadi pada keluarga. Hipertensi dapat menyebabkan stroke, infark miokard (serangan jantung), gagal ginjal, dan kematian jika tidak ditangani secara dini dan efektif. Swedish massage menjadi salah satu tatalaksana non farmakologi untuk membantu menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk memberi gambaran hasil penerapan Evidence Based Practice Swedish massage pada pengelolaan hipertensi melalui asuhan keperawatan pada keluarga Ibu A. Metode penulisan karya ilmiah ini menggunakan case study report. Terapi Swedish massage dilakukan dengan menerapkan 3 teknik yaitu effleurage, petrisage, dan friction sebanyak 6 kali intervensi dengan durasi 15 menit setiap sesi. Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap sebelum dan sesudah intervensi. Hasil evaluasi objektif terapi Swedish massage menunjukkan bahwa terjadi penurunan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 5,33 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 5,34 mmHg setelah 6 kali intervensi. Evaluasi subjektif menunjukkan bahwa klien merasa lebih nyaman dan rileks setelah pemijatan. Berdasarkan hasil temuan ini dapat disimpulkan bahwa Swedish massage dapat memberikan efek relaksasi dan menurunkan tekanan darah bagi penderita hipertensi. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggabungkan intervensi keperawatan lain dalam pemberian asuhan keperawatan yang disesuaikan dengan faktor risiko paling dominan.
Non-communicable diseases are still an important problem for developing countries like Indonesia. Hypertension or high blood pressure is a health problem that commonly occurs in families. Hypertension can cause stroke, myocardial infarction (heart attack), kidney failure and death if not treated early and effectively. Swedish massage is a non-pharmacological treatment to help lower blood pressure in hypertension sufferers. The aim of writing this scientific paper is to provide an overview of the results of applying Evidence Based Practice Swedish massage in the management of hypertension through care for Mrs. A's family. The method for writing this scientific paper uses a case study report. Swedish massage therapy is carried out by applying 3 techniques, namely effleurage, petrisage, and friction, 6 interventions with a duration of 15 minutes per session. Blood pressure measurements were carried out before and after each intervention. The results of the evaluation of the aims of Swedish massage therapy showed that there was an average reduction in systolic blood pressure of 5.33 mmHg and diastolic blood pressure of 5.34 mmHg after 6 interventions. Subjective evaluation shows that clients feel more comfortable and relaxed after the massage. Based on these findings, it can be concluded that Swedish massage can provide a relaxing effect and lower blood pressure for hypertension sufferers. Future research is expected to combine other surgical interventions in providing care that is tailored to the most dominant risk factors."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Sari Putri
"Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang rentan dialami oleh lansia. Hal ini disebabkan oleh fisiologis lansia dan gaya hidup yang tidak sehat, salah satunya yaitu stres. Studi kasus ini dilakukan pada keluarga dengan lansia yang menderita hipertensi karena stres di wilayah Bekasi Utara. Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk menjabarkan hasil analisa asuhan keperawatan pada pasien hipertensi agregat lansia menggunakan Swedish massage. Asuhan keperawatan keluarga yang diberikan telah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang ditegakkan yaitu ketidakefektifan manajemen kesehatan terkait hipertensi. Evaluasi keperawatan dilakukan dengan melakukan pengukuran tingkat stres menggunakan instrumen Despression, Anxiety, Stress Scale (DASS-21) bagian Stres dan pengukuran tekanan darah. Hasil menunjukkan penurunan skor stres dari 30 menjadi 16, serta penurunan tekanan darah sistolik sebesar 22 mmHg dan diastolik sebesar 25 mmHg selama 12 kali kunjungan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa Swedish massage berhasil menurunkan tingkat stres dan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Optimalisasi pelaksanaan program Lansia SMART dan PIS-PK diperlukan sebagai upaya peningkatan kemampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah hipertensi.

