Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Ari Pujianto
"Antibodi antisperma adalah salah satu penyebab infertilitas pada manusia. Antibodi ini berikatan dengan protein pada permukaan sperma dan dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sperma yang menghambat proses fertilisasi secara langsung maupun tak langsung. Identifikasi antigen sperma diharapkan akan menjelaskan mekanisme terjadinya infertilitas autoimun. Selain itu, apabila antigen tersebut berhubungan langsung dengan proses fertilisasi, studi ini dapat pula memperjelas mekanisme fertilisasi pada tingkat molekul.
Tesis ini melaporkan basil penelitian awal dari sebuah penelitian besar yang mempelajari tentang mekanisme infertilitas imunologis. Penelitian awal ini mencakup identifikasi antigen sperrna dengan menggunakan sera pasien infertil dan isolasi klon cDNA yang menyandi salah satu antigen tersebut. Identifikasi antigen dilakukan dengan Western immunoblotting menggunakan 13 sera yang berasal dari individu fertil sebagai kontrol (kode EIC) dan 37 sera dari pasien infertil (kode EIS). Serum pasien yang memberikan reaksi kuat dan konsisten kemudian digunakan untuk mengisolasi klon cDNA dari pustaka cDNA testis manusia.
Hasil Western immunoblotting menunjukkan bahwa EIS mengenali satu atau beberapa protein sperma dengan berat molekul yang bervariasi mulai dari 34 hingga 105 kDa. Sebagian besar EIC (11 dari 13) juga berikatan dengan beberapa protein sperma namun intensitasnya lebih lemah dibanding EIS. Serum dengan kode EIS07 memperlihatkan reaksi yang kuat dan spesifik dengan protein berukuran 66 kDa clan 88 kDa. Serum ini kemudian digunakan sebagai pelacak pada skrining pustaka cDNA testis manusia. Dari skrining tersebut berhasil diisolasi sebuah klon positif dari kurang lebih 225.000 klon. Klon ini membawa potongan cDNA berukuran kurang lebih 2.3 kpb yang selanjutnya disebut cDNA AIR (Autoimmune Infertility Related). cDNA AIR selanjutnya disubklon ice dalam vektor plasmid pGEX-4T2. Plasmid rekombinan ini kemudian dipotong dengan berbagai enzim restriksi untuk membuat peta restriksi pada fragmen eDNA AIR tersebut. Hasil pemetaan menunjukkan adanya situs restriksi untuk enzim Pstl, ApaI, HindIII, KpnI, SacI, dan Xbal. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Firmansyah
"Untuk nengetahui pengaruh Streptococcus B-hemolyticus terhadap notilitas spema, telah dilakukan penelitian secara in vitro dengan mengukur notilitas sperma. Penelitian menggunakan kultur murni S. B-hemolyticus dengan konsentrasi ±04/ ml dan semen dari 30 pasien yang memenuhi syarat. Terdapat 2 kontrol dan 2 perlakuan dalam penelitian, yaitu: semen sebagai kontrol 1, senen ditanbah nediun cair bakteri sebagai kontrol 2, semen ditambah mediun cair bakteri sebagai kontrol 2, semen ditambah metabolit sekunder yang terlarut dalam medium cair bakteri sebagai perlakuan 1 dan semen ditambah biarkan bakteri sebagai perlakuan 2. Parameter penelitian yang diukur adalah kerusakan menbran, viskositas, pH dan aglutinasi. Kesinpulan yang didapat dirumuskan sebagai berikut: (1) S. B-hemolyticus bersama-sama dengan produk metabolit sekundernya dapat nenurunkan notilitas sperma, (2) S- B-hemolyticus bersama-sama dengan Produk metabolit sekundernya dapat mengakibatkan kerusakan membran sperma dan peningkatan viskositas semen, (3) penurunan notilitas sperna diakibatkan oleh kerusakan nenbran dan Peningkatan viskositas semen dan (4) penurunan notilitas sperma tidak disebabkan oleh perubahan pH semen dan aglutinasi sperma."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emi Farida
"Madu dikenal sebagai bahan makanan bergizi dengan kandungan fruktosa dan glukosa yang cukup tinggi, telah diketahui mempunyai potensi dalam pengawetan semen, yaitu sebagai komponen medium pengawet semen untuk inseminasi buatan pada hewan ternak. Dalam penelitian ini penggunaan madu sebagai komponen medium pengawet semen dicobakan pada semen manusia. Sampel semen yang digunakan dalam penelitian ini tergolong normozoospermia, berasal dari 25 pria pasangan infertile yang datang memeriksakan diri ke Laboratorium Analisis Semen Bagian Biologi FK-UI. Empat medium pengawet sitrat kuning telur yang digunakan, masing-pmasing mengandung 0%, 1%, 4%, dan 7% madu. Mula-mula sebanyak 2 ml semen dibagi menjadi 4 bagian (masing-masing 0,5 ml), kemudian diencerkan 1:2 dengan keempat medium pengawet tersebut, lalu disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 5 0C. Pemeriksaan kecepatan gerak dan viabilitas sperma dilakukan setelah semen disimpan selama 3, 24, dan 48 jam. Hasil uji nonparametric Friedman pada a = 0,01 menunjukkan bahwa kecepatan gerak sperma tertinggi terdapat pada medium pengawet semen dengan konsentrasi madu 4%, kemudian diikuti perlakuan konsentrasi madu 1%. Sedangkan viabilitas sperma pada medium dengan konsentrasi madu 1 % dan 4% tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Hal ini terjadi pada ketiga waktu penyimpanan. Sebaliknya pada konsentrasi madu yang lebih tinggi (7%), meskipun kecepatan gerak sperma sedikit lebih meningkat, tetapi viabilitasnya menurun dibandingkan dengan kontrol (0%). Di lain pihak, kecepatan gerak dan viabilitas sperma di dalam medium pengawet tidak dapat dipertahankan sampai dengan 48 jam penyimpanan; semakin lama waktu penyimpanan, kecepatan gerak dan viabilitas sperma semakin menurun."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
S30797
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Werdhy Lestari
"Temuan hasil penelitian pertama ini untuk seleksi/preparasi sperma adalah berupa modifikasi tehnik pada preparasi sperma berupa kecepatan dan periode atau jangka waktu tertentu pada sentrifugasi, yang sesuai dengan kondisi kualitas sperma saat pengeluaran, untuk mendapatkan panen sperma yang lebih berkualitas untuk digunakan pada TRB inseminasi intra uterus"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
PGB-Pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Angling Al Rasyid
"LATAR BELAKANG: Inseminasi intrauterin atau IIU adalah salah satu tata laksana dari infertilitas. Pencucian spermatozoa dengan metode density gradient centrifugation atau DGC dilakukan untuk memisahkan spermatozoa yang dapat digunakan untuk IIU. Pencucian spermatozoa dapat berpengaruh pada aktivitas dinein ATPase, yang berperan dalam motilitas, namun nilai pasti dari aktivitas dinein ATPase pada spermatozoa astenozoospermia sebelum dan setelah pencucian DGC belum diketahui
METODE: Pada sampel yang telah diperoleh dari 6 partisipan laki-laki astenozoospermia, dilakukan analisis semen dengan merujuk pada guideline WHO tahun 2010, preparasi fraksi aksonem, penentuan kadar protein, serta pengujian aktivitas spesifik dinein ATPase yang dilakukan sebelum dan setelah dilakukannya pencucian spermatozoa dengan metode DGC. Aktivitas spesifik dinein ATPase diukur dengan melihat kemampuannya melepaskan fosfat dari ATP. Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer nanodrop, dan dilakukan uji statistik berupa uji t berpasangan atau uji Wilcoxon untuk melihat derajat kemaknaan, dengan nilai p<0,05 menandakan hasil yang bermakna.
HASIL: Ditemukan adanya peningkatan rerata dari konsentrasi, morfologi, kelajuan, dan persentase spermatozoa motil progresif pada kelompok astenozoospermia setelah DGC dibandingkan dengan sebelum DGC. Aktivitas spesifik dinein ATPase juga mengalami peningkatan yang bermakna pada kelompok setelah DGC dibandingkan dengan kelompok sebelum DGC.
KESIMPULAN: Setelah pencucian spermatozoa dengan menggunakan metode DGC, terjadi peningkatan aktivitas spesifik dinein ATPase dan peningkatan persentase spermatozoa motil progresif

BACKGROUND: Intrauterine insemination, also known as IIU, is one of the treatments used for infertility. Sperm washing procedure is used to separate motile spermatozoa that are going to be used for intrauterine insemination. One of the methods used in sperm washing is the density gradient centrifugation or DGC, which could affect the activity of dynein ATPase, which is important for sperm motility. Therefore, this study is conducted to find out the effect of sperm washing with DGC method to the specific activity of dynein ATPase.
METHODS: Samples obtained from 6 male participants with asthenozoospermia were analyzed according to WHO’s 2010 guideline, followed by axoneme fraction preparation, protein level measurement, and dynein ATPase specific activity test were performed before and after sperm washing with DGC method. Dynein ATPase specific activity is measured by its ability to free phosphate from ATP. Sample protein level is measured by using the nanodrop spectrophotometer. Paired t-test or Wilcoxon signed-rank test were performed to see the degree of significant, with p-value<0,05 indicates a statistically significant result.