Hypertension is a health problem that is vulnerable to the elderly. This is caused by physiological and unhealthy lifestyles of the elderly, one of which is stress. The study was conducted on families with elderly who experience hypertension due to stress in the North Bekasi area. This work aims to describe the results and analysis of nursing care in elderly aggregate with hypertension using the Swedish massage. Family nursing care provided is in accordance with established nursing diagnoses, namely the ineffectiveness of health management related to hypertension. Nursing evaluation is carried out by measuring stress levels using the Depression, Anxiety, Stress Scale (DASS-21) in stress section and blood pressure measurements. The results showed a decrease in stress score from 30 to 16, as well as a decrease in systolic blood pressure of 22 mmHg and diastolic by 25 mmHg for 12 visits. Based on these results, it can be concluded that Swedish massage successfully reduces stress levels and blood pressure in the elderly with hypertension. Optimizing the implementation of the Lansia SMART and PIS-PK program is needed as an effort to improve the ability of families to care for family members with hypertension.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Muhammad Arifin Ramzy
"Kelelahan pada pekerja dapat berakibat pada kecelakaan kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor baik tidak terkait dengan pekerjaan atau terkait dengan pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kelelahan dan faktor risikonya pada pekerja PT.X tahun 2023. Faktor risiko yang diteliti pada penelitian ini meliputi faktor tidak terkait pekerjaan berupa usia, Body Mass Index (BMI), kuantitas tidur, dan faktor terkait pekerjaan berupa durasi kerja, masa kerja, dan beban kerja. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan desain cross-sectional. Kelelahan dalam penelitian ini diukur menggunakan kuesioner subjektif The Swedish Occupational Fatigue Inventory (SOFI). Dalam penelitian ini, didapatkan bahwa sebanyak 93 pekerja (81,6%) dari 114 pekerja memiliki tingkat kelelahan sedang dan 19 pekerja (17,7%) memiliki tingkat kelelahan tinggi, sementara 2 pekerja (1,8%) lainnya memiliki tingkat kelelahan rendah. Dimensi SOFI dengan nilai rata-rata tertinggi pada penelitian ini adalah dimensi Lack of Motivation. Hasil analisis dalam penelitian ini mendapatkan bahwa BMI memiliki hubungan yang signifikan terhadap kelelahan pada pekerja PT.X tahun 2023.

Fatigue in workers can result in work accidents caused by various factors either unrelated to work or related to work. This study aims to describe fatigue and its risk factors at PT.X workers in 2023. The factors examined in this study include factors unrelated to work, such as age, Body Mass Index (BMI), and sleep duration, and factors related to work, such as working duration, working period, and workload. This research has quantitative method by using cross-sectional design. Fatigue in this study was measured using The Swedish Occupational Fatigue Inventory (SOFI) subjective questionnaire. In this study, 93 workers (81,6%) out of 114 workers found had moderate levels of fatigue, 19 workers (17,7%) had high levels of fatigue, while two other workers (1.8%) had low levels of fatigue. The Lack of Motivation dimension in the SOFI questionnaire had the highest average score in this study. The analysis in this study found that BMI had significant relationship to fatigue at PT.X workers in 2023."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boangmanalu, Enny Selawaty
"Pendahuluan: Pasien fraktur akan berisiko mengalami konstipasi. Teknik pijat Swedish merupakan intervensi yang dapat mengurangi konstipasi, dimana pijat perut ini akan memberikan tekanan lembut pada permukaan jaringan sehingga dapat memperbaiki sirkulasi, melancarkan peredaran darah, menambah kenyamanan dan memperbaiki masalah sistem pencernaan. Air hangat dapat memberikan rangsangan pada sistem pencernaan sehingga feses menjadi lembek dan mudah untuk keluar. Dalam penelitian ini komsumsi air putih yang diberikan sebanyak 500 ml di pagi hari sesaat setelah bangun tidur.
Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi perbandingan efektivitas dari komsumsi air putih hangat dan pijat perut teknik Swedish terhadap skor konstipasi pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain Quasy eksperimental pre post test design dengan randomized control group pre post test design. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Perhitungan sampel dengan mengggunakan perhitungan komparatif numerik dengan total sampel minimal adalah 30 sampel dan instrumen pada penelitian ini menggunakan Constipation Assesment Scale (CAS).
Hasil: Penelitian ini melaporkan bahwa konsumsi air putih maupun pijat perut teknik Swedish secara signifikan menurunkan skor konstipasi (p-value 0,00; α < 0,05). Namun, berdasarkan hasil uji statistik karakteristik responden jenis kelamin, usia dan jenis analgetik didapatkan hasil tidak signifikan terhadap skor konstipasi (p-value 0,71; 0,22; 0,57; α < 0,05). Terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara skor konstipasi dengan rerata skor pada kelompok intervensi konsumsi air putih hangat 3,8 dan pada kelompok intervensi pijat perut teknik Swedish 6,5. Uji statistik menggunakan  pair t-test (p-value 0,00; α < 0,05).
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi konsumsi air putih hangat maupun pijat perut teknik Swedish secara signifikan dapat menurunkan skor konstipasi pada pasien fraktur ekstremitas bawah.

Introduction: Fracture patients will be at risk of experiencing constipation. Swedish massage technique is an intervention that can reduce constipation, where this abdominal massage will apply gentle pressure to the surface of the tissue so that it can improve circulation, improve blood circulation, increase comfort and improve digestive system problems. Warm water can stimulate the digestive system so that the stool becomes soft and easy to pass. In this study, the consumption of water was given as much as 500 ml in the morning right after waking up.
Objective: The purpose of this study was to identify the comparative effectiveness of warm water consumption and Swedish abdominal massage technique on constipation scores in postoperative patients with lower extremity fractures.
Methods: This study used a Quasy experimental pre posttest design with randomized control group pre posttest design. The sampling technique used simple random sampling technique. Sample calculation using numerical comparative calculation with a total minimum sample of 30 samples and instruments in this study using the Constipation Assessment Scale (CAS).
Results: This study reported that both water consumption and Swedish abdominal massage significantly reduced constipation scores (p-value 0.00; α < 0.05). However, based on the results of statistical tests of respondent characteristics of gender, age and type of analgesic, the results were not significant on constipation scores (p-value 0.71; 0.22; 0.57; α < 0.05). There was a statistically significant difference between constipation scores with a mean score in the warm water consumption intervention group of 3.8 and in the Swedish abdominal massage intervention group of 6.5. Statistical test using pair t-test (p-value 0.00; α < 0.05).
Conclusion: This study shows that the intervention of warm water consumption and Swedish abdominal massage can significantly reduce constipation scores in lower limb fracture patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jusran Ampulembang
"Latar Belakang. Lebih dari 750 bahan kimia dan beberapa kelompok senyawa kimia termasuk pelarut organik diduga bersifat neurotoksik. Namun pada umumnya bahan kimia tersebut belum pernah dilakukan tes untuk menilai efek neurotoksik yang ditimbulkan. Pelarut organik seperti MEK digunakan secara luas pada industri alas kaki yang pada umumnya bersifat padat karya, sehingga jumlah pekerja yang terpajan juga sangat besar. Pelarut organik dapat mengakibatkan ensefaloti toksik kronik pada pekerja yang terpajan berlebihan. Oleh karena keluhan subyektif mungkin mengindikasikan suatu ensefalopati maka deteksi dini sangatlah penting. Kuesioner Swedish Q16 adalah kuesioner deteksi dini yang paling sering digunakan untuk skrining pekerja yang terpajan pelarut organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gejala dini neurotoksik akibat terpajan pelarut organik metil etil keton, serta pengaruh faktor umur, jenis kelamin, pendidikan , masa kerja, status gizi, pemakaian APD, kebiasaan minum alkohol, minum kopi, merokok, kadar pajanan tempat kerja, serta hasil pemantauan biologis terhadap timbutnya gejala dini neurotoksik.
Metode. Penelitian ini menggunakan disain penelitian cross-sectional dengan jumlah subyek penelitian 123 orang pekerja pada sebuah kelompok perusahaan sepatu. Pengukuran pajanan dilakukan dengan personal sampling dan pemantauan biologis. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2003 sampai Januari 2004. Hasilnya diolah menggunakan program statistik SPSS 11,5.
Hasil dan Kesimpulan. Prevalensi gejala dini neurotoksik pada pekerja yang terpapar pelarut organik metil etil keton sebesar 52%, jika prevalensi didasarkan alas kadar pajanan MEK lingkungan kerja, maka pekerja yang terpajan tinggi prevalensinya sebesar 72,1%, sedangkan yang terpajan rendah 41,3%. Secara statistik yang menunjukkan hubungan bermakna dengan timbulnya gejala dini neurotoksik adalah kadar MEK lingkungan kerja (OR 3,68; p 0,001; 95% CI 1,65 - 8,20), basil pemantauan biologik pads urine (OR 4,17; p 0,000; 95% CI 1,87 - 9,29) dan faktor umur (OR 4,07; p 0,001; 95% CI 1,78 - 9,30).