RESULT: There was an increase of concentration, morphology, velocity, and motility of spermatozoa between asthenozoospermia group before and after sperm washing with DGC method. There is also a significant increase in the specific activity of dynein ATPase before and after sperm washing with DGC method.
CONCLUSIONS: After sperm washing procedure with DGC method, there is a significant increase in dynein ATPase specific activity and the percentage of motile progressive spermatozoa.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sahir
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1983
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andika Setyoadi
"

Latar Belakang: Beberapa gen yang terekspresi spesfik di epididimis diduga

terlibat dalam proses pematangan sperma. Karakteristik gen yang terlibat dalam
pematangan sperma selain ekspresinya spesifik di epididimis juga dipengaruhi
oleh androgen, faktor testikuler, dan terekspresi pada saat masa pubertas. Salah
satu famili gen yang cukup banyak ditemukan terekspresi di epididimis adalah
Beta Defensin. Gen Beta Defensin diketahui memiliki peran sebagai pertahanan
terhadap mikroba, namun diduga memiliki keterlibatan dalam proses pematangan
sperma karena ekspresinya banyak ditemukan di epididimis. Oleh karena itu,
penelitian pada gen Beta Defensin terhadap perannya dalam proses pematangan
sperma perlu dilakukan. Berdasarkan studi sebelumnya diketahui bahwa salah
satu gen Beta Defensin yang terekspresi di epididimis yaitu Beta Defensin 2
(Defb2), namun karakterisasi terhadap gen ini belum dilakukan. Dengan
demikian, pada penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi gen Defb2 terkait
dengan perannya pada proses pematangan sperma.
Metode: Analisis bioinformatika digunakan untuk mendapatkan informasi
mengenai struktur gen, signal peptide, dan domain fungsional pada gen Defb2.
Analisis qRT-PCR untuk mengetahui ekspresi relatif gen Defb2 pada berbagai
jaringan, regulasinya oleh androgen, pengaruh dari faktor testikular dan
ekspresinya pada perkembangan postnatal.
Hasil: Defb2 merupakan protein sekretori karena memiliki signal peptide. Defb2
memiliki domain fungsional berupa N-myristoylation dan protein kinase-C. Gen
Defb2 terekspresi spesifik di epididimis khususnya pada bagian caput epididimis.
Defb2 ekspresinya dipengaruhi oleh androgen terbukti setelah perlakuan
gonadektomi, ekspresi Defb2 menjadi menurun dan kembali mengalami kenaikan
ketika diberikan testosteron eksogen. Defb2 juga ekspresinya dipengaruhi oleh
faktor testikuler terbukti setelah diberi perlakuan
Efferent Duct Ligation (EDL)
maka ekspresi Defb2 langsung menurun bahkan terjadi apoptosis sel sehingga
pola ekspresi gen Defb2 sudah tidak bisa diamati. Begitu juga pada analisis
postnatal development terlihat ekspresi gen Defb2 mulai terdeteksi jelas pada hari
ke-15 yang merupakan masa pubertas mencit jantan.
Kesimpulan: Defb2 merupakan gen yang terlibat dalam proses pematangan
sperma di epididimis yang dibuktikan dengan ekspresi spesifik di epididimis,
diregulasi oleh androgen dan faktor testikuler, serta mulai terekspresi pada masa
pubertas.


Background: Some of the specific genes expression in the epididymis are

suspected to be involved in the process of sperm maturation. Characteristics of the
genes involved in sperm maturation in the epididymis-specific expression in
addition also influenced by androgens, testicular factors, and expressed at the time
of puberty. One of a family of genes that is pretty much found expressed in the
epididymis is a Beta Defensins. Beta Defensin genes known to have a role as a
defence against microbes, but suspected to have involvement in the process of
sperm maturation because the expression is found in the epididymis. Therefore,
research on Beta Defensin genes against its role in sperm maturation process
needs to be done. Based on previous studies it is known that one of the Beta
Defensin genes which expressed in the epididymis that is Beta Defensins 2
(Defb2), but the characterization of this gene has not been made against. Thus,
this research aims to characterize genes associated with the Defb2 role in the
process of sperm maturation.
Methods: Bioinformatics analysis was used to obtain information about the
structure of genes, signal peptides, and functional domains of the Defb2 gene.
qRT-PCR analysis to find out the relative gene expression of Defb2 on various
tissue, regulation by androgens, the effect of testicular factors and its expression
in postnatal development.