The Correlation Between Metil Etil Keton Exposure And Early Symptoms Of Neurotoxicity Among Footwear Factory Workers (Based On Swedish Q16 Questionnaire)Back Ground. More than 750 chemicals and several classes of chemical compound including organic solvent are suspected to be neurotoxic, but majority of chemicals are never been tested for neurotoxic properties. Organic solvent such as MEK are widely use in footwear industry. Footwear manufacturing is a labour intensive industry, as a result large group of workers are exposed. Organic solvent can cause a chronic toxic encephalopathy in overexposed workers. Because subjective complaint may indicate an encephalopathy, early recognition is important. Swedish Q16 questionnaire is the most commonly used for screening workers who are exposed to organic solvent . The aim of the study was to examine the effect of exposure to MEK on the prevalence of complaints. Further objective were to analyse the influences of sex, education, alcohol consumption, smoking habits, caffeinated beverage, nutriotional status, PPE, length of service, MEK concentration, and Bio-monitoring result.
Method. In a cross sectional study, 123 workers with occupational exposure to MEK were interviewed by means of Swedish Q16 questionnaire. Exposure estimation was made by personal sampling and biological monitoring. Data collecting was conducted from December 2003 to January 2004. The statistical analysis was performed with SPSS 11,5 statistical software.
Result and conclusions. Prevalence of workers with early symptoms of neurotoxicity was 52%. Age (OR 4,07; p 0,001; 95% CI 1,78 - 9,30), Exposure level of MEK (OR 3,68; p 0,001; 95% CI 1,65 - 8,20), and result of biomonitoring (OR 4,17; p 0,000; 95% CI 1,87 - 9,29) showed statistical significant influence on the early symptoms of neurotoxicity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wynona Salsabila Hafiz
"Kelelahan merupakan bahaya yang dapat mempengaruhi produktivitas pekerja. Sebagai garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawat di rumah sakit memiliki tanggung jawab besar terutama dalam menghadapi beban kerja yang signifikan. Penurunan kondisi perawat akibat kelelahan dapat mengganggu kinerja perawat dan membahayakan kondisi kesejahteraan pasien. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kelelahan kerja dari perawat rumah sakit. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kombinasi, yaitu penggunaan heart rate variability (HRV) untuk mengukur variabilitas detak jantung secara objektif dan Swedish Occupational Fatigue Inventory (HRV) untuk mengambil data subjektif tentang tingkat kelelahan kerja yang dirasakan oleh perawat rumah sakit. Sampel penelitian didapatkan dari salah satu rumah sakit di Depok. Hasil pengolahan data time domain dan frequency domain HRV menunjukkan bahwa heart rate variability dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat kelelahan kerja perawat. Korelasi antara data HRV dengan SOFI menunjukkan indikasi Lack of Motivation, Sleepiness, Physical Exertion, dan Physical Discomfort berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kelelahan kerja perawat. Selain itu, faktor usia, BMI tubuh, dan lama tidur sebelum bekerja juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kelelahan kerja perawat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap tingkat kelelahan kerja yang dialami oleh perawat rumah sakit. Temuan dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan rekomendasi yang dapat mengurangi tingkat kelelahan kerja pada perawat.

Fatigue is a hazard that can affect worker productivity. As frontline providers of healthcare services, nurses in hospitals bear a significant responsibility, especially when faced with a substantial workload. A decline in nurses' condition due to fatigue can disrupt their performance and jeopardize patient well-being. This study aims to determine the level of work fatigue among hospital nurses. The research methodology employs a mixed approach, using Heart Rate Variability (HRV) to objectively measure heart rate variability and the Swedish Occupational Fatigue Inventory (SOFI) to gather subjective data on the perceived work fatigue levels of hospital nurses. The research sample was obtained from a hospital in Depok. The results of the time domain and frequency domain HRV data analysis indicate that heart rate variability can be used to describe the work fatigue levels of nurses. The correlation between HRV data and SOFI shows that Lack of Motivation, Sleepiness, Physical Exertion, and Physical Discomfort significantly influence nurses' work fatigue levels. Additionally, factors such as age, BMI, and sleep duration before work also significantly impact nurses' work fatigue. The results of this study are expected to provide insight into the level of work fatigue experienced by hospital nurses. The findings of this research are also anticipated to contribute to the development of recommendations that can reduce work fatigue levels among nurses."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>