Results: Defb2 is a secreted protein because it has signal peptides. Defb2 has a
functional domain in the form of N-myristoylation and kinase-C protein. Specific
genes expression of Defb2 in the epididymis is especially in the caput epididymis.
Defb2 expression influenced by androgens is proven after the gonadectomy, the
expression of Defb2 to be decreased and start increase again when exogenous
testosterone is given. Defb2 also its expression influenced by testicular factors
that proven after being given the treatment by Efferent Duct Ligation (EDL), then
the Defb2 expressions directly decreased and the cell apoptosis occurs even so
that the pattern of gene expression Defb2 already could not be observed. So also
on analysis of postnatal development seen gene expression Defb2 begins to be
detected clearly at day 15 which is a male mice puberty.
Conclusions: Defb2 is a gene which is involved in the process of maturation of
sperm in the epididymis that is evidenced by specific expression in the
epididymis, be regulated by androgens and testicular factors, and as well as start
expressed at puberty.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Pratiwi
"ABSTRAK
Infertilitas merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, dan penyebabnya bukan hanya dari faktor wanita namun juga dari faktor pria. Jumlah sperma yang rendah atau kualitas sperma yang jelek merupakan penyebab utama terjadinya infertilitas pada pria. Rendahnya kualitas sperma ditandai dengan rendahnya motilitas sperma, jumlah sperma dan kelainan morfologis sperma. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan merokok dengan konsentrasi, motilitas dan morfologi sperma. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien klinik fertilitas ldquo;X rdquo; Jakarta. Sampel sebanyak 985 orang pria yang merupakan pasangan dengan masalah infertilitas yang melakukan pemeriksaan analisis sperma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pria yang merokok memiliki peluang 1,018 kali lebih tinggi untuk memiliki konsentrasi sperma abnormal dibandingkan yang tidak merokok, dan memiliki peluang 1,074 kali lebih tinggi untuk memiliki motilitas sperma abnormal dibandingkan yang tidak merokok serta memiliki peluang 1,166 kali lebih tinggi untuk memiliki morfologi sperma abnormal dibandingkan yang tidak merokok.

ABSTRACT
Infertility is one of public health rsquo s problem. Determinant of infertility is not just from female factors but also from male factor. Poor sperm quality is a major cause of male infertility. The purpose of this study was to determine the correlation of smoking with concentration, motility and sperm morphology. The design of this study was cross sectional using secondary data from medical records of Klinik Fertilitas X Jakarta. A sample consist of 985 men with infertility issues who performed sperm analysis. The results showed that men who smoked had an odds to have abnormal sperm concentrations 1,018 times higher than those who did not smoke, and had an odds to have abnormal sperm motility 1,074 times higher than those who didn rsquo t smoke, as well as a 1,166 times higher odds of having abnormal sperm morphology than who didn rsquo t smoke."
2017
S68854
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Wiradharma
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Vasektomi adalah salah satu cara sterilisasi yang mempunyai kemungkinan timbulnya efek samping imunologis. Oleh karena itu, antibodi terhadap sperma yang timbul sebagai respons imun acak terhadap produk penghancuran sperma perlu diteliti arti klinisnya. Serum vasektomi yang pada umuninya mengandung antibodi antisperma dapat digunakan sebagai pelacak untuk mencari antigen yang memegang peranan utama teijadinya infertilitas imunologis. Di samping itu dapat dilihat pula ada tidaknya hubungan antara uji Mixed Antiglobulin Reaction (MAR) yang menilai antigen perinukaan sperma dengan metode Western blot yang melihat reaktivitas terhadap seluruh antigen sperma.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat ada tidaknya antigen utama sperma dan berat molekul relatifnya yang bereaksi dengan antibodi dalam serum pria yang divasektomi. Di samping itu juga untuk memperkirakan adanya hubungan antara lama vasektoini dan usia pada waktu vasektomi dilakukan dengan keadaan antibodi antisperma tersebut. Dalam penelitian ini telah dilakukan penentuan antigen yang bereaksi dengan antibodi antisperma menggunakan metode Western biol. Sumber antigen diperoleh dari donor sperma sehat yang analisis spermanya normal dan sumber antibodi diambil dan serum pria sehat yang telah divasektomi minimal satu tahun.
Hasil dan Kesimpulan: Dari 44 serum vasektomi yang direaksikan dengan antigen sperma, tidak dijumpai suatu antigen utama. Nampaknya tidak ada hubungan antara antibodi antisperma yang diuji dengan MAR dan yang direaksikan secara Western blot. Lainnya vasektomi dan usia pada waktu tindakan dilakukan tidak berhubungan dengan terdeteksinya antibodi antisperma dalam serum vasektomi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>